Anda di halaman 1dari 19

Al-Quran Solusi Peradaban Modern untuk Manusia Abad 21

6 Januari 2014 19:28 |Diperbarui: 24 Juni 2015 03:05

I.PENDAHULUAN

a.Latar Belakang Masalah

Dunia abad 21 rupanya tidak mudah untuk diamati dan dipahami, ia tidak seperti dulu abad-abad
setelahnya. Dunia di abad 21, setiap hari penuh dengan perubahan otonomi yang lebih besar,
sebagaimana dia juga mengupayakan kemerdekaan yang lebih besar. Kemajuan sains dan penemuan-
penemuan teknologi telah memberikan tanda mata bagi masa depan manusia, kado indah turut
menjanjikan dunia dalam sudut pandangan manusia abad 21. Dunia abad 21 sering dilebelkan
peradaban modern, sebuah peradaban yang menjadikan pola hidup manusia berubah lebih nyaman,
semua kebutuhan hidup terbantukan.

Modernisasi memiliki konotasi yang positif, yaitu pencapaian makna dan menerima prinsip-prinsip
modernitas, yaitu, rasionalitas, perubahan kemajuan tehnologi dan kemerdekaan.[1]Namun dibalik
modernitas peradaban dunia sekarang ini, banyak terlihat hari-hari berlalu dipenuh dengan ketotolan
manusia. Pertengkaran, kriminalitas dan yang semisalnya kerap terjadi, bersamaan dengan ancaman
besar yang menghantui modernitas itu sendiri, berupa sekulerisasi[2], globalisasi, meterialisasi,
invidualis dan bahkan dekadensi moral menjadi ancaman bringas. Sekaligus kesemuanya itu bisa
meledak meluluh-lantahkan sendi-sendi semua unsur kehidupan harmonis manusia yang diimpi-impikan,
raib.

Tentu saja, ada persoalan yang senantiasa selalu diperbincangkan oleh para pemikir muslim di era abad
21, dalam rangka mengetahui apakah Islam dan kaum Muslim dengan Al-Quran dalam genggamannya
akan ikut serta dalam kereta kemajuan modernisasi yang telah dikembangkan di Barat? Kalau toh Muslim
sudah berpartisipasi dalam kemajuan, apa konsekwensi logis citra Barat terhadap Islam? Apa peran dan
tawaran solusi Al-Qur’an guna menciptakan tatanan nilai kehidupan ideal sebagaimana yang sering
didengung-dengungkan? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang harus dijawab dalam tulisan sederhana
dalam kesempatan ini.
Dengan kata lain, tulisan ini hendak untuk menjelaskan ajaran dan konsep Al-Qur’an yang menjawab
tantangan Barat dan Modernisasi, serta relevansi Al-Qur’an dengan etika global dan inspirasi ilmu
pengetahuan, hingga dunia mengerti bahwa Islam dengan Al-Qur’annya tidak selemah yang mereka kira
dan tidak seburuk yang mereka sangkakan sebagai agama teroris. Inilah Al-Qur’an penuh solusi untuk
manusia abat 21.

b.Tujuan Penulisan

Umat Islam yang sekarang termarginalkan, ia tersungkur kalah dengan kemajuan peradaban lain yang
penuh dengan degap gempita kemenangan dan menguasai hampir setiap lini sendi kehidupan umat
Islam, baik sector ekonomi, perpolitikan dan juga budaya yang menghegemoni, kesemuanya merupakan
kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Padahal kesuksesan dunia juga merupakan penentu terhadap
kenyamanan ukhrawi. Agama yang benar harus mampu merealisasikan konsep Tuhan ideal menjelma
dalam kesuksesan dunia. Sehingga tolak ukur kebenaran agama tersebut mampu bisa di uji dan
dirasakan secara nyata.

Jika agama Islam mengatakan Rahmatan lil-‘Alamîn, maka harus mampu membuktikan sebagai penguasa
adidaya, dalam menciptakan stabilitas keamanan, kenyamanan dan kalau perlu sebagai barisan penentu
kebijakan dunia. Hingga bumi ini sampai seakar-akarnya merasakan keindakan berislam. Satu diantara
mewujudkan itu semua adalah kembali berupaya membumikan Al-Qur’an secara terus menerus, ide dan
gagasan yang ada dalam Al-Qur’an harus bisa dipahami secara komprehensif dan berkembang,
memenuhi kebutuhan setiap jaman. Tidak terkecuali Al-Qur’an juga harus mampu membangkitkan kaum
Muslimin kembali modern dan sekaligus menjawab tantangan modernitas.

Maka secara garis besar tulisan ini diharapkan bisa menjelaskan:

1.Al-Qur’an menggugah kesadara kaum Muslimin untuk kembali bangkit memenuhi barisan terdepan
dalam dinamika peradaban modern.

2.Memaparkan peran Al-Qur’an dalam mengemban misi peradaban, terkait dengan hubungan Tuhan dan
manusia, serta relevansi Al-Qur’an dengan prinsip-prinsip etika global.

3.Upaya merevisi persepsi negative Barat terhadap Islam.


