Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan sarana yang digunakan manusia untuk


berkomunikasi. Sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki peran sebagai
penyampai pesan antara manusia satu dengan lainnya. Kridalaksana
(1993:21) berpendapat bahwa, “Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang
arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota masyarakat untuk bekerjasama,
berinteraksi dan mengidentifikasikan diri”. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia
pasti menggunakan bahasa untuk berinteraksi satu sama lain.

Dalam kegiatan berbahasa, manusia sebagai pengguna bahasa harus dapat


menguasai empat keterampilan berbahasa yang selama ini kita kenal sebagai catur
tunggal,yaitu: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Penguasaan atas empat keterampilan berbahasa tersebut akan mendorong
keberhasilan komunikasi yang dilakukan baik itu secara lisan ataupun tulisan.
Dalam hal ini keterampilan berbicara menjadi sesuatu yang penting karena aspek
berbicaralah yang pertama dikuasai manusia sebagai sarana pengungkapan
perasaan, gagasan, atau ide. Dalam kehidupan sehari-hari pun aspek berbicara
merupakan salah satu aspek yang paling sering digunakan manusia untuk
berinteraksi dengan manusia yang lainnya.

Dalam berbahasa, manusia perlu memperhatikan adanya kesantunan ketika


berkomunikasi dengan manusia lainnya. Hal itu bertujuan agar manusia bisa
menggunakan bahasa yang satun dan tidak melakukan penyimpangan dalam
berbahasa. Sebuah tuturan dikatakan santun atau tidak, sangat tergantung pada
ukuran kesantunan masyarakat penutur bahasa yang dipakai. Tuturan dalam
bahasa Indonesia secara umum sudah dianggap santun jika penutur menggunakan
kata-kata yang santun, tuturannya tidak mengandung ejekan secara langsung,

Page | 1
tidak memerintah secara langsung serta menghormati orang lain. Oleh karena
itu, kesantunan berbahasa ini perlu dikaji guna mengetahui seberapa
banyakpenyimpangan kesantunan berbahasa pada manusia ketika berkomunikasi
dengan manusia lainnya.

Salah satu cara peningkatan keterampilan berbicara yaitu kegiatan diskusi.


Kegiatan berdiskusi merupakan suatu upaya untuk mengungkapkan gagasan, ide,
dan pendapat mengenai suatu masalah yang menjadi topik diskusi. Diskusi
biasanya dilakukan oleh suatu kelompok sehingga kita sering mendengar istilah
kelompok diskusi. Darmastuti(2006: 73) menyatakan bahwa, “Kelompok diskusi
merupakan suatu kelompok yang terjadi dari sejumlah orang yang berkumpul
untuk saling bertukar pikiran”. Oleh karena itu, dalam pembelajaran sering
digunakan metode diskusi sebagi upaya dalam pencapaian tujuan pembelajaran
dan peningkatan keterampilan berbicara siswa.

Dalam kegiatan pembelajaran yang menggunakan metode diskusi terkadang


muncul penggunaan-penggunaan tuturan yang kurang santun pada siswa dalam
mengemukakan pendapatnya. Oleh sebab itu, dalam kegiatan pembelajaran
diperlukan materi cara berdiskusi yang santun dan pilihan kata yang tepat ketika
berbicara terhadap orang lain.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan bahasa?
2. Apa yang dimaksud dengan kesantunan berbahasa?
3. Apa yang dimaksud dengan diskusi?
4. Apa saja yang merupakan prinsip-prinsip kesantunan berbahasa dalam diskusi?
5. Bagaimanakah contoh dari prinsip-prinsip kesantunan berbahasa dalam
diskusi?

Page | 2
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut maka adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian dari bahasa
2. Mengetahui pengertian dari kesantunan berbahasa
3. Mengetahui pengertian diskusi
4. Mengetahui prinsip-prinsip kesantunan berbahsa dalam berdiskusi
5. Mengtahui contoh-contoh prinsip kesantunan berbahasa dalam berdiskusi

Page | 3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

2.1.1 Bahasa

Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk


berkomunikasi. Sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki peran sebagai
penyampai pesan antara manusia satu dengan lainnya.
Chaer (2011: 1) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang berupa
bunyi yang bersifat arbitrer dan dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk
bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.
Allan (dalam Wijana, 2010:41) mengemukakan bahwa berbahasa adalah
sebuah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial yang lain,
kegiatan berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya. Di
dalam berbicara penutur dan lawan tutur sama-sama menyadari bahwa ada
kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan
interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan penyimpangan terhadap
kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual itu. Kaidah-kaidah itu sendiri
diperlukan untuk mengatur penutur dan mitra tutur agar terjalin komunikasi yang
baik diantara keduanya. Kaidah- kaidah tersebut terlihat pada prinsip kesantunan
berbahasa yang dikemukakan oleh Leech (dalam Rusminto, 2009: 94). Prinsip
tersebut terbagi menjadi enam, yakni maksim kebijaksanaan, maksim
kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim
permufakatan, dan maksim simpati.

