Anda di halaman 1dari 10

Nama :RIAN TIARNO

Nim : 06121281722033

Pengertian Teori Belajar Behavioristik


Teori belajar behavoristik adalah teori pembelajaran yang mengamati dan
mempelajari perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari pengalaman di masa
lalu. Teori ini menekankan bahwa tingkah laku yang ditunjukkan seseorang merupakan
akibat dari interaksi antara stimulus dengan respon. Teori ini berkembang dan
cenderung mengikuti aliran psikologi belajar lantas menjadi dasar pengembangan teori
pendidikan dan pembelajaraan saat ini.

Ciri dari implementasi sukses teori belajar behavioristik ini adalah adanya
perubahan perilaku yang ditunjukkan seseorang setelah mengalami kejadian di masa
lampau. Perubahan adalah tanda bahwa seseorang telah merespon suatu kejadian dan
menjadikannya pembelajaran untuk tidak menggunakan respon yang sama di masa
depan, guna menghindari akibat yang pernah dialaminya.

Tokoh-tokoh Teori Behavioristik

Teori belajar behavioristik ini dianut dan dipelajari secara mendalam oleh
beberapa ahli. Terdapat beberapa ahli yang menjadi tokoh dalam teori ini. Setiap tokoh
memiliki pendapat berdasarkan pemahamannya masing-masing. Di samping itu, mereka
memiliki penilaian yang berbeda-beda. Penjelasan teori behavioristik menurut beberapa
tokoh akan dijabarkan sebagai berikut.

1. Edward Lee Thorndike

Edward Thorndike (31 Agustus 1874 sampai 9 Agustus 1949) merupakan


seorang psikolog berkebangsaan Amerika yang dikenal menghabiskan hampir seluruh
karirnya di Columbia University. Karya yang diciptakannya dalam bidang Psikologi
Perbandingan dan proses pembelajaran akhirnya berhasil membuahkan dasar ilmiah
dalam psikologi pendidikan modern

Thorndike dikenal akan percobaannya yang paling fenomenal yaitu meneliti


perilaku pembelajaran oleh kucing. Ia meletakkan kucing yang lapar pada sebuah
tempat transparan yang mengurung kucing tersebut dan makanan di luar tempat
pengurungan itu. Kucing tersebut diamati melakukan beberapa gerakan untuk mencapai
makanan yang dilihatnya dan inilah yang diamati Thorndike.

Thorndike dikenal akan percobaannya yang paling fenomenal yaitu meneliti


perilaku pembelajaran oleh kucing. Ia meletakkan kucing yang lapar pada sebuah
tempat transparan yang mengurung kucing tersebut dan makanan di luar tempat
pengurungan itu. Kucing tersebut diamati melakukan beberapa gerakan untuk mencapai
makanan yang dilihatnya dan inilah yang diamati Thorndike
Pada awalnya, kucing berusaha untuk meloncat ke sana ke mari guna meraih
makanan yang dilihatnya. Sampai akhirnya kucing tersebut tidak sengaja menyetuh
kenop yang membukakan jalan dari tempat transparan tersebut dan memperbolehkan
kucing meraih makanan yang dilihatnya. Percobaan ini dilakukan beberapa kali hingga
kucing, secara otomatis, melakukan gerakan menyentuh kenop untuk membuka jalan
agar ia bisa mendapatkan makanan.

Pemahaman dari tokoh Thorndike akhirnya melahirkan beberapa dalil belajar, antara
lain:

 Hukum Sebab Akibat, yang menunjukkan kuat lemahnya hubungan antara


stimulus dengan respon tergantung pada akibat yang ditimbulkan.
 Hukum Pembiasaan, yang menunjukkan bahwa hubungan stimulus dengan
respon bisa menjadi kuat ketika dilatih atau diulang
 Hukum Kesiapan, yang menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dengan
respon akan mudah terbentuk jika ada kesiapan dari individu itu.
 Hukum Reaksi Bervariasi, yaitu hukum yang menyatakan bahwa individu
melakukan trial and error lebih dulu untuk menunjukkan macam-macam respon
sebelum mendapat respon paling tepat.
 Hukum Sikap, yaitu hukum yang menyatakan bahwa perilaku seseorang juga
ditentukan oleh keadaan yang ada dalam diri individu seperti emosi dan
psikomotor
 Hukum Aktivitas Berat Sebelah, yaitu individu memberikan respon pada
stimulus tertentu sesuai dengan persepsi terhadap keseluruhan situasi.
 Hukum Respon, yang merupakan pemahaman bahwa individu bisa menyatakan
respon tindakan bahkan pada situasi yang belum pernah dialaminya.
 Hukum Perpindahan Asosiasi, yaitu proses peralihan situasi lama ke situasi
baru dengan cara bertahap, mengurangi unsur situasi lama dan mengenalkan
unsur situasi baru.

