NABILAH IFFAH
I1A016105
NABILAH IFFAH
I1A016105
A. Latar Belakang
dengan Juni 2018, HIV/ AIDS telah dilaporkan keberadaannya oleh 433
infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2018 sebanyak 301.959 jiwa
(47% dari estimasi ODHA jumlah orang dengan HIV AIDS tahun 2018
sebanyak 640.443 jiwa) dan paling banyak ditemukan di kelompok umur 25-
49 tahun dan 20-24 tahun. Adapun provinsi dengan jumlah infeksi HIV
tertinggi adalah DKI Jakarta (55.099), diikuti Jawa Timur (43.399), Jawa Barat
(31.293), Papua (30.699), dan Jawa Tengah (24.757) (Kemenkes RI, 2018).
tahun 1987. Hingga saat ini HIV AIDS sudah menyebar di 407 dari 507
AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga
terjadi oleh karena menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) yang disebabkan
intervensi pencegahan, yaitu melalui layanan konseling VCT dan tes HIV
berupa Guideline on HIV infection and AIDS in Prison Geneva dan juga HIV
testing and counseling in Prison and other closed setting yang dilaksanakan
melalui pelayanan Voluntary Counseling and testing atau yang dikenal dengan
Sampai saat ini HIV/AIDS belum ada vaksin maupun obatnya. Obat yang
hidup. Karena itu, cara yang paling efektif adalah pencegahan yaitu
kelas perkuliahan.
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
dalam konseling dan tes HIV di Klinik VCT RSUP Dokter Sardjito
Yogyakarta
Sardjito Yogyakarta
D. Manfaat
1. Bagi Institusi
3. Bagi Mahasiswa
A. HIV / AIDS
1. Pengertian
dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh
AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri,
parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi
kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus,
dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini,
sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim,
2006).
peka terhadap infeksi kuman yang dalam keadaan normal sebenarnya tidak
oportunistik adalah infeksi yang timbul karena mikroba yang berasal dari
luar tubuh maupun dalm tubuh manusia, namun dalam keadaan normal
2. Penularan
juga melalui perantara produk darah seperti tranfusi darah atau organ lain
(Smeltzer & Bare, 2001) Penularan HIV juga dapat terjadi dari ibu pada
bayinya, penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero),
sekresi darah saat melahirkan, dan transmisi lain yang dapat ditularkan dari
ibu terhadap anaknya pada saat periode post partum melalui ASI.
Sedangakan pada alat-alat yang dapat menoreh kulit juga dapat ikut andil
dalam penularan HIV misalnya alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau,
3. Stadium HIV/AIDS
Secara klinik gambaran yang terlihat terbagi dalam 4 tahap urutan yaitu:
tenggorokan, nyeri otot, sendi, rasa lemah. Terdapat satu masa transisi
HIV. Sesaat setelah terjadinya infeksi HIV pertama kali virus akan
virus secara cepat di dalam plasma. Fase ini disertai dengan penyebaran
kondisi penyakit pada 60- 90% pasien. Penyakit muncul dalam kurun
glandular fever like illness dengan ruam, demam, nyeri kepala, malaise
dan limfadenopati luas. Fase ini akan mereda secara spontan dalam 14
hari.
b. Tahap infeksi dini/infeksi HIV asimtomatis yaitu tahap masa laten virus
Bell’s palsy.
munculnya kembali antigen HIV dan turunnya jumlah limfosit T4. Ada
juga yang menyebut sebagai fase AIDS Related Complex 11 yaitu sutau
dermatologis, oral dan konstitusional lebih sering terjadi pada fase ini.
d. Tahap sakit HIV berat (severe HIV atau full blown AIDS) yaitu ditandai
4. Pencegahan HIV/AIDS
B. Retrovirus
Gallo, 2010). Disebut retrovirus RNA karena virus tersebut menggunkan RNA
yang berada dalam RNA ke dalam bentuk Deoxy Nucleic Acid (DNA) yang
menduplikasi dirinya menjadi virus baru yang memiliki ciri HIV (Widoyono,
2011).
