Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KECEMASAN
2.1.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan berasal dari bahasa latin angere yang berarti tercekik atau
tercekat. Kecemasan merupakan kewaspadaan terhadap bahaya yang
mengancam dan rasa cemas yang muncul akan terfokus pada ancaman yang
sedang dihadapi sehingga memaksa individu untuk terus-menerus
memikirkan cara mengatasi permasalahan yang ada.11
Kecemasan ialah reaksi alami berupa ketegangan dalam
mengantisipasi keadaan yang mengancam namun tidak jelas keadaan
tersebut. Kecemasan dan ketakutan dalam penggunaannya seringkali
tertukar dimana ketakutan mengacu pada keadaan spesifik sedangkan
kecemasan ditunjukkan pada keadaan yang belum tentu benar. Kecemasan
bertahan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama dapat secara berhari-
hari mengganggu pikiran seseorang, bisa berminggu-minggu bahkan
berbulan-bulan.12
Kecemasan juga dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan afektif
yang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi fisik yang
memperingatkan seseorang terhadap bahaya yang akan datang, dimana
keadaan yang tidak menyenangkan tersebut sering kabur penyebabnya
namun kecemasan itu sendiri selalu dirasakan. Kecemasan (ansietas) sangat
berhubungan dengan perasaan yang tidak pasti dan ketidakberdayaan
sebagai hasil penilaian terhadap suatu objek atau keadaan yang dialami
secara subjektif, bahkan terkadang objeknya tidak jelas. Artinya, seseorang
dapat saja menjadi cemas namun sumber dari kecemasan tersebut tidak
tampak nyata.13
Kecemasan yaitu perasaan tentang sesuatu yang berbahaya akan
terjadi, tetapi bentuk ancaman, lokasi kejadian dan waktu kejadiannya tidak
dapat diketahui dengan pasti.11
Dari beberapa penjelasan tentang pengertian kecemasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa kecemasan merupakan perasaan tidak menyenangkan,

6
khawatir, waspada, gelisah, dan takut disertai sensasi fisik yang disebabkan
oleh keadaan yang dirasakan mengancam atau pikiran individu tentang
situasi yang sedang dihadapi maupun yang akan terjadi sehingga memaksa
individu untuk berbuat sesuatu.
2.1.2 Aspek-Aspek Kecemasan
seseorang yang mengalami kecemasan menunjukkan aspek fisik,
perilaku dan kognitif. Aspek-aspek tersebut diantaranya14:
a. Aspek fisik
Ditandai dengan kegelisahan, gugup, tangan atau anggota tubuh
yang bergetar, sensasi pita ketat yang mengikat di sekitar dahi, pusing
atau pingsan, adanya keringat yang berlebihan, jari-jari atau anggota
tubuh menjadi dingin dan lembab, tubuh panas dingin, mulut atau
kerongkongan terasa kering, sulit berbicara, suara yang bergetar, sulit
bernafas atau nafas pendek, jantung berdetak kencang, merasa lemas
atau mati rasa, sulit menelan, sensasi seperti tercekik, leher atau
punggung terasa kaku, sakit perut atau mual, sering buang air kecil,
diare serta wajah terasa memerah.
b. Aspek perilaku
Ditandai dengan adanya perilaku menghindar, perilaku
dependent dan perilaku terguncang (mudah marah, mudah tesinggung,
mudah terhasut dan tidak ada koordinasi).
c. Aspek kognitif
Ditandai dengan adanya perasaan khawatir tentang sesuatu atau
hal-hal yang sepele, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan
segera terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, terpaku dan sangat
waspada pada sensasi tubuh, berpikir akan segera mati meskipun
dokter tidak menemukan sesuatu yang patologis secara medis,
ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, ketakutan akan
kehilangan kontrol dan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah.
Selain itu juga diikuti oleh pikiran bahwa dunia akan mengalami
keruntuhan dan tidak bisa lagi dikendalikan, pikiran bahwa segala
sesuatu sangat membingungkan tanpa bisa diatasi, pikiran bercampur

