Makalah Maritim Ekonomi Maritim
Makalah Maritim Ekonomi Maritim
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Pada tahun 2008 saja tercatat PDB pada subsektor perikanan men-capai
angka Rp 136,43 triliun. Nilai ini memberikan kontribusi ter-hadap PDB
kelompok pertanian menjadi sekitar 19,13 persen atau kontribusi terhadap
PDB nasi onal sebesar 2,75 persen. Hingga tri-wulan ke III 2009 PDB
perikanan mencapai Rp128,8 triliun atau memberikan kontribusi 3,36 persen
terhadap PDB tanpa migas dan 3,12 persen terhadap PDB nasional.
2
miliar dolar AS. Sementara jika mengacu pada pendapatan kotor negara
sebesar Rp6,422 triliun, rasio hutang Indonesia sebesar 26 persen. Jelas ini
angka yang tidak kecil. Pertanyaan besar muncul, seberapa besar
pemanfaatan sumber kekayaan Indonesia sebagai negara kepulauan bisa
menutupi hutang yang menumpuk tersebut?
Berdasarkan kajian yang dilakukan Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan
Lautan (PKSPL) IPB dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan
Puslitbang Oseanologi LIPI pada tahun 1997- 1998, Incremental Capital
Output Ratio (ICOR) untuk sektor per-ikanan berkisar antara 2,75-3,95. Ini
mengindikasikan subsektor tersebut mempunyai prospek cukup baik bagi
investasi. Sementara sektor pariwisata bahari, merupakan sektor yang paling
efisien dan mempunyai resiko paling kecil dalam penanaman modal
3
dibandingkan dengan sub sektor lain. Kajian tersebut merekomendasikan tiga
hal yang harus dilakukan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi nasio-nal berbasis maritim, yaitu memperbesar dan memperluas di-
versifikasi sektor-sektor maritim, memperbanyak investasi dengan
memberikan stimulus pada sektor-sektor yang mempunyai Incre-mental
Capital Output Ratio (ICOR) yang relatif rendah (perikanan dan pariwisata)
serta meningkatkan efisiensi yang mencakup alokasi usaha optimum
berdasarkan jenis usaha, lokasi dan compatibility antar sektor maritim.
Adapun selama ini kontribusi bidang maritim masih didominasi sektor
pertambangan, perikanan dan sektor-sektor lain. Hal itu mengindikasikan jika
sektor tersebut dipisah, maka sub bi-dang yang ada akan memiliki kontribusi
signifikan terhadap per-tumbuhan PDB nasional.
B. Masalah
C. Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu contoh sikap pemerintah yang pro terhadap kepentingan asing
adalah polemik blok Migas West Madura. Sekadar informasi, mulanya
saham West Madura dimiliki Pertamina (50 persen), Kodeco (25 persen),
dan CNOOC (25 persen). Sebulan menjelang habisnya masa kontrak,
Kodeco mengalihkan sebagian sahamnya ke PT Sinergindo Cahaya
Harapan dan CNOOC ke Pure Link Ltd, masing-masing sebesar L2,5
persen. Meski bukan Pemegang saham mayoritas, selama ini blok West
Madura dikelola Kodeco, perusahaan minyak asal Korea Selatan
5
Kedua, porsi saham Pertamina di WestMadura adalah yang paling besar.
Namun pada kenyataannya yang menjadi pengelola adalah Kodeco
dengan kemampuan produksi hanya berada pada level 13-14 ribu bph.
Di sisi lain, Pertamina menyatakan sangguP menyedot minyak di ladang
itu hingga 30 ribu barel per hari.
Jika blok tersebut dapat diproduksi 30 ribu barel migas perhari, cadangan
tersebut baru habis selama enam tahun. Setelah dipotong cost recoaery 10
dolar AS perbarel, kekayaan yang dapat diraup sekitar Rp 4 triliun
pertahun. Menyerahkan pengelolaan kepada Kodeco, Pertamina sebagai
BUMN tidak mendapat keuntungan sebagai operator.