C. VCT
VCT harus dikerjakan secara professional dan konsisten untuk memperoleh
terlatih, menggali dan memahami diri akan resiko infeksi HIV, mendapatkan
informasi HIV dan AIDS, mempelajari status dirinya, dan mengerti tanggung
(KPA, 2007).
Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan, segera
Konseling dan tes HIV sukarela uyang dikenal sebagai Voluntary Counseling
and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat sebagai
memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif
A. Rencana Kegiatan
pihak Klinik VCT di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Sardjito Yogyakarta.
Hasil kegiatan berupa catatan dituliskan di log book peneliti. Tak hanya itu,
B. Lokasi Kegiatan
B. Hasil Kegiatan
Jumlah total pasien RSUP dr. Sardjito yang datang untuk memanfaatkan
adanya pasien yang meninggal, lost follow up, pindah rujukan. Problematika
yang paling kronis terjadi yaitu pasien lost follow up, hampir 25-30% pasien.
Dikhawatirkan pasien yang lost follow up itu menjadi sumber agen penularan
Input di klinik VCT RSUP dr. Sardjito terdiri dari SDM sejumlah 3015
orang per 31 Des 2015 yang terdiri dari Medis 389 orang, Keperawatan 1.202
orang, Tenaga Kesehatan Lain 570 orang, dan Non Medis : 380 orang. Dana
pengelolaan seperti poli klinik pada umumnya, tidak terdapat dana dari luar.
Banyak pasien yang sudah tercover dengan pembiayaan BPJS. Sarana
prasarana yang tersedia berupa Layanan Pengobatan ARV, Layanan VCT,
Layanan IMS, Layanan Konsultasi Gizi dan Farmasi, Konsultasi Psikologi, dan
Laboratorium test dan penelitian.
Metode konseling dan test HIV di klinik VCT dr. Sardjito Yogyakarta
a. Voluntary Couseling and Testing (VCT) atau pasien yang melakukan tes
Setiap pasien yang datang, hal yang harus dilakukan yaitu konseling
akan dilakukan tes HIV, lalu pasien menandatangani inform konsen dan diambil
darahnya. Setelah itu akan diketahui dan dibacakan hasilnya. Apabila hasilnya
negatif dan belum yakin, maka akan dilakukan pemeriksaan ulang yang
Konseling pra test HIV dengan cara menggali lebih dalam pengetahuan
pasien mengenai HIV sejauh mana, kemudian ditanyakan kapan terakhir kali
windows periode HIV pada penderita. Kendala dari pra test hiv yaitu ketika
dilakukan metode PITC banyak pasien yang tidak mau menerima kenyataan
Penularan HIV dari ibu kepada bayi nya dapat dicegah, salah satunya dengan
melakukan Caesar saat melahirkan karena konsentrasi virus HIV banyak terdapat
pada darah dan sel kelamin, dengan melakukan Caesar maka dapat meminimalisisr
penularan HIV dari ibu kepada bayinya. Selain itu, pencegahan dapat dilakukan
dengan cara terapi ARV selama 6 bulan sebelum melahirkan dan tidak memberikan
Kendala yang dihadapi pada saat melakukan pengobatan bagi pasien adalah
masih terlalu kuat pada ODHA, dan alasan ekonomi. Informasi terkait pengetahuan
HIV dan hasil tes HIV dijabarkan sesuai kebutuhan pasien. Selain stigma dari
masyarakat, beberapa pasien juga mengaku mendapat stigma negatif dari petugas
kesehatan.
Standar Nasional tes HIV dengan metode rapid test dilakukan menggunakan 3
reagen, yaitu :
a. Oncoprup
Apabila tes menggunakan reagen ini hasilnya negatif, maka tidak perlu
b. VPA
c. Intake
Apabila hasil tes menggunakan reagen kedua dan ketiga positif, maka
orang tersebut dinyatakan positif terkena HIV. Namun apabila hasil tes
ulang.