II.PENGERTIAN MODERN

Secara etimologi modern berarti terbuka, demokrasi, dan partisipatif.[3] Dalam aliran filsafat, modern
adalah kesadaran atas individu atau yang kongkrit.[4] Kata modern juga merupakan istilah yang menjadi
model awal abad ke-20 dan masih tersinyalir memasuki awal abad ke-21. Maka kata modern itu sendiri
harus ditelusuri dalam beberapa kaitan. Pertama: dihubungkan dengan kurun sejarah. Kedua:
dihubungkan dengan penemuan-penemuan dalam keilmuan (sains dan teknologi). Ketiga: dihubungkan
dengan pemikiran ideology.

a.Kurun Sejarah Menuju Modern

Periodesasi sejarah lazimnya terbagi dalam tida periode yaitu zaman klasik, zaman pertengahan dan
zaman modern.[5] Zaman klasik terdiri dari dua periode yaitu, (1) zaman pra sejarah yang dimulai era
paleolitik, peradaban Mesir, Mesopotania, Babilonia, Persia kuno dan Yahudi. Dan (2) masa klasi Yunani
dan Romawi yang memberi warna arah pada peradaban selanjutnya. Sedangkan zaman pertengahan
dimulai pada abad ke-6 sampai abad ke-16 yang bertumpu pada peradaban Yunani.[6]

Adapun menemukan berakhirnya abad pertengahan teramat sulit, ada banyak kontroversi pendapat,
demikian pula awal zaman modern. Namun satu hal yang pasti bahwa abad ke-14 telah terjadi krisis
zaman pertengahan hingga abad ke-15. Pada abad ke-15 dan abad ke-16 muncul gerakan Renaissance,
yaitu gerakan perubahan yang terlahir kembali dalam keadaban. Dari sinilah awal mula zaman modern
yang ditandai dengan penemuan dan kejadian monumental.

b.Penemuan dalam Keilmuan Modern

Di masa modern inilah berbagai macam penemuan-penemuan dalam keilmuan sains dan teknologi
berkembang. Mulai dari dunia Islam adanya tokoh-tokoh ilmuwan yang memberikan kontribudi pada
perkembangan Barat, seperti al-Khawarizmi (W. 863 M), Muhammad Ibnu Zakariya (W. 925 M), Ibnu Sina
(W. 1037 M) dan lain sebagainya. Sedangkan di Barat sendiri muncul tokoh seperti Nikolas Copernicus
(W. 1543 M), Galileo Galilei (W. 1642 M) sampai pada Francis Baicon (W. 1626 M) yang telah berhasil
meletakkan rumusan sistematis secara logis prosedur ilmiah, dan dengan itu menghasilkan banyak
penemuan ilmiah selanjutnya.[7]
Rumusan sistematis secara logis sebagai prosedur ilmiah yang diletakkan oleh Baicon adalah filsafat
harus memisahkan diri dari teologi[8] terlebih dahulu, baru kemudian secara metodis dapat dilakukan
penelitian ilmiah dengan tahapan-tahapan: (1) alam diwawancarai, (2) orang bekerja dengan metode
yang benar, (3) orang harus berasumsi netral terlebih dahulu (meragu-ragukan segala sesuatu). Hal ini
diperkuat juga oleh tokoh yang lain, Rene Descartes (W. 1650 M). Dengan rumusan sistematis prosedur
ilmiah penelitian gencar dilakukan hingga menemukan banyak produk ilmu pengetahuan.

c.Dampak Ideology Modern

Modern kalau dihubungkan dengan pemikiran ideology, bahwa modernisasi akan melahirkan dampak
positif perubahan tata nilai dan sikap, mengganti cara berpikir masyarakat yang irasional menjadi
rasional, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, tingkat kehidupan yang lebih baik dengan
indutrialisasi maju.

Dibalik semua kemajuan modernisme tersebut, menyimpan segudang permasalahan yang


membahayakan. Paling tidak, pertama: rasionalisme dengan beberapa aspek negativnya dan positivnya.
Yang dimaksud rasionalisme merupakan kepercayaan pada kekuatan rasio, dengan kata lain menuntut
agar semua claim dan wewenang dipertanggungjawabkan secara argumentative. Dengan demikian maka
konsekwensi logisnya secara berangsur akan menolak tradisi, dan dogma agama sekalipun, hingga pada
akhirnya memunculkan sekulerisme dan menurunkan peran wahyu tuhan dari singgasananya.[9]

Kedua: memunculkan pola hidup konsumtif. Perkembangan teknologi industri yang sudah modern dan
semakin pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu
masyarakat mudah tertarik untuk menkonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada, sesuai dengan
kebutuhan masing–masing. Bahkan sampai dalam kondisi terparah, ekspoitasi alam besar-besaran.

Ketiga: gaya hidup kebarat-baratan. Padahal tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di
Indonesia misalkan. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat
kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.

Keempat: kesenjangan sosial. Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu
yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara
individu dengan individu lainnya. Dengan kata lain individu yang dapat terus mengikuti perkembangan
jaman memiliki kesenjangan tersendiri terhadap individu yang tidak dapat mengikuti suatu proses
modernisasi tersebut. Hal ini dapat menimbulkan kesenjangan sosial antara individu satu dengan lainnya,
yang bisa disangkutkan sebagai sikap individualistik.

Kelima: sikap individualistik. Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka
merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitas. Padahal manusia diciptakan sebagai
makhluk sosial. Terlihat jelas imbas revolusi industry dengan merubah bantuan tangan manusia
digantikan dengan kinerja mesin, maka mengakibatkan pola intraksi sosial kian manyempit.

Keenam: kriminalitas. Kriminalitas sering terjadi di kota-kota besar karena menipisnya rasa kekeluargaan,
sikap yang individualisme, adanya tingkat persaingan yang tinggi dan pola hidup yang konsumtif.