7
aduk atau kebingungan, pikiran untuk kabur dari keramaian untuk
menghindari pingsan, pikiran-pikiran yang mengganggu, khawatir
akan ditinggal sendirian serta sulit berkonsentrasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan
ditandai dengan aspek fisiologis (kondisi fisik yang terganggu), aspek
psikologis yaitu aspek perilaku (muncul perilaku maladaptif) dan aspek
kognitif (adanya pikiran-pikiran buruk dan khawatir).
2.1.3 Tingkat Kecemasan
Kecemasan dikelompokkan ke dalam empat tingkatan, diantaranya11:
a. Kecemasan rendah
Tingkat kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi
belajar dan menghasilkan kreativitas yang lebih baik.
b. Kecemasan tinggi
Pada tingkat kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi
seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan perhatian pada
sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal
lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan yang
ada. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan perhatian pada hal yang lainnya.
c. Panik
Individu merasa terancam, mengalami gangguan realitas,
kesulitan dalam berkomunikasi dan dapat membahayakan diri sendiri
dan/atau orang lain. Kecemasan pada tingkat ini berhubungan dengan
terperangah, ketakutan dan teror. Seseorang yang dalam keadaan
panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.
pembicaraan inkoheren, tidak dapat merespon perintah yang
sederhana, menjerit atau berteriak dan dapat mengalami halusinasi dan
delusi.
Berdasarkan uraian tingkat kecemasan di atas dapat disimpulkan
bahwa individu yang mengalami kecemasan tingkat rendah dan tinggi

8
umumnya berusaha berbuat sesuatu untuk mengatasinya, sedangkan
individu yang berada dalam tingkat panik cenderung tidak mampu
melakukan sesuatu sehingga membutuhkan orang lain atau tenaga
propesional.
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan
Terdapat beberapa teori yang dikembangkan untuk menjelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi ansietas, yaitu15 :
a. Faktor Predisposisi
1) Teori Psikoanalitik
Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara
tiga elemen kepribadian, yaitu: id, ego, dan superego .Id
mecerminkan dorongan insting dan impuls primitive. Superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh
norma-norma budaya seseorang. Sedangkan ego atau aku
berfungsi sebagai mediator antara tuntutan dari id dan superego.
Kecemasan berfungsi memperingatkan ego tentang suatu bahaya
yang perlu diatasi.
2) Teori Interpersonal
Kecemasan timbul dari ketakutan terhadap
ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Hal ini
berhubungan dengan trauma pada masa pertumbuhan seperti
perpisahan atau kehilangan yang dapat menyebabkan seseorang
tidak berdaya.
3) Teori Perilaku
Kecemasan adalah rasa kekecewaan atau kegagalan yang
dapat menganggu kemampuan seseorang dalam mencapai suatu
tujuan yang diinginkan. Kecemasan juga dianggap sebagai suatu
dorongan yang menimbulkan tindakan untuk membangkitkan
semangat dalam beraktifitas. Hal ini bertujuan untuk
menghindari penderitaan.

9
4) Teori Keluarga
Kecemasan dapat timbul secara nyata dalam keluarga,
biasanya tumpang tindih antara kecemasan dan depresi. Disetiap
keluarga pasti selalu ada kecemasan dalam berbagai bentuk dan
sifatnya yang berbeda-beda.
5) Teori Biologis
Teori biologi ini menunjukkan bahwa mengandung
reseptor spesifik untuk benzodiazepin, yang dapat meningkatkan
aktifitas neurotransmiter inhibisi asam gama-aminobutirat
(GABA), yang mana berperan penting dalam mekanisme biologi
yang berhubungan dengan kecemasan. Selain itu kesehatan
umum seseorang dari riwayat kecemasan dalam keluarga
memiliki efek nyata sebagai predisposisi kecemasan.
Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik dan
selanjutnya akan menurunkan kemampuan seseorang untuk
mengatasi stressor.
b. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi dikelompokkan menjadi dua, yaitu16:
1) Ancaman terhadap integritas fisik
a. Faktor internal: meliputi disability fisiologis yang akan
terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari, kegagalan mekanisme
fisiologis system imun, regulasi suhu tubuh, perubahan
biologis normal.
b. Faktor eksternal: paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan
nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2) Ancaman terhadap sistem diri
Dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial
yang terintegritas pada individu.
a. Faktor internal: akibat kesulitan dalam berhubungan
interpersonal di rumah dan di tempat kerja.