Kerahasiaan hasil tes seorang pasien tergantung pada kemauan pasien, bukan
HIV pada dirinya, maka petugas akan memberitahu menganai HIV kepada keluarga
pasien. Petugas yang melayani pasien, dialah yang mengetahui hal tersebut sehingga
Konseling yang wajib dilakukan pra tes HIV yaitu mengenai kesiapan
mengkonsumsi obat seumur hidup yang harus dilakukan oleh pasien. Sedangkan untuk
Dalam pengobatan anti retroviral yang dilakukan di Klinik VCT RSUP dr. Sardjito
d. Semua ODHA yang positif HIV dengan stadium 3 dan 4 (tidak wajib bagi
h. Semua ODHA yang memiliki pasangan, baik yang positif maupun negative
HIV
Seseorang yang terinfeksi HIV, maka sel CD4 di dalam tubuhnya lah yang
dalam tubuh berjumlah sekitar 700, pada pasien HIV akan terus menerus turun
pasien HIV menentukan stadium AIDS nya. Berikut daftar stadium HIV beserta
a. Stadium awal
Pada stadium ini, penderita belum terkena AIDS dan masih terlihat
b. Stadium 1
Pada stadium ini, penderita mengalami asimptomatik, salah satunya
c. Stadium 2
d. Stadium 3
e. Stadium 4
Apabila seorang pasien menderita TB-HIV, maka penangan awal yaitu pada
dilakukan terapi ARV. Terapi ARV berbentuk kapsul dan tablet serta dikonsumsi
melalui oral. Bagi pasien bayi yang terinfeksi HIV, pemberian ARV dilakukan
ketika lahir selama 6 minggu. Setelah 18 bulan, pemberian ARV dilakukan seperti
pada umumnya.
C. Pembahasan
Dari wawancara yang dilakukan peneliti kepada pihak konselor Klinik VCT
RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, dikatakan bahwa faktor resiko terbesar kasus
HIV/AIDS adalah laki-laki seks laki-laki (LSL), karena beliau melihat dari
kasus yang ditangani di klinik tersebut. Namun menurut Ditjen P2P dalam
Pusdatin Kemenkes tahun 2017, disebutkan bahwa pada tahun 2016 proporsi
kasus HIV/AIDS terbesar terjadi pada heteroseksual, dengan kasus HIV positif
sebesar 35,5% dan AIDS sebesar 74,07%. Namun selain heteroseksual, factor
resiko terbesar kedua adalah LSL, sesuai dengan data yang didapatkan ketika
Yogyakarta.
Dalam satu tahun terakhir, di RSUP dr. Sardjito tercatat kasus HIV pada 8
terdapat hubungan antara status HIV suami dengan ibu hamil terinfeksi HIV.
Selain itu, peneliti melihat ada pasien yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan 2
Sebagian kecil informan sudah tidak ada niatan punya anak lagi karena sudah
cukup dengan anak yang sekarang. Semua informan mengakau jika ingin
Salah satu kendala yang dialami ODHA dalam pengobatan HIV adalah
stigma yang ditujukan kepada mereka. Menurut penelitian dari Ardani dan Sri
terdekat, teman dan tetangga, serta dari akses layanan publik. Stigma dari
memiliki kemungkinan dua kali lebih besar dalam memberikan stigma terhadap
ODHA.
Selain hambatan stigma pada ODHA, permasalahan pada pasien ODA yaitu
kepatuhan terapi ARV. Selain itu, menurut Latif, dkk (2014) menunjukan
Sardjito, yaitu jumlah pasien HIV laki-laki yang teringeksi HIV karena
homoseksual. Hal ini berbeda dengan dengan penelitian Moore (2011) bahwa
dibandingkan dengan tingkat 26,7% pada pria yang terpapar melalui kontak
A. Simpulan
jumlah total pasien RSUP dr. Sardjito yang datang untuk memanfaatkan
rujukan dari 25 Rumah Sakit lain. faktor resiko terbesar dalam sepuluh
dan administrasi. Sarana yang ada berupa tempat konseling, form, dan
4. Tidak semua pasien diobati dengan ARV, ada beberapa syarat tertentu
B. Saran
kualitas pelayannya.