Dari berbagai permasalahan era modern yang telah dipaparkan di atas, sudah seyogyanya Islam dengan
al-Qurannya harus mampu memberikan solusi, yang bisa menetralisir resiko negative yang membersamai
modernisasi, namun juga sekaligus harus meningkatkan dan memelihara aspek positive yang dimiliki
modernisasi. Sebelum membahas tersebut, pemakalah akan mencoba untuk memberikan perspektif
Barat terhadap Islam, hal ini penting untuk dilakukan mengingat seakan ada kesenjangan hubungan
Islam dan dunia Barat apalagi adanya tuduhan Islam adalah teroris. Karena dalam tulisan ini hendak
untuk menampilkan wajah Islam tidak seperti yang Barat sangka.

III.ISLAM DALAM PERSPEKTIF BARAT

Kenapa Barat (Eropa Kristen) membangun citra dan persepsi yang keliru terhadap Islam, yang lebih
diwarnai permusuhan, dan kebencian ketimbang kebenaran? Ada beberapa tulisan yang bertanggung
jawab terhadap membentuk persepsi negative terhadap Islam. Tulisan kalangan orang Kristen Byzatium
tentang Islam pada abad ke-8 hingga abad ke-13 M., yang pernah diteliti oleh Adel-Theodora Khoury,
menyebutkan bahwa dalam tulisan-tulisan tersebut Islam digambarkan tidak hanya sebuah aliran murtad
(dari Kristen), tetapi juga sebagai agama sesat yang cenderung kearah pemujaan berhala (idolatry).
Bahkan, Muhammad dipandang para teologi Kristen Byzantium sebagai nabi dan rasul palsu.
Muhammad sebagai utusan setan (emissary of devil), yang diilhami “bapak-bapak kebohongan” (father
of lies), dan anti-Yesus. Al-Quran pun dipandang sebagai kitab suci yang palsu. Muhammad mengambil
bahan dari Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, dan ajaran-ajaran murtad, seperti kaum Manicheans, serta
ditambah dengan pikiran-pikiran (Muhammad) sendiri.
Karya Peter the Venerable dan Tomas Aquinas juga berperan penting dalam mengokohkan citra buruk
terhadap Islam. Aquinas dalam karyanya Summa contra Gentiles, De rationibus fidei contra Saeacenos,
Grecos et Armenos, misalnya, tidak hanya memperlajari Islam, tetapi ia sadar tentang perlunya para
teolog Kristen membantah dan menolak Islam. Dengan mengungkapkan kekeliruan ajaran Islam, bahkan
kalau perlu kaum Muslimin beralih ke Kristen. Dan masih banyak lagi citra barat terhadap Islam dan al-
Qurannya, yang secara garis besar bisa dirangkumkan sebagai berikut:

1.Al Quran adalah kitab suci palsu, yang telah memutar balikkan kebenaran Kristen.

2.Al Quran dengan ajaran Islamnya disebarluaskan melalui kilatan pedang dan peperangan.

3.Islam adalah agama hawa nafsu, dan penebar terror.

4.Muhammad adalah anti-Kristus.

Sebelum abad ke-19 Barat menganggap Islam sebagai rival Kristen. Namun pada permulaan abad ke-19
sudah berubah. Model pencitraan Barat terhadap Islam, menganggap Islam sebagai bentuk pencapaian
akal dan perasaan manusia dalam usaha mereka untuk mengetahui dan merumuskan sifat Tuhan dan
alam. Penilaian Barat terhadap Islam lebih bersifat kultural. Namun anggapan ini tidak bertahan lama.

Pasca runtuhnya Blok Timur komunisme dibawah pimpinan Uni Soviet, Barat yang tidak memiliki lawan
bertarung, maka menjadikan Islam sebagai sasaran lawan berikutnya (kembali terjadi permusuhan),
apalagi menyususulnya penyerangan 11 September 2001 gedung WTC.[10]Di akhir-akhirabat ke-19
memasuki abad ke-21, pencitraan Barat terhadap Islam membangkitkan luka permusuhan lama. Sebagai
mana yang dikatakan Hangtington bahwa konflik antara peradaban Islam dan Barat telah berlangsung
selama 1300 tahun. Barat mempersepsikan Islam kembali negative. Islam sebagai agama teroris. Islam
adalah menebar terror, dan juga dokrin-dokrin al Quran adalah penghambat kemajuan ilmu
pengetahuan.

Apakah benar apa yang telah dipersepsikan Barat terhadap Islam? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, harus mengembalikan pada ajaran inti dari agama Islam sendiri, Al-Quran dan kemudian kaum
Muslimin harus mampu membuktikan perkataannya. Inilah yang menjadi tantangan Muslim untuk
mengembalikan citra baik kepada dunia, dan al-Quran 14 abad yang lalu sudah memberikan
rumusannya.

IV.PRINSIP-PRINSIP SOCIAL ETIKA GLOBAL

Hans Kung dalam bukunya Global Responsibility: In Search of a New World Ethic, memaparkan berkaitan
dengan Deklarasi Dewan Parlemen Agama-agama menegaskan empat rumusan kesepakatan yang
disetujui. Keempat kesepakatan tersebut semuanya dibutuhkan bagi setiap manusia untuk mencapai
sebuah tatanan gobal yang diimpikan, yaitu meliputi: pertama adalah komitmen pada budaya anti
kekerasan dan hormat pada kehidupan. Kedua adalah komitmen pada budaya solidaritas dan tatanan
ekonomi yang adil. Kegita adalah komitmen pada budaya toleransi dan hidup yang tulus. Dan yang
keempat adalah komitmen pada budaya kesejajaran hak dan kerjasama antar laki-laki dan perempuan.
[11]

Dan ternyata keempat etika global tersebut memiliki kesesuaian dengan apa yang ada dalam al-Quran.
Sebagaimana tertuang dalam al-Quran yang menolak segenap kejahatan (Q.S. 41:33-35, 29:46). Islam
yang dalam al-Quran menggunakan term al-silmu atau al-salmu berarti al-sulh, perdamaian (Q.S. 2:208,
5:32).[12] Dengan demikian, kesucian hidup merupakan misi utama al-Quran.

