Anda di halaman 1dari 8

TUGAS DASAR PEMILIHAN BAHAN KONSTRUKSI DALAM

INDUSTRI KIMIA

Disusun Oleh :
Kelompok 8
Siti Munawaroh NIM. 1814001
Nur ‘Irni Nahri Sakinah NIM. 1814010
Ridho Amalia NIM. 1814020
Viktor Manuel Subagio NIM. 1814031
Isodaras Rima Ruku Ramba NIM. 1814035

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
2019
DASAR PEMILIHAN BAHAN KONSTRUKSI DALAM INDUSTRI KIMIA
Dalam pemilihan suatu material, kita harus memperhatikan karakter yang
dimiliki oleh material tersebut, selain itu bergantung juga dengan dengan keadaan
lingkungan di area tersebut. Untuk memilih suatu material dapat dilakukan dengan
memperhatikan hal—hal berikut ini, antara lain:
1. Material properties (Materi dari bahan)
2. Thermal properties (Sifat termal bahan)
3. Corrosion resistance (Daya tahan korosi)
4. Electrical resistance (Hambatan listrik)
5. Ease of fabrication (Kemudahan dalam fabrikasi)
6. Cost (Biaya)
7. Availability in standard size (Terdapat standar ukuran)
8. Contamination (Pencemar)
9. Recycle (Daur ulang)
Berbagai macam sifat bahan diatas merupakan sifat bahan secara teknik yang
bisa di pertimbangkan dalam proses pemilihan bahan. Sifat-sifat itu bisa
dikelompokkan menjadi sifat secara fisik, mekanik, kimia dan lain sebagainya. Sifat
mekanik suatu bahan adalah sifat yang paling penting dalam pemilihan bahan,
karena sifat mekanik adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima beban, gaya
atau energi tanpa menimbulkan kerusakan dan kecacatan pada bahan tersebut.
Beberapa sifat mekanik antara lain:
a. Kekuatan (Strength), adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima tegangan
tanpa menyebabkan bahan menjadi patah. Terdapat beberapa macam kekuatan
yang dimiliki suatu bahan, tergantung pada jenis beban yang bekerja atau
mengenainya. Contohnya kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan,
kekuatan torsi, dan kekuatan lengkung.
b. Kekerasan (Hardness), merupakan kemampuan yang dimilki suatu bahan untuk
bisa tahan terhadap penggoresan, pengikisan (abrasi), identasi atau penetrasi.
Kekerasan juga mempunyai korelasi dengan kekuatan.
c. Kekenyalan (Elasticity), menyatakan kemampuan suatu bahan untuk dapat
menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang
permanen setelah tegangan dihilangkan. Jika suatu benda mengalai tegangan
maka akan mengalami perubahan bentuk. Apabila tegangan yang bekerja
besarnya tidak melewati batas tertentu maka perubahan bentuk yang terjadi
hanya bersifat sementara, perubahan bentuk tersebut akan hilang bersama dengan
hilangnya tegangan yang diberikan. Akan tetapi apabila tegangan yang bekerja
telah melewati batas kemampuannya, maka sebagian dari perubahan bentuk
tersebut akan tetap ada walaupun tegangan yang diberikan telah dihilangkan.
Kekenyalan juga menyatakan seberapa banyak perubahan bentuk elastis yang
dapat terjadi sebelum perubahan bentuk yang permanen mulai terjadi, atau
kekenyalan adalah kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk dan ukuran
semula setelah menerima beban yang menimbulkan deformasi.
d. Kekakuan (Stiffness), adalah kemampuan bahan untuk menerima tegangan atau
beban tanpa terjadinya perubahan bentuk (deformasi) atau defleksi. Dalam
beberapa hal kekakuan ini lebih penting daripada kekuatan.
e. Plastisitas (Plasticity) merupakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah
deformasi plastik (permanen) tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat
ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai macam
pembentukan seperti Forging, Rolling, Extruding dan lain sebagainya. Plastisitas
juga sering disebut sebagai keuletan (Ductility). Bahan yang dapat mengalami
deformasi plastik cukup besar dikatakan sebagai bahan yang memiliki keuletan
tinggi, bahan yang ulet (Ductile). Sebaliknya jika bahan tidak menunjukkan
terjadinya deformasi plastik dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan
rendah.
f. Ketangguhan (Toughness), adalah kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah
energi tanpa mengakibatkan kerusakan atau sebagai ukuran banyaknya energi
yang diperlukan untuk mematahkan suatu benda kerja, pada suatu kondisi
tertentu. Sifat ini dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga sifat ini sulit diukur.
g. Kelelahan (Fatigue), merupakan kecendrungan dari logam untuk patah bila
menerima tegangan berulang – ulang yang besarnya jauh dibawah batas kekuatan
elastiknya. Sebagian besar dari kerusakan yang terjadi pada komponen mesin
disebabkan oleh kelelahan ini. Oleh sebab itu, kelelahan merupakan sifat yang
sangat penting, tetapi sifat ini juga sulit diukur karena sangat banyak faktor yang
mempengaruhinya.
h. Creep adalah kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi plastik
yang besarnya berubah sesuai dengan fungsi waktu, pada saat bahan atau
komponen menerima beban yang besarnya relatif tetap.
Secara umum bahan metal yang digunakan pada industri dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu Ferrous dan nonferrous. Ferrous metal didefinisikan sebagai bahan
yang mengandung sedikitnya 50 % besi ( iron). Ferrous alloy. Alasan mengapa
bahan ini sering digunakan adalah karena biayanya bahan ini relatif lebih murah, dan
memiliki kemampuan kerja yang baik. Ferrous alloy dapat dibagi lagi menjadi 4
bagian yaitu : Cast Iron, Carbon Steels, Low-Alloy Steels dan Stainless Steels.
- Cast Iron. Cast iron adalah alloy yang memiliki kadar carbon lebih dari 1.5 %.
Terdapat 4 jenis dari Cast iron yaitu : gray, white, ductile iron dan wrought
iron.
- Gray cast iron. Gray cast iron merupakan cast iron yang umum digunakan dan
paling murah diantara yang lainnnya, Mudah dibentuk, memiliki tensile streght
yang rendah yaitu dari 155 – 400 N/mm2. Digunakan untuk peralatan –
peralatan yang memerlukan vibration dampening dan wear resistance. Warna
keabu-abuan disebabkan oleh kandungan graphite yang tersebar pada massa
nya. Material ini tidak digunakan untuk proses – proses yang beroperasi pada
tekanan tinggi.
- White Cast Iron. Memiliki kandungan silikon yang lebih rendah dari gray cast
iron. Tidak terdapat partikel graphite pada mikrosturkturnya, apabila carbon
dalam cast iron tersebut dikombinasikan dengan iron akan membentuk iron
carbide (Fe3C ). Metal ini sangat abbrasive dan brittle, karena sifat – sifat ini
bahan ini tidak disarankan penggunaannya untuk aplikasi Pressure –Vessel,
namun begitu dapat digunakan untuk grinding balls, casing pompa slurry dan
roda mobil.
- Ductile cast iron. Memiliki unsur yang sama dengan gray cast iron, tetapi beda
dalam pembuatannya. Digunakan untuk high strenght pipe, bodi valve, casing
pompa, casing kompressor , crankshaft (poros mesin).
- Wrought iron. Pada dasarnya merupakan besi murni ( pure iron ) dengan
kandungan carbon yang rendah serta sedikit kandungan slag dalam bentuk iron
silicate. Slag yang terkandung memberikan daya shock yang baik, vibrasi serta
tahan terhadap korosi. Umumnya digunakan untuk pipa air, dan engine bolt.
Silicon iron. Memilik kandungan silikon yang tinggi, kira – kira sekitar 15 %
yang disebut juga dengan silicon iron. Terdapat dua jenis umum dengan nama
dagang Duriron dan Durichlor. Durichlor mengandung molybdenum digunakan
untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi. Keduanya digunakan untuk
aplikasi yang tahan terhadap korosi dan oksidasi. Direkomendasikan agar
bahan ini digunakan kondisi tekanan operasi dibawah 50 psig. Carbon Steel.
Perbedaan antara carbon steel dengan cast iron adalah persentase kandungan
carbon. Pada carbon steel kandungan carbon kurang dari 1.5 %.
Material ini mudah difabrikasi dan memiliki streght yang lebih baik dari
pada cast iron. Tergantung dari jenis treatment panas serta alloy yang digunakan,
bahan ini bisa dibuat dengan berbagai derajat atau tingkatan hardness dan ductility,
dan dengan beberapa tambahan membuat bahan ini lebih mudah disambung (Weld)
dari pada cast iron. Dengan sifat – sifat seperti ini ditambah lagi dengan
ketersediaannya dalam jumlah banyak , membuat carbon steel menjadi pilihan
