Anda di halaman 1dari 5

16 SEPTEMBER 2019

Pajak Untuk Bendahara Pemerintah


(bendahara pengeluaran)
Bendahara Pemerintah adalah pegawai yang
ditunjuk oleh pemerintah untuk membayarkan
belanja barang dan jasa serta modal yang
dikeluarkan oleh pemerintah kepada rekanan
pemerintah yang dananya berasal dari APBN, APBD
dan sumber lainnya.Bendahara Pemerintah terdiri
dari
 Bendahara Pemerintah Pusat
 Bendahara Pemerintah Daerah
 Bendahara Desa.
Bendahara Pemerintah mempunyai kewajiban
perpajakan yang agak berbeda dengan wajib pajak
badan dan orang pribadi.

Hal ini terjadi karena Bendahara Pemerintah hanya


mempunyai kewajiban Pemotongan dan
Pemungutan atas pengeluaran/belanja
barang/jasa/modal yang sumber dananya berasal
dari APBN dan/atau APBD, pengertian APBN
dan/atau APBD termasuk juga penerimaan
pemerintah yang tidak dimasukkan dalam APBN
dan/atau APBD seperti penerimaan dari masyarakat
yang diterima oleh BLU (Badan Layanan Umum) dan
penerimaan Desa yang tertuang dalam APBDes yang
tidak berasal dari APBN dan/atau APBD.