Selain Islam juga komitmen pada budaya solidaritas dan tata ekonomi yang adil (Q.S. 5:8, 51:19, 70:24),
Islam juga berkomitmen terhadap budaya toleransi dan hidup yang lurus (Q.S. 10:99, 5:8, 29:46). Islam
juga memberi perhatian pada kesejahteraan hak antara laki-laki dan perempuan (Q.S. 3:195, 49:13).
Dengan merujuk langsung pada al-Quran, maka sudah jelaslah bahwa sesungguhnya Islam tidaklah
seperti yang orang-orang Barat sangkakan. Begitu indah Islam dengan segenap janji-janjinya, sekarang
yang tersisa adalah janji kaum Muslimin yang harus merealisasikan terhadap keberislamannya.

V.AL-QUR’AN MEMPERKENALKAN MANUSIA

Ada begitu banyak buku yang memaparkan keterangan tentang manusia, terkait dari mana dia berasal?
Esensi manusia hingga semua yang terkait dengan manusia. Hal ini penting untuk dipahami, mengingat
era abad 21 telah mengikis nilai-nilai kemanusiaan dalam jumlah porsiyang besar. Al-Qur’an hadir
memperkenalkan manusia dengan sudut pandang yang mungkin berbeda dengan yang lain. Al-Qur’an
menjelaskan sebagai berikut:
Pertama: manusia sebagai makhluk termulia, mampu memperoleh ilmu pengetahuan melaluai potensi
akal (Q.S. 95:4). Jika manusia tidak memberdayakan potensi itu, maka dia sungguh telah kehilangan
sebagian besar nilai kemanusiaannya, maka Islam sangat mendukung rasionalisasi dan tidak menyia-
nyiakan akal.

Kedua, sebagai hamba yang beribadah Allah (Q.S.2: 21 dan 51: 56). Ibadah secara harfiyah berarti “rasa
tunduk dan taat, melakukan pengabdian, merendahkan diri dan menghinakan diri dihadapan Tuhan”.[13]

Al-Maraghi mengartikan ibadah sebagai sikap tunduk yang timbul dari kesadaran jiwa akan kebenaran
yang disembah karena percayaan bahwa dia pemilik kekuasaan.[14] Dari segi sasaran ibadah mencakup
tiga sasaran. (1)Ibadah personal, dalam pelaksanaannya tidak melibatkan orang lain, bisa dikatakan
sebagai “amaliah ritus”. (2) Ibadah antar personal, yang dalam pelaksanaannya melibatkan orang lain. (3)
Ibadah social, merupakan kegiatan ibadah interaktif antar seorang individu dengan pihak lain yang
dibarengi dengan kesadaran diri sebagai hamba Allah, pertimbangan ibadah ini tergantung pada
kemaslahatan obyektif dan rasional.[15]

Kesemua bentuk ibadah tersebut memiliki nilai keselamatan dan kesejahteraan dunia, mendorong
mensukseskan kehidupan akhirat, dan memadukan integrasi kepentingan dunia dan akhirat.[16] Kalau
ditinjau belih jauh maka sesungguhnya ibadah merupakan refleksi iman dan amal dalam tindakan. Islam
sendiri berasal dari kata “aslama” yang mengandung arti “menyelamatkan”, jika dikaitkan dengan ibadah
maka memiliki kesamaan makna, ibadah sama dengan Islam, sebab memiliki kesamaan maksud
menyerahkan diri kepada Tuhan, yang asal muaranya adalah iman.[17]

Ketiga, sebagai khalifah Allah di bumi yang berbuat kebajikan.[18] Kata khalifah memiliki arti
“mengganti”, maka khalifah adalah pengganti, juga bisa berarti imaarah (kepemimpinan) dan berarti
sulthan (kekuasaan).[19] Aristoteles menyatakan manusia adalah “zoon politicon” atau “social animal”.
[20] Untukitulah maka “Manusia adalah makhluk yang dibebani kewajiban, yang bertanggung
jawab.”[21] (Q.S. 2:30) Kalau dipahami manusia adalah khalifah, maka dia dalah tuan rumah dimuka
bumi ini, ia adalah yang terkuat dari makhluk Tuhan. Maka tidak heran kalau Allah hanya memerintahkan
untuk sembah sujud dan meminta pertolongannya hanya kepadaNya, tidak pada yang lain dalam rangka
menjadi kehormatan dan harga diri manusia itu sendiri.
Keempat, manusia sebagai makhluk pedagogik. Dalam ensiklopedi dijelaskan bahwa pedagogi
menekankan pendidikan atau pengajaran secara tersusun dan menyangkut dengan tujuan, asas, serta
metode[22] (Q.S. 17:24, 26:18). Lafat ‘allama muncul dalam al-Quran sebanyak 42 kali (diantaranya Q.S.
2:31, 96:25, 23:12-14, 7:179). Bekal pertama yang diberikan pada manusia ketika ia diciptakan adalah
ilmu pengetahuan. Allah mengajarkannya seluruh nama-nama semua (Q.S. 2:31). Dengan itu manusia
menjadi makhluk yang memiliki keunikan dan berperadaban tinggi.

Kelima, manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani. Menurut Al-Quran, roh dan jasad adalah dua
esensi pokok manusia, dan dengan keduanya manusia dikatakan hidup.[23] Manusia adalah makhluk
biologis[24] yang hidup di dunia bermetabolisme sebagaimana makhul lainnya (Q.S. 86:5-6, 80:24, 55:1-
4, 96:5, 51:56), dan secara bersamaan manusia juga sebagai makhluk rahani (Q.S. 47:24, 15:29, 89:27-
28) yang ke mengantarkan kehidupannya menembus akhirat.

Keenam, manusia sebagai makhluk Hayawaan Naathik. Symbol linguistic adalah ekspresi lahiriah dari
hakekat yang lebih dalam dan abstrak, yaitu akal (Q.S. 53:3-6).[25] Dengan inilah manusia menciptakan
peradaban dan kehidupan yang jauh berbeda dengan makhluk yang lain.

Dari beberapa sifat dasar manusia tersebut, bisa memberikan bukti kepada kita bahwa manusia begitu
mulia dihadapan Allah. Sesungguhnya karakter special itulah yang menjadikan manusia memiliki
peradaban yang tinggi, yang tidak dimiliki oleh mahluk lainnya. Dengan karakteristik itu manusia
memasuki abad demi abad, waktu demi waktu dan terus merkembang dari jaman ke jaman.

VI.RELEVANSI AL-QUR’AN TERHADAP MODERNITAS

Sebagaimana yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa modernitas muncul satu diantaranya adalah
karena tingkat daya berfikir dan produk kreativitas akal manusia mencapai kemajuan yang pesat,
sehingga menumbuhkan penemuan tehnologi maju. Rumusan tersebut sudah ada dalam Al-Quran
sebagaimana berikut:

a.Rasionalitas dalam Al-Quran

Akal dalam Al-Qur’an berasal dari kata ‘aqala, yang secara bahasa berarti menahan dan menawan. Al
‘Aqil yaituseorang yang melaksanakan aktivistas akalnya, secara etis dimaksudkan dengan orang
menahan dan mengekang atau mengikat hawa nafsunya.[26] Musa Asy’arie mengatakan “secata
terminology al-‘aql diartikan sebagai suatu potensi rohaniah untuk membedakan mana yang hak dan
mana yang bathil”.[27] Maka al-‘aql juga bisa diartikan intelectus atau nous dan dengan demikian di
dalamnya termasuk rasio dan pemikiran.[28]

Kata ‘aql dalam bentuk fi’il (kata kerja) disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 49 kali. ‘aqala
disebutkansekali, ya’qilu sekali, na’qiluun disebutkan hanya sekali, ya’qiluun disebutkan sebanyak 22 kali,
ta’qiluu disebutkan sebanyak 24 kali (Q.S. 22:46, 50:37).

Al Ghazali mendefinisikan akal sebagai berikut:

1.Akal adalah sifat yang membedakan manusia dengan hewan.

2.Hakekat akal adalah ilmu pengetahuan yang dapat membedakan baik buruk.

3.Akal adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman dan percobaan observasi.

4.Akal adalah kekuatan gharizah atau tabiat untuk mengetahui akibat dari segala sesuatu dan mencegah
nafsu serta menundukkannya.[29]

Dengan ini maka jelaslah sudah bahwa sesungguhnya Al-Qur’an menempatkan akal pada posisi sangat
penting yang dimiliki manusia. Ia adalah sumber daya untuk memperoleh ilmu pengetahuan.[30] Maka
Al-Qur’an begitu mendukung terhadap kemajuan dan perkembangan modernitas jaman. Bahkan tidak
jarang Al-Qur’an dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan modern. Al-Qur’an memerintahkan kepada
manusia untuk memperhatikan apa yang ada di langit dan bumi dengan kemampuan daya pikirnya, akal
(Q.S. 3: 190-191).

Adanya kesatuan antara pikiran tentang alam sekitar yang berpusat di kepala dan menghayati serta
mengingat kekuasaan Tuhan yang berpusat pada qalbu yang ada di dada, dapatlah kiranyadisebut
sebagai aktivitas kesatuan akal.[31] Kesatuan otak dan hati inilah rasionalitas Islam yang tertuang di
dalam Al-Qur’an. Hati yang mengingat (Q.S. 22:46) dan pikiran yang berfikir (Q.S. 3: 190-191).
Ayat-ayat yang berbicara tentang akal begitu banyak, beberapa di antaranya adalah Q.S. 2:75-76, 67:10,
29:42-43, 2:164 dan 170, lihat juga di Q.S. 13:4, 16:12, 30:24, 45:5, 16:67, 30:28, 57:17, 29:35, 36:68,
23:28, 40:47 dan masih banyak lagi yang semisalnya.

Dari keseluruhan ayat dalam Al-Qur’an tentang ‘aql, dapat disimpulkan debagai rumusan yang dimiliki
akal:

1.‘Aql mampu memahami firman Allah, dalam pengertian al-Kitab (Q.S. 2:75).

2.‘Aql mampu memahami memahami tanda-tanda (ayat) Tuhan dalam kebesaran dan keagunganNya,
yang terdapat dalam alam semesta (Q.S. 2:73, 23:80, 26:28, 40:67, 57:17, 2:164 dan lain-lain).

3.‘Aql mampu memahami aspek etika dengan melalui tuntunan firman Allah yang berbentuk hukum
moral (Q.S. 6:151), dan juga hukum pergaulan atau tingkah laku (Q.S. 24:61, 3:118).

4.‘Aql digunakan untuk melihat fakta-fakta sejarah yang terjadi dimuka bumi (Q.S. 22:46).

5.‘Aql mampu memahami Tuhan sebagai Dzat yang patut di sembah (Q.S. 21:67 bandingkan dengan Q.S.
23:80, 26:28).

6.Terdapat kerjasama hubungan antara ‘aql dan sarana indrawi dalam proses pemahaman. Jika tidak
terjadi hubungan atau dipisah antara satu dengan yang liannya, maka ‘aql tidak dapat melakukan
aktivitasnya (Q.S. 10:42, 2:171, 8:22).

7.Al-Qur’an juga memberika sinyalir kerugian apabila akal tidak digunakan dengan baik;

-Menjadikan kebenaran buah ejekan dan barang permainan (Q.S. 5:58).


-Membuatkedustaan terhadap Tuhan dengan memciptakan hukum menurut dirinya sendiri yang tidak
disyariatkan oleh Tuhan (Q.S. 5:103).

-Tidak mengetahui kekuasaan Tuhan, meskipun mereka mengetahuinya (Q.S. 29:63).

-Mendapatkan kemurkaan, kemalangan dan kerugian (Q.S. 10:100, 39:43), bahkan mengakibatkan
pertumpahan darahdan kesesatan (Q.S. 2:44, 36:62).

b.Al-Qur’an dan Sains Teknologi

Manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya mampun untuk memanfaatkan lingkungan sekitarnya
untuk sarana bantu dalam mewujudkan tugas dan tagung jawabnya di muka bumi (Q.S. 2:22). Untuk
semua, Allah telah merumuskan bagaimana cara memanfaatkan alam dengan menurunkan Al-Quran ke
muka bumi.

Al-Quran mengarahkan manusia agar mengembangkan Sains untuk mengetahui sifat dan tingkah laku
alam sekitarnya pada kondisi tertentu, dan dengan penguasaan Sains ini manusia dapat membuat
kondisi yang sedemikian rupa hingga alam bereaksi, yang mengarahkan pada hasil menguntungkannya,
manusia menciptakan teknologi.

Dengan Sains dan Teknologilah manusia memanfaatkan serta melestarikan alam sekelilingnya, mencari
ketetapan hukum alam yang dibuat oleh Allah, dengan ini manusia bisa berkomuniskasi dengan
Tuhannya melalui pamahaman terhadap sunah-sunah alam semesta (Q.S. 6:165, 10:101, 77:17-20).
Maka sudah seharusnyalah kaum muslimin mendekatkan diri dengan Al-Quran kalau hendak menguasai
bumi ini.

Bagaimanapun jangan sampai lupa bahwa al Quran bukan Kitab Suci Sains Eksperimental[32] dan jika ia
menerangkan beberapa fenomena alam ini, itu dikarenakan beberapa alasan,[33] pertama, studi akan
fenomena alam dan keajaibannya akan memperkuat keimanan kepada sang Pencipta. Kedua, studi akan
fenomena alam dan keajaibannya akan menciptakan daya syukur dan pemanfaatan alam lebih optimal.
VII.AL-QUR’AN SOLUSI DAMPAK NEGATIVE MODERNITAS

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dibalik semua kemajuan modernisasi,
menyimpan segudang permasalahan yang membahayakan, baik berbau ideology maupun yang
berbentuk material. Empat belas abad yang lalu Al-Qur’an sudah memprediksi dan sekaligus memberi
solusi cerdas formula ampuh yang mampu menyelesaikan permasalahan realistis yang terjadi di era
modern sekarang ini. Beberapa permasalahan modern yang mencuat adalah sebagai berikut.

a.Gersang dari Spiritualitas

Al-Qur’an tidak menyuruh manusia untuk memusuhi dunia, tidak pula menghabiskan waktu semata-
mata hanya untuk ritus ibadah saja kepada Allah. Al-Qur’an juga tidak ambisius pada pencapaian dunia
secara total dan penumpukan material harta sebanyak-banyaknya dan lupa pada Tuhannya. Namun,
keunikan Al-Qur’an adalah terletak pada keseimbangan dan keadilan dalam segala hal, antara akal dan
hati, antara dunia dan akhirat, serta antara menerima dan memberi.

Sederhananya Al-Qur’an berpesan kepada manusia untuk hidup proporsional, perhatikanlah kebutuhan
rohani dan materi. Sebagaimana dalam Q.S. 57:27, 22:46, 91:7-10, 89:27, 2:138, 30:17-18, 32:35, 3:190-
191, 50:6-11 dan masih banyak ayat Al-Qur’an yang memberikan pengingatan kepada manusia modern
akan hal ini.

Motodologi ilmu pengetahuan empirisme yang telah menggeser sedikit demi sedikit terhadap
pemahaman metafisik, bahkan menurunkan agama dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga dengan ini
manusia meninggalkan aturan dan kepercayaan terhadap Tuhan, padahal di sisi lain sebagaimana yang
telah dijelaskan sebelumnya, bahwa manusia bukanlah makhluk material semata, namun juga makhluk
ruh dan jasad.

b.Pola Hidup Konsumtif

Qarun yang diceritakan dalam Al-Qur’an mengingatkan manusia akan sosok makhluk penuh gelimang
harta, namun sayangnya memiliki paradigma yang salah dalam kehidupan dunia, ia mengira dunia tidak
lain penumpukan harta dan tidak ada kaitannya dengan kekuasaan Tuhan (Q.S. 88: 81).
Al-Qur’an memperbolehkan manusia untuk bersenang-senang, namun harus sesuai dengan
kebutuhannya, baik makan-minum, berpakaian, tempat tinggal dan lain sebagainya, dengan catatan
tidak berlebih-lebihan dan tidak kikir (Q.S. 7: 31-32 dan ayat 157, 23:51, 2: 172).