2. RSUP dr Sardjito terus memberi arahan kepada rumah sakit lain agar
kasus HIV, agar pengobatan tetap gratis sehingga banyak pasien HIV
KPA. 2007. Strategi Nasional Penanggulangan Hiv Dan Aids 2007-2010. Draft Final
040107. Jakarta: Kemenkes.
Latif, F, Dkk. 2014. Efek Samping Obat Terhadap Kepatuhan Pengobatan
Antiretroviral Orang Dengan Hiv/Aids. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional;
Vol. 9, No. 2.
Marlinda,Y, Dan Muhammad, A. 2017. Perilaku Pencegahan Penularan Hiv/Aids.
Jurnal Of Health Education. Vol. 2, No. 2.
Martoni, Dkk. 2013. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien Hiv/Aids
Di Poliklinik Khusus Rawat Jalan Bagian Penyakit Dalam Rsup Dr. M. Djamil
Padang Periode Desember 2011- Maret 2012. Jurnal Farmasi Andalas; Vol.1,
No.1.
Moore, R.D. 2011. Epidemiology Of Hiv Infection In The United States: Implications
For Linkage To Care. Suplementary Article; Vol.52, S208.
Nursalam. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi Hiv/Aids. Jakarta ;
Salemba Medika
Nursalam. (2009). Proses Dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Pusdatin, Kemenkes. 2016. Situasi Penyakit Hiv Aids Di Indonesia. Dari
Http://Www.Pusdatin.Kemkes.Go.Id. Diakses Pada Tanggal 19 Juni 2018.
Shaluhiyah, Z, Dkk. 2015. Stigma Masyarakat Terhadap Orang Dengan Hiv/Aids.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional; Vol.9, No. 4.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., 2001, “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
&Suddarth. Vol. 2. E/8”, Egc, Jakarta.
Who, 2007. Who Case Definitions Of Hiv For Surveillance And Revised Clinical
Staging And Immunological Classification Of Hiv-Related Disease In Adult And
Children. Http:/Www.Who.Int/Hiv/Pub/Guidelines?Hivstaging150307. Diakses
20 Juni 2018.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, Dan
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
Yatim, D.I. 2006. Dialog Seputar Aids. Jakarta: Pt Gramedia Widiasarana Indonesia.
Yunihastuti E, Dkk. 2005, Infeksi Oportunistik Aids. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Zein, Umar, Dkk., 2006. 100 Pertanyaan Seputar Hiv/Aids Yang Perlu Anda Ketahui.
Medan: Usu Press; 1-44.
LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN
NABILAH IFFAH
I1A016105
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
NAPZA adalah zat yang mempegaruhi struktur atau fungsi beberapa bagian
prevalensi namun hanya sedikit yang terlihat. Hal ini disebabkan karena
peredaran gelap yang tidak bisa dicegah sehingga mendapatkan zat tersebut
menjadi mudah.
Menurut Hawari dalam Azmiyati, dkk (2014), ketergantungan tersebut
terjadi karena sifat-sifat narkoba yang dapat menyebabkan keinginan yang tidak
tertahankan (an over powering desire) terhadap zat yang dimaksud dan kalau
sebagai upaya untuk mencetak generasi yang lebih baik dan memperbaiki dari
segi ekonomi, sosial, maupun mental pecandu NAPZA agar bias hidup
B. Perumusan Masalah
Yogyakarta?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum :
D. Manfaat
1. Bagi Institusi
3. Bagi Mahasiswa
A. NAPZA
1. Pengertian NAPZA
sering disebut juga (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya). Istilah
pada upaya penanggulangan dari segi kesehatan fisik, psikis, dan sosial
(Martaatmadja, 2007)
2. Jenis NAPZA
1) Narkotika
a. Pengertian
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
a) Dampak fisik
:kejang-kejang,halusinasi,gangguan
b) Dampak psikis
curiga
bunuh diri
c) Dampak sosial
oleh lingkungan
2) Psikotropika
a. Pengertian
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alami maupun sintesis bukan
b. Penggolongan Psikotropika
menimbulkan ketergantungan
3) Zat adiktif
Zat adiktif ialah bahan lain yang bukan narkotika maupun
jelas.