10
b. Faktor eksternal: kehilangan orang yang dicintai,
perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok,
sosial budaya.
2.1.5 Respon Terhadap Kecemasan
Respon individu terhadap kecemasan meliputi respon fisiologis,
perilaku, kognitif dan afektif. Respon-respon tersebut diataranya16:
a. Respon fisiologis individu terhadap kecemasan, yaitu:
1) Kardiovaskular
Respon dari kardiovaskular dapat berupa palpitasi,
peningkatan tekanan darah atau dapat juga menurun, rasa mau
pingsan dan denyut nadi menurun.
2) Pernafasan
Respon dari pernafasan dapat berupa nafas menjadi cepat,
dangkal, nafas pendek, tekanan pada dada, pembengkakan pada
tenggorokan, sensasi tercekik dan terengah-engah.
3) Neuromuskuler
Respon dari neuromuskuler dapat berupa refleks
meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, tremor, gelisah,
wajah tegang, kelemahan umum, tungkai lemah.
4) Gastrointestinal
Respon dari gastrointestinal dapat berupa kehilangan nafsu
makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual,
diare.
5) Saluran kemih
Respon dari saluran kemih dapat berupa tidak dapat
menahan BAK, sering berkemih.
6) Kulit
Respon yang terjadi adalah wajah kemerahan, berkeringat
setempat (telapak tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada
kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.

11
b. Respon perilaku
Respon yang terjadi yaitu gelisah, ketegangan fisik, reaksi
terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami
cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan
diri dari masalah, menghindar, sangat waspada.
c. Respon kognitif
Respon yang terjadi yaitu perhatian terganggu, konsentrasi
buruk, preokupasi, pelupa, salah dalam memberikan penilaian,
hambatan berpikir, lapangan persepsi menurun, kreativitas menurun,
produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, kehilangan
objektivitas, takut kehilangan kendali.
d. Respon afektif
Respon yang terjadi yaitu mudah terganggu, tidak sabar, gelisah,
tegang, gugup, ketakutan, waspada, kekhawatiran, kecemasan, mati
rasa, rasa bersalah, malu, kebingungan dan curiga berlebihan sebagai
reaksi emosi terhadap kecemasan.
2.1.6 Manifestasi Klinik
Gejala-gejala kecemasan dibagi menjadi tiga, yaitu17:
1. Gejala fisiologis
Gejala-gejala fisiologi dari kecemasan adalah kegelisahan,
tangan atau anggota tubuh bergetar, banyak keringat, sulit berbicara
atau suara bergetar, jantung berdebar, sakit kepala, nafas pendek.
2. Gejala kognitif
Gejala-gejala kognitif dari kecemasan adalah khawatir tentang
sesuatu, keyakinan-keyakinan bahwa akan terjadi sesuatu yang
mengerikan tanpa ada alasan yang jelas, merasa terancam, ketakutan
akan ketidakmampuan menghadapi masalah, sulit berkonsentrasi,
merasa kebingungan.
3. Gejala emosional
Gejala-gejala emosional dari kecemasan adalah kurang percaya
diri, marah yang berlebihan, menangis, mencela diri sendiri.

12
2.1.7 Kecemasan Akibat Perpisahan
Kecemasan akibat perpisahan merupakan suatu pengalaman yang
dapat dirasakan oleh hampir semua anak. Kecemasan akibat perpisahan
adalah penderitaan yang anak-anak rasakan ketika mereka dipisahkan dari
pengasuh utama, dalam banyak kasus ibu. Kecemasan akibat perpisahan
biasanya menjadi jelas pada anak-anak dimulai ketika mereka berusia
sekitar enam bulan. Hal ini karena dengan usia enam bulan kebanyakan bayi
telah mengembangkan keterikatan yang sangat kuat dengan pengasuh utama
mereka dan keterikatan yang kuat ini dapat menimbulkan perasaan tertekan
hebat ketika pengasuh utama dan anak harus dipisahkan. Hal yang biasa
bagi anak-anak untuk merasakan semacam tertekan atau marah ketika
dipisahkan dari orang tua, terutama perpisahan untuk jangka waktu yang
lama.18
Ganguan kecemasan akibat perpisahan adalah kekhawatiran yang
tidak realistic pada anak tentang apa yang akan terjadi pada orang-orang
yang berperan penting dalam hidupnya bila berpisah dengannya, terutama
orang tua. Ketakutan ini berpusat pada apa yang mungkin terjadi dengan
individu yang berpisah dengan anak itu (misalnya orang tua yang akan
meninggal atau tidak kembali karena suatu alasan, atau apa yang terjadi
dengan anak itu bila terjadi perpisahan seperti ia akan diculik, disakiti, atau
dibuang). Karena alasan tersebut anak enggan untuk dipisahkan dengan
orang lain dan tidak mau tidur sendirian tanpa ditemani atau didampingi
oleh orang terdekatnya atau tidak mampu meninggalkan rumah tanpa
disertai dengan orang lain.19
Selain itu gangguan akibat kecemasan dapat menganggu dan
memperlambat perkembangan sosial anak karena ia tidak belajar bergaul
dengan teman-teman sebayanya. Selanjutnya bila anak dipisahkan
(ditinggalkan) ia tidak dapat berfungsi dengan baik karena ia terus tertekan
oleh rasa takut terhadap apa yang akan terjadi dengan dirinya atau terhadap
orang-orang yang berpisah dengannya. Anak-anak dan remaja dengan
gangguan ini mungkin mengalami penderitaan berlebihan dan berulang
tentang perpisahan dari rumah atau orang tua. Ketika berpisah dengan orang