2.1.2 Kesantunan Berbahasa

Kesantunan berbahasa adalah cara menyampaikan ungkapan atau berbicara


dalam bertutur kata dengan halus, baik dan sopan dalam interaksi komunikasi
verbal. Kesantunan berbahasa dikenal dengan istilah etika berbahasa.

Page | 4
Kesantunan berbahasa tidak hanya menilai pembicaraan (tuturan) dari segi
kebahasaan saja melainkan juga dari segi rasa. Hendaknya tidak menyinggung
perasaan orang lain saat berbicara dan tidak menggunakan kata-kata yang kasar
karena hal ini bisa saja menimbulkan konflik dalam kehidupan.

Kesantunan berbahasa perlu diperhatikan ketika berkomunikasi dengan


manusia lainnya. Hal itu bertujuan agar manusia bisa menggunakan bahasa yang
santun dan tidak melakukan kesalahan dalam berbahasa. Begitu juga dalam
berdiskusi.

2.1.3 Diskusi

Secara etimologis kata diskusi berasal dari bahasa Latin discussio, discussi,
atau discussum yang berarti memeriksa, memperbincangkan, dan membahas.
Dalam bahasa Inggris, discussion berarti perundingan atau pembicaraan,
sedangkan dalam bahasa Indonesia, sebagai istilah, diskusi berarti proses bertukar
pikiran antara dua orang atau lebih tentang suatu masalah untuk mencapai tujuan
tertentu.

Parera (1988:183) menyatakan bahwa diskusi merupakan satu bentuk


pembicaraan secara teratur dan terarah. Oleh karena itu,dalam pembelajaran
sering digunakan metode diskusi sebagai upaya untuk pencapaian tujuan
pembelajaran dan peningkatan keterampilan berbicara siswa.

2.2 Etika Berbahasa dalam Berdiskusi yang Baik dan Benar

Dalam kegiatan pembelajaran yang menggunakan metode diskusi


terkadang masih muncul penggunaan bahasa-bahasa yang kurang santun oleh
siswa ketika mengemukakan pendapatnya. Saat berkomunikasi umumnya ada
yang memperhatikan aspek kesantunan berbahasa sebagai bagian dari prinsip
percakapan tetapi ada juga yang tidak. Pada saat para siswa melakukan
kegiatan berdiskusi dalam proses pembelajaran di kelas, beberapa di antaranya
ada yang tidak memperhatikan kesantunan dalam berbahasa. Misalnya, antara

Page | 5
kelompok penyaji dan penanggap kurang saling menghargai. Tuturan yang
dipakai terkadang berupa sindiran, ejekan, atau bantahan yang dapat
menyinggung perasaan orang lain.
Berikut adalah contoh tuturan yang tidak baik dalam diskusi :

1) Dengan sangat terpaksa , saya sependapat dengan gagasan Saudara bahwa demi
kemajuan koperasi kita ini, kita tidak perlu menggunakan pertimbangan-
pertimbangan yang didasarkan rasa tidak tega, atau pekewuh dalam menerapkan
aturan hutang piutang kepada seluruh anggota.

Penggunaan ungkapan dengan sangat terpaksa kurang santun karena ada unsur
memojokkan atau menekan seseorang.

2) Maaf Saudara moderator, kalau boleh saya bilang pendapat Saudara Tirto ini
sangat ngawur, sedikit pun tidak ada dasar yang masuk akal dalam menetapkan
aturan berkoperasi.