Dari aspek sumber daya alam, hrdonesia merupakan negara kaya. limah
srrbur kaya mineral, lautan kaya ikan, berbagai barang tambang strategis,
minyak dan gas tertimbun di perut bumi Indonesia. Namun jika dicermati
satu-persatu intervensi dan penguasaan oleh asing masih begitu besar
dalam pemanfaatan sumberdaya alat tersebut.
6
Berdasarkan data Indonesia Energy Statistic 2009, yang dikeluarkan
Kementerian ESDM, total cadangan minyak Indonesia mencapai 2998
MMSTB (million standard tanker barrel). Jumlah ini menempatkan
Indonesia sebagai negara penghasil minyak terbesar ke-29 di dunia.
Sementara cadangan gas mencaPai 159,63 TSCF (triliun standard cubic
feet) atau terbesar ke-11 dunia.
Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ke-15 dunia. Per 2009
cadangan batubara mencapai 126 miliar ton. Indonesia juga kaya dengan
energi.panas bumi (geotermal) yang tersebar di berbagai penjuru
nusantara, potensinya mencapai 28,1 GW. Barang Tambang seperti nikel,
emas, perak, timah, tembaga dan biji besi juga jumlahnya sangat
melimpah. Bahkan Indonesia diketahui memiliki kualitas nikel terbaik di
dunia.
7
Padahal dengan jumlah tersebut, kebutuhan domestik sangat tidak
memadai. Seiumlah industri menjerit-jerit kekurangan pasokan gas. Hal
yang sama juga dialami PLN. Akibat kekurangan gas, PLN terpaksa
menggunakan minyak yang biaya produksinya jauh lebih mahal. Negeri
ini amat kaya, namun perut penduduknya kelaparan. Ibarat anak ayam
mati di lumbung padi.
Namun kondisi ideal tersebut sulit tercapai. Hai ini terjadi karena
industri maritirn Indonesia tidak dikelola dengan benar. Sehingga tak satu
pun negara yang segan dan menghormati Indonesia sebagai bangsa
maritim. Negara asing menempatkan bangsa Indonesia sebagai pasar
8
produk mereka. Ironisnya, pemerintah hanya berdiam diri tanpa
melakukan langkah perbaikan.
9
Indonesia (SBI), untuk pembiayaan industri maritim sangat tidak
mendukung. Ini karena bunga pinjaman sangat tinggi. Berkisar antara
11-12 persen per tahun dengan 100 persen kolateral (senilai pinjaman).
10
industry maritim negara ini terhambat oleh kebijakan fiskal yang
dianut.
2. Industri Perkapalan
11
Industri perkapalan merupakan industri padat karya dan padat
modal yang memiliki daya saing tingg. Karena ih1 dukr:ngan
pemerintah sebagai pemegang kewenangan sangat penting. Faktor
kebijakan moneter dan fiskal, masih sulitrya akses dana perbankan dan
tingginya bunga menjadi beban para pelaku usaha. Industri kapal juga
diharuskan membayar pajak dua kali lipat. Masalah lain adalah
minimnya keterlibatan perbankan. Perbankan enggan menyalurkan
kredit kepada industri perkapalan. Mereka beranggapan, industry
perkapalan penuh risiko karena kontrol terhadap industri ini sulit.
12
pemerintah belum serius menggaraP sub sektor ini (berdasarkan
kajian PKSPL IPB; 2006),Lrdonesia diperkirakan kehilangan potensi
pendapatan dari produk-produk bioteknologi maritim sekitar 1 miliar
dolar AS per tahun. Hal ini disebabkan karena lemahnya aplikasi
bioteknologi maritim serta jarangnya pengusaha yang terjun ke sektor
tersebut. Paclahal berdasarkan inventarisasi Divisi Bioteknologi
Kelautan PKSPL IPB, terdapat 35.000 biota laut, sehingga Indonesia
memPunyai potensi pendapatan miliaran dolar per tahun dari produk-
produk bioteknologi.
