Anda di halaman 1dari 4

B.

Pembahasan

Whole mount merupakan teknik atau metode sediaan preparat utuh tanpa

adanya pemotongan bagian sel, jaringan maupun organ terlebih dahulu.

Pengamatan whole mount terbatas pada struktur morfologi objek secara umum,

hal ini dikarenakan bagian yang dibuat preparat tidak melalui pemotongan atau

dalam hal ini keutuhan objek dipertahankan. Metode whole mount dapat

dilkukan untuk mengamati stomata pada daun, melalui serangkaian proses.

Pengecualian untuk whole mount stomata, dilakukan pemotongan atau

pengirisan bagian objek terlebih dahulu sebelum diamati, sebab pengamatan

stomata dilakukan dengan menggunakan permukaan epidermis daun, sehingga

harus melalui proses pemotongan atau pengirisan.

Stomata merupakan struktur daun meyerupai mulut pada daun yang

berfungsi dalam hal transfer gas (pertukaran O2 dan CO2) untuk proses

fotosintesis. Letak stomata pada daun bergantung pada habitat suatu tumbuhan.

Tumbuhan yang berhabitat di daerah teresterial umumnya memiliki stomata

dibawah permukaan daunnya, sedangkan tumbuhan yang berhabitat di daerah

akuatik menyesuaikan diri dengan stomata yang letaknya bagian di bagian atas

permukaan daunnya.

Pembuatan sediaan untuk mengamati stomata dengan metode whole

mount dilakukan dengan menggunakan beberapa daun dari spesies tumbuhan

berbeda, diantaranya daun akasia (Acasia sp.), daun adam hawa (Rhoe

discolor), daun alang-alang (Imperata cylindrica), daun pandan (Pandanus

sp.), daun mahoni (Switenia mahagoni) dan daun teratai (Nymphaea alba).
Tahapan pembuatan sediaan diawali dengan melakukan fiksasi pada daun

dengan alkoho 70%, alkohol berperan dalam mematikan mikroorganisme pada

daun sehingga daun menjadi awet atau tidak mudah rusak. Daun selanjutnya

dicuci dan di berikan larutan HNO3 25% untuk melunakkan jaringan daun,

kemudian daun dibilas dan disayat setipis mungkin. Diteteskan byclin pada

sayatan daun di atas kaca objek untuk menghilangkan kandungan klorofil daun,

agar jelas dilihat bentuk atau strukturnya. Melakukan pewarnaan dengan

safranin 1% setelah daun dibilas, tujuannya untuk memperjelas bagian daun

yang akan diamati. Objek kemudian ditetesi larutan glyserin 30% untuk

menghilangkan sisa pewarnaan agar preparat yang diamati tampak jernih di

bawah mikroskop.

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh struktur stomata pada daun

pandan (Pandanus sp.) dan mahoni (Switenia mahagoni). Tampak terlihat

struktur stomata pada kedua sayatan daun, meliputi porus, sel tetangga, sel

penutup serta bentuk atau tipe stomatanya. Porus merupakan lubang atau celah

pada stomata sebagai tempat keluar masuknya zat pada daun tumbuhan.

Penutupan dan pembukaan pada celah stomata diatur oleh sel penutup. Hal ini

sesuai dengan pernyataan (Meriko dan Abizar, 2017), bahwa sel-sel penutup

mengendalikan pembukaan dan penutupan stomata. Penutupan stomata penting

untuk mencegah kehilangan air pada saat persediaan air terbatas sekaligus

membatasi pengambilan CO2 untuk fotosintesis. Proses penutupan dan

pembukaan dipengaruhi oleh tekanan turgor pada sel penutup. Sel-sel penutup

akan membesar dan melengkung pada saat air masuk ke stomata, sedangkan sel
penutup akan mengecil dan kembali lurus saat air keluar dari stomata. Sel

penutup disebut juga sel penjaga. Sel penutup terdiri dari sepasang sel aktif

yang tampak simetris mengapit celah stomata. Sel tetangga adalah adalah sel

yang berada di sekitar sel-sel penutup, menjalankan fungsi untuk mendukung

kerja dari sel penutup. Sel tetangga berperan dalam mengatur lebar celah dan

gerakan sel penutup. Tipe stomata pada daun pandan (Pandanus sp.) adalah

tipe diasitik yang ditandai dengan letak antara sel tetangga dan sel penutup

serta celahnya yang duduk tegak lurus, sedangkan untuk daun mahoni

(Switenia mahagoni) memiliki tipe stomata anisositik yang ditandai oleh sel

penutup yang dikelilingi oleh tiga buah sel tetangga yang tidak sama besar.

Tipe stomata dapat pula ditunujukan oleh perbedaan ketinggian antara

permukaan epidermis dan stomatanya. Sel penutup pada stomata yang terletak

sama tinggi dengan permukaan epidermis disebut panerofor, sedangkan letak

stomata yang lebih rendah dari permukaan epidermis disebut kriptofor. Tipe

stomata kedua sayatan menunjukan hasil yang kurang efektif, kurang terlihat

struktur stomata secara jelas.

Berdasarkan pernyataan (Meriko dan Abizar, 2017), bahwa jumlah danu

kuran stomata dipengruhi oleh genotip dan lingkungan. Tingkat kerapatan

stomata dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti ketersediaan air, intensitas

cahaya, temperatur dan konsentrasi CO2. Stomata merupakan salah satu

detrivat dari epidermis, sehingga perubahan intensitas cahaya yang

berpengaruh terhadap epidermis,jug akan mempengaruhi stomata. Semakin


tinggi intensitas cahaya, frekuensi stomata di kedua permukaan daun juga

semakin meningkat, walaupun peningkatan frekuensi tersebut tidak signifikan.

Anda mungkin juga menyukai