13
tua, mereka sering ingin mengetahui dimana orang tua mereka dan ingin
tetap berhubungan atau melihat orang tua mereka, beberapa saat menjadi
sangat rindu ketika jauh dari rumah.19
2.1.8 Penyebab Kecemasan Perpisahan
Gangguan kecemasan perpisahan seringkali terjadi setelah adanya
suatu kejadian traumatik atau yang sangat menekan kehidupan individu
misalnya dirawat di rumah sakit, kematian orang yang disayangi atau pindah
ke lingkungan yang lain seperti pindah rumah atau pindah sekolah.20
2.1.9 Tanda Dan Gejala Kecemasan Perpisahan
Gejala spesifik kecemasan perpisahan yaitu21:
a. Distress berlebihan yang berulang saat berpisah dengan orang tua.
b. Khawatir yang berlebihan bahwa suatu peristiwa yang tidak
diinginkan akan terjadi.
c. Penolakan untuk pergi ke sekolah atau tempat lain karena perpisahan
dengan orang-orang penting.
d. Takut yang berlebihan dan enggan untuk sendiri.
e. Penolakan untuk tidur sendirian.
f. Mimpi buruk berulang.
g. Keluhan fisik berulang, seperti: sakit kepala, sakit perut, mual dan
muntah.
2.1.10 Diagnosa Gangguan Kecemasan Perpisahan
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR untuk gangguan kecemasan
perpisahan adalah sebagai berikut18,19:
a. Ketidaksesuaian perkembangan dan kecemasan berlebihan yang
berfokus dari rumah atau orang-orang yang terdekat yang dibuktikan
oleh tiga atau lebih tanda, kriteria ini adalah tanda-tanda dan gejala
yang ditetapkan oleh American Psychiatri Association (APA).
1. Tekanan/distress berlebihan yang berulang ketika berpisah dari
rumah seseorang yang menjadi atau diharapkan sebagai
sosok/orang yang penting.

14
2. Kekhawatiran yang terus-menerus dan berlebihan tentang
kehilangan atau tentang bahaya yang mungkin menimpa
seseorang yang penting.
3. Kekhawatiran yang terus-menerus dan berlebihan terhadap
sesuatu peristiwa yang tidak diinginkan sehingga akan
menyebabkan perpisahan dari seseorang yang penting/berharga
(seperti tersesat atau diculik).
4. Keengganan yang tetap atau penolakan untuk pergi kesekolah
atau ditempat lain karena takut akan perpisahan.
5. Ketakutan berlebihan terus-menerus atau keengganan untuk
sendirian tanpa seseorang yang penting dirumah atau tanpa
orang dewasa yang berarti dalam lingkungan sekitar.
6. Tidur tanpa dekat dengan orang yang penting atau tidur jauh
dari rumah.
7. Mimpi buruk berulang yang melibatkan tema perpisahan.
8. Keluhan gejala fisik yang berulang (seperti sakit kepala, sakit
perut, mual dan muntal) saat kita berpisah dari seseorang yang
diharapkan menjadi orang yang penting/berharga.
b. Lamanya gangguan minimal 4 minggu.
c. Onset sebelum usia 18 tahun.
d. Gangguan menyebabkan distress klinis yang signifikan atau
penurunan sosialisasi, akademik (kerja), atau fungsi dari bidang-
bidang penting lainnya.
e. Gangguan tidak terjadi secara ekslusif selama disebabkan oleh
gangguan perkembangan yang mendalam, schizofrenia atau gangguan
psikotik lainnya pada remaja dan orang dewasa, lebih baik tidak
dicatat untuk Panic Disorder dengan angoraphobia.
2.1.11 Kecemasan Dan Motivasi Belajar
Kecemasan merupakan kewaspadaan terhadap bahaya yang
mengancam dan rasa cemas yang muncul akan terfokus pada ancaman yang
sedang dihadapi sehingga memaksa individu untuk terus-menerus
memikirkan cara mengatasi permasalahan yang ada.11

