Cidera Kepala (Fahmi Rizaldi & M.gibran)
Cidera Kepala (Fahmi Rizaldi & M.gibran)
“CIDERA KEPALA”
T. A 2019/ 2020
DAFTAR ISI
I
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas (Mansjoer, A. 2011).
Cidera kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat
mengakibatkan perubahan fisik intelektual, emosional, dan sosial. Trauma tenaga
dari luar yang mengakibatkan berkurang atau terganggunya status kesadaran dan
perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik dan emosional (Judha & Rahil,
2011).
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi-decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk di pengaruhi oleh
perubahan peningkatan dan percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Rendy, 2012)
B. INSIDEN
Angka kejadian pasti dari cedera kepala sulit ditentukan karena berbagai
faktor, misalnya sebagian kasus-kasus yang fatal tidak pernah sampai ke rumah
sakit, dilain pihak banyak kasus yang ringan tidak datang pada dokter kecuali
bila kemudian timbul komplikasi. Sebanyak 480.000 kasus per tahun
diperkirakan sebagai insiden cedera kepala yang nyata yang memerlukan
perawatan di rumah sakit. Cedera kepala paling banyak terjadi pada laki-laki
berumur antara 15-24 tahun, dimana angka kejadian cedera kepala pada lakilaki
(55,4%) lebih banyak dibandingkan perempuan, ini diakibatkan karena mobilitas
yang tinggi dikalangan usia produktif (Riskesdas, 2015).
1
2
C. ETIOLOGI
Penyebab cedera kepala terdiri dari kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh,
kecelakaan industri, serangan dan yang berhubungan dengan olah raga, trauma
akibat persalinan. Menurut Mansjoer (2011), cidera kepala penyebab sebagian
besar kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian
besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
D. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko yang dapat memicu terjadinya cedera kepala ringan adalah:
1. Bayi dan anak-anak berusia 0-4 tahun
2. Remaja dan orang dewasa muda, berumur antara 15 hingga 25
3. Orang dewasa dan lansia berumur 75 dan lebih
4. Pernah terjatuh
5. Mengikuti olahraga berisiko tinggi seperti sepak bola, hockey,
tinju, bela diri,dan lainnya
6. Berolahraga tanpa peralatan dan pengawasan yang memadai
7. Pernah mengalami kecelakaan kendaraan bermotor
8. Pernah ditabrak sepeda atau kendaraan bermotor
9. Tentara yang ikut berperang
10. Pernah menjadi korban kekerasan fisik
11. Pernah mengalami cedera kepala sebelumny (Judha dan Rahil
2011)
E. ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi
1. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skinatau kulit,
connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosisatau galea
aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan
pericranium Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii.
3
Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan
oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi
oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai
bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis,
fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang
otak dan serebelum .
2. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras,
terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium. Karena tidak melekat padaselaput arachnoid di bawahnya, maka
terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater
dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.
Selaput Arakhnoid
Selaput arachnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus
pandang.Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura
mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater
oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh
spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub
arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan
masuk kedalam sulci yang paling dalam.Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya.Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
4
3. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan)
terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan
serebellum. Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal
berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara.Lobus
parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang.Lobus temporal
mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam
proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi
retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan.Pada medula
oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam
fungsi koordinasi dan keseimbangan.
4. Cairan Serebrospinal (CSS)
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS
dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS
dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok
populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS
per hari.
5. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial
(terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial
(berisi fosa kranii posterior).
5
6. Vaskularisasi otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.Keempat
arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus
Willisi.Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang
sangat tipis dan tidak mempunyai katup.Vena tersebut keluar dari otak dan
bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.
Fisiologi
Menurut judha dan rahil (2011) otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh.
Jika otak sehat, maka akan mendorong kesehatan tubuh serta menunjang
kesehatan mental. Sebaliknya, apabila otak anda terganggu, maka kesehatan
tubuh dan mental anda bisa ikut terganggu. Seperti terlihat pada gambar di atas,
otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1 Cerebrum ( Otak Besar )
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan
nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak depan. Cerebrum merupakan bagian
otak yang membedakan manusia denganbinatang. Cerebrum membuat manusia
memiliki lesaian kemampuan berfikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran,
perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ
anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini. Cerebrum terbagi menjadi 4
(empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus
dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut suleus. Keempat lobus
tersebut masing-masing adalah: lobus frontal, lobus pariental, lobus occipital dan
lobus temporal (Judha & Rahil, 2011).
Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari
Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi
penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan
kempuan bahasa secara umum.
6
F. PATOFISIOLOGI
Cedera kepala atau trauma kapitis lebih sering terjadi daripada trauma tulang
belakang. Trauma dapat timbul akibat gaya mekanik maupun non mekanik.
Kepala dapat dipukul, ditampar, atau bahkan terkena sesuatu yang keras. Tempat
yang langsung terkena pukulan atau penyebab tersebut dinamakan dampak atau
impact. Pada impact dapat terjadi (1) indentasi, (2) fraktur linear, (3) fraktur
stelatum, (4) fraktur impresi, atau bahkan (5) hanya edema atauapapun tidak
terdapat pada penderita tersebut. Sedangkan kemungkinan lain yang terjadi
adalah penurunan kesadaran untuk waktu yang lama. Derajat kesadaran tersebut
ditentukan oleh integirtas diffuse ascending reticular system. Lintasan tersebut
bisa tidak berfungsi sementara tanpa mengalami kerusakan yang irreversibel.
Batang otak yang pada ujung rostral bersambung dengan medula spinalis mudah
terbentang dan teregang waktu kepala bergerak secara cepat dan mendadak.
8
Gerakan cepat dan mendadak itu disebut akselerasi. Peregangan menurut poros
batak otak ini dapat menimbulkan blokade reversibel pada lintasan retikularis
asendens difus, sehingga selama itu otak tidak mendapat input aferen, yang
berarti bahwa kesadaran menurun sampai derajat yang terendah (Mardjono &
Sidharta, 2010) perdarahan subkutan saja. Fraktur yang paling ringan ialah
fraktur linear. Jika gaya destruktifnya lebih kuat, dapat timbul fraktur stelatum
atau fraktur impresi (Mardjono & Sidharta, 2010). Selain hal-hal tersebut, saraf-
saraf otak dapat terkena oleh trauma kapitis karena (1) trauma langsung, (2)
hematom yang menekan pada saraf otak, (3) traksi terhadap saraf otak ketika
otak tergeser karena akselerasi, atau (4) kompresi serebral traumatik akut yang
secara sekunder menekan pada batang otak. Pada trauma kapitis dapat terjadi
komosio, yaitu pingsan sejenak dengan atau tanpa amnesia retrograd. Tanda-
tanda kelainan neurologic.
Trauma kapitis yang menimbulkan kelainan neurologik disebabkan oleh (1)
kontusio serebri, (2) laserasio serebri, (3) perdarahan subdural, (4) perdarahan
epidural, atau (5) perdarahan intraserebral. Lesi-lesi tersebut terjadi karena
berbagai gaya destruktif trauma. Pada mekanisme terjadinya trauma kapitis,
seperti telah disebutkan sebelumnya, terjadi gerakan cepat yang mendadak
(akselerasi). Selain itu, terdapat penghentian akselerasi secara mendadak
(deakselerasi). Pada waktu akselerasi berlangsung, terjadi akselerasi tengkorang
ke arah impact dan penggeseran otak ke arah yang berlawanan dengan arah
impact. Adanya akselerasi tersebut menimbulkan penggeseran otak serta
pengembangan gaya kompresi yang destruktif, yangakhirnya akan menimbulkan
terjadinya lesi kontusio. Lesi kontusio dapat berupa perdarahan pada permukaan
otak yang berbentuk titik-tik besar dan kecil tanpa kerusakan duramater. Lesi
kontusio di bawah impact disebut lesi kontusio coup, sedangkan lesi di seberang
impact disebut lesi kontusio countrecoup. Ada pula lesi intermediate, yaitu lesi
yang berada di antara lesi kontusio coup dan countrecoup (Mardjono & Sidharta,
2010).
9
G. WOC
Kecelekan
Cidera kepala
hipoksia
Perega Kompresi
ngan Akumulasi
ruang otak Bedres total cairan
pembul Perubahan
uh perfusi
darah jaringan
Brsihan
serebral
jalan
napas
Resti gangguan
tidak
integritas kulit
nyeri efektif
Gangguan
mobilitas fisik
10
H. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Judha (2011), tanda dan gejala dari cidera kepala antara lain: 1)Skull
Fracture Gejala yang didapatkan CSF atau cairan lain keluar dari telinga dan
hidung (othorrea, rhinorhea), darah dibelakang membran timphani, periobital
ecimos (brill haematoma), memar didaerah mastoid (battleign), perubahan
penglihatan, hilang pendengaran, hilang indra penciuman, pupil dilatasi,
berkurangnya gerakan mata, dan vertigo. 2)Concussion Tanda yang didapat
adalah menurunnya tingkat kesadaran kurang dari 5 menit, amnesia retrograde,
pusing, sakit kepala, mual dan muntah. Contusins dibagi menjadi 2 yaitu cerebral
contusion, brainsteam contusion. Tanda yang terdapat: a.Pernafasan mungkin
normal, hilang keseimbangan secara perlahan atau cepat. b.Pupil biasanya
mengecil, equal, dan reaktif jika kerusakan sampai batang otak bagian atas (saraf
kranial ke III) dapat menyebabkan keabnormalan pupil
I. KLASIFIKASI
Klasifikasi Cedera Kepala
PenentuanKeparahan Deskripsi
Minor/Ringan GCS 13 –15Sadar penuh, membuka mata bila
dipanggil. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau
amnesia tetapi kurang dari 30 menit dan disorientasi.
Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusia
cerebral, hematoma.
Sedang GCS 9 –12Kehilangan kesadaran, namun masih
menuruti perintah yang sederhana atau amnesia lebih
dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat
mengalami fraktur tengkorak.
Berat GCS 3 –8Kehilangan kesadaran dan atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam. Juga meliputi kontusio
serebral, laserasi atau hematoma intracranial. Dengan
11
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringanya gejala yang
muncul setelah cedera kepala. Ada berbagai klasifikasi yang dipakai dalam
penentuan derajat cedera kepala. Menurut Judha (2011), berdasarkan derajat
penurunan tingkat kesadaran serta ada tidaknya defisit neurologik fokal cidera
kepala dikelompokan
J. TEST DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa
gas darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan
trauma.
5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak
maupun thorak.
6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
8. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrakranial (Musliha, 2010).
12
K. PENANGANAN
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah
terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor
sistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak
(Tunner, 2010). Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada
pendertia cedera kepala (Turner, 2010).
Penatalaksanaan umum adalah:
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya:
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi
vasodilatasi.
c. Pemberian analgetika
d. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
e. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
f. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah
tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% ,
aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari
kemudian diberikana makanan lunak.
Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak
cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan
13
dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah,
makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung
nilai urea.
L. KOMPLIKASI
1. Gegar Otak
Gegar otak bisa memengaruhi fungsi otak seseorang, namun jarang menyebabkan
kerusakan permanen. Tapi sayangnya, gegar otak seringkali tidak disadari karena
sebagian besar orang yang mengalami cedera kepala masih tetap sadar. Seiring
berjalannya waktu, orang yang mengalami gegar otak akan mulai merasakan gejala-
gejala berupa kehilangan keseimbangan, perubahan emosi, migren, sampai amnesia.
Sebaiknya, segera periksakan diri ke dokter bila kamu mengalami gejala gegar otak
tersebut.
14
2. Epilepsi
Trauma kepala ringan yang tidak segera ditangani bisa berkembang menjadi semakin
parah dan berpotensi tinggi menyebabkan epilepsi. Gangguan pada sistem saraf pusat
(neurologis) ini ditandai dengan gejala berupa kejang sampai hilang kesadaran.
15
16
mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun
memelihara derajat kesehatan yang optimal (PPNI, 2016).
1. Sebagai pedoman dan acuan resmi bagi setiap fungsional kesehatan untuk
melakuka tindakan keperawatan dalam rangka memecahkan masalah yang
sedang dihadapi seorang pasien.
2. Sebagai alat untuk mengukur profesionalisme seorang tenaga fungsional
kesehatan ketika melakukan serangkan tindakan keperawatan terhadap
pasiennya.
3. Sebagai alat dalam menjamin kebebasan seorang pasien untuk mendapat
pelayanan yang sesuai kebutuhan dan keperluan dalam menyelesaikan
masalah yang sedang dihapainya.
No. Reg :
Dx. Medis :
Tanggal Masuk RS :
Tanggal pengkajian :
Identitas Penanggung jawab
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :
Hub. Dengan Pasien :
b. Riwayat Keperawatan
Keluhan Utama:
Keluhan utama pada pasien gangguan sistem saraf biasanya
akan terlihat bila sudah terjadi disfungsi neurologis, keluhan
yang didapatkan meliputi kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, konvulsi, sakit
kepala hebat, tingkat kesadaran menurun (GCS <15), akral
dingin dan ekspresi rasa takut
Riwayat penyakit sekarang:
Pada gangguan neurologis riwayat penyakit sekarang yang
mungkin didapatkan meliputi adanya riwayat jatuh, keluhan
mendadak lumpuh pada saat pasien sedang melakukan aktivitas,
keluhan pada gastrointestinal seperti mual muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar di samping gejala kelumpuhan separuh badan
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pengkajian riwayat penyakit dahulu diarahkan pada penyakit
penyakit yang dialami sebelumnya yang kemungkinan mempunyai
18
lain
5 Kebiasaan mandi 2x1 Kebiasaan mandi 2x1
D. Pola sehari sehari
kebersihan Mencuci rambut Mencuci rambut 1x3hari
1x3hari Membersihkan gigi dan
Membersihkan gigi mulut2x1 hari
dan mulut2x1 hari Mengganti
Mengganti pakaian1xsehari
pakaian1xsehari Membersihkan kaki dan
Membersihkan kaki kuku1x1 minggu
dan kuku1x1 minggu Kebersihan kulit dengan
Kebersihan kulit mandi saja
dengan mandi saja Cara membersihkan
Cara membersihkan dengan sabun dan
dengan sabun dan peralatan mandi
peralatan mandi
6 rekreasi Waktu luang seperti Klien mengatakan ia tida
sore hari atau hari bisa rekreasi lagi karena
minggu klien jalan dalam pengobatan dengan
bersama keluarga keadaan sakit
Klien mengatakan Tidak bisa kemana-mana
bahwa ia sangat klien tampak sedih
senang bisa berkreasi
bersam keluarga
Suka keluar bersama
keluarga ditempat
rekreasi seperti
taman kota
21
d. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung,
depresi dan impulsif.
- Kesadaran : Compos Menitis
- GCS : cidera kepala ringan/minor 13 –15
Cidera kepala sedang GCS 9 –12
Cidera kepala berat GCS 3 –8
- Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital pada cidera kepala akan berpengaruh pada ttv
Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : Adanya lesi
Palpasi : ada benjolan, ada nyeri tekan.
b) Wajah
Inspeksi : Simetris
Palpasi Tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan
c) Mata
Inspeksi : Alis mata simetris, distribusi alis rata, bulu
mata tidak simetris, distribusi bulu mata rata,
pergerakan bola mata normal, tidak ada secret
Tidak ada edema, konjungtiva ananemis,
Palpasi : kelopak mata simetris, pupil normal sclera
anikterik, tidak ada nyeri tekan.
d) Hidung
Inspeksi : Bentuk hidung simetris, tidak ada
penyumbatan pada ventilasi hidung, tidak ada
pernapasan cuping hidung, tidak ada
benjolan, warna membran mukosa normal,
tidak ada peradangan pada hidung, tidak ada
22
ada lesi.
Palpasi : Tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan pada
dada maupun mamae, tidak ada
pembengkakan pada ketiak.
Perkusi : Bunyi paru normal, suara resonan disemua
Auskultasi lapang dada.
: Bunyi jantung lub dub, suara napas normal.
i) Abdomen
Inspeksi : Simetris, countour normal, warna kulit
normal, tidak ada pembengkakan, tidak ada
lesi.
Auskultasi : Bising usus normal 5-30 kali/ menit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri lepas,
tidak ada kelainan pada abdomen, tidak ada
pembesaran hati.
Perkusi : Tidak dullnes
j) Esterimtas
atas
Inspeksi : ROM: bahu elevasi depresi normal, siku
fleksi ekstensi normal, lengan bawah supinasi
pronasi normal, pergelangan tangan ekstensi
hiperekstensi fleksirotasi normal, reflek bisep
dan trisep normal, kekuaran otot kanan 5,
kiri 5, jari lengkap, keadaan kulit normal,
tidak ada kelainan pada kuku.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, turgor kulit normal,
pengisian darah kapiler <3 detik
k) Ekstremitas ROM jari kaki (ekstensi fleksi normal), lutut
bawah (fleksi ekstensi depan dan belakang normal,
Inspeksi : pangkal paha (abduksi adduksi rotasi keluar
24
1. Analisa data
N Data Etiologi Masalah
o
1 DS: klien mengatakan kesulitan untuk spastisitas Gangguan
bergerak dan memerlukan bantuan kontraktur, mobilitas fisik
untuk bergarak kerusakan saraf
DO : motorik.
Kelemahan
Parestesia
Paralisis
Ketidakmampuan
Kerusakan koordinasi
Keterbatasan rentang
gerak
Penurunan kekuatan
otot
2 DS: keluarga mengatakan klien tidak kelemahan otot Gangguan
sadar untuk menguyah kebutuhan
DO: dan menelan. nutrisi
Klien menunjukan
25
ketidakadekuatan nutrisi
Terjadi penurunan BB 20 %
atau lebih dari berat badan
idea Konjungtiva anemis
Hemoglobin abnormal
Penurunan tingkat kesadaran
3 DS; klien / keluarga mengatakan Penurunan tingkat Resiko aspirasi
klien sulit menelan kesadaran
DO:
Batuk saat menelan
Dispnea
Delirium
Soporakoma
Koma
4 DS: keluarga mengatakan klien penurunan tingkat Resiko
gelisah kesadaran mencederai diri
DO: sendiri
Disorentasi waktu
Gelisah
Letargi
Stupor
CT-scan kepala menunjukan
adanya kerusakan
5 DS : klien/keluarga mengatakan peningkatan Ketidakefektifan
adanya kejang tekanan intracranial perfusi jaringan
DO : serebral
Perubahan tingkat kesadaran
Gangguan atau kehilangan
memori
26
Deficit sensori
Perubahan tanda vital
Perubahan pola istirahat
Retensi urine
Gangguan berkemih
Nyari akut atau kronik
Demam
Mual
Muntah
Bradikardi
Perubahan pupil (ukuran)
6 DS: klien mengatakan sulit bernafas ketidakseimbangan Gangguan
dan sesak nafas perfusi ventilasi pertukaran gas
DO: dan perubahan
Gangguan visual membrane
Penurunan karbon dioksida alveolar-kapiler
Takikardia
Tidak dapatistirahat
Somnolen
Irritabilitas
Hipoksia
Bingung
Dispnea
Perubahan warna kulit
(pucat,sianosis)
rekuensi dan irama
pernafasan abnormal
Sakit kepala saat bangun
tidur
27
2. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf
motorik.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi b/ d kelemahan otot untuk menguyah
dan menelan.
3. Resiko aspirasi yang b/ d penurunan tingkat kesadaran
4. Resiko mencederai diri sendiri b/ d trauma jatuh berhubungan
dengan penurunan tingkat kesadaran
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebralyang b/ d peningkatan
tekanan intracranial
6. Gangguan pertukaran gas yang b/ d ketidakseimbangan perfusi
ventilasi dan perubahan membrane alveolar-kapiler.
3. Intervensi
No. Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
DX Hasil
1 Pasien dapat melakukan - Periksa kembali - Mengidentifikasi
mobilitas fisik setelah kemampuan dan kerusakan secara
mendapat perawatan keadaan secara fungsional dan
dengan KH : fungsional pada mempengaruhi
- tidak adanya kerusakan yang pilihan intervensi
kontraktur, terjadi. yang akan
footdrop. - Pertahankan dilakukan.
- Ada peningkatan kesejajaran tubuh - Penggunaan sepatu
kekuatan dan fungsi secara fungsional, tenis hak tinggi
bagian tubuh yang seperti bokong, dapat membantu
sakit. kaki, tangan. mencegah footdrop,
- Mampu Pantau selama penggunaan bantal,
28
- Perdarahan subakut/
akut dapat terjadi
dan perlu intervensi
dan metode
alternatif pemberian
makan.
- Metode yang efektif
untuk memberikan
kebutuhan kalori.
Naikkan kepala
30-45 derajat
setelah makan
4 Setelah dilakukan Ubah posisi klien Klien dengan
intervensi keparawatan, secara bertahap paraplegia berisko
klien tidak menunjukan Jaga suasana mengalami luka tekan
peningkatan TIK . tenang (dekubitus).
Kriteia hasil: Atur posisi pasien Suasana nyaman akan
Klien akan bedrest memberikan rasa
mengatakan Kurangi cahaya nyaman pada klien
tidak sakit ruangan dan mengurangi
kepala dan Tinggikan kepala ketegangan.
merasa nyaman Hindari Bedrest bertujuan
Mencegah rangsangan oral mengurangi kerja
cedera Angkat kepala fisik,beban kerja
GCS dalam dengan hati-hati jantung.
batas normal Awasi kecepatan Cahaya merupakan
Peningkatan tetesan cairan rangsangan yang
pengetahuan infuse beriko meningkatkan
pupil membaik Berikan makanan TIK
Tanda vital personde susuai Membantu drainase
dalam batas jadwal vena untuk
normal Pasang pagar mengurangi kongesti
peningkata TIK
Mencegah resiko
ketidak seimbangan
cairan
Mencegah
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan dan
mempercepat proses
penyembuhan
Mencegah resiko
cedera jatuh akibat
tidak sadar
Fungsi kortikal dapat
dikaji dengan
mengevaluasi
pembukaan mata dan
respons motorik.
Tidak ada respon
menunjukan
kerusakan
masenfalon.
Perubahan pupil
menunjukan tekanan
pada saraf
okulomotorius atau
optikus
Tanda vital
menunjukan
33
peningkatan TIK
5 Setelah dilakukan istirahatkan klien Posisi semifowler
intervensi selama 1 x 24 dalam posisi membantu dalam
jam,gangguan semifowler ekpansi otot-otot
pertukaran gas teratasi. Pertahankan pernafasan dengan
kriteria hasil: oksigenasi pengaruh graviatsi.
klien akan Observasi tanda Oksigen sangat
merasa vital tiap jam atau penting sekali dalam
nyaman sesuai respon memelihara suplai
klien klien ATP. Kekurangan
mengatakan Kolaborasi oksigen pada
sesak meriksaan AGD jaringan akan
berkurang menyebabkan
dan dapat lintasan metabolism
membandin yang normal dengan
gkan dengan akibat terbentuknya
keadaan asam laktat (asidosis
sesak pada metabolik) ini
saat bersama dengan
serangan asidosis respiratorik
(onset) yang akan menghentikan
berbeda metabolisme.
waktu. Regenerasi ATP
TD dalam akan berhenti
batas sehingga tidakada
normal. lagi sumber energi
yang terisi dan
terjadi kematian.
Normalnya TD akan
34
mengkhawatirkan
karena dapat timbul
hipoksia.
36
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, dkk.(2011). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta:
media Aesculapius
Rendy.(2012).Asuhan Keperawatan Medikal BedahPenyakit Dalam. Yogyakarta:
Nuha Medika
Judha, M.,& Rahil, H. N. 2012. Sistem Asuhan Keperawatan Dalam Asuhan
Keperawatan. Yogyakarta : Gosyeng Publishing.
Mardjono & Sidharta. 2010; Neurologi Klinik Dasar, cetakan ke 15; Dian Rakyat,
Jakarta.
Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nuha Medika.
Turner. 2012. Pengantar TeoriKomunikasi Analisis dan Aplikasi. Terjemahan dari
Introducing Communication Theory: Analysis and Application.Jakarta:
Salemba Humanika
TimPokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI