Anda di halaman 1dari 9

A.

LATAR BELAKANG
Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik adalah suatu
penyakit dimana ginjal mengalami penurunan fungsi yang progresif dan
ireversibel. The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of The
National Kidney Foundation menyebutkan bahwa CKD adalah penyakit ginjal
yang telah berlangsung selama lebih dari 3 bulan dan penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerulus) sebanyak 60 ml/min/1.73m2 (Lewis, 2011).
Data dari United States Renal Data System (USRDS) pada tahun 2014
menunjukan bahwa prevalensi kejadian CKD di Amerika Serikat meningkat
setiap tahunnya, tercatat sebanyak 2,7 juta jiwa pada tahun 2011 dan tercatat
menjadi 2,8 juta jiwa ditahun 2012. Prevalensi penyakit CKD di Indonesia
pada tahun 2013 sebanyak 0,2% sedangkan di Jawa Tengah prevalensinya
sebanyak 0,3%. Penyakit CKD akan mempengaruhi penurunan LFG dan
fungsi ginjal memburuk lebih lanjut, retensi natrium dan air biasa terjadi. Hal
ini dapat menyebabkan resiko edema dan hipertensi, pasien juga akan merasa
cepat lelah, sesak nafas, dan nafsu makan menurun. Penanganan pada pasien
CKD tahap akhir dilakukan beberapa terapi diantaranya yaitu terapi pengganti
ginjal seperti transplantasi ginjal, dialisis peritoneal, maupun hemodialisa
(Tanto, dkk, 2014).
B. PENGERTIAN
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa
penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau
gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar
(insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia
atau azotemia (Smeltzer, 2009).
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2
dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance
Creatinin Test ) atau Laju Filtrasi Glomerulus dapat digunakan dengan
rumus:
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = (( 140-umur ) x berat badan ( kg )) / ( 72
x creatini serum )
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85.

C. ETIOLOGI
Penyebab GGK menurut Price (2006) dibagi menjadi delapan kelas, antara
lain:
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik (infeksi saluran kemih).
2. Peyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benign, maligna,
stenosis arteria renalis.
3. Gangguan jaringan penyambung (ikat) misalnya lupus eritematosus
sistemik, polyarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
4. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal.
5. Penyakit metabolik misalnya DM (Diabetes Mellitus), gout,
hiperparatiroidisme, amiloidosis.
6. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.
7. Nefropati obstruktif
8. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis.
D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak.Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis.
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
 Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar
kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik.
 Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75 % jaringan
telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin
serum meningkat.
 Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
E. TANDA DAN GEJALA
Setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi
uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan
tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia
pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal
kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema
periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal.
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca,
Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein,
antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)
b. Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa,
protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde
Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal
Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos
abdomen.

G. PATHWAY
Terlampir

H. PENGKAJIAN
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada
juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan
juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan
yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih,
dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan
terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan
air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai
berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan
retensi cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus
sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak
seimbangan elektrolit).

J. FOKUS INTERVENSI
Dx 1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin dan retensi
cairan dan natrium.
Intervensi:
Fluid Management :
1. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan masukan
dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema
2. Batasi masukan cairan
3. Identifikasi sumber potensial cairan
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan cairan
5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
Hemodialysis therapy
1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah (misalnya BUN,
kreatinin, natrium, pottasium, tingkat phospor) sebelum perawatan
untuk mengevaluasi respon thdp terapi.
2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi, pernapasan, dan
tekanan darah untuk mengevaluasi respon terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah yang tepat
dari cairan berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk menyesuaikan
panjang dialisis, peraturan diet, keterbatasan cairan dan obat-
obatan untuk mengatur cairan dan elektrolit pergeseran antara
pengobatan
Dx.2 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia mual
muntah
Intervensi:
Nutritional Management
1. Monitor adanya mual dan muntah
2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan status nutrisi.
3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan hematocrit level yang
menindikasikan status nutrisi dan untuk perencanaan treatment
selanjutnya.
4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
5. Berikan makanan sedikit tapi sering
6. Berikan perawatan mulut sering
7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai terapi
Dx.3
Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru
Intervensi:
Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan intercostal
3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes
4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
Oxygen Therapy
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
2. Ajarkan pasien nafas dalam
3. Atur posisi senyaman mungkin
4. Batasi untuk beraktivitas
5. Kolaborasi pemberian oksigen

Dx.4 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai


O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.
Intervensi
Circulatory Care
1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi periper. (cek
nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas).
2. Kaji nyeri
3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk memperbaiki
sirkulasi.
5. Monitor status cairan intake dan output
6. Evaluasi nadi, oedema
7. Berikan therapi antikoagulan

DAFTAR PUSTAKA
Lewis, S. L. (2011). Medical surgical nursing volume 1. United Stated America:
Elsevier Mosby.
Price, S. A. (2006). Patofisiologi konsep kllinis proses-prosespenyakit. Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C. & Bare B. G. (2009). Buku ajar keperawatan medical bedah.
Brunner & Suddarth ( Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.
Tanto, C. dkk. (2014). Kapita selekta kedokteran edisi 4. Jakarta: Media
Aeskulapius.

LAPORAN PENDAHULUAN
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
SEMESTER 1
“Chronic Kidney Disease (CKD)”

Oleh:
Herdika Listya Kurniati
I4B019055

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2019

Anda mungkin juga menyukai