C. Perikanan
13
Disinggung mengenai kurang optimalnya PANNAS BMKT dalam
melakukan perumganan, Sudirman biasa disapa dengan tegas
membantahnya. Menurutnya, penanganan BMKT sudah dilakukan
serius dengan cara proses perizinan survei dan perizinan
pengangkatan harus melalui penilaian tim teknis dan harus disetujui
instansi yang terkait. Kemudian telah dimiliki warehause BMKT
untuk penanganan BMKT hasil pengangkatan.
14
kekayaan alam dasar laut perairan intemasional di luar landas kontinen.
Tertuang dalam pasal 792-232 UNCLOS membebankan kewajiban bagi
setiap negara pantai untuk mengelola dan melestarikan sumber daya laut
mereka.
15
diperoleh pemerintah Indonesia, misalnya hasil exercise penetapan garis
batas ZEE di Selat Malaka dapat digunakan sebagai dokumen teknis dalam
perundingan batas ZEE di Selat Malaka dan apabila hasil penetapan
dipakai sebagai klaim unilateral garis batas ZEE Indonesia di Selat
Malaka maka dapat dipakai sebagai batas operasional kapal-kapal TNI
AL dalam penegakkan hak berdaulat NKRI di Selat Malaka.
Diketahui, Batas dalam ZEE adalah batas luar dari laut territorial.
Zona batas luas tidak boleh melebihi 200 mil dari bibir pantai. Penetapan
universal wilayah ZEE seluas 200 mil akan memberikan 36 persen dari
seluruh total area laut. Walaupun ini porsi yang relatif kecil, di dalam
area 200 mil yang diberikan menampilkan sekitar 90 persen dari seluruh
simpanan ikan komersial, 87 Persen dari simpanan minyak dunia, dan
10 persen simpanan mangan.
16
secara intensif, 11 baru diteliti sebagian, sedangkan 29 belum terjamah.
Diperkirakan ke-40 cekungan itu berpotensi menghasilkan 106,2 miliar
barel setara minyak, namun baru 16,7 miliar barel yang diketahui dengan
pasti, 7,5 miliar barel diantaranya sudah dieksploitasi.
17
F. Pariwisata Bahari
18
c. Pulau Nias dan Kepulauan Mentawai, Sumatera Utara
Kawasan wisata bahari ini ideal untuk kegiatan dfuing dan cuise
regional dengan tema pengebangannya ekowisata berbasis konservasi.
Program pengembangan di Kepulauan Ujung Kulon, antara lain
perencanaan tata ruang yang jelas antara konservasi dengan areal
pengembangan sesuai dengan daya dukung lingkungan. Menyediakan
fasilitas transportasi menuju obyek wisata dengan kegiatan kapal pinisi
dan sea plane untuk menampung wisatawan domestik dari jakarta.
Kawasan wisata bahari ini ideal untuk kegiatan diving dan wisata
cruise. Program pengembangan di Pulau Komodo adalah wisata cruise
regional dengan fasilitas marina dan yacht. Untuk menjangkau pulau-
pulau kecil di sekitarnya perlu disediakan kapal pinisi dan sea plane.
19
Kepulauan ini ideal untuk kegiatan menyelam dan snorkeling.
Program pengembangan di Teluk Tomini, antara lain penyediaan
fasilitas marina, yacht, kapal pinisi dan sea plane dengan kemitraan
masyarakat dengan pelaku usaha pariwisata.
Kawasan ini sangat ideal untuk kegiatan cruise, yacht dan rnarina
serta selancar. Program pengembangan wisata bahari di Balerang, yaitu
pelabuhan wisata bahari yang menunjang limpahan wisatawan dari
Singapura menuju daerah tujuan wisata kepulauan Riau.
Pengembangan wisata uuise re$onal sangat ideal karena letaknya pulau
ini strategis di selat malaka dan dekat dengan Singapura.
20
dan dikelola dengan bail kekayaan alam yang berlimpah ini hanya
akan sia-sia.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
EdiSumarno.2014.Perspektif2EkonomiMaritimIndonesia.https://www.academia
.edu/7187489/PERSPEKTIF_2_EONOMI_MARITIM_INDONESA
.(06 Mei 2015).
23