Anda di halaman 1dari 2

“PENGALAMAN PERTAMA NGE-LAPAK BACA DI ALUN-ALUN WONOMULYO”

Muh Wahyu Hidayat

Langit bersinar dengan terang, hanya sedikit awan yang melukis dilangit, burung-burung-pun hanya
tampak beberapa saja yang terlihat menari di cakrawala dan angin-pun berhembus dengan pelan di
alun-alun wono waktu itu, tampak dari kejauhan foto-foto calon nomer 1 dan 2 Polman, menambah
warna dinamika yang terjadi di kota wonomulyo, kota yang dulunya adalah “Hutan” dan kini menjadi
sebuah sentra kehidupan (ekonomi) masyarakat, mulai dari penjual tahu isi, penjual beha, penjual buah-
buahan, bahkan penjual harapan palsu, Wonomulyo berubah!!!

Hari itu, tanggal 16 Desember 2017, pukul 15:00 saya bersama dengan seorang sahabat yang asli dakka,
menggelar lapak baca di trotoar jalan, tepatnya dibelakang huruf “ALUN-ALUN” yang terbuat dari plat
seng. Pada awalnya kami kesulitan mencari tempat, soalnya sore itu, tempat yang kami memang cita-
citakan, terkena terik matahari sore hari, sebab afdolnya orang membaca itu ditempat yang
menenangkan. Maka, dari berbagai tempat yang kami lalui, mulai dari patung tani, hingga depan masjid
merdeka yang baru, semuanya tidak memungkinkan untuk kami nge-lapak baca. Hingga kami temui
tempat ini, belakang kata “ALUN-ALUN” yang memang menjadi tempat yang ideal untuk kami nge-lapak.

Alasan pertama, tempatnya dingin sebab tak terkena sinar matahari sebab ada pohon yang melindungi.
Kedua, tempatnya strategis untuk menarik pembaca. Ketiga, tempatnya bersih. Adapun sisi negatifnya,
menurut hemat saya Cuma kendaraan yang lalu-lalang saja, yang kadang mengganggu saat membaca.

Maka, kami pun membuka tas dan mengeluarkan 14 buku, yang ke-semuanya buku itu tidak ramah
terhadap anak SD, sebab itu buku bukan buku cerita bergambar yang notabene paling disukai oleh anak
SD namun buku full tulisan dam ada beberapa yang berat bahasanya (bahasa ilmiah), sebab niat kami
memang untuk menarik pelajar SMP maupun SMA ataupun Mahasiswa.

Kami-pun memajang buku dengan berjejer rapi, 30 menit kami menunggu orang yang niat membaca,
tapi tak ada satu-pun yang singgah untuk membaca, malah, hanya terlihat segerombolan ABG yang
sedang asik selfie di huruf simbolik “ALUN-ALUN” yang berada dibelakang kami, sambil tertawa entah
apa yang ditertawakan.

Sebenarnya ada niat untuk mengajak mereka untuk membaca, namun dengan pemikiran tak ingin
mengganggu mereka selfi, maka kami mengurungkan niat tersebut.

Jam 4 sore lebih beberapa menit, dan tak satupun yang membaca buku yang kami jajakan, rasa bosan
pun timbul, bahkan lapar juga, namun dari kejauhan 2 anak yang sekitar berumur 10 tahun mendatangi
lapak baca kami, dengan perasaan senang kami pun menyambutnya.

“kak…dijual ini buku kak aa?” Tanya anak itu

“tidak I dik…untuk di baca itu dik…baca maki’ “ jawabku singkat


Seketika saja, anak itu mengambil buku yang sebenarnya bukan untuk mereka tujuannya. kusodorkan
buku yang berbahasa ilmiah namun ada sedikit gambarnya kepada mereka, dan benar saja, mereka
tampak senang dengan buku itu. lantas dibukanya dan dibaca perkata buku itu.

“esss aaaa sa…el aa la…boo bo…ess ee se…salabose” terdengar suara anak itu sedang meng-abjad kata
per kata buku “sejarah Salabose” yang ada ditangannya.

Melihat, antusiasnya ke-2 (dua) anak itu membaca, dengan niat membuatnya nyaman, aku beranjak dari
tempat dudukku, lalu pergi ke warung terdekat, dengan uang 10 ribu rupiah, aku membeli 4 buah the
gelas selebihnya roti.

Namun, sesampainya ku di tempat kami nge-lapak, anak itu tak terlihat lagi. Maka kutanya sahabatku.

“dimana tadi itu anak 2 (dua) nerq?” tanyaku

“pulang I ner” jawabnya singkat

4 the gelas dan 6 roti itu pun menjadi lahapan kami ber-2 (dua), terdengar recorder tilawah alqur’an dari
arah barat, yang pusatnya masjid raya merdeka. Itu tentu saja menjadi sinyal untuk kami pulang. Buku
yang kami jajakan, kami susun lalu memasukkannya kembali di tas ransel. Dan berangkatlah kami ke
BEM untuk istirahat.

Pengalaman pertama nge-lapak baca, ini tentu saja membuat berwarna hari-hari kami, mulai dari
mencari tempat, menegur ABG dan tidak jadi, hingga klimaks-nya ada yang membaca buku yang kami
jajakan. Ada rasa bangga tersendiri yang hadir. Dan insyallah kegiatan kami ini, akan terus kami lakukan.

Ini tidak lain, untuk menambah pengalaman kami secara pribadi, sekaligus menggugah kembali
membaca buku para penerus bangsa yang mulai tergerus (atau mungkin sudah) oleh efek domino
globalisasi teknologi (Sangga’ WA Muissangg).

Anda mungkin juga menyukai