pertama untuk konstruksi peralatan. Salah satu kelemahan utamanya adalah
ketahanan terhadap korosi. Low alloy steel.
Bahan ini memiliki kandungan chromium dalam jumlah yang kecil. Bahan
ini menggantikan penggunaan carbon steel pada industri perminyakan karena
beberapa peralatan mengalami proses korosi ketika mengolah minyak mentah
dengan kandungan sulfur yang tinggi. Diketahui bahwa dengan adanya chromium
dapat menghambat pembentukan iron sulfide. Penambahan chromium juga diketahui
dapat meningkatkan strenght material pada temperature tinggi. Perbedaan mendasar
antara carbon steel dengan low alloy steel adalah jumlah kandungan chromium.
Carbon steel memilik kandungan chromium kurang dari 4% sedangkan Low alloy
steel kandungan chromium antara 4 & 9%. Stainless steel. Steel dengan kandungan
chromium sekitar 12% atau lebih disebut sebagai stainless steel. terdapat 3 jenis
bahan ini yaitu : ferritic, austenic dan martensitic stainless steel. Ferritic stainless
steel. Memiliki kadar karbon sebesar 0.2 % atau kurang dan kadar chromium antara
11 – 18 %. Material ini tahan terhadap korosi dari pada Martensistic steel serta
cocok digunakan untuk fluida dengan tingkat oksidasi keasaman tinggi seperti asam
nitrat. Bahan ini memiliki tensile serta impact strenght yang rendah
a. Martensitic steel. Memiliki kadar chromium antara 12 – 18% dan kadar carbon
hingga mencapai 1.2 %. Dari sisi strenght dan hardnability lebih baik dari pada
ferriticm stainless steel. Dengan kadar chromium yang rendah bahan ini tahan
terhadap air, steam dan bahan – bahan yang bersifat korosi tingkat menengah
( moderate ) lainnya.
b. Austenitic Stainless steel. bahan ini lebih komplek dari yang lainnya karena
terdapat tambahan nickel sebesar 3.2 hingga 22 % . Material ini memiliki tingkat
tensile strenght yang tinggi, ductility dan lebih tahan terhadap korosi bila
dibandingkan dengan material stainless steel lainnya pada range temperature yang
sangat lebar.
Daya tahan korosinya terhadap bahan & dash; bahan sulfur serta asam –
asam organik lebih baik dari pada carbon steel, low alloy steel bahkan terhadap
ferritic dan martensitic stainless steel. Walaupun tahan terhadap korosi yang sangat
baik hingga pada temperature 650 F ke atas, pengalaman memperlihatkan bahwa
material ini memiliki permasalahan terhadap stress corrosion cracking pada
temperature yang sangat tinggi dan dengan pH yang tinggi (8 atau keatas) seperti
pada proses –proses high pressure boiler feedwater system (sistem umpan boiler
bertekanan tinggi) dan nuclear steam generator (pembangkit steam tenanga nuklir ).
Non Ferrous Alloy, pemilihan bahan jenis ini dimungkinkan apabila material
ferrous alloy tidak cocok dengan aplikasi yang dikehendaki. Bahan nonferrous alloy
ini secara umum lebih mahal serta sulit untuk di sambung ( weld ). Non Ferrous
Alloy biasanya digunakan karena memiliki ketahanan yang sangat baik terhadap
korosi bila dibandingkan dengan ferrous alloy. Aluminium adalah bahan dengan
tingkat keuletan (ductility) yang baik, bahan ini juga memiliki rasio high strenght -
berat yang tinggi serta nonmagnetic, memiliki konduktivitas termal dan elektrik
yang baik, beberapa alloy aluminium sulit untuk di sambung dengan cara pengelasan
(weld) dan sementara yang lainnya bahkan tidak bisa disambung (weld). Beberapa
komponen lain ditambahkan ke aluminium untuk memberikan sifat – sifat mekanikal
yang lebih baik lagi (memperbaiki sifat bahan) , komponen tambahan tersebut dapat
berupa iron, manganese, silicon, copper, magnesium, dan zinc.
Aluminium digunakan untuk aplikasi : transportasi, penyimpanan dengan
faktor tingkat kemurnian tinggi untuk berbagai jenis larutan organik, asam nitrat ,
dan larutan encer dengan pH antar 4.5 – 8.5. Material ini tidak digunakan untuk
menangani alkohol , organic halides, anhydrous organis acid, mercury, garam –
garam logam berat dan steam. Material ini juga dapat digunakan untuk
kondisi cryogenic
DAFTAR PUSTAKA

http://namikazewand.blogspot.com/2016/06/dasar-dasar-pemilihan-bahan-konstruksi.html

Anda mungkin juga menyukai