15
Motivasi belajar merupakan suatu dorongan yang timbul karena
adanya rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga mendorong
seseorang untuk membuat perubahan tingkah laku dan aktivitas tertentu
lebih baik dari keadaan sebelumnya.22
Motivasi belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah kecemasan. Kecemasan yang dialami seseorang dapat
diidentifikasikan dari perilaku yang ditampilkannya, seperti sulit mengambil
keputusan, tertekan, serba salah, semua tersebut dapat menjadi sebagai
penghambat seseorang dalam melakukan kegiatan sehari-hari dengan
motivasi yang baik. Kecemasan itu ada yang bersifat positif dan ada yang
negatif. Apabila tidak bisa mengendalikan kecemasan melalui cara-cara
yang rasional, maka ego akan mengandalkan cara-cara yang tidak realistis.
Namun apabila siswa telah berhasil mengantisipasi dan mengatasi gejala-
gejala kecemasan, maka perasaan ini akan menjadi sumber motivator.
Adapun pernyataan sebelumnya yang menyatakan bahwa kecemasan adalah
suatu keadaan tegang yang memotivasi kita untuk berbuat sesuatu.23
Selain itu ada juga yang menyatakan bahwa tingkat kecemasan yang
sedang biasanya akan mendorong belajar, sedangkan tingkat kecemasan
yang tinggi malah mengganggu belajar.24

2.2 MOTIVASI BELAJAR


2.2.1 Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi belajar adalah suatu perubahan tenaga di dalam diri
seseorang (pribadi) yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi
untuk mencapai tujuan. Motivasi belajar merupakan suatu dorongan internal
dan eksternal pada diri individu yang sedang belajar untuk memunculkan
perubahan perilaku atau aktivitas tertentu lebih baik dari keadaan
sebelumnya. Hal tersebut mempunyai peranan besar dalam keberhasilan
belajar.24
Motivasi belajar juga dapat didefinisikan sebagai sekumpulan daya
penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan aktivitas belajar,
menjamin kelangsungan pada kegiatan belajar dan memberikan arah pada

16
kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan. Motivasi belajar
memegang peranan penting sebagai pemberian semangat dalam belajar.25

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi


belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada seseorang untuk
melakukan kegiatan yang berhubungan dengan belajar yang ditandai dengan
munculnya perubahan tenaga dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk
mencapai suatu tujuan.
2.2.2 Aspek-Aspek Motivasi Belajar
Terdapat beberapa aspek untuk dapat memotivasi belajar seseorang,
aspek-aspek tersebut ialah26:
a. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia lebih luas.
Sifat ingin tahu mendorong sesorang untuk belajar, sehingga
setelah mengetahui segala hal yang sebelumnya tidak diketahui maka
akan menimbulkan kepuasan tersendiri pada dirinya.
b. Adanya sifat yang kreatif dan keinginan untuk selalu maju.
Manusia terus-menerus menciptakan sesuatu yang baru karena
adanya dorongan untuk lebih maju dan lebih baik dalam
kehidupannya.
c. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru,
dan teman-teman.
Jika seseorang mendapatkan hasil yang baik dalam belajar,
maka orang-orang disekelilingnya akan memberikan penghargaan
berupa pujian, hadiah dan bentuk-bentuk rasa simpati lainnya.
d. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan
usaha yang baru, baik dengan kooperasi maupun dengan kompetisi.
Suatu kegagalan dapat menimbulkan rasa kecewa, depresi atau
sebaliknya dapat menimbulkan motivasi baru agar berusaha lebih baik
lagi. Usaha mecapai lebih baik dapat diwujudkan dengan kerjasama
bersama orang lain (kooperasi), ataupun bersaing dengan orang lain
(kompetisi).

17
e. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai
pelajaran.
Apabila seseorang menguasai pelajaran dengan baik, maka tidak
akan merasa khawatir bila menghadapi ujian, pertanyaan-pertanyaan
dari guru dan sebagainya karena merasa yakin dapat menghadapinya
dengan baik.
f. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.
Suatu perbuatan yang dilakukan dengan baik pasti akan
mendapatkan ganjaran yang baik dan juga sebaliknya, bila dilakukan
kurang sungguh-sungguh maka hasilnya pun kurang baik bahkan
mungkin berupa hukuman.
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar,
faktor-faktor tersebut adalah25:
a. Cita-cita atau aspirasi siswa
Cita-cita dapat berlangsung dalam waktu sangat lama, bahkan
sepanjang hayat. Cita-cita siswa untuk “menjadi seseorang” akan
memperkuat semangat belajar dan mengarahkan perilaku belajar. Cita-
cita akan memperkuat motivasi belajar intrinsik maupun ekstrinsik
karena terapinya suatu cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri.
b. Kemampuan belajar
Kemampuan ini meliputi beberapa aspek psikis yang terdapat
dalam diri siswa. Misalnya pengamatan, perhatian, ingatan, daya pikir
dan fantasi. Di dalam kemampuan belajar ini, perkembangan berfikir
siswa menjadi ukuran. Siswa yang taraf perkembangan berfikir
konkrit (nyata) tidak sama dengan siswa yang berfikir secara
operasional (berdasarkan pengamatan yang dikaitkan dengan
kemampuan daya nalarnya). Oleh karena itu, siswa yang memiliki
kemampuan belajar yang tinggi, biasanya lebih termotivasi dalam
belajar.