2. Ivan Petrovich Pavlov

Tokoh selanjutnya adalah Ivan Pavlov (lebih dikenal dengan julukan Pavlov
saja, 14 September 1849 sampai 27 Februari 1936), merupakan fisiolog sekaligus dokter
asal Rusia. Pavlov terkenal dalam pembahasan teori behavioristik karena percobaannya
terhadap anjing.

Percobaan ini dilakukan dengan memperlihatkan makanan pada anjing. Anjing


tersebut kemudian mengeluarkan air liur yang merupakan stimulus alami dan
diasosiasikan dengan keinginan akan makanan tersebut. Percobaan ini dilanjutkan
dengan membunyikan lonceng untuk memanggil anjing yang kemudian akan
diperlihatkan makanan.

Pada akhirnya, anjing akan menangkap pembelajaran bahwa lonceng memiliki


keterkaitan dengan makanan, sehingga ketika Pavlov mencoba membunyikan lonceng
yang awalnya digunakan untuk memanggil anjing tersebut, secara otomatis anjing
tersebut sudah menanggapi dengan mengeluarkan air liur.
Hasil eksperimen Pavlov ini akhirnya melahirkan beberapa hukum pembelajaran, yaitu:

1. Hukum Pembiasaan yang Dituntut. Hukum ini menjelaskan bahwa jika ada
dua macam stimulus yang diberikan secara bersama-sama (dan salah satunya
merupakan reinforcer), maka gerakan reflek pada stimulus lainnya juga
meningkat.
2. Hukum Pemusnahan yang Dituntut. Hukum ini memaparkan jika reflek yang
diperkuat melalui respondent conditioning diberikan kembali tanpa adanya
reinforcer, maka kekuatannya akan melemah.

3. Burrhus Frederic Skinner

Burrhus Skinner (20 Maret 1904 sampai 18 Agustus 1990) adalah seorang
psikolog dari Amerika yang terkenal akan aliran behaviorismenya. Skinner memiliki
pendapat bahwa hubungan antara stimulus dengan respon yang ditunjukkan individu
atau subyek terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. Respon yang ditunjukkan pun
tak seluruhnya merupakan hasil dari rangsangan yang ada, tetapi karena interaksi antara
stimulus yang menghasilkan respon. Respon menghasilkan konsekuensi. Pada akhirnya
konsekuensi akan menghasilkan atau memunculkan perilaku.

Skinner dalam teori behaviorisitk melahirkan buah pemikirannya yang dikenal


dengan istilah Teori Operant Condiitioning. Teori ini mengungkapakan bahwa tingkah
laku yang dilihatkan subyek tak semata-mata merupakan respon terhadap stimulus tetapi
juga tindakan yang disengaja. Skinner menyatakan pendapatnya bahwa pribadi
seseorang merupakan hasil dari respon terhadap lingkungannya. Dua macam respon
tersebut adalah:

1. Respondent Response yaitu respon akibat rangsangan tertentu. Contoh: anjing


yang mengeluarkan air liurnya ketika majikannya membawakan makanan
untuknya.
2. Operant Response yaitu respon yang muncul dan semakin berkembang oleh
rangsangan tertentu. Contoh: seorang anak yang mendapatkan reward ketika ia
menjadi juara kelas, maka ia akan semakin giat belajar untuk mempertahankan
bahkan menaikkan prestasinya dengan harapan diberikan reward kembali
(dengan nilai yang sama atau lebih tinggi)

4. Robert Gagne

Robert Gagne dikenal sebagai seorang ahli psikologi pendidikan. Gagne


memiliki pendapatnya sendiri mengenai istilah belajar, yaitu sebagai proses suatu
organisasi atau siswa berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman yang pernah
dialaminya. Belajar adalah proses yang memerlukan waktu untuk dapat melihat
perubahannya (dari kurang baik menjadi lebih baik). Gagne juga berpendapat bahwa
pembelajaran adalah periode terjadinya penerimaan informasi yang kemudian diolah
dan dihasilkan output dalam bentuk hasil belajar

