Vertigo (Desti S & Gebi)

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 44

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

VERTIGO

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

1. DESTI SARTIKA ( 172426010 SP )


2. GEBI GIADE ( 172426017 SP )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S.1)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN ( FIKES )
UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU
TAHUN AJARAN 2019/2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................ i


TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 1

I. KONSEP DASAR TEORI BELL’S PALSY


A. Definisi .................................................................................................... 1
B. Etiologi .................................................................................................... 1
C. Anatomi Fisiologi ................................................................................... 2
D. Patofisiologi ............................................................................................ 5
E. WOC ....................................................................................................... 7
F. Manifestasi klinis .................................................................................... 8
G. Klasifikasi ............................................................................................... 8
H. Pemeriksaan penunjang .......................................................................... 9
I. Penatalaksanaaan ................................................................................... 11
J. Komplikasi .............................................................................................. 13
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengertian Asuhan Keperawatan ............................................................ 14
B. Tujuan dan manfaat asuhan keperawatan ............................................... 15
C. Tahap Asuhan Keperawatan ................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA

ii
TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP DASAR TEORI VERTIGO
A. Definisi
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar
mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar.
Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness adalah sebuah istilah non
spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan 4 subtipe tergantung gejala yang
digambarkan oleh pasien. Dizziness dapat berupa vertigo, presinkop (perasaan
lemas disebabkan oleh berkurangnya perfusi cerebral), light-headness,
disequilibrium (perasaan goyang atau tidak seimbang ketika berdiri)
(Newell,2010).
Vertere” suatu istilah dalam bahasa latin yang merupakan bahasa lain dari
vertigo, yang artinya memutar. Vertigo dalam kamus bahasa diterjemahkan
dengan pusing Definisi vertigo adalah gerakan (sirkuler atau linier), atau
gerakan sebenarnya dari tubuh atau lingkungan sekitarnya diikuti atau tanpa
diikuti dengan gejala dari organ yang berada di bawah pengaruh saraf otonom
dan mata (nistagmus) (Jenie, 2009).
Vertigo adalah keadaan pusing yang dirasakan luar biasa. Seseorang yang
menderita vertigo merasakan sekelilingnya seolah-olah berputar, ini disebabkan
oleh gangguan keseimbangan yang berpusat di area labirin atau rumah siput di
daerah telinga. Vertigo adalah sensasi atau perasaan yang mempengaruhi
orientasi ruang dan mungkin dapat didefinisikan sebagai suatu ilusi gerakan.
Keluhan ini merupakan gejala yang sifatnya subyektif dan karenanya sulit dinilai.
Walupun pengobatan sebaiknya langsung pada penyebab yang mendasari
penyebab atau kelainannya, asal atau penyebab vertigo sering tidak diketahui
(CDK, 2009)
Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar,
atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya
disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung
hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari.

1
2

Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo
bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali (Israr, 2009).

B. Etiologi
Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ
keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf
yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vetigo bisa disebabkan oleh
kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan
otak dan di dalam otaknya sendiri. Vertigo juga bisa berhubungan dengan
kelainan penglihatan atau perubahan tekanan darah yang terjadi secara tibatiba.
Penyebab umum dari vertigo: (Israr, 2009)
1. Keadaan lingkungan : Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
2. Obat-obatan : Alkohol, Gentamisin
3. Kelainan sirkulasi : Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak
sementara karena berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak) pada
arteri vertebral dan arteri basiler
4. Kelainan di telinga : Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis
di dalam telinga bagian dalam (menyebabkan benign paroxysmal positional
vertigo)
a. Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri
b. Herpes zoster
c. Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
d. Peradangan saraf vestibuler
e. Penyakit Meniere
5. Kelainan neurologis
a. Sklerosis multiple
b. Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin, persarafannya
atau keduanya
c. Tumor otak
d. Tumor yang menekan saraf vestibularis.
3

C. Anatomi fisiologi
Jaringan saraf yang terkait dalam proses timbulnya sindrom vertigo:
a. Reseptor alat keseimbangan tubuh yang berperan dalam proses transduksi
yaitu mengubah rangsangan menjadi bioelektrokimia:
1. Reseptor mekanis divestibulum
2. Resptor cahaya diretina
3. Resptor mekanis dikulit, otot dan persendian (propioseptik)
b. Saraf aferen, berperan dalam transmisi menghantarkan impuls ke pusat
keseimbangan di otak:
1. Saraf vestibularis
2. Saraf optikus
3. Saraf spinovestibulosrebelaris.
c. Pusat-pusat keseimbangan, berperan dalam proses modulasi, komparasi,
integrasi/koordinasi dan persepsi: inti vestibularis, serebelum, kortex serebri,
hypotalamusi, inti akulomotorius, formarsio retikularis
Telinga dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu telinga luar, telinga tengah
atau cavum tympani, dan telinga dalam atau labyrinth (Tortora, 2009; )
4