Bendahara Pemerintah adalah bendaharawan atau


pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya
berasal dari APBN atau APBD yang terdiri dari
Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik
Provinsi, Kabupaten, dan Kota (KMK 563/2003) serta
bendahara pengelola APBDes.
Kewajiban sebagai bendahara Pemerintah dalam
bidang perpajakan adalah sebagai berikut :
 Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
 Melakukan pemungutan PPN atas Belanja
Barang dan Jasa (nilai pengadaan lebih dari
Rp.1.000.000,- termasuk PPN) dengan tarif 10%
dari DPP (dasar pengenaan pajak), melakukan
penyetoran paling lambat tanggal 07 bulan berikut
dan melaporkan paling lambat tanggal 14 bulan
berikut.
 Melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas
Belanja Barang (nilai pengadaan lebih dari
Rp.2.000.000,- termasuk PPN) dengan tarif 1.5 %
dari DPP (dasar pengenaan pajak), apabila rekanan
tidak mempunyai NPWP tarif pajak menjadi 1.5% +
1.5 % (atau 3 %) dari obyek PPh Pasal 22/DPP
PPN, melakukan penyetoran paling lambat pada
saat pembayaran dan melaporkan paling lambat
tanggal 14 bulan berikut.
 Melakukan Pemotongan PPh Pasal 23 atas
belanja jasa dengan tarif 2 % dari obyek PPh Pasal
23/DPP PPN, apabila rekanan tidak mempunyai
NPWP tarif pajak menjadi 2% + 2 % (atau 4 %) dari
obyek PPh Pasal 23/DPP PPN, melakukan penyetoran
paling lambat tanggal 10 bulan berikut dan
melaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikut.
Dengan kode jenis setoran (MAP) 411124-100.
 Melakukan Pemotongan PPh Pasal 4 (2) atas
belanja jasa obyek PPh Pasal 4 (2) dengan tarif 2 %
dari obyek PPh Pasal 4 (2)/DPP PPN, melakukan
penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikut
dan melaporkan paling lambat tanggal 20 bulan
berikut. Dengan kode jenis setoran (MAP) untuk jasa
perawatan gedung 411128-409.
 Melakukan Pemotongan PPh Pasal 21 atas
belanja pegawai, melakukan penyetoran paling
lambat tanggal 10 bulan berikut dan melaporkan
paling lambat tanggal 20 bulan berikut, dengan
ketentuan :
1. Untuk Gaji PNS dipotong PPh Pasal 21 sesuai
Tarif Pajak Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan (PPh).
2. Untuk Penghasilan PNS selain dari gaji PNS
Golongan II ke bawah tidak dipotong PPh Pasal
21
3. Untuk Penghasilan PNS selain dari gaji PNS
Golongan III dipotong PPh Pasal 21 Final
sebesar 5 % dari nilai bruto
4. Untuk Penghasilan PNS selain dari gaji PNS
Golongan IV dipotong PPh Pasal 21 Final sebesar
15 % dari nilai bruto
5. Untuk Pegawai tidak tetap non PNS (wiyata bakti
atau pegawai honorer) dipotong PPh Pasal 21
sebesar 5 % dari nilai bruto jika nilainya diatas
PTKP per bulan.
6. Untuk bukan pegawai (hanya menerima
penghasilan sekali) non PNS dipotong PPh Pasal
21 sebesar 5 % x 50 % x nilai bruto.
7. Untuk bukan pegawai (yang menerima
penghasilan lebih dari sekali) non PNS dipotong
PPh Pasal 21 sebesar 5 % x 50 % x ( dari nilai
bruto – PTKP) dengan syarat yang bersangkutan
telah mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak dan
hanya memperoleh penghasilan dari hubungan
kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau
PPh Pasal 26 serta tidak memperoleh
penghasilan lainnya apabila tidak memenuhi
syarat maka dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5 %
x 50 % dari nilai bruto (penghasilan kena pajak
kumulatif).
8. Tarif PPh Pasal 21 non final dikenakan sebesar 5
% + (20 % x 5 %) atau 6 % kepada penerima
penghasilan yang tidak mempunyai NPWP.
9. Kode jenis setoran PPh Pasal 21 final : 411121-
402
10. Kode jenis setoran PPh Pasal 21 non final :
411121-100
 Untuk PPh Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 4 (2)
dilakukan pelaporan pajak apabila ada transaksi,
apabila tidak ada tidak perlu lapor.
 Apabila rekanan tidak mempunyai NPWP maka
tetap disetor atas nama rekanan dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. NPWP : 00.000.000.0-(kode KPP).000 (KPP
Purwokerto : 00.000.000.0-521.000)
2. Nama : Nama Toko / Orang / Badan Pemilik
barang/jasa
3. Alamat : Alamat Toko / Orang / Badan Pemilik
barang/jasa
 Sanksi administrasi bagi bendaharawan yang
tidak melaksanakan kewajiban penyetoran dan
pelaporan pajak adalah akan diterbitkan Surat
Tagihan Pajak (STP) dengan ketentuan sebagai
berikut :
1. Sanksi tidak setor PPN adalah sebesar 2 % x
bulan terlambat x PPN yang seharusnya disetor
2. Sanksi tidak lapor SPT Masa PPN adalah sebesar
Rp.500.000,-
3. Sanksi tidak setor PPh Pasal 21 adalah sebesar 2
% x bulan terlambat x PPh Pasal 21 yang
seharusnya disetor.
4. Sanksi tidak lapor SPT Masa PPh Pasal 21 adalah
sebesar Rp.100.000,-
5. Sanksi tidak setor PPh Pasal 22 adalah sebesar 2
% x bulan terlambat x PPh Pasal 22 yang
seharusnya disetor.
6. Sanksi tidak lapor SPT Masa PPh Pasal 22 adalah
sebesar Rp.100.000,-
7. Sanksi tidak setor PPh Pasal 23 adalah sebesar 2
% x bulan terlambat x PPh Pasal 23 yang
seharusnya disetor.
8. Sanksi tidak lapor SPT Masa PPh Pasal 23 adalah
sebesar Rp.100.000,-
9. Sanksi tidak setor PPh Pasal 4 (2) adalah
sebesar 2 % x bulan terlambat x PPh Pasal 4 (2)
yang seharusnya disetor.
10. Sanksi tidak lapor SPT Masa PPh Pasal 4 (2)
adalah sebesar Rp.100.000,-

Anda mungkin juga menyukai