lambat.
menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya “enak”
bagi pemakai, maka NAPZA kemudia dipakai secara salah, yaitu bukan untuk
C. Rehabilitasi NAPZA
tenaga medis dan tenaga kesehatan mental (psikolog, terapis dan psikiater)
konseling.
terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika
yang terkait;
kebutuhan;
e. Peraturan dan tata tertib yang ketat agar tidak terjadi pelanggaran
ataupun kekerasan;
f. Keamanan (security) yang ketat agar tidak memungkinkan peredaran
(Hawari,2009).
BAB III
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Rencana Kegiatan
bersama pihak dari panti rehabilitasi kunci yaitu salah satu pengurus dan
residen. Hasil wawancara dan kunjungan akan ditulis di log book masing-
B. Lokasi Kegiatan
55581 Yogyakarta.
Yogyakarta yang berdiri dari tahun 2005 melakukan assessment setiap saat dan
menjadi andalan dalam panti ini yaitu TC atau terapeutik community yang
kelompok dengan memiliki tujuan yang sama yaitu ingin terbebas dari NAPZA
B. Hasil Kegiatan
Center” Yogyakarta yaitu agar residen menjadi Clean and Sober atau dapat
bebas dari rokok, bebas dari zat aditif, dan jauh dari kelompoknya serta timbur
adalah salah satu cara agar residen bersedia direhabilitasi di panti tersebut.
mengidap HIV atau tidak. Beberapa aturan yang terdapat dalam Lembaga
1. No Drugs
2. No Seks
Dalam panti rehabilitasi ini, residen dididik dan dilatih untuk hidup bersih
dan mandiri. Beberapa contoh kegiatan dalam panti ini yaitu morning meeting,
dalam sepekan) dan daily wake up (evaluasi kemajuan kegiatan rutinan setiap
hari).
Center” Yogyakarta salah satunya yaitu diadakan bimbingan untuk orang tua
penghuni panti, kegiatan ini disebut Family Group Discussion. Pada saat calon
residen datang, maka hal yang dilakukan yaitu pendekatan, tes urine, dan
residen dari NAPZA, hal itu dilakukan oleh tenaga medis. Sedangkan
Proglam layanan atau metode yang digunakan dalam rehabilitasi ini yaitu:
3. Pelayanan aksesibilitas
Modifikasi
5. Art Therapy
11. Rujukan.
pengadilan)
Sumber daya manusia yang dimiliki Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Korban
C. Pembahasan
narkotia yang telah selesai program pasca rehabilitasi. Kemudia dari jumlah
tersebut terdata 7.292 mantan pecandu yang tidak kambuh kembali dari
(2017) jumlah kasus narkotika yang berhasil diungkap selama 5 tahun terakhir
dari tahun 2012-2016 per tahun sebesar 76,53%. Kasus yang paling banyak
sebanyak 194 kasus dan ganja 172 kasus. Berbeda dengan hasil yang peneliti
kegiatan siraman rohani untuk para residen disana. Hidayati (2016) dalam
khususnya bagi pribadi korban. Berbagai penderitaan yang dialami baik secara
fisik, psikis, spiritual, maupun sosial berakibat pada perasaan tertekan serta
dengan jalan dakwah. Dakwah merupakan proses untuk mengajak individu atau
yang sesat dan menyimpang dari syariat agama atau keluar dari fitrahnya,
dan mengadapi kehidupan selanjutnya dengan cara pandang yang lebih baik.
tuntutan pekerjaan. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Sari (2018)
Sinai Sukoharjo dilaksanakan melui beberapa tahap, yaitu pra konseling, tahap
pembuka, tahap transisi atau tahap peralihan, tahap kegiatan dimana dalam
diberbagai keadaan yang dialami oleh pasien, keadaan senang maupun yang
tidak menyenangkan, kemudian tahap akhir atau tahap evaluasi dan pasca
konseling.