1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari auricula dan meatus acusticus externus.
Auricula terdiri dari potongan kartilago tunggal yang ditutupi kulit dan
dihubungkan ke tengkorak oleh otot dan ligamentum vestigial. Meatus telinga
luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2 ½ - 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat
banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat
terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya
sedikit dijumpai kelenjar serumen Meatus acusticus externus dilindungi oleh
rambut-rambut halus dan terdapat modifikasi kelenjar keringat yang
memproduksi serumen atau lilin (earwax). Secara bersama-sama rambut dan
serumen akan mencegah masuknya partikel-partikel mengganggu seperti debu
agar tidak sampai ke membrana tympani dan telinga dalam (Sherwood, 2010).
2. Telinga Tengah
Telinga tengah terletak di dalam os temporale. Ia terisi udara dan
berhubungan dengan nasopharynx melalui tuba Eustachii. Ruang ini
mengandung tulang (ossicula) pendengaran, otot pendengaran, saraf dan
pembuluh darah.Membran timpani berfungsi sebagai resonator yang
menghasilkan ulang getaran dari sumber suara dan akan berhenti bergetas
hampir segera setelah suara berhenti. Gerakan membran timpani disalurkan
ke manubrium malleus . Membrana tympani memisahkan telinga tengah dan
luar. Membrana Tympani merupakan membrana semi-tembus-pandang yang
berjalan pada sudut yang memotong meatus acusticus externus seperti kepala
drum. Sewaktu melihat membrana tympani, normalnya bisa melihat
proccesus lateralis mallei, yang terbesar dari ketiga ossicula(Ganong, 2009)..
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
a. Batas luar : membran timpani
5

b. Batas depan : tuba eustachius


c. Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
d. Batas belakang : aditus adantrum, kanalis fasialis pars
vertikalis.
e. Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
f. Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi
sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium Dinding medial atau
labyrintus telinga tengah merupakan prominensia tulang bulat yang
dibentuk oleh cochlea. Pada permukaannya terdapat plexus tympanicus
nervi glossopharyngei, yang memasuki telinga tengah pada dinding
labyrinthus. Dua struktur penting lain yang ditemukan pada dinding
medial adalah foramen ovale dan foramen rotundum.
3. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis
semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Para irisan melintang koklea tampak skala
vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media
(duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi
perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang
terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk
pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli
(Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis.
Pada membran ini terletak organ corti Labyrinthus membranaceus terdiri atas
sacculus dan utriculus yang terdapat di dalam vestibulum ossesus. Tiga
duktus semicircularis, yang terletak didalam canalis semicircularis osseus, dan
ductus cochlearis yang terletak di dalam cochlea Pada skala media terdapat
6

bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada
membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel
rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti ( iskandar junaidi
2013 )

Nervus facialis selama perjalanannya melalui os temporale terdapat


di dalam canalis facialis. Di dalam telinga tengah, nervus facialis memberikan
dua cabang: nervus ke musculus stapedius dan chorda tympani yang
serabutnya terdistribusi bersama cabang nervus lingualis untuk memberikan
serabut pengecapan untuk dua pertiga anterior lidah. Cavitas tympanica
mengandung tiga ossicula kecil dan mobil. Malleus, incus dan stapes. Tiga
ossicula ini melakukan fungsi penting menghantar tenaga mekanis yang
dibentuk oleh vibrasi membrana tympani dalam. Ossicula berartikulasi satu
sama lain dan distabilkan di dalam ruangan telinga tengah oleh
ligamentum. Ada dua otot di dalam cavitas tympanica: tensor tympani yang
berinsertio ke manubrium mallei dan dipersarafi oleh nervus trigeminus serta
musculus stapedius yang berinsertio ke permukaan posterior stapes dan
dipersarafi oleh nervus facialis. Otot-otot ini bertindak melindungi telingan
dalam dari cedera karena bising keras dengan menurunkan gerakan ossicula.(
bw kesser 2011)
7

D. Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat
kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan
vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan
impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik
dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi
paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang
paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik (joesoef 2012)
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi
alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik
kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan
wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-
otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang
menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi
alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak
fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan
gejala otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat
sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness,
ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya (joesoef 2012) Ada beberapa teori
yang berusaha menerangkan kejadian ketidakseimbangan tubuh (joesoef 2012) :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan
hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan
timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
8

2. Teori konflik sensorik


Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari
berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan
proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri
dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di
sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi
bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau
rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan
teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses
pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini
otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika
pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan
yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola
gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme
adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha
adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis
terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori
serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter
tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan
timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres
9

yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor), peningkatan


kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang
selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas
sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang
sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat
aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan
hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf
parasimpatis. (M. bahrudin 2013)
10

E. WOC

Ttd gangguan pd
Gg telinga Neuroma
nervus vertibulasi
akustik

vertigo

Otot leher Otak kecil Gg system telinga Kurang


syaraf pusat pengetahuan

Tertekan Ttd gangguan nyeri Gg pada MK:


kaku keseimbangan tekanan cemas
dalam
telinga

MK: Mual
MK: Gg
Resiko muntah telinga
pola
tidur cedera

MK: Gg nutrisi
MK: Gg
pendengaran
11

F. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan vertigo yaitu Perasaan berputar yang
kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual,
muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput
putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur,
tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan
selaput tipis. Pasien Vertigo akan mengeluh jika posisi kepala berubah pada suatu
keadaan tertentu. Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar
jika akan ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari
tempat tidur di pagi hari, mencapai sesuatu yang tinggi atau jika kepala
digerakkan ke belakang. Biasanya vertigo hanya berlangsung 5-10 detik.
Kadang-kadang disertai rasa mual dan seringkali pasien merasa cemas.Penderita
biasanya dapat mengenali keadaan ini dan berusaha menghindarinya dengan
tidak melakukan gerakan yang dapat menimbulkan vertigo. Vertigo tidak akan
terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar secara aksial tanpa ekstensi, pada
hampir sebagian besar pasien, vertigo akan berkurang dan akhirnya berhenti
secara spontan dalam beberapa hari atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadang
dapat juga sampai beberapa tahun. ( H. loffer raseter 2013)
Pasien Vertigo akan mengeluh jika posisi kepala berubah pada suatu
keadaan tertentu. Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar
jika akan ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari
tempat tidur di pagi hari, mencapai sesuatu yang tinggi atau jika kepala
digerakkan ke belakang. Biasanya vertigo hanya berlangsung 5-10 detik.
Kadang-kadang disertai rasa mual dan seringkali pasien merasa cemas.Penderita
biasanya dapat mengenali keadaan ini dan berusaha menghindarinya dengan
tidak melakukan gerakan yang dapat menimbulkan vertigo. Vertigo tidak akan
terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar secara aksial tanpa ekstensi, pada
hampir sebagian besar pasien, vertigo akan berkurang dan akhirnya berhenti
secara spontan dalam beberapa hari atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadang
dapat juga sampai beberapa tahun.( baratawidjaja 2009)
12

Pada anamnesis, pasien mengeluhkan kepala terasa pusing berputar pada


perubahan posisi kepala dengan posisi tertentu. Secara klinis vertigo terjadi pada
perubahan posisi kepala dan akan berkurang serta akhirnya berhenti secara
spontan setelah beberapa waktu. Pada pemeriksaan THT secara umum tidak
didapatkan kelainan berarti, dan pada uji kalori tidak ada paresis kanal.Uji posisi
dapat membantu mendiagnosa vertigo, yang paling baik adalah dengan
melakukan manuver Hallpike : penderita duduk tegak, kepalanya dipegang pada
kedua sisi oleh pemeriksa, lalu kepala dijatuhkan mendadak sambil menengok ke
satu sisi. Pada tes ini akan didapatkan nistagmus posisi dengan gejala (Wahyono,
2009). :
a. Mata berputar dan bergerak ke arah telinga yang terganggu dan mereda
setelah 5-20 detik.
b. Disertai vertigo berat.
c. Mula gejala didahului periode laten selama beberapa detik (3-10 detik).
d. Pada uji ulangan akan berkurang, terapi juga berguna sebagai cara
diagnosis yang tepat.

G. Klasifikasi
Vertigo dapat berasal dari kelamin disentral (batang otak, srebelum atau otak)
atau diperifer (telinga dalam, atau saraf vestibular) ( celikbilek 2013)
Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas beberapa kelompok
1. Vertigo paroksismal Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak,
berlangsung beberapa menit atau hari, kemudian menghilang sempurna;
tetapi suatu ketika serangan tersebutdapat muncul lagi. Di antara serangan,
penderita sama sekali bebas keluhan.Vertigo jenis ini dibedakan menjadi :
a. Yang disertai keluhan telinga : Termasuk kelompok ini adalah : Morbus
Meniere, Arakhnoiditis pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom
Cogan, tumor fossa cranii posterior, kelainan gigi/ odontogen.
b. Yang tanpa disertai keluhan telinga : Termasuk di sini adalah :
Serangan iskemi sepintas arteriavertebrobasilaris, Epilepsi, Migren
13

ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigode L’enfance), Labirin picu


(trigger labyrinth).
c. Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi :Termasuk di sini
adalah : Vertigo posisional paroksismal laten, Vertigo posisional
paroksismal benigna.
2. Vertigo kronis Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa
(Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 47) serangan akut, dibedakan
menjadi:
a. Yang disertai keluhan telinga : Otitis media kronika, meningitis
Tb,labirintitis kronis, Lues serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik,
tumor serebelopontin.
b. Tanpa keluhan telinga : Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom
pasca komosio, pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel,
kelainan okuler,intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan
kardiovaskuler, kelainan endokrin.
c. Vertigo yang dipengaruhi posisi : Hipotensi ortostatik, Vertigo
servikalis.
3. Vertigo yang serangannya mendadak/akut, kemudian ber angsur-
angsur mengurang, dibedakan menjadi :
a. Disertai keluhan telinga : Trauma labirin, herpes zoster otikus,
labirintitisakuta, perdarahan labirin, neuritis n.VIII, cedera
pada auditivainterna/arteria vestibulokoklearis.
b. Tanpa keluhan telinga : Neuronitis vestibularis, sindrom arteria
vestibularis anterior, ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sclerosis
multipleks, hematobulbi, sumbatan arteria serebeli inferior posterior.

H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric, vestibular
testing, evalusi laboratories dan evalusi radiologis, Tes audiologik tidak selalu
diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien mengeluhkan gangguan pendengaran.
14

Namun jika diagnosis tidak jelas maka dapat dilakukan audiometric pada semua
pasien meskipun tidak mengelhkan gangguan pendengaran.Vestibular testing
tidak dilakukan pada semau pasieen dengan keluhan dizziness . Vestibular testing
membantu jika tidak ditemukan sebab yang jelas. Pemeriksaan laboratories
meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah, funsi thyroid dapat menentukan
etiologi vertigo pada kurang dari 1 persen pasien (Chain,2009).
a) Pemeriksaan neurologic meliputi :
- pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli
sensorineural, nistagmus.
- Nistagmus vertical 80% sensitive untuk lesi nucleus vestibular atau vermis
cerebellar. Nistagmus horizontal yang spontan dengan atau tanpa
nistagmus rotator konsisten dengan acute vestibular neuronitis.
- Gait test
1) Romberg’s sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan
keseimbangan namun masih dapat berjalan, sedangkan pasien dengan
vertigo sentral memilki instabilitas yang parah dan seringkali tidak
dapat berjalan. walaupun Romberg’s sign konsisten dengan masalah
vestibular atau propioseptif, hal ini tidak dapat dgunakan dalam
mendiagnosis vertigo. Pada sebuah studi, hanya 19% sensitive untuk
gangguan vestibular dan tidak berhubungan dengan penyebab yang
lebih serius dari dizziness (tidak hanya erbatas pada vertigo) misalnya
drug related vertigo, seizure, arrhythmia, atau cerebrovascular event
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat
menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau
suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup
badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian
kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak.
15

Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang


baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
2) Tandem Gait
penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada
ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler
perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler
penderita akan cenderung jatuh.
3) Unterberger's stepping test (Pasien disuruh untuk berjalan spot dengan
mata tertutup – jika pasien berputar ke salah satu sisi maka pasien
memilki lesi labirin pada sisi tersebut) (Neuhausen,2009).
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di
tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit.
Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar
ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala
dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi
dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini
disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
16

4) Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)

Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan,


penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian
diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini
dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada
kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke
arah lesi.

Pemeriksaan untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau


perifer.
1. Fungsi Vestibuler
- Dix-Hallpike manoeuvre
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan
ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di
bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan
lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan
nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau
sentral.
Perifer (benign positional vertigo) : vertigo dan nistagmus
timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang
dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang
beberapa kali (fatigue). Sentral : tidak ada periode laten, nistagmus
17

dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi


tetap seperti semula (non-fatigue) ( Allen, 2009).

b) Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo yang


memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko untuk terjadinya CVA,
tuli unilateral yang progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan integritas
batang otak, cerebellum, dan periventrikular white matter, dan kompleks
nervus VIII (chain,2009)
18

I. Penatalaksanan
1. Penatalaksanaan medis
a. Medikamentosa
1) Medikasi
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali
merasa sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali
menggunakan pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan
bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan setelah
beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering digunakan ( turgeon
2012) :
1. Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo.
Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat
dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang
mempunyai anti vertigo juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di
susunan saraf pusat. Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya
dengan kemampuannya sebagai obat antivertigo. Efek samping yang
umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo
yang berat efek samping ini memberikan dampak yang positif.
2. Betahistin
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat
meningkatkan sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk
mengatasi gejala vertigo. Efek samping Betahistin ialah gangguan di
lambung, rasa enek, dan sesekali “rash” di kulit.
a. Betahistin Mesylate (Merislon)
Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali sehari per oral.
b. Betahistin di Hcl (Betaserc)
Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet
dibagi dalam beberapa dosis.
19

3. Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau
parenteral (suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan
dengan dosis 25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping
ialah mengantuk.
4. Difhenhidramin Hcl (Benadryl)
Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25
mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga
diberikan parenteral. Efek samping mengantuk.
5. Antagonis kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis
kalsium Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering
digunakan. Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut
vestibular mengandung banyak terowongan kalsium. Namun,
antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti anti
kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini
berperan dalam mengatasi vertigo belum diketahui.
6. Cinnarizine (Stugerone)
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi
respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah
15 – 30 mg, 3 kali sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah
rasa mengantuk (sedasi), rasa cape, diare atau konstipasi, mulut rasa
kering dan “rash” di kulit.
7. Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti
muntah). Namun tidak semua mempunyai sifat anti vertigo.
Khlorpromazine (Largactil) dan Prokhlorperazine (Stemetil) sangat
efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh bahan kimiawi namun
kurang berkhasiat terhadap vertigo.
20

8. Promethazine (Phenergan)
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati
vertigo. Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam. Diberikan dengan
dosis 12,5 mg – 25 mg (1 draze), 4 kali sehari per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular atau intravena). Efek samping yang sering
dijumpai ialah sedasi (mengantuk), sedangkan efek samping
ekstrapiramidal lebih sedikit disbanding obat Fenotiazine lainnya.
9. Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang
berat dan akut. Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular atau intravena). Dosis yang lazim ialah 25
mg (1 tablet) – 50 mg, 3 – 4 kali sehari. Efek samping ialah sedasi
(mengantuk).
10. Obat simpatomimetik
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya
obat simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo
ialah efedrin.
11. Efedrin
Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4
kali sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan
obat anti vertigo lainnya. Efek samping ialah insomnia, jantung
berdebar (palpitasi) dan menjadi gelisah – gugup.
12. Obat Penenang Minor
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi
kecemasan yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek
samping seperti mulut kering dan penglihatan menjadi kabur.
a.) Lorazepam
Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg
c) Diazepam
Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg.
21

13. Obat Anti Kholinergik


Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas
sistem vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.
a) Skopolamin
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau
efedrin dan mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin
ialah 0,3 mg – 0,6 mg, 3 – 4 kali sehari.
2. Non Medikamentosa
1) Terapi fisik
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk
mengkompensasi gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang
dijumpai beberapa penderita yang kemampuan adaptasinya kurang
atau tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya gangguan
lain di susunan saraf pusat atau didapatkan deficit di sistem visual
atau proprioseptifnya. Kadang-kadang obat tidak banyak
membantu, sehingga perlu latihan fisik vestibular. Latihan
bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan atau
mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan
latihan ialah ( hoffrand 2009) :
a. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau
disekuilibrium untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya
secara lambat laun.
b. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
c. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan
22

2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Karena gerakan kepala memperhebat vertigo, pasien harus dibiarkan
berbaring diam dalam kamar gelap selama 1-2 hari pertama.
b. Fiksasi visual cenderung menghambat nistagmus dan mengurangi
perasaan subyektif vertigo pada pasien dengan gangguan vestibular
perifer, misalnya neuronitis vestibularis. Pasien dapat merasakan bahwa
dengan memfiksir pandangan mata pada suatu obyek yang dekat,
misalnya sebuah gambar atau jari yang direntangkan ke depan, temyata
lebih enak daripada berbaring dengan kedua mata ditutup.
c. Karena aktivitas intelektual atau konsentrasi mental dapat memudahkan
terjadinya vertigo, maka rasa tidak enak dapat diperkecil dengan relaksasi
mental disertai fiksasi visual yang kuat.
d. Bila mual dan muntah berat, cairan intravena harus diberikan untuk
mencegah dehidrasi.
e. Bila vertigo tidak hilang. Banyak pasien dengan gangguan vestibular
perifer akut yang belum dapat memperoleh perbaikan dramatis pada hari
pertama atau kedua. Pasien merasa sakit berat dan sangat takut mendapat
serangan berikutnya. Sisi penting dari terapi pada kondisi ini adalah
pernyataan yang meyakinkan pasien bahwa neuronitis vestibularis dan
sebagian besar gangguan vestibular akut lainnya adalah jinak dan dapat
sembuh. Dokter harus menjelaskan bahwa kemampuan otak untuk
beradaptasi akan membuat vertigo menghilang setelah beberapa hari.
f. Latihan vestibular dapat dimulai beberapa hari setelah gejala akut mereda.
Latihan ini untuk rnemperkuat mekanisme kompensasi sistem saraf pusat
untuk gangguan vestibular akut
23

J. Komplikasi
Komplikasi penyakit vertigo biasanya adalah penyakit trauma telinga dan
labiriminitis,epidemic atau akibat otitis kronika. Vertigo juga dapat disebabkan
karena penyakit pada saraf akustikus cerebrum atau system kardiovaskular.(
Gordon 2009)
1. Cidera fisik
Pasien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan akibat
terganggunya saraf VIII (Vestibularis), sehingga pasien tidak mampu
mempertahankan diri untuk tetap berdiri dan berjalan.
2. Kelemahan otot
Pasien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan aktivitas. Mereka
lebih sering untuk berbaring atau tiduran, sehingga berbaring yang terlalu
lama dan gerak yang terbatas dapat menyebabkan kelemahan otot
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

VERTIGO

A. Pengertian asuhan keperawatan


Asuhan Keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/ pasien di
berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah
Keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,
bersifat humanistic,dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk
mengatasi masalah yang dihadapi klien.
Asuhan keperawatan dilaksanakan dalam bentuk proses keperawatan yang
meliputi tahap:
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Perencanaan (intervensi)
4. Pelaksanaan (implementasi)
5. Evaluasi (formatif/proses dan sumatif)
Proses keperawatan sebagai salah satu pendekatan utama dalam pemberian
asuhan keperawatan, pada dasarnya suatu proses pengambilan keputusan dan
penyelesaian masalah.
Asuhan keperawatan diberikan dalam upaya memenuhi kebutuhan klien.
Menurut Abraham Maslow ada lima kebutuhan dasar manusia yaitu:
- Kebutuhan fisiologis meliputi oksigen, cairan, nutrisi.
- Kebutuhan rasa aman dan perlindungan
- Kebutuhan rasa cinta dan saling memiliki
- Kebutuhan akan harga diri
- Kebutuhan aktualisasi diri
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Asuhan
Keperawatan merupakan seluruh rangkaian proses keperawatan yang diberikan

24
25

kepada pasien yang berkesinambungan dengan kiat-kiat keperawatan yang di


mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun
memelihara derajat kesehatan yang optimal (PPNI, 2016).
B. Tujuan dan manfaat asuhan keperawatan
Adapun tujuan dalam pemberian asuhan keperawatan antara lain:
1. Membantu individu untuk mandiri.
2. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang kesehatan.
3. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara kesehatan
secara optimal agar tidak tergantung pada orang lain dalam memelihara
kesehatannya.
4. Membantu individu memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Sedangkan manfaat asuhan keperawatan adalah, sebagai berikut :

1. Sebagai pedoman dan acuan resmi bagi setiap fungsional kesehatan untuk
melakuka tindakan keperawatan dalam rangka memecahkan masalah yang
sedang dihadapi seorang pasien.
2. Sebagai alat untuk mengukur profesionalisme seorang tenaga fungsional
kesehatan ketika melakukan serangkan tindakan keperawatan terhadap
pasiennya.
3. Sebagai alat dalam menjamin kebebasan seorang pasien untuk mendapat
pelayanan yang sesuai kebutuhan dan keperluan dalam menyelesaikan
masalah yang sedang dihapainya.

C. Tahap asuhan keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :
26

No. Reg :
Dx. Medis :
Tanggal Masuk RS :
Tanggal pengkajian :
Identitas Penanggung jawab
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :
Hub. Dengan Pasien :

2. Riwayat Kesehatan Klien


Riwayat kesehatan pada klien dengan gangguan sistem Persarafan
akibat vertigo hal – hal sebagai berikut :
a) Alasan Masuk Perawatan
Kronologis yang menggambarkan prilaku klien dalam mencari
pertolongan.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya klien dengan gangguan sistem Persarafan
akibat vertigo berupa pusing seperti berputar.
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama dan data
yang menyertai dengan menggunakan pendekatan PQRST, yaitu :
P: Paliatif / Propokative: Merupakan hal atau faktor yang
mencetuskan terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau
memperingan. Pada klien dengan vertigo biasanya klien
mengeluh pusing bila klien banyak bergerak dan dirasakan
berkurang bila klien beristirahat.
Q: Qualitas: Kualitas dari suatu keluhan atau penvakit yang dirasakan.
27

Pada klien dengan vertigo biasanya pusing yang dirasakan


seperti berputar.
R: Region : daerah atau tempat dimana keluhan dirasakan. pada klien
dengan vertigo biasanya lemah dirasakan pada daerah kepala.
S: Severity :derajat keganasan atau intensitas dari keluhan
tersebut. Pusing yang dirasakan seperti berputar
T: Time : waktu dimana keluhan dirasakan, time juga menunjukan
lamanya atau kekerapan. Keluhan pusing pada klien dengan
vertigo dirasakan hilang timbul.
d) Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Riwayat penyakit terdahulu, baik yang berhubungan dengan penyakit
sekarang, system persyarafan maupun penyakit sistemik lainnya.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit-penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit sekarang,
penyakit turunan dan penyakit menular lainnya.
3. Pola Aktivitas
No Item yang Sebelum sakit Selama sakit
dikaji
1 Pola Nutrisi 1. Makan :nasi 1. Makan :nasi
Frekuensi =3x sehari Frekuensi =3x1 sehari
dengan lauk pauk dengan lauk pauk
beraneka ragam, beraneka ragam,
seperti ikan, sayur, seperti ikan,
telur, tempe, sayur, telur,
daging dan kadang tempe, daging
satu macam lauk. dan kadang satu
Porsi=1 s/d 2 piring macam lauk yang
setiap kali makan. diberi dari rumah
2. Makanan pantang = sakit.
tidak ada Porsi=1/4-1/2porsi nasi
28
28

3. Minum = air putih setiap kali


6-8 gelas/hari dan 2. Makanan pantang
kadang ada minum = tidak ada
air teh/kopi 1 3. Minum = air putih
gelasx1 hari 3-5gelas/hari dan
kadang ada minum
air susu1 gelasx1
hari
2 Pola eliminasi 1) BAB 1. BAB
Frekunsi =2x/ hari Frekunsi =2x/ hari
secara lancar secara lancar
Konsistensi= lembek Konsistensi= agak
tidak keras keras warna =
Warna =kuning agak kuning
coklat warna khas Kelainan = tidak ada
Kelainan = tidak ada Alat bantu = tidak ada
Alat bantu = tidak ada 4. BAK
2) BAK Frekuensi =4-5 kali
Frekuensi =4-5 kali sehari
sehari `Warna = kuning
Warna = kuning jernih kekeruaan
3 Pola istiraha Jumlah Jumlah
dan tidur Malam = 7-8 jam Malam = 4-5 jam dan
Siang = 2 jam sering terbangun
Siang = 2 jam sering
terbangun tidak
nyenyak
4 Pola aktivitas 1. Klien dapat 1. Klien dapat
beraktivitas beraktivitas dengan
dengan baik baik tidak perlu
29

tanpa bantuan bantuan orang lain.


dengan orang
lain seperti
mandi,
berpakaian,
makan,
mobilisasi dan
lain-lain
5 Pola 1. Kebiasaan mandi 4. Kebiasaan mandi
kebersihan 2x1 sehari 2x1 sehari
2. Mencuci rambut 5. Mencuci rambut
1x3hari 1x3hari
3. Membersihkan gigi 6. Membersihkan
dan mulut2x1 hari gigi dan mulut2x1
4. Mengganti hari
pakaian1xsehari 7. Mengganti
5. Membersihkan kaki pakaian1xsehari
dan kuku1x1 8. Membersihkan
minggu kaki dan kuku1x1
6. Kebersihan kulit minggu
dengan mandi saja 9. Kebersihan kulit
7. Cara membersihkan dengan mandi saja
dengan sabun dan 10. Cara
peralatan mandi membersihkan
dengan sabun dan
peralatan mandi
6 rekreasi 1. Waktu luang seperti 1. Klien mengatakan
sore hari atau hari ia tida bisa rekreasi
minggu klien jalan lagi karena dalam
bersama keluarga pengobatan dengan
3030

2. Klien mengatakan keadaan sakit


bahwa ia sangat 2. Tidak bisa kemana-
senang bisa mana klien tampak
berkreasi bersam sedih
keluarga
3. Suka keluar
bersama keluarga
ditempat rekreasi
seperti taman kota

4. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : compos mentis cooperative
GCS : M = 6, V= 5, E = 4, = 15
Pemeriksaan TTV : TD: 120/80 mmhg,
Nadi : 68 x/menit,
Pernafasan : 20x/menit, suhu: 36,30C
2. Pemeriksaan head to toe:
a) Kepala
Inspeksi : Kulit kepala bersih, distribusi rambut rata,
warna rambut hitam, tidak ada parasit.
Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
b) Wajah
Inspeksi : Tidak simetris, pergerakan wajah tidak
normal, hidrasi kulit wajah tidak ada.
Palpasi : Tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan
c) Mata
Inspeksi : Alis mata tidak simetris, distribusi alis rata,
bulu mata tidak simetris, distribusi bulu mata
rata, pergerakan bola mata normal, tidak ada
secret
31

Palpasi : Tidak ada edema, konjungtiva ananemis,


kelopak mata tidak simetris, pupil normal
sclera anikterik, tidak ada nyeri tekan.
d) Hidung
Inspeksi : Bentuk hidung tidak simetris, tidak ada
penyumbatan pada ventilasi hidung, tidak ada
pernapasan cuping hidung, tidak ada
benjolan, warna membran mukosa normal,
tidak ada peradangan pada hidung, tidak ada
fungi, polip, secret.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus.
e) Telinga
Inspeksi : Telinga kiri kanan simetris, tidak ada lesi,
tidak ada serumen, tidak ada cairan yang
keluar dari lubang telinga, ketajaman
pendengaran baik tidak ada kelainan pada
telinga.
Palpasi : Tidak ada massa, bengkak, tidak ada nyeri
tekan.
f) Mulut
Inspeksi : Penurunan kemampuan bicara, bibir tidak
simetris, warna bibir agak pucat, mukosa
kering agak kering, tidak ada pembengkakan,
tidak ada stomatitis, warna gusi normal, tidak
ada lesi, tidak ada edema, tidak ada karies
gigi, lidah bersih, warna lidah normal,
pengecapan lidah normal, bau nafas normal.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
g) Leher
Inspeksi : Bentuk leher simetris tidak ada massa, tidak
32

ada kelainan, warna kulit leher sawo matang


normal.
Palpasi : Tidak ada kemiringan pada trakea, tidak ada
pembengkakan pada kelenjar tiroid, tidak ada
kelainan pada kelenjar limfa, tidak ada nyeri.
h) Thorak/ma
mae
Inspeksi : Dada simetris, warna kulit normal, tidak ada
lesi, tidak ada edema, mamae simetris, tidak
ada lesi.
Palpasi : Tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan pada
dada maupun mamae, tidak ada
pembengkakan pada ketiak.
Perkusi : Bunyi paru normal, suara resonan disemua
Auskultasi lapang dada.
: Bunyi jantung lub dub, suara napas normal.
i) Abdomen
Inspeksi : Simetris, countour normal, warna kulit
normal, tidak ada pembengkakan, tidak ada
lesi.
Auskultasi : Bising usus normal 5-30 kali/ menit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri lepas,
tidak ada kelainan pada abdomen, tidak ada
pembesaran hati.
Perkusi : Tidak dullness
j) Esterimtas
atas
Inspeksi : ROM: bahu elevasi depresi normal, siku
fleksi ekstensi normal, lengan bawah supinasi
pronasi normal, pergelangan tangan ekstensi
33

hiperekstensi fleksirotasi normal, reflek bisep


dan trisep normal, kekuaran otot kanan 5,
kiri 5, jari lengkap, keadaan kulit normal,
tidak ada kelainan pada kuku.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, turgor kulit normal,
pengisian darah kapiler <3 detik

k) Ekstremitas
bawah
Inspeksi : ROM jari kaki (ekstensi fleksi normal), lutut
(fleksi ekstensi depan dan belakang normal,
pangkal paha (abduksi adduksi rotasi keluar
dan rotasi kedalam), reflek patella dan
Babinski normal, kekuatan otot kanan kiri 5,
warna kulit normal, jari-jari lengkap, tidak
ada kelainan kuku.
Palpasi : Tugor kulit normal, pengisian darah kapiler
<3 detik, tidak ada nyeri tekan.
l) Genetalia
Inspeksi : Tidak ada kelainan
34

5. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah Kep 34
1 Ds : Agen injuri biologis Nyeri akut
- Klien mengatakan
kepala nyeri diseluruh
bagian
- Klien mengatakan
nyeri dikepala terasa
berputar putar.
- Klien mengatakan
jika berdiri dan
duduk terasa pusing,
jika berpindah posisi
pusing

Do :
- Skla nyeri 7
P:
Q:
R:
S:
- Klien tampak meringis
- TD: 120/70 mmhg,
nadi: 72 x/menit,
pernafasan: 24
x/menit. Suhu:
37,20C.
-
2 Ds: Tirah baring Intoleransi
- Klien mengatakan aktivitas
35

pusing jika berjalan,


duduk dan berpindah
posisi
- Klien merasa lemah
- Klien merasa letih
Do:
- Klien tampak lemah
- Klien tampak letih
- Klien tampak tidak
bisa berdiri lama
karena pusing
- TD: 120/70 mmhg,
nadi: 72 x/menit,
pernafasan: 24 x/menit.
Suhu: 36,50C.
3 Ds: Tidak adekuatnya Resiko kurang
- Klien mengatakan input makanan nutrisi
Adanya mual-mual
dan muntah 2x,
- Klien mengatakan
Nafsu makan
menurun
Do:
- Klien hanya
menghabiskan
setengah porsi makan
yang disediakan.
- Klien tampak mual-
mual dan muntah 2x
- Mukosa bibir kering,
36

bibir pucat.
4 Do tinnitus Gangguan persepsi
- Klien mengatakan pendengaran
telinganya
meandering/mendeng
ung

Ds
- Kliem tampak
kebingungan saat di
ajak bicara
- Klien tampak gelisah
5 Do Metode koping tidak Koping individu
- Klien menanyakan adekuat tidak efektif
masalah penyakit
yang dia alaminya
saat ini
- Ds
- Klien bertanya-tanya
tentang pengobatan
penyakitnya
- Klien tampak cemas
37

6. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen injuri biologis
2. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring
3. Resiko kurang nutrisi b.d tidak adekuatnya input makanan
4. Gangguan persepsi pendengaran b.d tinnitus
5. Koping individu tidak efektif b.d metode koping tidak adekuat

7. intervensi

No Diagnosa Tujuan Dan Intervensi Rasional


Kriteria
1 1. Nyeri akut Tujuan : : 1. Pantau tanda- 1. Mengenal dan
b.d agen injuri setelah tanda vital, memudahkan
biologis dilakukan intensitas/skal dalam
tindakan a nyeri. melakukan
keperawatan 2. njurkan klien tindakan
selama 3x24 jam istirahat keperawatan.
masalah Nyeri ditempat tidur 2. istirahat untuk
hilang atau 3. Atur posisi mengurangi
berkurang pasien intesitas nyeri.
Kriteria Hasil : senyaman 3. posisi yang
1. Klien mungkin tepat
mengungkap 4. Ajarkan teknik mengurangi
kan rasa relaksasi dan penekanan dan
nyeri napas dalam mencegah
berkurang 5. Kolaborasi ketegangan
2. Pantau untuk otot serta
Tanda tanda pemberian mengurangi
vital normal analgetik. nyeri.
3. pasien 4. relaksasi
38

tampak mengurangi
tenang dan ketegangan
rileks dan membuat
perasaan lebih
nyaman.
5. analgetik
berguna untuk
mengurangi
nyeri sehingga
pasien menjadi
lebih nyaman
2 Intoleransi Tujuan : setelah - Kaji respon 1. Respon emosi,
aktivitas b.d dilakukan emosi, sosial, sosial, dan
Tirah tindakan dan spiritual spiritual
baring/imobil keperawatan terhadap mempengaruhi
isasi selama 3x24 jam aktivitas kehendak
Ds masalah - Berikan klien dalam
intoleransi motivasi pada melakukan
aktivitas dapat klien untuk aktivitas
teratasi. melakukan 2. Klien dapat
Kriteria Hasil : aktivitas bersemangat
1. Meyadari untuk
keterbatasan melakukan
energi
2. Klien dapat
termotivasi
dalam
melakukan
aktivitas
3. Menyeimban
39

gkan
aktivitas dan
istirahat
4. Tingkat daya
tahan
adekuat
untuk
beraktivitas

3 Resiko Tujuan : Setelah 1. Kaji kebiasaan 1. Kebiasaan


kurang nutrisi dilakukan makan yang makan yang
b.d tidak tindakan disukai klien disukai dapat
adekuatnya keperawatan 2. Pantau input meningkatkan
input selama 3x24 jam dan output nafsu makan
makanan maslah kurang pada klien 2. Untuk
nutrisi dapat 3. Ajarkan untuk memantau
sedikit teratasi. makan sedikit status nutrisi
Kriteria Hasil : tapi sering pada klien
1. Klien tidak 4. Kolaborasi 3. Mempertahan
merasa mual dengan ahli kan status
muntah gizi nutisi pada
2. Nafsu makan klien agar
meningkat dapat
3. BB stabil meningkat
atau bertahan atau stabil.
4. Ahli gizi dapat
menentukan
makanan yang
tepat untuk
meningkatkan
40

kebutuhan
nutrisi pada
klien.
4 Gangguan Tujuan : Setelah 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui
persepsi dilakukan pendengaran tingkat
pendengaran tindakan pada klien kemaksimalan
b.d tinnitus keperawatan 2. Lakukan tes pendengaran
selama 3x24 jam rinne, weber, pada klien
maslah atau swabah untuk
gangguan untuk menentukan
perepsi sensori mengetahui terapi yang
pendengaran keseimbangan tepat.
dapat teratasi. pendengaran 2. Mengetahui
Kriteria Hasil : saat terjadi keabnormalan
1. Klien dapat tinitus yang terjadi
memfokuska 3. Ajarkan untuk akibat tinnitus
n memfokuskan 3. Mempertahan
pendengaran pendengaran kan
2. Tidak terjadi saat terjadi keadekuatan
tinitus yang tinitus pendengaran
berkelanjutan 4. Kolaborasi 4. Memaksimalk
3. Pendengaran penggunaan an
adekuat alat bantu pendengaran
pendengaran pada klien
5 Koping Tujuan : Setelah 1. Kaji 1. Mengetahui
individu tidak dilakukan kemampuan batas
efektif b.d tindakan klien dalam maksimal
metode keperawatan mempertahank kemampuan
koping tidak selama 3x24 jam an pendengaran
adekuat masalah koping keadekuatan klien
41

individu tidak pendengaran 2. Klien tidak


efektif dapat 2. Berikan mengalami
teratsi. motivasi depresi akibat
Kriteria Hasil : dalam keadaan
1. Klien dapat menerima fisiknya
menyadari keadaan 3. Pusing yang
bahwa fisiknya terjadi dapat
dirinya 3. Ajarkan cara memunculkan
mengalami mengatasi tinitus
gangguan masalah 4. Obat untuk
pendengaran pendengaran mengatasi
2. Klien dapat akibat pusing tinitus.
mengatasi yang diderita
dengan 4. Kolaborasi
tindakan pemberian
mandiri antidepresan
sedatif,
neurotonik,
atau
transquilizer
serta vitamin
dan mineral.
DAFTAR PUSTKA

Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2012.


Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa : Mosby
Elsavier
Chain, TC.2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with
Dizziness and Vertigo. Illnois:wolter kluwerlippincot William and wilkins)
Jhonson,Marion. 2012. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St.
Louis ,Missouri ; Mosby
Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and vestibular
migraine in Journal Nerology
NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications
2012-2014. Jakarta : EGC
Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo Diagnosis and management in primary care,BJMP
2010
Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach that
Needed for establish of Vetigo.

Anda mungkin juga menyukai