18
c. Kondisi jasmani dan rohani siswa
Kondisi fisik maupun psikologi dapat mempengaruhi motivasi
belajar. Biasanya guru cenderung dengan mudah melihat kondisi fisik
siswa yang sedang sakit, lesu dan mengantuk daripada siswa yang
sedang mengalami kecemasan atau gangguan psikologis lainnya.
d. Kondisi lingkungan kelas
Kondisi lingkungan merupakan unsur-unsur yang datangnya
dari luar diri siswa. Lingkungan individu pada umumnya ada tiga
yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Maka dari itu
unsur-unsur yang mendukung atau menghambat kondisi lingkungan
berasal dari ketiga lingkungan tersebut. Hal ini dapat dilakukan
misalnya dengan cara guru harus berusaha mengelola kelas,
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, menampilkan diri
secara menarik dalam rangka membantu siswa termotivasi dalam
belajar.
e. Unsur-unsur dinamis belajar
Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur
keberadaannya dalam proses belajar yang stabil, kadang lemah dan
bahkan hilang. Misalnya, semangat anak dalam menyelesaikan tugas-
tugas selama berada di kelas yang dapat hilang akibat suasana kelas
yang ribut.
f. Upaya guru mengajarkan siswa
Upaya yang dimaksud di sini adalah bagaimana guru
mempersiapkan diri dalam memberikan pelajaran pada siswa mulai
dari penguasaan materi, cara menyampaikannya, hingga menarik
perhatian siswa.
2.2.4 Indikator Motivasi Belajar
Beberapa indikator motivasi belajar adalah sebagai berikut27:
a. Tekun dalam menghadapi tugas.
b. Ulet mengahadapi kesulitan.
c. Menunjukkan minat.
d. Lebih senang bekerja mandiri.

19
e. Cepat bosan pada tugas-tugas rutin.
f. Dapat mempertahankan pendapatnya.
g. Tidak mudah melepas hal yang diyakini.
h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi dapat
timbul ketika adanya dorongan yang memberikan semangat belajar kepada
siswa.

2.3 REMAJA
2.3.1 Pengertian Remaja
Masa remaja (adolescence) merupakan masa transisi dari anak-anak
menjadi dewasa, masa terjadi perkembangan seksual atau masa dalam
kehidupan yang dimulai dengan timbulnya sifat-sifat seksual sekunder yang
pertama sampai akhir pertumbuhan somatik. Pada periode ini berbagai
perubahan terjadi baik perubahan hormonal, fisik, psikologis maupun sosial.
Perubahan tersebut terjadi dengan sangat cepat dan terkadang tanpa kita
sadari, sehingga dapat mengakibatkan kelainan ataupun penyakit tertentu
bila tidak diperhatikan dengan seksama. Masa ini berlangsung bertahun-
tahun dan baru berhenti bila seseorang telah mencapai puncak kematangan
dan pertumbuhan badan serta telah mempunyai kapasitas memperbanyak
jenis. Dikatakan remaja adalah bila seseorang anak perempuan berusia 10-
18 tahun dan anak laki-laki berusia 12-20 tahun.28

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2014, remaja


adalah bila anak laki-laki maupun perempuan telah mencapai usia 10-19
tahun.29
2.3.2 Tahap Perkembangan Remaja
Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa.
Remaja pada saat ini mengalami pubertas yaitu terjadinya pertumbuhan
yang cepat, timbul ciri-ciri seks sekunder, dan tercapai fertilitas. Perubahan
psikososial yang menyertai pubertas disebut adolesen. Adolesen adalah
masa dalam kehidupan seseorang di mana masyarakat tidak lagi

