Anda di halaman 1dari 4

Milenial

Perkembangan zaman akan hal kecanggihan teknologi kini telah melahirkan fenomena
yang memprihatinkan serta menjadi suatu tantangan besar dalam dunia pendidikan, yakni
dengan lahirnya generasi gadget.

Istilah “ Generasi gadget” merupakan Salah satu fenomena dalam kehidupan yang berlatar
belakang dari munculnya komunikasi gawai ( gadget ). Dimana dewasa ini, komunikasi
gawai ( gadget ) telah mendarah daging pada seluruh lapisan kemasyarakatan. Sehingga
sikap apatis, pragmatis dan ingin mencapai tujuan secara instan terus mewabah hingga pada
sendi sendi kehidupan.

Dewasa ini, gadget telah menggantikan posisi teman bermain anak dalam
proses pertumbuhan serta perkembangannya. Sehingga, Peran kompleks teman sebaya
sebagai pembntuk kepribadian hanya tinggal sejarah masa lalu belaka. Rasa peduli, rasa
memiliki serta kesetia kawanan kini telah berubah menjadi rasa kebersamaan atas dasar
kepentingan.

Istilah gadget sendiri tentu mustahil menjadi masalah dan suatu tantangan, tanpa diiringi
kata internet didalamnya. Mungkin inilah yang dianggap menjadi suatu tantangan serius
bagi orang tua dan guru dalam menghadapi generasi gadget sendiri, yakni ketika istilah
gadget telah terhubung dengan kata “internet”.

Akhir akhir ini, Ketergantungan pada gadget dan internet sudah tak lagi menjadi hal yang
tabu. Sebagai contoh dalam dunia pendidikan, yangmana Segala tindakan serta hasil dari
pemikiran siswa kini tak lagi bersifat alamiah dari daya berpikirnya, melainkan semua itu
merupakan wujud dari tindakan ambil referensi dari internet.

Dalam hal ini salah persepsi dalam mengartikan fungsi dari internet merupakan akar dari
masalah ketergantungan siswa, bahwa di sini internet telah dianggap sebagai patokan atau
dasar dari setiap tindakan. Sehingga seringkali kita jumpai siswa yang bertindak amoral,
membangkang jika di nasehati, bahkan sampai terjerumus pada jurang kriminalitas.
Sungguh memprihatinkan jika tidak ada tindakan preventif dalam penanganan masalah
tersebut, karena pada saaat seperti itulah tindakan meyimpang seolah olah akan mejadi hal
yang wajar bagi generasi milenialis. Dengan munculnya komunikasi gawai (gadget) pada
dunia pendidikan, tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi seorang guru.

Fenomena tersebut tidak bisa dipungkiri , bahwa dengan munculnya komunikasi gawai
(gadget) menjadikan daya semangat belajar siswa berkurang. Mereka lebih dimajakan oleh
internet yang bisa dengan cepat menjawab pertanyaan serta melayani kebutuhan mereka
serta menjadikan mereka fokus pada kehidupan maya dan meninggalkan kehidupan nyata.

Sehingga yang timbul pada diri mereka hanyalah sikap egois serta apatis pada realita yang
sedang terjadi. Karakter serta moral pada siswa penyandang julukan ”generasi Gadget”
Sangatlah Memprihatinkan, mereka tidak lagi bisa menghargai keberadaan orang di
sekitarnya bahkan berani menentang orang tua serta gurunya.

Bahkan, seringkali dalam proses pembelajaran, internet bukan semata hanya sumber
rujukan dalam mencari informasi seputar ilmu pengetahuan saja, melainkan mereka sudah
mulai berani membuka konten negatif dari internet itu sendiri.

Penafsiran salah dari siswa terkait definisi era milenial, bahwa era milenial merupakan era
dimana kebebasan menjadi norma utama serta pijakan dasar dalam bertindak menjadi
penyebab untuk bertindak amoral serta sebagi gerbang pembuka ketidakteraturan dalam
segala bidang tindakan siswa.

Sebagaimana seperti yang telah tersebut, bahwa generasi milenialis tidak lagi
memperhatikan norma norma yang ada, melainkan mereka berprinsip bahwa internet
adalah segalanya. Alhasil ialah, penyimpangan terjadi dimana mana, banyak kasus tawuran
antar pelajar, hamil diluar nikah, serta tindak kriminal lainnya.

Lingkungan dalam hiruk pikuk kehidupan siswa yang semakin tidak teratur menjandi
suatu alasan perlunya di teguhkan kembali pendidikan agama sebagai suatu solusi dalam
perbaikan moral siswa di era milenial. Sebagaimana kedudukan Pendidikan agama diera
milenial merupakan suatu jembatan dalam langkah membentengi siswa dari segala
tindakan yang bersifat negatif diera milenial khususnya.

Pendidikan agama didefinisikan sebagai dasar dalam menciptakan moral ketaqwaan serta
keimanan dalam menciptakan pribadai peserta didik yang berintegritas tinggi serta
memiliki sikap yang mampu menciptakan peserta didik agar mampu melaksanakan
peranan dalam menuntut pengetahuan tentang ajaran agama. Disamping itu, harapan lebih
dari pendidikan agama adalah sebagai wujud realisasi revolusi moral remaja sebagai
penyandang istilah “generasi milenial” yang kian lama kian memburuk.

Munculnya berbagai bentuk pembaharuan dalam peningkatan kualitas kehidupan seperti


munculnya komunikasi gawai (Gadget), tentu menjadi tantangan tersendiri bagi seorang
pendidik. Sebagaimana telah di rumuskan, bahwa fitrah manusia adalah sebagai mahluk
yang selalu ingin berubah dan menghendaki perubahan.
Sehingga dalam konteks tersebut, dapat disimpulkan bahwa segala bentuk pembaharuan
dalam bentuk apapun diera milenial tak lagi bisa dihindarkan. Inilah yang seharusnya
menjadi tugas tersendiri bagi tenaga pendidik di era milenial yakni dengan cara menjadikan
bentuk perubahan tersebut sebagai media perbaikan moral peserta didik.

Dengan adanya perubahan dalam berbagai tatanan kehidupan, maka pantasnya para
generasi milenialis bertindak secara produktif, konservatif dan menemukan berbagai hal
baru guna memperbaiki tatanan kehidupan.

Akan tetapi justru berbanding terbalik, bahwa mereka yang mendapat label “generasi
milenial” tidak lagi bertindak secara produktif dan konservatif seperti apa yang diharapkan
sebelumnya, tetapi malah justru bertindak destruktif. Atau juga bisa dikatan, mereka
bertindak secara produktif tetapi diikuti dengan perilaku destruktif pula, seperti halnya
yang sekarang ini sedang marak maraknya beredar dalam berita yakni terkait air rebusan
pembalut.

Disinilah peran pendidikan agama sangat di perlukan guna mengukuhkan kepribadian


dalam bingkai keimanan dan ketaqwaan sehingga generasi milenalis sadar akan manfaat
serta resiko dari apa yang mereka lakukan.

Dikarena perubahan dalam pandangan relatifitas tidak dapat dihindarkan, maka yang perlu
dilakukan adalah pengintregasian nilai nilai perubahan dengan nilai nilai keagamaan
kedalam dunia pendidikan. Dalam proses perbaikan moral generasi milenial, maka
langkah pertama yang hrus dilakukan seorang guru ialah ia harus mampu berkreasi dalam
memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajaran dalam penanaman nilai nilai
karakter pada siswa.

Pengubahaan serta menjadikan bentuk perubahan menjadi peluang menjadi syarat utama
dalam kiat tindakan konservatif. Karena alasan yang pasti mengapa sering terjadi
penyimpangan oleh siswa dalam penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran, satu
diantaranya ialah siswa lebih canggih dibandingkan guru dalam mengoperasikan teknologi.

Sehingga dalam hal ini tidak ada alasan lain untuk tidak bisa melek teknologi bagi guru
bidang studi keagamaan dalam memanfaatkan teknologi pada proses pembelajaran.
Karena, dengan adanya pengintegrasian antara bentuk perubahan dengan model
pembelajaran, maka akan berdampak positif pada proses KBM itu sendiri.

pada hakikatnya seorang anak membutuhkan kekuatan jasmani, akal ilmu dan anak anak
juga membutuhkan pula pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa dan
kepribadian moh. ‘atitah. (1974) dalam kata lain, seorang siswa tidaklah berguna jika ia
memiliki ilmu yang tinggi tanpa disertai dengan akhlak yang baik pula.

Sebagaimana nantinya akan timbul ketidakjujuran dalam diri siswa kelak ketika ia terjun di
dunia kerja, seperti melancarkan aksi korupsi, kolusi,suap dan segala bentuk penyimpangan
lainya. Dalam hal ini jelas bahwa perlunya keseimbanga antara ilmu pengetahuan serta
spiritualitas siswa.
Oleh karena, mungkin tingkat pengetahuan siswa terhadap ilmu pengetahuan akan
membawanya kearah kemajuan, namun hanya dengan spirituallah seseorang akan dinilai
sebagai orang yang baik atau buruk, patut kekal menjadi seorang pejabat atau berakhir pada
jeruji besi. Inilah makna sebenarnya makna dari fungsi moralitas itu sendiri, yakni yang
akan menghantarkan kearah mana kita melangkah.

Dalam segala tindakan siswa yang tanpa ada pengawasan ekstra, maka akan dengan mudah
terjadi beragam penyimpangan dalam setiap tindakannya. Disinilah pendidikan agama
harus tampil pada baris terdepan dalam penaganan moralitas siswa yang kian meburuk,
serta sebagai pengawasan guna penunjang terwujudnya realisasi sikap siswa yang
terintegrasi dengan iman serta ahlakul karimah dalam mengekang tindakan amoral bagi
generasi mileialis.

Anda mungkin juga menyukai