Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

SYOK KARDIOGENIK

DISUSUN OLEH :
ARIEF SETIYO PAMBUDI
NIM : 3090 1401 962

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
TAHUN 2014/2015
SYOK KARDIOGENIK

A. Definisi
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda
hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah
preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari parameter
hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai
dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg,
atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg)
dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam)
dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa
adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom
curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik. (www.fkuii.org)
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel
kiri atau gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami
kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan
kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung dengan
perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung,otak,
ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri.
Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai
komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung,
emboli paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth,
2001).
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi
jantung yang tidak adekua, seperti pada infark miokard atau
obstruksi mekanik jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia,
hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan
kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998)

B. Etiologi
Syok kardiogenik biasanya disebabkan oleh karena gangguan
mendadak fungsi jantung atau akibat penurunan fungsi kontraktil
jantung kronik. Secara praktis syok kardiogenik timbul karena
gangguan mekanik atau miopatik, bukan akibat gangguan elektrik
primer.
Syok kardiogenik diakibatkan oleh kerusakan bermakna pada
miokardium ventrikel kiri yang ditandai oleh gangguan fungsi
ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi
jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Penyebab dari syok
kardiogenik dibagi dalam :
1. Gangguan ventrikular ejection
a. Infark miokard akut
b. Miokarditis akut
c. Komplikasi mekanik :
o Regurgitasi mitral akut akibat ruptur atau disfungsi otot
papilaris
o Ruptur septum interventrikulorum
o Ruptur free wall
o Aneurisma ventrikel kiri
o Stenosis aorta yang berat
o Kardiomiopati
o Kontusio miokard
2. Gangguan ventrikular filling
a. Tamponade jantung
b. Stenosis mitral
c. Miksoma pada atrium kiri
d. Trombus ball valve pada atrium
e. Infark ventrikel kanan

C. Manifestasi Klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan mengakibatkan gangguan fungsi
ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat pada perfusi
jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada
syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut
adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri
dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan
antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Gmbaran klinis
gagal jantung kiri :
1. Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
2. Pernapasan cheyne stokes
3. Batuk-batuk
4. Sianosis
5. Suara serak
6. Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru
hydrothorax
7. Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop,
tachycardia
8. BMR mungkin naik
9. Kelainan pada foto rontgen

D. Faktor predisposisi
Dari berbagai penelitian dilaporkan adanya faktor-faktor
predisposisi timbulnya syok kardiogenik yaitu :
1. Umur yang relative lebih tua pada syok kardiogenik : umumnya
lebih dari 60 tahun
2. Telah terjadi payah jantung sebelumnya
3. Adanya infark lama dan baru
4. Lokasi pada dinding anterior lebih sering menimbulkan syok
5. IMA yang meluas secara progresif
6. Komplikasi mekanik IMA : septum sobek, insufisiensi mitral,
disenergi ventrikel
7. Gangguan irama dan nyeri hebat
8. Faktor ekstramiokardial : obat-obatan penyebab hipotensi atau
hipovolemia

E. Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat
sirkulasi patofisiologi gagal jantung. Kerusakan jantung
mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya
menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran
darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke
jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan
penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa,
akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok kardiogenik
adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak
yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan
haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab. Disritmia sering
terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal
jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur
tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk
mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan
yang telah dilakukan. Peningkatan tekananakhir diastolik ventrikel
kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik
Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi
sebagai pompa yang efektif.

Patways
F. Pemeriksaan Diagnostik
Electrocardiography (elektrokardiografi) Hasil/pembacaan
electrocardiogram menurut Fauci AS, et.al. (2008): Pada pasien
karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri (LV failure),
gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada
multiple leads atau left bundle branch block biasanya tampak. Lebih
dari setengah (> 50%) dari semua infark yang berhubungan dengan
syok adalah anterior. Global ischemia karena severe left main
stenosis biasanya disertai dengan depresi ST berat (>3 mm) pada
multiple leads.
Radiografi Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat
terlihat normal pada mulanya atau menunjukkan tandatanda gagal
jantung kongestif akut (acute congestive heart failure), yaitu:
a.Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah
pulmoner. b.Saat tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left
ventricular end-diastolic pressures) meningkat, akumulasi cairan
interstitial ditunjukkan secara radiografis dengan adanya gambaran
fluffy margins to vessels, peribronchial cuffing, serta garis Curley A
dan B. Dengan tekanan hidrostatik yang sangat tinggi, cairan
dilepaskan (exuded) ke alveoli, menyebabkan diffuse fluffy alveolar
infiltrates.
Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang
mungkin tampak pada penderita syok kardiogenik:
a. Kardiomegali ringan
b. Edema paru (pulmonary edema)
c. Efusi pleura
d. Pulmonary vascular congestion
e. Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik
berasal dari infark miokard yang
Ekokardiografi Ini berguna untuk menunjukkan:
a. Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
b. Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).
c. Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.
Selain itu penting untuk menilai hipokinesis berat ventrikel difus
atau segemental (bila berasal dari infark miokard), efusi pericardial,
katup mitral dan aorta, rupture septum dan pintasan intrakardiak.
Kateterisasijantung.
Umumnya tidak perlu kecuali pada kasus tertentu untuk
mengetahui anatomi pembuluh darah koroner dan fungsi ventrikel
kiri untuk persiapan bedah pintas koroner atau angioplasty koroner
transluminasi perkutan. Untuk menunjukkan defek mekanik pada
septum ventrikel atau regurgitasi mitral akibat disfungsi atauy
rupture otot papilaris.
Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah tetap
diperlukan untuk evaluasi secara keseluruhan meskipun tidak
berguna di dalam membuat diagnosis awal (initial diagnosis).
b. Pemeriksaan enzim jantung.
c. CBC and serum electrolyte panel.
d. Kadar kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN).
e. Gas darah arteri.
f. Studi koagulasi.
Penemuan laboratorium (Laboratory findings) menurut Fauci AS,
et.al. (2008):
a. Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
b. Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada
mulanya normal, namun blood urea nitrogen (BUN) dan
creatinine meningkat secara cepat (rise progressively).
c. Hepatic transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati
(liver hypoperfusion).
d. Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat
menyebabkan anion gap acidosis dan peningkatan (elevation)
kadar asam laktat (lactic acid level).
e. Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan
hypoxemia dan metabolic acidosis, dimana dapat dikompensasi
oleh respiratory alkalosis.
f. Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan
MB fraction-nya, jelas meningkat, begitu juga troponins I dan T.
Faktor-faktor pencetus test diagnostik antara lain :
1. Electrocardiogram (ECG)
2. Sonogram
3. Scan jantung
4. Kateterisasi jantung
5. Roentgen dada
6. Enzim hepar
7. Elektrolit oksimetri nadi
8. AGD
9. Kreatinin
10. Albumin / transforin serum
11. HSD

G. Penatalaksanaan
Ada berbagai pendekatan pada penatalaksanaan syok
kardiogenik. Setiap disritmia mayor harus dikoreksi karena mungkin
dapat menyebabkan atau berperan pada terjadinya syok. Bila dari
hasil pengukuran tekanan diduga atau terdeteksi terjadi
hipovolemia atau volume intravaskuler rendah. Pasien harus diberi
infus IV untuk menambah jumlah cairan dalam sistem sirkulasi. Bila
terjadi hipoksia, berikan oksigen, kadang dengan tekanan positif
bila aliran biasa tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
jaringan.
Farmakoterapi. Terapi medis dipilih dan diarahkan sesuai
dengan curah jantung dan tekanan darah arteri rerata. Salah satu
kelompok obat yang biasa digunakan adalah katekolamin yang
dapat meningkatkan tekanan darah dan curah jantung. Namun
demikian mereka cenderung meningkatkan beban kerja jantung
dengan meningkatkan kebutuhan oksigen.
Bahan vasoaktif seperti natrium nitroprusida dan nitrogliserin
adalah obat yang efektif untuk menurunkan tekanan darah
sehingga kerja jantung menurun. Bahan-bahan ini menyebabkan
arteri dan vena mengalami dilatasi, sehingga menimbulkan lebih
banyak pintasan volume intravaskuler keperifer dan menyebabkan
penurunan preload dan afterload. Bahan vasoaktif ini biasanya
diberikan bersama dopamin, suatu vasopresor yang membantu
memelihara tekanan darah yang adekuat.
Pompa Balon Intra Aorta. Terapi lain yang digunakan untuk
menangani syok kardiogenik meliputi penggunaan alat bantu
sirkulasi. Sistem bantuan mekanis yang paling sering digunakan
adalah Pompa Balon Intra Aorta (IABP = Intra Aorta Baloon Pump).
IABP menggunakan counterpulsation internal untuk menguatkan
kerja pemompaan jantung dengan cara pengembangan dan
pengempisan balon secara teratur yang diletakkan di aorta
descendens. Alat ini dihubungkan dengan kotak pengontrol yang
seirama dengan aktivitas elektrokardiogram. Pemantauan
hemodinamika juga sangat penting untuk menentukan position
sirkulasi pasien selama penggunaan IABP.
Balon dikembangkan selam diastole ventrikel dan
dikempiskan selama sistole dengan kecepatan yang sama dengan
frekuensi jantung. IABP akan menguatkan diastole,yang
mengakibatkan peningkatan perfusi arteria koronaria jantung. IABP
dikempiskan selama sistole, yang akan mengurangi beban kerja
ventrikel.
Penatalaksanaan yang lain :
1. Istirahat
2. Diit, diit jantung, makanan lunak, rendah garam
3. Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Hasil yang diharapkan
peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena, dan
volume darah dan peningkatan diuresis akan mengurangi
edema. Pada saat pemberian ini pasien harus dipantau terhadap
hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema
perifer. Apabila terjadi keracunan ditandai dengan anoreksia,
mual dan muntah namun itu gejala awal selanjutnya akan terjadi
perubahan irama, bradikardi kontrak ventrikel premature,
bigemini (denyut normal dan premature saling bergantian), dan
takikardia atria proksimal.
4. Pemberian diuretik, yaitu untuk memacu ekskresi natrium dan
air melalui ginjal. Bila sudah diresepkan harus diberikan pada
siang hari agar tidak menganggu istirahat pada malam hari,
intake dan output pasien harus dicatat mungkin pasien dapat
mengalami kehilangan cairan setelah pemberian diuretik. Pasien
juga harus menimbang badannya setiap hari turgor kulit untuk
menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi.
5. Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma
cardial, hati-hati depresi pernapasan.
6. Pemberian oksigen
7. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan
vasoaktif merupakan pengobatan utama untuk mengurangi
impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh
ventrikel.

H. Komplikasi Syok Kardiogenik


1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmi
3. Gagal multisistem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli

I. Asuhan Keperawatan Syok Kardiogenik


1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian primer
o Airway : penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara
dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas
tambahan seperti snoring.
o Breathing : frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi
dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara
napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya
trauma pada dada.
o Circulation : dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta
adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
o Disability : nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
b. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan environment).
Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan
diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,dll.

J. Diagnosa Keperawatan / Prioritas Masalah


a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai dengan sesak
nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder
akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun, sianosis, edema
(vena).
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme reflek otot
sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada, dispnea, gelisah,
meringis.
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supley oksigen dan kebutuhan
(penurunan / terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan, kelemahan, pucat.

K. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas ditandai dengan sesak nafas,
gangguan frekwensi pernafasan, batuk-batuk
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x 24 jam diharapkan pola nafas efektif
Kriteria hasil :
 Klien tidak sesak nafas
 Frekwensi pernafasan normal
 Tidak ada batuk-batuk
Intervensi :
1) Evaluasi frekwensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya pernafasan, contoh adannya
dispnea, penggunaan obat bantu nafas, pelebaran nasal
R/ Respon pasien berfariasi. Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri,
takut, demam, penurunan volume sikulasi (kehilangan darah atau cairan), akumulasi
secret, hipoksia atau distensi gaster. Penekanan pernapasan (penurunan kecepatan) dapat
terjadi dari pengunaan analgesik berlebihan. Pengenalan disini dan pengobatan ventilasi
abnormal dapat mencegah komplikasi
2) Auskultasi bunyi nafas. Catat area yang menurun atau tidak adannya bunyi nafas dan
adannya bunyi nafas tambahan, contoh krekels atau ronki
R/ Auskultasi bunyi napas ditujukan untuk mengetahui adanya bunyi napas tambahan
3) Kolaborasi dengan beriakan tambahan oksigen dengan kanula atau masker sesuai
indikasi
R/ Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru-paru untuk kebutuhan sirkulasi, khususnya
adanya penurunan/ gangguan ventilasi

b. Ketidakefektifan ferfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder
akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun, sianosis, edema
(vena)
Tujuan : Setelah diberikan askep 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil :
 Klien tidak nyeri
 Cardiac out put normal
 Tidak terdapat sianosi
 Tidak ada edema (vena)
Intervensi :
1) Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin, atau lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
R/ Vasokontriksi sistemik diakibatkan karena penurunan curah jantung mungkin
dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
2) Dorong latihan kaki aktif atau pasif, hindari latihan isometrik
R/ Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko
tromboflebis.
3) Kalaborasi
 Pantau data laboratorium,contoh : GBA, BUN, creatinin, dan elektrolit
R/ Indikator perfusi atau fungsi organ
 Beri obat sesuai indikasi: heparin atau natrium warfarin (coumadin)
R/ Dosis rendah heparin mungkin diberika secara profilaksis pada pasien resiko tinggi
dapat untuk menurunkan resiko trombofleblitis atau pembentukan trombusmural.
Coumadin obat pilihan untuk terapi anti koangulan jangka panjang/pasca pulang

c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme refleks otot
sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada, dispnea, gelisah,
meringis
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien merasa nyaman
Criteria hasil :
 Tidak ada nyeri
 Tidak ada dispnea
 Klien tidak gelisah
 Klien tidak meringis
Intervensi :
1) Pantau atau catat karekteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk non verbal dan repon
hemodinamik ( contoh: meringis, menangis, gelisah, berkeringat, mengcengkram dada,
napas cepat, TD/frekwensi jantung berubah)
R/ Mengetahui tingkat nyeri agar dapat mengetahui perencanaan selanjutnya
2) Bantu melakukan teknik relaksasi, misalnya napas dalam perlahan, perilaku diskraksi,
visualisasi, bimbingan imajinasi
R/ Membantu dalam menurunan persepsi atau respon nyeri. Memberikan kontrol situasi,
meningkatkan perilaku positif.
3) Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi, contoh: analgesik, misalnya morfin, meperidin (demerol)
R/ meskipun morfin IV adalah pilihan, suntikan narkotik lain dapat dipakai fase akut atau
nyeri dada beulang yang tidak hilang dengan nitrogliserin untuk menurunkan nyeri hebat,
memberikan sedasi, dan mengurangi kerja miokard. Hindari suntikan IM dapat
menganggu indikator diagnostik dan tidak diabsorsi baik oleh jaringan kurang perfusi

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplay oksigen dengan


kebutuhan (penurunan atau terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan, kelemahan,
pucat)
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien dapat melakukan
aktifitas dengan mandiri
Criteria hasil :
 Klien tidak mudah lelah
 Klien tidak lemas
 Klien tidak pucat
Intervensi :
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasolidator, diuretik, penyekat beta
R/ Hipertensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilatasi),
perpindahan cairan, (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung
2) Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat
R/ Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup
selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekwensi jantung dan
kebutuhan oksigen, juga meningkatkan kelelahan dan kelemahan
3) Kaji presipitator atau penyebab kelemahan, contoh pengobatan, nyeri, obat
R/ Kelemahan adalah efek samping dari beberapah obat (beta bloker, Trakuiliser dan
sedatif). Nyeri dan program penuh stress juga memerlukan energi dan menyebabkan
kelemahan
4) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
R/ Dapat menunjukkan meningkatan dekompensasi jantung dari pada kelebihan aktivitas
5) Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode aktivitas
dengan periode istirahat
R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress miokard atau
kebutuhan oksigen berlebihan
6) Kalaborasi
 Impelementasikan program rehabilitasi jantung atau aktivitas
R/ Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung atau komsumsi
oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila disfusi
jantung tidak dapat membaik kembali

DAFTAR PUSTAKA

Rackley CE. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Edisi 3. EGC.


Jakarta. 1995. Hal. 243-249
Trisnohadi HB. Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia. 2000. Hal: 11-
16
Purwadianto A, Sampurna B. Kedaruratan Medik Pedoman
Penatalaksanaan Praktis. Binarupa Aksara. Jakarta. 2000. Hal: 47-
57
Kaligis RWM. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Indonesia. Jakarta. 2002. Hal: 90-93
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 4. EGC. Jakarta. 1995. Hal: 593-606
Scwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6.
EGC. Jakarta. 2000. Hal: 37-45
Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Petersdorf, Wilson. Harrison’s
Principles of Internal Medicine vol.1. 13thed. EGC. Jakarta. 1999.
Hal. 218-223
Mansjoer A, Savitri K, Setiowulan W, Wardhani WI. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 1999. Hal: 613-618
Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Kasper, Wilson. Harrison Prinsip-
Prinsip Ilmu Penyakit Dalam vol 3. edisi 13. EGC Jakarta. 2000.
Hal: 1208-1213
Cheitlin MD, Mclory MB, Sokolow M. Clinical Crdiology. 6 th ed. California:
Prentise Hall International Inc. 1993. Hal. 210-215
Guyton AC. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. EGC. Jakarta. 389-
391 12. Dudley HAF. Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat.
Edisi 11. Gadjah Mada University Press. 1992. Hal: 14-29
Mark AH. Shock Cardiogenic. http://www.emedicine.com/ articlel/
darurat.

Anda mungkin juga menyukai