20
memandang individu sebagai seorang anak, tetapi juga belum diakui sebagai
seorang dewasa dengan segala hak dan kewajibannya.30
Perkembangan remaja dalam perjalanannya dibagi menjadi tiga fase,
yaitu30:
1. Remaja awal (10-14 tahun)
Remaja pada masa ini mengalami pertumbuhan fisik dan seksual
dengan cepat. Pikiran difokuskan pada keberadaannya dan pada
kelompok sebaya. Identitas terutama difokuskan pada perubahan fisik
dan perhatian pada keadaan normal. Perilaku seksual remaja pada
masa ini lebih bersifat menyelidiki, dan tidak membedakan. Sehingga
kontak fisik dengan teman sebaya adalah normal. Remaja pada masa
ini berusaha untuk tidak bergantung pada orang lain. Rasa penasaran
yang tinggi atas diri sendiri menyebabkan remaja membutuhkan
privasi.
2. Remaja pertengahan (15-17 tahun)
Remaja pada fase ini mengalami masa sukar, baik untuk dirinya
sendiri maupun orang dewasa yang berinteraksi dengan dirinya.
Proses kognitif remaja pada masa ini lebih rumit, melalui pemikiran
operasional formal, remaja pertengahan mulai bereksperimen dengan
ide, memikirkan apa yang dibuat dengan barang-barang yang ada,
mengembangkan wawasan, dan merefleksikan perasaan kepada orang
lain. Remaja pada fase ini berfokus pada masalah identitas yang tidak
terbatas pada aspek fisik tubuh. Remaja pada fase ini mulai
bereksperimen secara seksual, ikut serta dalam perilaku beresiko, dan
mulai mengembangkan pekerjaan di luar rumah. Sebagai akibat dari
eksperimen beresiko, remaja pada fase ini dapat mengalami kehamilan
yang tidak diinginkan, kecanduan obat dan kecelakaan kendaraan
bermotor. Usaha remaja fase pertengahan untuk tidak bergantung,
menguji batas kemampuan dan keperluan otonomi mencapai
maksimal mengakibatkan berbagai permasalahan dengan orang tua,
guru maupun figur yang lain.

21
3. Remaja akhir (18-21 tahun)
Remaja pada fase ini ditandai dengan pemikiran operasional
formal penuh, termasuk pemikiran mengenai masa depan baik itu
pendidikan, kejujuran dan seksual. Remaja akhir biasanya lebih
berkomitmen pada pasangan seksualnya daripada remaja pertengahan.
Kecemasan karena perpisahan yang tidak tuntas dari fase sebelumnya
dapat muncul pada fase ini ketika mengalami perpisahan fisik dengan
keluarganya.
2.3.3 Tugas-Tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya
meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk
mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Pada usia
remaja, tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai
berikut31:
1. Mencapai hubungan yang baru dengan teman sebaya baik sesama jenis
maupun lawan jenis
2. Mencapai peran sosial maskulin dan feminin
3. Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
4. Mencapai kemandirian secara emosional dari orang tua dan orang
dewasa lainnya
5. Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi
6. Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
7. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan
keluarga
8. Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk
tercapainya kompetensi sebagai warga negara
9. Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggung
jawabkan secara sosial
10. Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman
perilaku.

22
2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Remaja.
Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan
individu, yakni32:
a. Faktor internal
Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan-perubahan
fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat
herediter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya, misalnya postur
tubuh (tinggi badan), bakat-minat, kecerdasan, kepribadian dan
sebagainya. Kalau kondisi fisik individu dalam keadaan normal berarti
ia berasal dari keturunan yang normal juga yaitu tidak memiliki
gangguan/penyakit. Hal ini dapat dipastikan, orang tersebut akan
memilik pertumbuhan dan perkembangan fisik yang normal. Hal ini
juga berlaku untuk aspek psikis atau psikososialnya.
b. Faktor eksternal
Dalam pandangan ini menyatakan bahwa perubahan dan
perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
berasal dari luar diri individu itu sendiri. Faktor ini diantaranya berupa
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik berupa
tersedianya sarana dan fasilitas, letak geografis, cuaca, iklim dan
sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial ialah lingkungan di mana
seseorang mengadakan relasi/interaksi dengan individu atau kelompok
individu di dalamnya. Lingkungan sosial ini dapat berupa: keluarga,
tetangga, teman, lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, dan
sebagainya.

2.4 Pondok Pesantren


2.4.1 Pengertian Pondok Pesantren
Istilah pesantren sendiri berasal dari kata santri, yang mendapatkan
imbuhan berupa awalan pe- dan akhiran -an. Oleh karena itu, pesantren
dapat diartikan sebagai tempat tinggal para santri. Arti kata santri sendiri
adalah orang yang mendalami agama Islam, orang yang beribadah dengan
sungguh-sungguh atau orang yang saleh.33

23
Pesantren kemudian lebih dikenal dengan sebutan yang lebih lengkap,
yaitu pondok pesantren. Pesantren disebut dengan pondok karena sebelum
tahun 1960-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Jawa dan Madura lebih
dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok berarti asrama para santri yang
disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, pondok berasal
dari bahasa Arab yang berarti hotel atau asrama.33
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam yang
memahami, mendalami dan mengamalkan ajaran agama dengan
menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku
sehari-hari. Secara konkret, dapat dijelaskan bahwa pesantren adalah tempat
yang di dalamnya anak-anak muda dan dewasa belajar secara lebih
mendalam dan lebih lanjut tentang ilmu agama Islam yang diajarkan secara
sistematis, langsung dari bahasa Arab dan didasarkan pada pembacaan
kitab-kitab klasik karangan ulama-ulama besar.34
2.4.2 Jenis Pesantren
Terdapat dua jenis pondok pesantren di Indonesia, yaitu35:
a. Pondok pesantren tradisional
Sebuah pesantren yang mengajarkan ilmu-ilmu agama saja
kepada para santri. Kalau ada ilmu umum, maka itu diajarkan dalam
porsi yang sangat sedikit. Umumnya, ilmu agama yang diajarkan
meliputi Al-Quran, hadits, fikih, akidah akhlak, sejarah Islam, faraidh
(ilmu waris Islam), ilmu falak, ilmu hisab dan lain-lain. Semua materi
pelajaran yang dikaji memakai buku berbahasa Arab yang umum
disebut dengan kitab kuning, kitab gundul, kitab klasik atau kitab
turots.
b. Pondok pesantren modern
Sebuah lembaga pendidikan Islam dengan kyai sebagai tokoh
atau figur utamanya yang menggantikan cara lama/tradisional menjadi
cara baru sesuai dengan tuntutan zaman. Zamaksyari Dhofier
menerangkan, pesantren modern adalah pesantren yang memasukkan
pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah yang dikembangkan nya
atau membuka tipe sekolah umum dalam lingkungan pesantren.

24
2.5 Kerangka Teori

Keluarga:
-Orang tua
-Saudara kandung
-Keluarga besar
Faktor predisposisi:
-Psikoanalitik
Santri -Interpersonal
-Keluarga
-Biologi
Madrasah
Ulumul qur’an
Faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi Perpisahan dan
belajar: kehilangan
-Cita-cita
-Kemampuan belajar
-Kondisi fisik dan psikologi Kecemasan Motivasi belajar
-Kondisi lingkungan kelas
-Unsur-unsur dinamis belajar
-Upaya guru mengajarkan Respon terhadap
siswa kecemasan

fisiologi Perilaku kognitif afektif

Skema 2.1 Kerangka Teori


Keterangan:
: yang tidak diteliti
: yang diteliti

25
2.6 Penelitian Terkait
Siregar (2013) Dari hasil penelitiannya yang berjudul tingkat kecemasan
pada santri pondok pesantren menunjukkan bahwa berdasarkan data yang
diperoleh dari analisis data Z-Score dapat disimpulkan bahwa santri pondok
pesantren yang memiliki tingkat kecemasan tinggi sebanyak 11 santri (14,1%),
dalam kategori kecemasan tingkat sedang sebanyak 52 santri (66,7%) dan
sebanyak 15 santri (19,2%) mengalami tingkat kecemasan rendah.10
Yanti dkk (2013) Dari hasil penelitiannya yang berjudul hubungan antara
kecemasan dalam belajar dengan motivasi belajar siswa menunjukkan hasil bahwa
mayoritas siswa memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dalam belajar, minoritas
siswa memiliki tingkat kecemasan yang sedang dalam belajar dan hampir tidak
ada siswa yang memiliki tingkat kecemasan yang rendah dalam belajar. Mayoritas
siswa memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam belajar, minoritas siswa
memiliki tingkat motivasi yang sedang dalam belajar dan tidak ada siswa yang
memiliki tingkat motivasi yang rendah dalam belajar. Tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara kecemasan dalam belajar dengan motivasi belajar siswa.22
Aminullah (2013) Dari hasil penelitiannya yang berjudul tingkat kecemasan
antara siswa SMP dan santri di pondok pesantren menunjukkan hasil bahwa santri
pondok pesantren lebih tinggi tingkat kecemasannya 39,3% daripada tingkat
kecemasan pada siswa SMP 20,2%.9

26

Anda mungkin juga menyukai