Anda di halaman 1dari 7

Lampiran

Nomor 1156/PER/DIR/VIII/2016
Tanggal Agustus 2016
Tentang Panduan Pelayanan
Pasien Risiko Tinggi

BAB I
DEFINISI

1. Pasien yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi, yaitu :


a. Pasien emergensi / gawat darurat.
b. Pasien yang membutuhkan resusitasi
c. Pasien yang melakukan transfuse darah
d. Pasien koma
e. Pasien dengan penyakit menular
f. Pasien dengan restrain
g. Pasien anak–anak dengan resiko kekerasan dan ketergantungan kebutuhan
h. Pasien usia lanjut.

2. Anak dan manula di masukan dalam kelompok risiko tinggi karena mereka sering tidak dapat
menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses pelayanan dan tidak dapat ikut memberikan
keputusan tentang pelayanannya. Demikian pula, pasien yang ketakutan, bingung, dan koma.
BAB II
RUANG LINGKUP

Pengelolaan pasien dengan kategori tinggi yang dimaksud dalam kebijakan ini dimulai pada saat pasien
mendapatkan pelayanan di Tempat Penerimaan Pasien, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Jalan,
Instalasi Rawat Inap maupun Instalasi penunjang medik lainnya
BAB III
TATA LAKSANA

Pengelolaan pasien dengan Kategori Resiko Tinggi bertujuan untuk menjaga kondisi optimal pasien,
melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan perburukan dan memberikan tatalaksana yang dibutuhkan
terhadap temuan tersebut.

a. Pasien Rawat Jalan


1) Pendampingan oleh petugas penerimaan pasien dan mengantarkan sampai tempat periksa yang
dituju dengan memakai alat bantu bila diperlukan.
2) Perawat poli umum, spesialis dan gigi wajib mendampingi pasien untuk dilakukan pemeriksaan
sampai selesai.

b. Pasien di UGD
Asesmen gawat darurat dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. PRIMARY SURVEY
a. Penilaian tahap primary survey, meliputi :
1) A = Airway adalah mempertahankan jalan napas dengan teknik manual atau
menggunakan alat bantu. Tindakan ini mungkin akan banyak memanipulasi leher
sehingga harts diperhatikan untuk menjaga stabilitas tulang leher (cervical spine
control).
2) B = Breathing adalah menjaga pemafasankentilasi dapat berlangsung dengan baik.
3) C = Circulation adalah mempertahankan sirkulasi bersama dengan tindakan untuk
menghentikan perdarahan (hemorrhage control).
4) D = Disability adalah pemeriksaan untuk mendapatkan kemungkinan adanya gangguan
neurologic.
5) E = Exposure/environmental control adalah pemeriksaan pada seluruh tubuh penderita
untuk melihat jejas atau tanda-tanda kegawatan yang mungkin tidak terlihat dengan
menjaga supaya tidak terjadi hipotermi.
6) Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali, dan
resusitasinva dilakukan pada saat itu juga.
7) Prioritas penanganan untuk pasien usia muda maupun usia lanjut adalah sama. Salah
satu perbedaannya adalah bahwa pada usia muda ukuran organ relatif lebih kecil, dan
fungsinya belum berkembang secara maksimal.
8) Pada ibu hamil prioritas tetap sama, hanya saja proses kehamilan membuat proses
fisiologis berubah karena adanya janin.
9) Pada orang tua, Karena proses penuaan fungsi tubuh menjadi lebih rentan terhadap
trauma karena berkurangnya daya adaptasi tubuh.
RE-EVALUASI PASIEN
Setelah Primary Survey dan Resusitasi, dokter sudah mempunyai cukup informasi untuk
mempertimbangkan rujukan.
2. SECONDARY SURVEY
Penilaian pada tahap secondary survey, meliputi :
a. Anamnesis
1) Step 1 : Dapatkan riwayat AMPLE dan pasien, keluarga atau petugas pra-rumah sakit.
Riwayat "AMPLE" patut diingat :
A : Alergi
M : Medikasi (obat yang diminum saat ini)
P : Past illness (penyakit pen yerta)lpregnancy
L : Last meal
E : Eventz'environment (lingkungan) yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.
2) Step 2 : Dapatkan anamnesis sebab cedera dan mekanisme cedera
Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat perlukaan.
Mekanisme perlukaan sangat menentukan keadaan pasien. Jenis perlukaan dapat diramalkan
dan mekanisme kejadian perlukaan itu. Cedera lain dimana riwayat penting, adalah cedera
termal, dan bahan berbahaya (hazardous material).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada secondary survey dilakukan berurutan mulai dari kepala, maksilo-fasial,
servikal dan leher, dada, abdomen, perineum/rektum/vagina, muskuloskeletal sampai
pemeriksaan neurologis.
Pertimbangkan perlunya diadakan pemeriksaan tambahan :
1. Pemeriksaan laboratorium.
Pemilihan pemeriksaan laboratorium harus selektif yaitu disesuaikan dengan
kebutuhan emergensi pasien tersebut, misalnya : Darah Lengkap (DL), Gula Darah Acak
(GDA), Analisis Gas Darah, Elektrolit.
2. Pemeriksaan radiologi
Pemilihan pemeriksaan radiologi hams selektif dan jangan menghambat proses
resusitasi. Misalnya : foto vertebra tambahan, CT kepala, foto ekstremitas, dan lain-lain
sesuai indikasi.
RE — EVALUASI PENDERITA
1. Penurunan keadaan dapat dikenal apabila dilakukan evaluasi ulang terns menerus,
sehingga gejala yang ba' timbul segera dapat dikenali dan dapat ditangani secepatnya.
Penilaian ulang terhadap pasien, dengan mencatat, melaporkan setiap perubahan pada
kondisi pasien, dan respon terhadap resusitasi.
2. Monitoring dan tanda vital dan produksi urn mutlak. Produksi win pada orang dewasa
sebaiknya dijaga cc/kgBB/jam, pada anak 1 cc/kgBB/jam.
3. Bila pasien dalam keadaan kritis dapat dipakai pulse oximetry dan end-tidal CO2
monitoring
4. Penanganan rasa nyeri merupakan hal penting. Rasa nyeri dan ketakutan akan timbul
pada pasien trauma, terutama pada perlukaan musculoskeletal.
PENANGANAN DEFINITIF
1. Terapi definitif pada umumnya merupakan tugas dan dokter sesuai kewenangan
klinisnya.
2. Proses rujukan harus sudah dimulai saat alasan untuk merujuk ditemukan, karena
menunda rujukan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas penderita.
3. Peraturan untuk merujuk penderita didasarkan atas data fisiologis penderita, cedera
anatomis, mekanisme perlukaan, penyakit penyerta serta factor-faktor yang dapat
mengubah prognosis

c. Pasien Rawat Inap :


1) Penempatan pasien di kamar rawat inap sedekat mungkin dengan kamar perawat
2) Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat tidur.
3) Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat digunakan
4) Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau pihak yang ditunjuk dan
dipercaya.

d. Perlindungan terhadap penderita cacat:


1) Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasien penderita cacat baik rawat jalan
maupun rawat inap dan wajib membantu serta menolong sesuai dengan kecacatan yang
disandang sampai proses selesai dilakukan.
2) Bila diperlukan, perawat meminta pihak keluarga untuk menjaga pasien atau pihak lain yang
ditunjuk sesuai dengan kecacatan yang disandang.
3) Memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan memastikan pasien dapat
menggunakan bel tersebut.
4) Perawat memasangdan memastikan pengaman tempat tidup pasien.

e. Perlindungan terhadap anak-anak :


1) Ruang perinatologi harus dijaga minimal satu orang perawat atau bidan, ruangan tidak boleh
ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidan yang menjaga.
2) Perawat meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang tua apabila akan dilakukan
tindakan yang memerlukan pemaksaan.
3) Perawat memasang pengamanan tempat tidur pasien.
4) Pemasangan CCTV di ruang perinatologi
5) Perawathanya kepada ibu kandung bayi bukan kepada keluarga yang lain.
f. Perlindungan terhadap pasien yang berisiko disakiti (risiko penyiksaan, napi, korban dan tersangka
tindak pidana, korban kekerasan dalam rumah tangga):
1) Pasien ditempatkan di kamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor perawat.
2) Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas di kantor perawat,
berikut dengan penjaga maupun pengunjung pasien lain yang satu kamar perawatan dengan
pasien beresiko.
3) Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau lokasi perawatan pasien,
penjaga maupun pengunjung pasien.
4) Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan.
BAB IV
DOKUMENTASI

 Hasil pengawasan pasien, perubahan-perubahan yang terjadi selama observasi, pemberian obat dan
tindakan yang dilakukan selama proses perawatan didokumentasikan dalam rekam medik pasien.
 Dokumentasi sesuai prosedur pengelolaan pasien dengan kategori resiko tinggi.

Anda mungkin juga menyukai