Penggunaan kata ngawur (bahasa jawa) tidak sopan karena ada unsur emosional,
menyinggung perasaan pada orang lain.
Berdasarkan contoh di atas maka diperlukan materi cara berdiskusi yang
santun dan pilihan kata yang tepat ketika berbicara kepada orang lain. Adapun
hal yang perlu diperhatikan saat berbahasa dalam berdiskusi adalah :
a) Menggunakan bahasa yang sopan ( hindarkan pemakaian kata emosional,
dapat menyinggung atau menyakiti perasaan, menekan atau memojokkan
orang).
b) Menggunakan bahasa yang baik dan benar.
c) Menggunakan kalimat efektif.
d) Mengatur kalimat dengan fokus pembicaran yang jelas.
e) Menggunakan kalimat penjelas secara proporsional tidak berlebihan.
f) Mengatur kalimat berkesinambugan yang logis (tidak berputar-putar).

Page | 6
Selain itu, diskusi yang baik juga harus dapat memperhatikan :
1. Tindak tutur
Searlee dalam Leech (1993 : 163) mengklasifikasikan tindak tutur sebagai
berikut:
 Asertif
Pada ilokusi ini penutur terikat pada kebenaran tuturan yang diujarkan.
Tuturan ilokusi ini misalnya, menyatakan, mengusulakan, membual,
mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan.
 Direktif
Ilokusi ini bertujuan untuk menghasilkan suatu efek berupatindakan yang
dilakukan petutur. Ilokusi ini misalnya, memesan, memerintah, memohon,
menuntut, memberi nasihat.
 Komisif
Pada ilokusi ini penutur terikat sedikit banyak pada suatu tindakan dimasa
depan. Ilokusi ini misalnya menjanjikan, menawarkan, berkaul.
 Ekspresif
Ekspresif ialah jenis tindak tutur yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur
ini mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa
pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan,
kesengsaraan.
 Deklarasi
Jika pelaksanaan ilokusi ini berhasil maka akan mengakibatkan adanya
kesesuaian antara isi tuturan dan kenyataan. Ilokusi ini misalnya,
mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama dan sebagainya.
2. Kaidah kesantunan
 Teori kesantunan Brown dan Levinson
Menurut Brown dan Levinson, teori kesantunan berbahasa berkisar atas nosi
muka. Brown dan Levinson dalam Chaer (2010 : 53-55) mengilustrasikan
semua strategi dalam kesantunan berbahasa dengan tuturan-tuturan di
bawah ini.

Page | 7
 Memperhatikan kesukaan, keinginan, dan kebutuhan pendengar.
 Melebihkan perhatian, persetujuan, dan simpati kepada pendengar.
 Mengintensifkan perhatian pendengar dengan pendramatisiran peristiwa
atau fakta.
 Menggunakan penanda identitas kelompok.
 Mencari persetujuan dengan topik yang umum atau mengulang sebagian
atau seluruh tuturan.
 Menghindari ketidaksetujuan dengan pura-pura setuju.
 Menunjukkan hal-hal yang dianggap mempunyai kesamaan melalui
basa-basi.
 Menggunakan lelucon.
 Menyatakan paham atas keinginan pendengar
 Menawarkan, berjanji.
 Bersikap optimis.
 Melibatkan penutur dan petutur dalam aktivitas.
 Memberi atau meminta alasan.
 Menyatakan hubungan secara timbal balik.
 Memberi hadiah kepada penutur.
 Kaidah kesantunan Leech
Kaidah kesantunan Leech dibagi menjadi beberapa maksim. Maksim sendiri
merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual, seperti : kaidah-
kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan
inteprestasi-inteprestasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya.
Selain itu maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan
prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Maksim-maksim tersebut
menganjurkan agar kita mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan
sopan dan menghindari ujaran yang tidak sopan. Begitu pula dalam
berdiskusi. Dalam berdiskusi tentu harus memperhatikan dan menggunakan
maksim agar bahasa yang dituturkan baik oleh penyaji ataupun peserta
diskusi lebih sopan dan santun. Berikut pembagian maksim menurut Leech.
 Maksim Kearifan (Tact Maxim)

Page | 8
Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin.
Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin.
 Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)
Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin.
Buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin
 Maksim Pujian (Approbation Maxim)
Kecamlah orang lain sesedikit mungkin.
Pujilah orang lain sebanyak mungkin.
 Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)
Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin.
Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin.
 Maksim Simpati (Sympathy Maxim)
Kurangilah rasa antipati antara diri dengan lain sekecil mungkin.
Tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan lain
 Maksim Pertimbangan (Consideration Maxim)
Minimalkan rasa tidak senang penutur.
Maksimalkan rasa senang penutur.
Berikut beberapa maksim-maksim yang terdapat dalam berdiskusi.
1. Maksim Kebijaksanaan
Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah
bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu
mengurangi keuntungan pada dirinya dan memaksimalkan keuntungan pihak
lain dalam kegiatan bertutur. Orang bertutur yang berpegang dan melaksanakan
maksim kebijaksanaan akan dapat dikatakan sebagai orang yang santun.
Maksim ini kebanyakan diungkapkan dengan tuturan impositif dan komisif.

Ujaran impositif adalah ujaran yang digunakan untuk menyatakan perintah


atau suruhan, sedangkan ujaran komisif adalah ujaran yng berfungsi untuk
menyatakan kesanggupan atau kesediaan penutur.
Contoh dari maksim kebijaksanaan :
Penyaji : Selamat pagi teman-teman

Page | 9
Peserta diskusi : (ramai)
Penyaji : Hallo teman-teman? Bisa dimulai?
Peserta diskusi: Iya dimulai wae hahaha...
Penyaji : Terimakasih atas waktu dan kesempatannya, kami harap
kalian memperhatikan ya, karena diskusi ini penting bagi
kita semua jadi mohon kerjasamanya ya, oh ya sebelumnya
kami dari kelompok 3 akan mempresentasikan hasil diskusi
kami....
Tutur yang dicontohkan di atas merupakan tutur komisif, yakni tindak tutur
yang dipahami penutur untuk meningkatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan
yang akan datang. Contoh diatas juga memenuhi prinsip kesantunan Leech
(1993 :168), khususnya maksim kebijaksanaan, yang terlihat dalam tuturan
“terima kasih atas waktu dan kesempatannya, disini kami dari kelompok tiga
akan mempresentasikan hasil diskusi kami”. Dengan menggunakan diksi yang
mencerminkan kesantunan “terimakasih atas waktu dan kesempatannya”,
penutur bermaksud untuk menghormati peserta diskusi yang dalam hal ini
sebagai mitra tutur yang telah datang untuk mengikuti diskusi kelas, walaupun
pada awalnya mitra tutur tidak meperhatikan penutur (penyaji).
2. Maksim Kedermawanan/Kemurahan Hati
Dengan Maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta
pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap
orang lain akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi
dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain yang artinya
membuat kerugian sebesar mungkin bagi dirinya dan kerugian sekecil mungkin
bagi pihak lain. Berbeda dengan maksim kebijaksanaan, maksim ini biasanya
dituturkan dengan ujaran ekspresif dan asertif. Ujaran ekspresif adalah ujaran
yang digunakan untuk menyatakansikap psikologis penutur terhadap suatu
keadaan sedangkan ujaran aserif adalah ujaran yang lazim digunakan
untukmenyatakan kebenaran tuturan yang diujarkan.
Contoh dari maksim kedermawanan :
Penyaji : Ya terimakasih, mungkin masih ada yang ingin ditanyakan?

Page | 10
Oh ya mbak silakan
Peserta diskusi: Saya cuma mau tanya apakah di makalah dicantumkan daftar
pustakanya? Soalnya kan di slide itu tidak ada dan seharusnya
kan harus tetap dicantumkan menurut saya, dan kalian
mengambil dari internet atau buku atau dari mana ya?
Terimakasih
Penyaji : oh iya maaf, kami lupa mencantumkan sumbernya, kami
mengambil dari internet dan juga buku tapi kami lupa
mencantumkan itu di slide, kalau di makalah ada kok
mbak dan ini kesalahan kami, terimakasih ya mbak sudah
mengingatkan
Contoh maksim diatas mengandung tindak tutur asertif yakni mengandung
ujaran yang lazim digunakan untuk menyatakan kebenaran tuturan yang
diujarkan. Tuturan diatas juga sesuai dengan prinsip kesantunan Leech (1993 :
210) yakni maksim kedermawanan yang terlihat dalam tuturan “oh iya maaf,
kami lupa mencantumkan sumbernya, kami mengambil dari internetdan juga
bukutapi kami lupa cantumkan itu di slide, kalau di makalah ada kok mbak dan
ini kesalahan kami, terimakasih ya mbak sudah mengingatkan” dengan
mengakui penyaji dan kelompoknya melakukan kesalahan dengan tidak
mencantumkan daftar pustaka di slidenya.
3. Maksim Pujian
Maksim pujian adalah maksim yang menuntut kesediaan penutur untuk selalu
memberikan pujian atas keberhasilan atau kelebihan mitra tutur.
Contoh dari maksim pujian:
Penyaji : Ya jadi seperti itu, apa sudah mengerti?
Peserta diskusi:Terimakasih atas penjelasan dari kelompok penyaji, saya rasa
penjelasannya sangat baik dan lengkap dan pertanyaan saya
sudah terjawab.

