Anda di halaman 1dari 11

“HAKEKAT PENDIDIKAN”

Mata Kuliah: Filsafat

Dosen Pengampu: Dr. Farihah,M.Pd

Disusun Oleh:
Jericho Mario Felix Lingga (2183121055)

Renni Vorkia Sinaga (2183121030)

Wira Milenia Febiyola Simanjuntak (2183121040)

FAKULTAS BAHASA DAN SENI


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
TA : 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan berkat serta
karuniaNya, tugas ini dapat terselesaikan. Laporan ini disusun atas dasar Tugas Rutin mata
kuliah Filsafat. Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Farihah,
M.Pd, selaku dosen mata kuliah Filsafat yang telah membimbing kami dalam penyelesaian tugas
ini.

Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk pemenuhan tugas mata kuliah Filsafat.
Yang dimaksudkan agar mahasiswa dapat memahami dan mengetahui Filsafat Pendidikan dan
menerapkannya dalam dunia pendidikan. Semoga dengan adanya tugas ini dapat bermanfaat
untuk kita dan pembaca dimasa yang akan datang.

Penyusun menyadari bahwa penulisan maupun pelaporan tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik dari pembaca yang membangun sangat skami harapkan
guna menyempurnakan tugas ini. Semoga para pembaca mendapatkan informasi dari tugas ini
dan dapat bermanfaat untuk kami juga pada para pembaca sekalian.

Medan, 12 November 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………ii

BAB I Pendahuluan………………………………………………………………………….1

A. Latar Belakang…………………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………1
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………………..1

BAB II Isi …….…………………………………………………………………………….2-6

A. Hakekat Manusia………………………………………………………………...2-3
B. Hakekat Manusia Dengan Dimensi-Dimensinya……………...…………………4-5
C. Pengembangan Dimensi-Dimensi Hakekat Manusia……………..……………..5-6
D. Sosok Manusia Indonesia………………………………………………………….6

BAB III Penutup……………………………………………………………………………..7

A. Kesimpulan………………………………………………………………………...7

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………….8
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Manusia adalah makluk ciptaan Tuhan sebagaimana juga makluk-makluk yang lain di
muka bumi ini, dan setiap makluk yang dijadikan itu memiliki ciri-ciri tertentu yang
membedakannya dengan makluk lainnya.

Manusia adalah makluk yang mempunyai polah, ulah, dan tingkah laku, banyak sekali
keinginan dan dorongan nafsunya (dorongan untuk berkuasa, untuk lebih dari orang lain,
dorongan seks, dorongan untuk terkenal atau termasyur, cemburu, dengki, rakus dan tamak),
sehingga pada manusia perlu ada pengaturan hokum, tata tertib, adat istiadat, perlu ada agama
dan pendidikan, perlu ada norma dan nilai. Pada sisi lain manusia adalah makluk yang luar biasa
hebat, dapat berkata- kata, berbahasa, dapat menemukan sesuatu, dapat bersopan santun, dapat
memanfaatkan dan mengendalikan alam, dapat berlaku jujur, dapat menyayangi dan berkorban.

B. Rumusan Masalah
a) Apakah yang dimaksud hakikat manusia?
b) Apa saja yang disebut sebagai dimensi hakikat manusia?
c) Bagaimana mengembangkan dimensi hakikat manusia?
d) Bagaimana gambaran sosok manusia indonesia?

C. Tujuan

a) Untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Filsafat Pendidikan.
b) Untuk memahami tetang sifat hakikat manusia.
c) Untuk memahami dimensi-dimensi hakikat manusia
d) Untuk memahami pengembangan dimensi hakikat manusia.
e) Untuk mengenal sosok manusia Indonesia.
BAB II

ISI

A. Hakekat Manusia
Tuhan menciptakan mahluk hidup diduinia ini atas berbagai jenis dan tingkatan. Dari
berbagai jenis dan tingkatan mahluk hidup tersebut manusia adalah mahluk yang paling mulia
dan memiliki berbagai kelebihan.

Keberadaan manusia apabila dibandingkan dengan mahluk lain (hewan), selain memiliki
insting sebagaimana yang dimiliki hewan, manusia adalah mahluk yang memiliki beberapa
kemampuan antara berfikir, rasa keindahan, perasaan batiniah, harapan, menciptakan dan lain-
lain sedangkan kemampuan hewan lebih bersifat insting dan kemampuan berfikir yang rendah
untuk mencari makan, mempertahankan diri dan mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.
Lain halnya dengan manusia, selain memiliki insting manusia juga mampu berfikir (homo
sapiens), mampu mengubah dan menciptakan segala sesuatu sesuai dengan rasa keindahan dan
kebutuhan hidupnya. Lebih dari itu manusia adalah mahluk moral dan religious.

Dari penjelasan tentang perbedaan manusia dan hewan, maka mucul beberapa pandangan tentang
hakikat manusia sebagai berikut:

1. Pandangan psikoanalitik

a) Tokoh psikoanalitik (Hansen, stefic, wanner, 1977) menyatakan bahwa manusia pada
dasarnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instingtif.
Tingkah laku seseorang ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang sudah ada pada
diri seseorang, tidak ditentukan oleh nasibnya tetapi diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan
insting biologisnya.

b) Sigmund freud mengemukakan bahwa struktur kepribadian seseorang terdiri dari tiga
komponen yakni : ide, ego, super ego. Masing-masing komponen tersebut merupakan berbagai
insting kebutuhan manusia yang mendasari perkembangan manusia.

2. Pandangan Humanistik

a) Pandangan Humanistik(Hansen, dkk, 1977) menolak pandangan Freud bahwa manusia pada
dasarnya tidak rasional, tidak tersosialisasikan dan tidak memiliki control terhadap nasibnya
sendiri. Tokoh Humanistik (Roger) berpendapat bahwa manusia itu memiliki dorongan untuk
menyerahkan dirinya sendiri kearah positif, manusia itu rasional, tersosialisasikan, mengatur, dan
mengontrol dirinya sendiri.

b) Pandangan Adler (1954), bahwa manusia tidak semata-mata digerakkan oleh dorongan untuk
memuaskan dirinya sendiri, namun digerakkan oleh rasa tanggung jawab social serta oleh
kebutuhan untuk mencapai sesuatu.
3. Pandangan Martin Buber

Martin Buber (1961) tidak sependapat dengan pandangan yang menyatakan bahwa manusia
berdosa dan dalam gengaman dosa. Buber berpendapat bahwa manusia merupakan sesuatu
keberadaan (eksistensi) yang berpotensi. Namun, diharapkan pada kesemestaan atau potensi
manusia itu terbatas. Keterbatasan ini bukanlah keterbatasan yang mendasar (esensial), tetapi
keterbatsan factual semata-mata. Ini berarti bahwa yang akan akan dilakukan oleh manusia ini
tidak dapat diramalkan dan manusia masih menjadi pusat ketakterdugaan dunia.

4. Pandangan Behaviouristik

Kaum behaviouristik (Hansen, dkk, 1977) berpendapat bahwa manusia sepenuhnya adalah
mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar.
Lingkungan adalah penentu tunggal dari tingkah laku manusia. Dengan demikian kepribadian
individu dapat dikembalikan semata-mata kepada hubungan antara individu dengan
lingkungannya, hubungan itu diatur oleh hukum-hukum belajar, seperti teori pembiasaan
(conditing) dan peniruan.

Setelah mengikuti beberpa pendapat tentang manusia diatas dapat ditarik beberapa pengertian
bahwa:

1) Manusia pada dasarnya memiliki “tenaga dalam” yang mengerakkan hidupnya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

2) Dalam diri manusia ada fungsi yang bersifat rasional dan bertanggung jawab atas tingkah laku
social dan rasional individu.

3) Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan posotif, mampu mengatur dan mengontrol
dirinya dan mampu menetukan “nasibnya” sendiri.

4) Manusia pada hakikatnya dalam proses berkembang terus tidak pernah selesai.

5) Dalam hidupnya individu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri,
membantu orang lain, dan membantu dunia lebih baik untuk ditempati.

6) Manusia merupakan suatu keberadaan berpotensi yang perwujudannya merupakan


ketakterdugaan, namun potensi ini terbatas.

7) Manusia adalah mahluk tuhan yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.

8) Lingkungan adalah penentuan tingkah laku manusia dan tingkah laku ini merupakan wujud
kepribadian manusia.
B. Hakekat Manusia Dengan Dimensi-Dimensinya

Secara filosofis hakikat manusia merupakan kesatauan dari potensi-potensi esensial yang ada
pada diri manusia, yakni: Manusia sebagai mahluk pribadi/individu, manusia sebagai mahluk
social, manusia sebagai mahluk susila/moral. Ketiga hakikat manusia tersebut diatas dapat
dijabarkan sebagai berikut:

1) Manusia sebagai mahluk pribadi/individu (individual being).

Lysen mengartikan individu sebagai “orang seorang” sesuatu yang merupakan suatu
keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in divide). Selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi.
Karena adanya individualitas itu setiap orang memliki kehendak, perasaan, cita-cita,
kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda.

Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan ciri yang sangat
esensial dari adanya individualitas pada diri manusia. Sifat-sifat sebagaimana digambarkan
diatas secara potensial telah dimiliki sejak lahir perlu ditumbuh kembangkan melalui pendidikan
agar bisa menjadi kenyataan. Sebab tanpa di bina, memlalui pendidikan, benih-benih
individualitas yang sangat berharga itu yang memungkinkan terbentuknya sesuatu kepribadian
seseorang tidak akan terbentuk semestinya sehingga seseorang tidak memiliki warna kepribadian
yang khas sebagai milikinya. Padahal fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta didik
untuk membentuk kepribadiannya atau menemukan kepribadiannya sendiri. Pola pendidikan
yang brsifat demokratis dipandang cocok untuk mendorong bertumbuh dan berkembangannya
potensi individualitas sebagaimana dimaksud. Pola pendidikan yang menghambat perkembangan
individualitas (misalnya yang bersifat otoriter ) dalam hubungan ini disebut pendidikan yang
patologis

2) Manusia sebagai mahluk social / dimensi social.

Setiap anak dikaruniai kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat saling
berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya terkadung untuk saling memberikan dan
menerima. Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada dorongan
untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan
sesamanya.

Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya didalam


interaksi dengan sesamanya. Seseorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain,
mengidentifikasikan sifat-sifat yang di kagumi dari orang lain untuk dimilikinya, serta menolak
sifat yang tidak di cocokinya. Hanya didalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam saling
menerima dan memberi, seseorang menyadari dan menghayati kemanusiaanya.

3) Manusia sebagai mahluk susila/ dimensi kesusialaan.

Susila berasal dari kata su dan sila yang berarti kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi
didalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika didalam
yang pantas atau sopan itu misalnnya terkandung kejahatan terselubung. Karean itu maka
pengertian yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah yang
mempunyai konotasi berbeda yaitu, etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika
(persoalan kebaikan). Kesusilaan diartikan mencakup etika dan etiket. Persoalan kesusilaan
selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan
untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu
adalah mahluk susila.

C. Pengembangan Dimensi-Dimensi Hakekat Manusia

Sasaran pendidikan adalah manusia sehingga dengan sendirinya pengembangan dimensi


hakikat manusia menjadi tugas pendidikan. Meskipun pendidikan itu pada dasarnya baik tetapi
dalam pelaksanaanya mungkin saja bisa terjadi keslahan-kesalahan yang lazimnya disebut salah
didik. Sehubugan dengan itu ada dua kemungkinan yang bisa terjadi yaitu:

1. Pengembangan yang utuh.

Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu
kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri dan kualitas pendidikan yang disediakan untuk
memberikan pelayanan atas perkembangannya.

Selanjutnya dengan itu ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu:

a) Dari wujud dimensinya

Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualian, sesosialan,
kesusilaan dan keberagamaan, antar aspek kognitif. Afektif dan psikomotorik. Pengembangan
aspek jasmanisah dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapat pelayanan secara
seimbang. Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagamaan
dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapatkan layanan dengan baik, tidak terjadi
pengabaian terhadap salah satunya. Pengembangan domain kognitif, afektif dan psikomotor
dikatakan utuh jika tiga-tiganya mendapat pelayanan yang berimbang.

b) Dari arah pengembangan

Keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia dapat diarahkan kepada pengembangan


dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dam kebergamaan secara terpadu. Dapat
disimpulkan bahwa pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan sebagai
pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang
seacra selaras. Perkembangan di maksud mencakup yang horizontal (yang menciptakan
keseimbangan) dan yang bersifat vertical (yang menciptakan ketinggian martabat manusia).
Dengan demikian totalitas membentuk manusia yang utuh.

2. Pengembangan yang tidak utuh

Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi didalam
proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani,
misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi keindividualan ataupun
domain afektif didominasi oleh pengembangan dimensi keindividualan atupun domain afektif
didominasi oleh pengembangan domain kognitif. Demikian pula secara vertical ada domain
tingkah laku terabaikan penanganannya. Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya
kepribadian yang pincang dan tidak mantap pengembangan semacam ini merupakan
pengembangan yang patologis.

D. Sosok Manusia Indonesia

Sosok manusia Indonesia seutuhnya telah di rumuskan di dalam GBNH mengenai arah
pembangunan jangka panjang. Dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan di dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat
Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah,
seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan atupun kepuasaan batiniah seperti pendidikan,
rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab atau rasa keadilan, melainkan
keselarasan, keserasian dan kseimbangan antara kedua sekaligus batiniah.

Selanjutnya juga diartikan bahwa pembangunan itu merata diseluruh tanah air, bukan hanya
untuk golongan atau sebagian dari masyarakat. Salanjutnya juga di artikan sebagai keselarasan
hubugan antara manusia dan Tuhannya, antara sesama manusia, antara manusia dengan
lingkungan alam sekitarnya, keserasian hubungan antara bangsa-bangsa dan juga keselarasan
antara cita-cita hidup di dunia dengan kebahagiaan diakhirat.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sifat hakikat manusia dengan segenap
dimensinya hanya dimiliki oleh manusia tidak terdapat pada hewan. Ciri-ciri yang khas tersebut
membedakan secara prinsipil dunia hewan dari dunia manusia. Adanya hakikat tersebut
memberikan tempat kedudukan pada manusia sedemikian rupa sehingga derajat lebih tinggi dari
pada hewan dan sekaligus menguasai hewan. Salah satu hakikat yang istimewa ialah adanya
kemampuan menghayati kabahagian pada manusia semua sifat hakikat manusia dapat dan harus
ditumbuh kembangkan melalui pendidikan. Berkat pendidikan maka sifat hakikat manusia dapat
ditumbuh kembangkan secara selaras dan berimbang sehingga menjadi manusia yang utuh.
DAFTAR PUSTAKA

Purba Edward (2016) Filsafat Pendidikan : Philosophy. Medan : Unimed Press

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/14/hakikat-manusia-dan-perkembangannya/

Anda mungkin juga menyukai