Disamping lain Al-Qur’an juga menuntut manusia untuk bekerja keras dalam hidup dan memberi
peringatan kepada orang-orang pemalas (Q.S. 67: 15). Termasuk banyak ibadah dalam Al-Qur’an yang
memerlukan harta benda (Q.S. 22:27-28). Dari sini jelaslah sudah bahwa Al-Qur’an memberikan para
digma yang bertolak belakang dengan pengaruh modernism berupa ekspoloitasi dan mengurah alam
besar basaran, tampa mengindahkan penghematan dan asas standat kebutuhan. Al-Qur’an melarang
membelanjakan harta yang semata-mata untuk kesenangan sehingga manusia benar-benar tergiur dan
keranjingan untuk menguasai dan menumpuk harta karena adanya anggapan harta bisa mewujudkan
segalanya (Q.S. 3:14, 57:20).

c.Weternisasi

Al-Qur’an merupakan kebutuhan pokok dalam mengatur komunikasi manusia, yaitu komunikasi dengan
Tuhannya, diri sendiri dan masyarakat. Sebuah masyarakat bahkan individu memiliki budaya dan tradisi
masing-masing, setiap satu sama lain terdapat persamaan dan perbedaannya. Fungsi keberadaan Al-
Qur’an salah satu diantaranya adalah menyusun konsep tentang keneragaran, pedoman berperilaku yang
luhur, dan aturan moral mayarakat, yang kesemuanya itu dalam rangka merealisasikan kebenaran.

Oleh karena itu maka Al-Qur’an mengharapkan kepada setiap mukmin memiliki kepribadian yang
menomor satukan kepentingan ketaatan kepada Tuhan dan mengutamakan kepentingan umum (Q.S.
50:13-14). Semua bentuk pengaruh budaya luar yang bisa memberikan kerusakan dan tidak sejalan
terhadap nilai kebanaran Tuhan hendaklah dijauhkan, hanya dengan cara demikianlah dunia ini mampu
mempertahankan nilai kebenaran dan tidak tercabik dengan arus moderniasi global yang terkadang
memiliki pengaruh membahayakan (Q.S. 28:77).

d.Kesenjangan Sosial dan Sikap Individualistic

Keberadaan Al-Qur’an di muka bumi ini bukan hanya untuk kaum muslimin semata, namun nilai
pengaruhnya untuk segenap alam semesta (Q.S. 27:76-77, 21:107, 17:9). Kesemua manusia dihadapan
Al-Qur’an dalah sama-sama berhak untuk mendapatkan pelayanan perbuatan kebaikan. Kebaikan yang
menyeluruh dalam konsep Al-Qur’an akan bisa diterapkan dengan menghilangkan sifat “keakuan”
(egoistis) hingga selalu mencapai kebahagiaan bagi segenap umat manusia (Q.S. 49:13). Dengan
mendekatkan diri pada prinsip-prinsip Al-Qur’an manusia akan berada pada jalur rel yang aman, nyaman,
saling tolong–menolong dan mencapai kesejahteraan antar sesama.

e.Kriminalitas

Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah merupakan sumber hukum yang mampu membentuk stabilitas
kemanan (Q.S 26:192), bahkan menginspirasi untuk terbentuknya undang-undang beberapa Negara di
belahan dunia. Dalam hukum perundang-undangan yang ada di dalam Al-Qur’an meletakkan asas hukum
pada prinsip keadilan, dan tidak mentolerir segala bentuk tindak kriminalitas (Q.S. 16:90, 3:159, 42:38,
49:13).

Al-Qur’an juga menjelaskan hubungan antar sesama manusia muslim dan non muslim agar selalu
menekankan terwujudnya perdamaian (Q.S. 2:109, 8:61,60:8-9 dan 16:91). Bagaimana guna
mewujudkan kedamaian tersebut sudah terangkum dalam syariat Islam amplikatif.[34] Tidak heran kalau
dalam ibadah haruslah memiliki pengaruh dalam membentuk kesolehan social, sebagaimana solat
mencegah dari perbuatan keji dan munkar, puasa dalam menciptakan kepedulian membantu orang
miskin, dan lain sebagainya. Yang pada puncaknya kesempurnaan manusia tertinggi adalah yang paling
banyak memberikan manfaat bagi orang lain, dan dalam itulah Rasulullah diutus untuk
menyempurnakan akhlak, hingga bentuk kriminalitas yang ada di muka bumi ini sirna dengan adanya
kebaikan antar sesama manusia, itu bisa di wujudkan hanya dengan membumikan Al-Qur’an.

Berdasarkan dari Al-Qur’an sendiri yang berbicara, ia mendukung terhadap kemajuan modernitas dan
sekaligus memberikan solusi dari perluang kerusakan yang mamungkinkan muncul akibat modernitas
tersebut. Al-Quran mengingatkan dan menekanan bahwasannya pada tingkat tertentu manusia
senantiasa terancam oleh resiko dari setiap apapun yang ia lakukan tidak terkecuali modernisasi. Al-
Quran hadir sebagai ide modernisasi dan solusi modernitas, hingga pada akhirnya inilah Al-Qur’an untuk
manusia abad 21.

VIII.PENUTUP
Tentu saja, goresan tinta ini masih belum selesai untuk membahas al-Qur’an dan manusia era modern
abad 21. Perlu banyak usaha dalam rangka mengembalikan stamina kaum Muslimin kembali memimpin
peradaban terdepan, mengembalikan sejarah emas yang lalu, hingga dunia tahu bahwa Islam dengan al-
Qurannya bukanlah hanya omong kosong. Memang tidaklah mudah untuk menjawab apakah Islam dan
kaum Muslim dengan Al-Quran dalam genggamannya akan ikut serta dalam kereta kemajuan
modernisasi yang telah dikembangkan di Barat. Itu tergantung pada penganut Islamnya sendiri.

Butuh kerja keras dari semua komponen, keterlibatan segenap disiplin ilmu pengetahuan yang
kesemuanya harus bertumpu pada al-Quran. Eropa Barat maju karena mereka meniggalkan agamanya,
namun tidak dengan kaum Muslimin, ia akan maju dengan mendekati Agamanya. Agama Islam yang
ternyata sangat relevan dengan kemajuan jaman, bahkan lebih dari itu, dengan Kitab Sucinya merupakan
rumusan kunci dari Sains dan Teknologi yang ada. Kitab suci yang datang dari Tuhan yang benar tidak
akan besebrangan dengan rumusan teori alam yang diciptakan Tuhan, itulah al-Quran.

Kalau Muslimin sudah berpartisipasi dalam kemajuan peradaban dunia, maka secara otomatis
konsekwensi logis citra Barat terhadap Islam akan membaik. Peran dan tawaran solusi Al-Qur’an guna
menciptakan tatanan nilai kehidupan ideal sebagaimana yang sering didengung-dengungkan haruslah
terealisasikan, baik implementasi ajaran hidup dan konsep-konsep Al-Qur’an yang menjawab tantangan
Barat dan Modernisasi. Sederhananya adalah aturan langit harus dibumikan. Kalau hanya teori tidak
terbukti secara empiris makan dunia abad 21 mempertanyakan dan meragu-ragukan kebenarannya.
Walaupun Al-Qur’an memiliki relevansi dengan etika global dan memberi inspirasi ilmu pengetahuan,
tampa bukti akan menjadi kelemahan fatal.

Islam sebagai rahmatan lil’alamin, dan al-Quran sebagai hudan linnas. Dunia harus mengetahui bahwa
Islam dengan Al-Qur’annya tidak seperti yang Barat kira dan tidak seperti Kristen sangkakan sebagai
agama teroris dan lain sebagainya. Justru kebalikannya. Islam memiliki relevansi kuat dalam memajukan
nilai modernitas dan sekaligus mampu memberi solusi yang mengancam modernisasi. Inilah Al-Qur’an
solusi untuk manusia abat 21.

DARTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Terjemahannya,Yogyakarta: UII Press, 1989.


Al-Aqqad, Abbas Mahmud, Manusia Diungkap al-Quran, terj., Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993.

Al-Attas, Naqib, Syed Muhammad, Konsep Pendidikan Islam: Suatu Rangka Pikir Pembinaan Filsafat
Pendidikan Islam, Bandung: Mizan, 1990.

Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad, Ihya’ Ulum al-Diin, juz I, Beirut: Daar al-Fikr, t.t.

Anshari, Endang Syaifuddin, Ilmu Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina Ilmu, 1993.

Anwar, Wajiz. Islam dan Modernisasi, Yogyakarta: Sumbangsih, 1980.

Asy’arie, Musya, Manusia Membentuk Kebudayaan dalam al-Quran, Yogyakarta: LESFI, 1992.

Baiquni, Achmad, Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan Alam, Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 1997.

Dasuki, Hafidz, Ensiklopedi Islam, jilid I, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993.

Johnson, Doyle Paul, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj., Robert M.Z. Lawang, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1994.

Ja’far, Muhammad, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1982.

Jamal al-Diin Muhammad Ibn Mukram, Lisan al-‘Arab, jilid 9, Beirud: Daar Shaadir, t.t.

Kung, Hans, Global Responsibility: In Search of a New World Ethic, London: SCM Press, 1990.
Lucas, Henry S. Sejarah Peradaban Barat Abad Pertengahan, terj. Sugiharjo S dan Budiman, Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1993.

Majid, Nurcholish. Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan, 1987).

Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kaijan Filosofik dan Kerangka Dasar
Operasionalisasinya, Bandung: Trigenda Karya, 1993.

Machasin, Menyelami Kebebasan Manusia, Telaah Kritis terhadap Konsep Al-Quran, Yoguakarta: INHIS,
1996.

Nash, Sayyed Husein, Ideal and Realities of Islam, London: George Allen and Unwin, 1972.

Nasution, Harun, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta: UI Press, 1986.

Poedjawijatna, LR. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat, Jakarta: Pembangunan, 1980.

Ramadan, Tariq. Menjadi Modern Bersama Islam, Jakarta: 2003.

Rahman, Fazlur, Metode dan Alternative Neo Modernisme Islam, terj. Taufik Adnan Amal, Bandung:
Mizan, 1992.

Ridha, Muhammad Rasyid, Tafsir al-Manar, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1999.

Terjemahan Tafsir al-Maraghi, juz I, h. 16.


Sadily, Hasan, Ensiklopedi Indonesia, jilid 5, Jakarta: Ichtiar Baru, t.t.

Shihab, Muhammad Queaish, Membumikan Al-Quran, Bandung: Mizan, 1990.

______, Mukjizat Al-Quran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib,
Bandung: Mizan, 1997.

Safrudin, Irfan, Kritik Terhadap Modernisme, Jakarta: Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2005.

Rachman, Budhy Munawar, Kontekstualisasi Dokrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Paramadian, 1994.

Anda mungkin juga menyukai