Contoh maksim diatas sudah mecerminkan strategi kesantunan dari Brown


dan Levinson dalam Chaer (2010 : 53-55), dimana penutur memberikan

Page | 11
perhatian dan simpati kepada apa yang telah dilakukan oleh mitra tutur, dengan
memberikan pujian atas jawaban yang diberikan dengan sangat baik dan
lengkap.
4. Maksim Kesepakatan
Maksim kesepakatan adalah maksim yang menuntut penutur untuk sebanyak
mungkin bersepakat dengan mitra tutur dan megurangi ketidaksepakatan.
Contoh dari maksim kesepakatan :
Penyaji : Sekian penjelasan dari saya, jadi antara pantomim dan drama
itu berbeda
Peserta diskusi 2 : Ada baiknya jika saya memperkenalkan diri terlebih dahulu.
Nama saya Daniel, saya sependapat dengan dengan
jawaban dari kelompok penyaji bahwa pantomim itu
berbeda dengan drama, namun perbedaan yang
signifikan itu di bagian mana ya?
Contoh dari maksim diatas sesuai dengan prinsip kesantuna Leech (1993:217)
khusunya maksim kesepakatan yakni membuat kesepakatan diri dan orang lain
sebanyak mungkin, terlihat dalam tuturan “saya sependapat dengan dengan
jawaban dari kelompok penyaji bahwa pantomime itu berbeda dengan drama,
namun perbedaan yang signifikan itu di bagian man ya?”, sebenarnya penutur
merasa tidak puas dengan jawaban mitra tutur, namun penutur mengawali tuturan
dengan mengatakan sependapat dan hal ini menjadikan tuturan tersebut enak
didengar dan terasa santun.
Selain contoh dari maksim-maksim diatas , berikut beberapa contoh dari
kalimat tanggapan yang baik dan benar.
1. Apa latar belakang yang dapat Anda ungkapkan tentang topik penelitian yang
Anda pilih?
2. Apakah sampel yang Anda gunakan dapat menggambarkan populasi yang
sebenarnya?
3. Jelaskan kerangka teoritis yang Anda gunakan sebagai pijakan dalam penelitian
tersebut!

Page | 12
4. Seharusnya, Anda hanya menyampaikan pokok-pokoknya saja dalam bentuk
skema!
5. Kami merasa instrumen yang Anda gunakan untuk mengumpulkan data kurang
lengkap.
6. Mengapa atau apa alasan Anda tidak menyantumkan daftar pustaka dalam
penelitian Anda?
7. Saya pikir, tujuan penelitian Anda kurang spesifik.
8. Kutipan yang Anda cantumkan seharusnya disertai dengan sumbernya.
9. Paparan Anda terlalu panjang lebar. Seharusnya Anda bisa menggunakan
kalimat yang lebih efektif, sehingga tidak lebih dari lima menit Anda
menyelesaikannya.
10. Latar belakang yang Anda tulis kurang tajam, sehingga belum menyentuh
substansi yang sebenarnya.
11. Saya setuju dengan apa yang Anda sampaikan.
12. Penjelasan yang Anda sampaikan sangat tepat sekali dengan apa yang terjadi
sekarang ini di masyarakat.
13. Ada baiknya jika Anda melengkapi paparan Anda dengan berbagai contoh
dari sudut pandang yang berbeda-beda.

Page | 13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam


berdiskusi terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan khusunya dalam hal
kesantunan berbahasa. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai
kesantunan berbahasa dalam berdiskusi yakni tindak tutur dan teori mengenai
kesantuan menurut Brown dan Levinson serta kaidah kesopanan menurut Leech.
Apabila dua hal tersebut sudah mampu terlaksana, maka akan memenuhi
kesantunan berbahasa dalam berdiskusi yang baik dan benar.

3.2 Saran

Sebaiknya kita sebagai seorang pelajar hendaknya menerapkan prinsip


kesantunan berbahasa yang baik dan benar dalam setiap diskusi yang
dilaksanakan agar terwujudnya diskusi yang baik, sopan, dan santun serta sesuai
dengan penggunaan Bahasa Indonesia yang benar.

Page | 14

Anda mungkin juga menyukai