putus zat, dan vokasional. Namun, hal ini berbeda dengan penelitian Lestari
yang dilaksanakan secara ketat dan intensif dalam suatu feriode tertentu.
terdiri dari mandi taubat, shalat fardlu dan sunah, dzikir jahar dan khofi, serta
besar kasus mengacu pada pusat perawatan adalah laki-laki (95,2%). Usia rata-
rata pasien adalah 35,48 ± 10,57 tahun (rentang 14 hingga 75 tahun). Lebih dari
20% dari subyek yang buta huruf atau memiliki dasar tingkat pendidikan;
32,4% memiliki ijazah, dan 10,9% memiliki gelar sarjana. Dari 1372 pasien,
A. Simpulan
residen di Indonesia.
pekerja yang dituntut jam kerja yang tinggi, tren penggunaan NAPZA
rohani. Fasilitas disana terlihat sudah cukup lengkap dari mulai asrama
kelamin perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
Azmiyati, Sr., Dkk. 2014. Gambaran Penggunaan Napza Pada Anak Jalanan Di Kota
Semarang. Semarang Unnes. Http://Download.Portalgaruda.Org. (Diakses
Tanggal 20 Juni 2018)
Badan Narkotika Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2015). Laporan
Tahunan Badan Narkotika Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2014. Yogyakarta: Bnnp Yogyakarta.
Badan Narkotika Nasional Ri. Dampak Negatif Kecanduan Napza. Jakarta: Bnn Ri;
2013.
Hawari, Dadang. (2009). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Fkui:
Jakarta.
Hidayati, Ilmi. 2016. Metode Dakwah Dalam Menguatkan Resiliensi Korban
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, Dan Zat Adiktif Lainnya (Napza).
Jurnal Ilmu Dakwah; Vol. 36, No. 1.
Irianto, Koes. 2008. Pencegahan Penanggulangan Keracunan. Penerbit: Yrama Widya.
Bandung.
Kemenkes RI. (2010). Pedoman Konseling Gangguan Penggunaan Napza Bagi Petugas
Kesehatan. Diakses 20 Juni 2018;
Http://Www.Scribd.Com/Doc/48415961/22/Proses-Pemulihan
Kesehatan Ri No. 86/Men.Kes/Per/Iv/1977 Tanggal 29 April 1977
Kembaren, Sryenda Marcelina. Analisis Pola Asuh Orang Tua Korban Penyalahgunaan
Narkoba Di Recovery Center Yayasan Caritas Pse. Dari
Https://Media.Neliti.Com. Diakses 20 Juni 2018.
Lestari, Puji.2012. Metode Terapi Dan Rehabilitasi Korban Napza Di Pondok
Pesantren Suryalaya . Jurnal Dimensia; Vol. 6, No. 1
Martaatmadja, S. 2007. Awasbahaya Napza. Semarang. Pt. Bengawan Ilmu.
Pusat Data Dan Informasi (Pusdatin). 2017. Kementerian Kesehatan Ri; Jakarta
Selatan.
Sharifi, H, Et Al. 2012. Common Methods To Treat Addiction In Treatment-
Rehabilitation Centers In Tehran. Iranian J Publ Health; Vol.41, No. 4.
Sistem Informasi Narkoba Bnn (2017)
Soeparman, Herman (2000). Narkoba Telah Merubah Rumah Kami Menjadi Neraka,
Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional-Dirjen Dikti
Sumiati, Dkk., 2009, Asuhan Keperawatan Pada Klien Penyalahgunaan &
Ketergantungan Napza, Jakarta: Trans Info Media.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Undang-Undang RI Nomor 22 / 1997 Tentang Psikotropika
Sopiah, Pipih. 2009. Lindungi Pelajar Dari Serangan Virus HIV/AIDS. PT Elisa
Surya Dwitama. Bandung.
LAMPIRAN