Tahapan proses pembelajaran menurun Gagne dijelaskan dalam beberapa tingkatan,


yaitu: 1) motivasi, 2) pemahaman, 3) perolehan, 4) penyimpanan, 5) ingatan kembali, 6)
generalisasi, 7) perlakuan, dan 8) umpan balik. Gagne juga menyatakan adanya
beberapa kategori belajar, di antaranya:

1. Verbal Information. Informasi verbal bisa berwujud uraian kata-kata, ulasan,


maupun penjelasan yang bisa dikomunikasikan menggunakan bahasa baik secara
lisan maupun tulisan.
2. Intellectual Skill. Kemampuan intelektual merupakan kemampuan yang
dibutuhkan dalam aktivitas mental seperti berpikir, menggunakan logika, dan
memecahkan masalah
3. Attitude atau perilaku.
4. Cognitive Strategy. Strategi kognitif merupakan kemampuan internal atau
dalam diri seseorang dalam berpikir, memecahkan masalah, hingga mengambil
keputusan terkait suatu kejadia

5. Albert Bandura

Albert Bandura merupakan ahli dalam teori belajar behavioristik yang paling
muda. Ia adalah seorang psikolog lulusan University of British of Columbia yang
kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Iowa dan Universitas Stanford.
Hingga saat ini, Bandura tercatat sebagai dosen di Universitas Stanford.

Albert Bandura cukup terkenal dalam dunia psikologi pendidikan, terutama


dengan Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory), yaitu konsep dalam teori
behavioristik yang menekankan komponen kognitif, pikiran, pemahaman, dan
evaluasi. Teori Pembelajaran Sosial ini memiliki konsep utama pembelajaran dengan
metode pengamatan. Menurut teori ini, perilaku individu bisa timbul karena proses
modeling, atau tindakan peniruan.

Modeling juga dikenal sebagai pembelajaran melalui proses observasi.


Pembelajaran ini tidak sekadar melakukan fotokopi pada tindakan yang dilihatnya tetapi
juga menyesuaikan, baik itu mengurangi, menambahi, atau menggeneralisasi dari satu
observasi ke observasi lainnya. Ada beberapa faktor yang memengaruhi dan
menentukan apakah seseorang akan belajar dari suatu situasi, faktor-faktor tersebut
antara lain:

1. Karakteristik model. Faktor ini menjelaskan kalau manusia lebih mungkin


melakukan modeling pada individu contoh dengan status (sosial, ekonomi,
pekerjaan) yang lebih tinggi.
2. Karakteristik orang yang mempelajari tersebut, biasanya adalah mereka
yang tidak memiliki status, kemampuan, atau pun kekuatan. Misalnya anak yang
mengikuti atau modeling perilaku orang tuanya.
3. Konsekuensi dari tindakan yang ditiru. Konsekuensi yang semakin besar juga
akan semakin menekan orang untuk melakukan modeling. Misalkan, pegawai
kantoran berusaha sedisiplin mungkin seperti rekan kerjanya untuk menyabet
gelar karyawan terbaik tahun ini.
Aplikasi Teori Behavioristik pada Pembelajaran

Dalam keinginan untuk menerapkan teori pembelajaran ini, maka tenaga pendidik wajib
mengetahui ciri-ciri dari metode ini, antara lain:

1. Mementingan pengaruh lingkungan


2. Mementingkan bagian-bagian.
3. Mementingkan peranan aksi.
4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus
respon.
5. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya.
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan.
7. Hasil belajar yang diinginkan adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

Berkaca dari ciri-ciri dan konsekuensi penerapan teori belajar ini, paling tidak, guru atau
tenaga pendidik bisa menempatkan dirinya dalam mengajar dan mendidik. Beberapa hal
terkait dengan sikap yang mesti ditunjukkan tenaga pendidik ketika mengajar
menggunakan patokan teori belajar ini antara lain:

1. Menyiapkan materi yang akan diberikan selengkap mungkin, tidak hanya


memberikan ceramah tetapi juga contoh yang akan dilihat peserta didik sebagai
materi yang akan ditirunya. Pemberian contoh ini akan menjadi logika bagi
individu yang belajar, jadi siapkanlah contoh yang mudah dipahami untuk
semua peserta didik.
2. Penyusunan bahan pembelajaran ini harus mulai dari yang paling sederhana
sampai yang paling rumit secara berurutan. Sampaikan pada peserta didik dari
yang paling mudah ke yang paling rumit. Usahakan untuk tidak memberikan
materi secara melompat untuk mempermudah mereka memahami materi yang
diberikan secara utuh dan lengkap
3. Bagi tujuan pembelajaran dalam beberapa bagian kecil. Hal ini akan membantu
peserta didik mencapai tujuan pembelajaran dengan cara step by step. Maka
dukung tahap ini dengan memberikan reward bagi mereka yang terbukti berhasil
mencapai tujuan jangka pendek yang ditetapkan.
4. Guru atau tenaga pendidik harus bisa bersikap jeli, maka ia harus segera bisa
mengenali kesalahan yang berpotensi dilakukan individu yang belajar dan
mengarahkannya pada pemahaman yang benar.
5. Inti dari teori pembelajaran ini adalah pengulangan dan latihan, maka guru atau
tenaga pendidik harus menyiapkan metode pengajaran yang berpatok pada
metode pengulangan dengan tujuan memfasilitasi individu yang belajar untuk
memahami dengan penuh materi yang diberikan.

Bisa dilihat jika dari aplikasi penggunaan teori ini, guru sebagai pusat pembelajaran
harus menjadi sosok pendidik yang sempurna. Sempurna itu dilihat dari persiapan
materi, pembawaan diri, dan cara ia mendidik para peserta didiknya. Teori belajar ini
bukan hanya memberatkan peserta didik dengan metode pengulangan dan
pemberian reward/punishment selama proses belajar, tetapi juga menuntut guru untuk
tidak terlihat ‘cacat’ di mata peserta didiknya.
Pengertian Teori Belajar Humanistik

Pada dasarnya, teori humanistik adalah teori belajar yang memanusiakan


manusia. Pembelajaran dipusatkan pada pribadi seseorang. Teori ini tidak lepas dari
pendidikan yang berfokus pada bagaimana menghasilkan sesuatu yang efektif,
bagaimana belajar yang bisa meningkatkan kreativitas dan memanfaatkan potensi
yang ada pada seseorang. Teori humanistik ini muncul sebagai perlawanan terhadap
teori belajar sebelumnya, yaitu Teori Behaviouristik, yang dianggap terlalu kaku,
pasif, bahkan penurut ketika menggambarkan manusia.

Para Ahli Penganut Teori Humanistik

Ada beberapa ahli yang terkenal sebagai penganut dari teori ini. Para ahli ini
memiliki pandangan yang mengarah pada teori humanistik dan memberikan pendapat
terkait dengan tahapan pembelajaran, golongan orang yang belajar, tipe belajar, dan
tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Beberapa ahli beserta pendapatannya mengenai
pembelajaran dari sudut padang Teori Humanistik tersebut adalah:

1. David Kolb – Experiental Learning Theory

David Kolb yang berorientasi pada Teori Humanistik ini menelurkan satu teori
hasil pemikirannya, bahwa belajar merupakan sebuah proses saat pengetahuan
diciptakan melalui perubahan atau transformasi pengalaman. Pengetahuan adalah
kombinasi dari kemampuan untuk memahami dan mentransformasikan pengalaman.
Kolb terkenal dengan Teori Pembelajaran Eksperiental atau Experiental Learning
Theory, yaitu sebuah teori pembelajaran yang ditekankan pada model holistik.

Gaya Pembelajaran oleh David Kolb

Dari tahapan pembelajaran menurut pandangan Kolb, ia kemudian berpikir bahwa


gaya untuk menjalani setiap tahapan pembelajaran oleh satu orang dengan orang lainnya
akan berbeda. Kolb juga membagi beberapa gaya belajar tersebut menjadi beberapa
jenis, yaitu:

