apapun untuk jangka waktu cukup panjang bahkan hingga 10 tahun sehingga banyak orang yang
tidak menyadari atau mengetahui apakah dirinya sudah terinfeksi HIV atau tidak. Namun pada
saat itu, orang ini dapat dengan mudah menularkan infeksinya kepada orang lain. Kepastian atas
status HIV positif pada diri seseorang hanya bisa dipastikan melalui pemeriksaan laboratorium.
2. Penularan HIV/AIDS
HIV terdapat dalam darah dan cairan tubuh seseorang yang telah tertular, walaupun orang
tersebut belum menunjukkan keluhan atau gejala penyakit. HIV hanya bisa ditularkan bila terjadi
kontak langsung dengan cairan tubuh atau darah. Dosis virus memegang peranan penting. Makin
besar jumlah virusnya makin besar kemungkinan infeksinya. Jumlah virus yang banyak ada
dalam darah, sperma, cairan vagina, serviks dan cairan otak. Dalam saliva (air liur/ludah), air
mata, urin, keringat dan air susu hanya ditemukan sedikit sekali. (Wibowo, 2002 : 23).
Berdasarkan sifat dari virus HIV tersebut, HIV hanya dapat ditularkan melalui :
a. Hubungan seksual, baik secara vaginal, oral maupun anal dengan seorang pengidap HIV.
Ini adalah cara yang paling umum terjadi, meliputi 80 – 90 % dari total kasus sedunia.
b. Kontak langsung dengan darah, produk darah, transplantasi organ dan jaringan atau
jarum suntik:
1) Tranfusi darah/produk darah yang tercemar HIV, risikonya sangat tinggi, sampai
lebih dari 90 %. Ditemukan sekitar 3 – 5 % dari total kasus sedunia.
2) Pemakaian jarum suntik yang tidak steril atau pemakaian bersama jarum suntik dan
sempritnya pada para pecandu narkotika suntik. Risikonya sekitar 0,5 – 1 % dan telah
terdapat 5 – 10 % dari total kasus sedunia.
3) Penularan lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan. Risikonya sekitar
kurang dari 0,5 % dan telah terdapat kurang dari 0,1 % dari total kasus sedunia.
c. Secara vertikal dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, saat melahirkan ataupun
setelah melahirkan. Risiko sekitar 25 – 40 %, terdapat < 0,1 % dari total kasus sedunia.
HIV tidak ditularkan melalui kontak sosial, seperti bersentuhan dengan pengidap HIV,
berjabat tangan, berciuman biasa, bersin dan batuk, melalui makanan dan minuman, berenang
dalam kolam yang sama, menggunakan WC bersama pengidap HIV. Selain itu HIV juga tidak
ditularkan melalui gigitan nyamuk dan serangga lainnya.
Perilaku berisiko tinggi yang rentan terinfeksi HIV antara lain:
a. Wanita dan laki-laki yang berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual,
beserta pasangannya.
b. Wanita dan laki-laki tuna susila, beserta pelanggan mereka
c. Wanita dan laki-laki yang mempunyai pasangan dengan riwayat yang tidak diketahui dan
melakukan hubungan seksual yang tidak aman (hubungan seksual tanpa menggunakan
kondom)
d. Orang-orang yang melakukan hubungan seksual yang tidak wajar, seperti hubungan
seksual melalui dubur (anal) dan mulut (oral) misalnya pada homoseksual dan biseksual
e. Menggunakan narkotika atau alkohol pada situasi yang memungkinkan terjadinya
hubungan seksual
4. Konseling HIV/AIDS
Konseling pasca tes HIV membantu klien memahami dan menyesuaikan diri dengan hasil
tes, baik itu hasilnya positif atau negatif. Konselor mempersiapkan klien untuk menerima hasil
tes, memberitahukan hasil tesnya, dan menyediakan informasi selanjutnya, atau bila perlu
merujuk klien ke fasilitas layanan lainnya. Selanjutnya konselor mengajak klien mendiskusikan
strategi untuk menurunkan transmisi HIV dan pengurangan risiko.
Bentuk dari konseling pasca tes tergantung dari hasil tes. Jika hasil tes positif, konselor
menyampaikan hasil tes dengan cara yang dapat diterima klien, secara halus dan manusiawi,
serta memperhatikan kondisi individu klien dan budaya setempat. Ketika hasil tes positif,
konselor harus:
1) Memberitahu klien sejelas dan sehati-hati mungkin, dan dapat mengatasi reaksi awal
yang timbul.
2) Memberi mereka cukup waktu untuk memahami dan mendiskusikan hasil tes tersebut.
3) Memberikan informasi dengan cara yang mudah dimengerti, memberikan dukungan
emosional, dan membantu mereka untuk mendiskusikan bagaimana mereka akan
menghadapi hal itu, termasuk mengidentifikasi dukungan apa yang tersedia di rumah.
4) Merujuk klien ke layanan yang diperlukan, misalnya kelompok dukungan masyarakat
atau fasillitas kesehatan.
5) Menjelaskan bahwa hasil tes akan tetap dirahasiakan, sehingga tidak akan ada orang lain
yang tahu kecuali atas persetujuan klien.
6) Mendiskusikan siapa orang yang mungkin ingin diberitahu tentang hasil tes itu dan
bagaimana cara untuk melakukannya.
7) Menjelaskan bagaimana klien dapat menjaga kesehatannya termasuk informasi tentang
pola hidup, makanan, olah raga, istirahat, dan menghindari infeksi.