 Converger, yaitu tipe orang yang suka belajar dengan memiliki jawaban tertentu
atau sudah pasti. Mereka yang memiliki gaya belajar converger biasanya
ditandai dengan sifat tidak emosional dan lebih suka menghadapi benda (mati)
dibandingkan manusia
 Diverger, yaitu tipe belajar seseorang yang hobi menelaah berbagai sisi dan
mencobanya menghubungkan semua sisi tersebut menjadi kesatuan utuh. Orang
dengan tipe diverger biasanya memiliki preferensi untuk mendalami bahasa,
sastra, sejarah, atau ilmu sosial.
 Assimilation,yiatu tipe belajar seseorang yang cenderung tertarik pada konsep
abstrak. Mereka tidak akan terlalu mermperhatikan penerapan atau praktek dari
ide-ide mereka. Biasanya, orang dengan gaya belajar ini cenderung tertarik
dengan hal-hal ilmiah dan matematika.
 Accomodator, yaitu tipe atau gaya belajar seseorang yang berusaha
mengembangkan berbagai konsep. Orang dengan gaya belajar ini cenderung
menyukai hal-hal yang konkrit dan bisa dipraktikkan.

2.Bloom dan Krathwohl

Pendapat hasil pemikiran mengenai aktivitas belajar juga ditelurkan oleh Bloom dan
Krathwohl yang menyatakan bahwa individu perlu menguasai suatu hal setelah belajar
melalui peristiwa-peristiwa belajar. Berorientasi pada tujuan belajar, Bloom dan
Krathwohl mengklasifikasikan beberapa tujuan belajar tersebut, yaitu:

1. Domain Kognitif. Domain pertama ini terdiri dari beberapa level atau tingkatan
belajar, yaitu pengetahuan (mengingat), pemahaman (intepretasi), aplikasi,
analisis (mencoba memikirkan konsep-konsep terkait), sintesis (penggabungan
bagian-bagian konsep menjadi konsep utuh), dan evaluasi (membandingkna
nilai, ide, maupun metode).
2. Domain Psikomotorik. Pada domain ini, ada beberapa bagian yang merupakan
rangkaian dari psikomotorik, antara lain menirukan gerakan, menggunakan
konsep untuk bergerak, ketepatan melakukan gerakan, melakukan beberapa
gerakan dengan benar, sampai berhasil melakukan gerakan tersebut secara
wajar.
3. Domain Afektif. Pada akhirnya, Bloom dan Krathwohl meruncingkan
pemikiran bahwa hasil belajar pada domain sebelumnya dipraktikkan pada
domain afektif, yang terdiri dari pengenalan (sadar akan adanya sesuatu), respon
(berpartisipasi), penghargaan (menerima nilai tertentu), mengorganisasikan
(menghubungkan nilai yang diterima dan dipercaya), dan pengamalan
(menjadikan nilai sebagai pola hidup).

3. Habermas

Habermas memiliki pendapat bahwa jika belajar baru akan terjadi ketika seseorang
melakukan interaksi dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud
Haberman adalah lingkungan alam dan lingkungan sosial. Keduanya merupakan
lingkungan yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia.

Jika Honey dan Mumford menyatakan adanya kelompok-kelompok belajar dalam


teori pembelajaran mereka, lain halnya dengan pandangan teori belajar dari Habermas
yang menelurkan hasil pemikiran berupa klasifikasi tipe belajar seseorang, yaitu:

1. Technical Learning —> adalah teknik belajar di mana seseorang berinteraksi


dengan sekitarnya, terutama lingkungan alam, secara benar. Mereka belajar
tentang pengetahuan dan keterampilan apa yang dibutuhkan agar mereka bisa
mengelola lingkungan alam secara baik dan juga benar.
2. Practival Learning —> adalah teknik di mana seseorang mampu berinteraksi
dengan lingkungan sosial. Mereka belajar bagaimana caranya berinteraksi
dengan manusia lain secara harmonis. Interaksi yang terjadi secara benar pada
individu yang belajar dengan lingkungan alam akan tampak dari relevansinya
dengan kepentingan manusia.
3. Emancipatory Learning —> adalah teknik di mana seseorang mencapai
pemahaman dan kesadaran tinggi pada perubahan budaya sosial. Peserta didik
membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang benar guna mendukung
transformasi kultur yang terjadi. Ketika seorang peserta didik sudah memiliki
pemahaman serta kesadaran terhadap kondisi perubahan kultural ini, maka
peserta didik dianggap sudah mampu mencapai tahap belajar yang paling tinggi.

4.Carl Rogers

Carl R. Rogers kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar.


Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar
yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun
emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa
motifasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik.

Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan (2)
belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses
pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak
bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi
tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.

Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme?. Orang
belajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari,
mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang
apakah proses belajarnya berhasil.

\ Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar siswa menurut pandangan
teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu
menciptakan iklim kelas yang kondusif agar siswa bersikap positif terhadap belajar, (2)
membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan
kepada siswa untuk belajar, (3) membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-
cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber
belajar kepada siswa, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari
berbagai siswa sebagaimana adanya

5.Arthur Combs

Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan
materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa
matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa
dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku
buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami
perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga
apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau
pandangan siswa yang ada.
Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat
bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar
apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti
tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana
membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut
dan menghubungkannya dengan kehidupannya.

Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang seperti dua
lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.. Lingkaran kecil (1) adalah
gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh
peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap
perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah
hal itu terlupakan.

Implikasi Teori Belajar Humanistik

Teori belajar humanistik paling dekat untuk digunakan oleh guru. Guru merupakan
profesi yang bisa berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar seseorang. Teori ini
merupakan panduan atau guideness yang bisa digunakan untuk mendampingi murid
selaku peserta belajar agar mereka bisa mendalami proses belajar tersebut dari dalam
dirinya sendiri. Ikhtisar dari Teori Belajar Humanistik sebagai panduan bagi fasilitator
adalah sebagai berikut:

1. Guru atau fasilitator diharapkan mampu memberikan kesan awal yang


menyenangkan.
2. Guru bertugas membantu setiap peserta didik untuk memperoleh dan memahami
adanya tujuan perorangan dalam proses belajar tersebut. Selain tujuan
perorangan, peserta didik juga mampu memahami adaanya tujuan kelompok
yang bersifat umum dalam proses tersebut
3. Guru yang berkiblat pada teori pembelajaran ini harus memiliki keyakinan
bahwa setiap peserta didik akan melaksanakan tujuan yang paling tidak
bermanfaat bagi dirinya sendiri. Hal itu digunakan sebagai kekuatan pendorong
dalam proses belajar.
4. Diusahakan, guru sebisa mungkin mengatur dan menyediakan berbagai sumber
pembelajaran yang paling luas dan bisa dimanfaatkan oleh peserta didik. Hal ini
akan membuat peserta didik bisa mencapai tujuan belajar secara pribadi maupun
secara umum. Jangan terpaku pada pengetahuan atau informasi yang sudah
lampau karena pengetahuan pun mengalami transformasi dari waktu ke waktu.
5. Guru harus mampu menempatkan diri sebagai suatu sumber yang sifatnya
fleksibel. Fungsinya agar kelompok peserta didik bisa mendapatkan pendidikan,
bukan hanya pengetahuan. Ketika sumber pengetahuan begitu kaku hanya
dengan memberikan pengetahuan pasti saja, guru sebagai fasilitator harus bisa
mengombinasikan pengetahuan tersebut dengan pendidikan karakter yang bisa
dicerna oleh peserta didik.
6. Guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran menurut kiblat humanistik
harus mampu menanggapi berbagai respon yang terjadi dalam proses
pembelajaran, baik respon yang sifatnya intelektual maupun yang lebih ke arah
perasaan personal.
7. Apabila kelas telah menjadi kelompok yang lebih mandiri, peran fasilitator
sebagai seorang ‘guru yang mengajari’ harus perlahan berubah untuk berbaru
menjadi ‘murid yang belajar’. Guru harus bisa melatih peserta didik dengan pola
pikir sesuai dengan tujuan pembelajaran.
8. Meskipun fasilitator adalah seorang guru, namun ia harus bersedia untuk
mengikuti proses pembelajaran. Perasaan dan pikiran seorang guru sebagai
fasilitator tidak boleh menuntut apalagi sampai memaksakan pembelajaran
tersebut harus berhasil didapatkan atau diilhami oleh peserta didik.
9. Guru sebagai fasilitator harus bisa peka dalam menanggapi adanya respon yang
lebih terkait pada perasaan, bukan pada konteks pembelajaran.
10. Sangat penting bagi seorang guru sebagai fasilitator untuk mengenali diri sendiri
dan peserta didik hingga menerima adanya kekurangan yang mungkin muncul di
tengah proses pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai