1
KATA PENGANTAR
Penulis (Kelompok 7)
2
DAFTAR ISI
3
2.3.6.1 Penatalaksanaan Medis ............................................................................... 32
2.3.6.2 Penatalaksanaan Keperawatan .................................................................... 34
BAB III KASUS
1. Anemia ........................................................................................................................ 40
A. Uraian Kasus .......................................................................................................... 40
B. Pengkajian .............................................................................................................. 41
C. Analisa Data ........................................................................................................... 42
D. Intervensi Keperawatan ......................................................................................... 43
2. Leukemia .................................................................................................................... 47
A. Uraian Kasus ......................................................................................................... 47
B. Pengkajian ............................................................................................................. 47
C. Analisa Data .......................................................................................................... 47
D. WOC Kasus .......................................................................................................... 49
E. Asuhan Keperawatan ............................................................................................ 50
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia dan leukemia merupakan suatu penyakit dari sel darah manusia. Leukemia
merupakan kanker yang terjadi pada sel darah manusia. Anemia secara fungsional
didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa oksigen ke jaringan perifer (Sudoyo dkk,2009). Untuk
mengetahui tentang leukemia dan anemia, kita harus mengenal dahulu sel-sel darah yang
normal serta apa yang terjadi jika terkena leukemia. Darah manusia terdiri dari cairan yang
disebut sebagai plasma darah, dan tiga kelompok sel darah. Kelompok sel darah itu
dibedakan menjadi sel darah merah, sel darah putih, dan keping-keping darah. Sel-sel darah
tersebut dibuat di sumsum tulang, di ruang medula tulang. Proses pembentukan sel-sel darah
disebut dengan hematopoiesis.
Orang dewasa memiliki sumsum yang digunakan untuk pembentukan sel berupa sumsum
tulang merah yang terbatas pada tulang anggota tubuh dan tengkorak. Meskipun disebut
sumsum tulang merah, tempat tersebut membuat sel darah merah maupun sel darah putih.
Sumsum di tulang anggota badan, tulang-tulang panjang dari tubuh, adalah dalam bentuk
sumsum lemak kuning, yang merupakan cadangan dan tidak aktif berhubungan dengan
pembuatan sel-sel darah. Akan tetapi, dapat berubah menjadi sumsum tulang merah bilamana
terdapat kekurangan darah (Green, 2009).
Sumsum tulang mengandung sel stem primitif yang memiliki kemampuan untuk
bereplikasi, berproliferasi, dan berdiferensiasi. Pembelahan garis keturunan yang pertama
dari sel ini yaitu sel myeloid dan sel limfoid. Sel myeloid menghasilkan eritrosit, myeloblast,
dan platelet melalui prekursor. Myeloblast pada sel myeloid kembali menghasilkan neutrofil,
basofil, dan eosinofil yang bergranula, serta monosit yang tidak bergranula. Sedangkan sel
limfoid menghasilkan limfoblas yang memproduksi limfosit T, limfosit B, dan Natural
Killer. Sel darah putih, terdiri dari myeloblast dan limfoblas sebagai pertahanan tubuh
terhadap serangan benda asing (Goldsmith, 2012).
Sel darah putih atau leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi atau
serangan penyakit lainnya. Sel darah merah atau eritrosit berfungsi untuk mengangkut
oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh, dan membawa karbondioksida dari jaringan
tubuh kembali ke paru-paru. Keping-keping darah atau trombosit sangat berperan dalam
proses pembekuan darah. Ketika terjadi leukemia, tubuh akan memproduksi sel-sel darah
yang abnormal dan dalam jumlah yang besar. Pada leukemia, sel darah yang abnormal
5
tersebut adalah kelompok sel darah putih. Sel-sel darah yang terkena leukemia akan sangat
berbeda dengan sel darah normal, dan tidak mampu berfungsi seperti layaknya sel darah
normal. Leukemia merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker, belum ada angka pasti
mengenai insiden leukemia di Indonesia. Leukemia terbagi menjadi dua tipe yaitu leukemia
akut dan leukemia kronik. Leukemia akut terbagi lagi menjadi Leukemia Mieloblastik Akut
(LMA) dan Leukemia Limfositik Akut (LLA). Di Negara maju seperti Amerika Serikat,
LMA merupakan 32% dari seluruh kasus leukemia. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada
dewasa (85%) dari pada anak (15%). Insiden LMA pada orang yang berusia 30 tahun adalah
0,8%, pada orang yang berusia 50 tahun 2,7%, sedangkan pada orang yang berusia di atas 65
tahun adalah sebesar 13,7%.
LLA lebih banyak menyerang pada anak-anak dengan puncak usia 3-5 tahun. Insiden
LLA adalah 1/60.000 orang per tahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari 15 tahun.
Leukemia kronik terbagi menjadi dua yaitu Leukemia Myeloid Kronik (LMK) dan Leukemia
Limfositik Kronik (LLK). Kejadian LMK mencapai 20% dari semua leukemia pada dewasa.
Pada umumnya, LMK menyerang usia 40-50 tahun, walaupun dapat ditemukan pada usia
muda dan biasanya lebih progresif. Di Jepang, kejadiannya meningkat setelah peristiwa bom
atom di Nagasaki dan Hiroshima, demikian juga di Rusia setelah reaktor atom Chernobil
meledak.LLK di Negara Barat memiliki angka kejadian 3/100.000. Usia rerata pasien saat
diagnosis 65 tahun, hanya 10-15% kurang dari 50 tahun (Sudoyo dkk, 2009).
Anemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya penurunan jumlah massa
eritrosit dan kadar hemoglobin. Biasanya penderita yang mengalami anemia, terlihat pucat,
lesu dan lemah. Hal ini dikarenakan tidak tercukupinya kadar oksigen dalam tubuh. Kasus
anemia di Indonesia jumlah penderita anemia yang berasal dari kelompok anak usia sekolah
(6–18 tahun) mencapai 65 juta jiwa. Bahkan, jika digabung dengan penderita anemia usia
balita, remaja putri, ibu hamil, wanita usia subur, dan lansia, jumlah total mencapai 100 juta
jiwa.
Dari dua masalah kesehatan diatas dapat disimpulkan bahwa peran perawat sangatlah
penting dalam kasus ini. Peran perawat sangat berguna untuk memberikan asuhan
keperawatan yang sesuai dengan standar keperawatan dan kode etik dalam menangani pasien
dengan diagnosa leukemia sesuai dengan ilmu yang telah dipelajari.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien anemia ?
b. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien leukemia ?
6
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan anemia
berdasarkan patofisiologi terjadinya anemia.
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan leukemia
berdasarkan patofisiologi terjadinya leukemia.
7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
8
memiliki enzim metabolism dibandingkan sel lainnya. adanya sejumlah besar hemoglobin
memungkinkan sel ini menjalankan fungsi utamanya, yaitu sebagai alat pengangkut oksigen
antara paru dan jaringan.
A. Produksi Sel Darah Merah
Jumlah sel darah merah kira-kira 5 juta/mm2 darah pada rata-rata orang dewasa. Darah
merah berumur 120 hari, keseimbangan tetap dipertahankan antara kehilangan dan
penggantian sel darah setiap hari. Pembentukan sel darah merah dirangsang oleh hormon
glikoprotein, suatu eritropoetin yang berasal dari ginjal. Pembentukan eritropoetin
dipengaruhi oleh hipoksia jaringan (kurangnya kadar oksigen dalam darah).
Pembentukan sel darah merah dimulai dari adanya proeritoblast yang kemudian
berdiferensiasi menjadi eritroblas di dalam sumsum tulang. Eritroblast (sel berinti yang dalam
proses pematangan di sumsum tulang menimbun hemoglobin) pada 24 jam kemudian
menjadi basofil eritrolast dan pada hari berikutnya menjadi polikromatofil eritroblast.
Selanjutnya nucleus keluar dari inti sel pada hari ke 4.
Pada hari berikutnya sel darah merah memasuki sirkulasi sebagai retikulosit sumsum
tulang. Retikulosit adalah stadium terakhir dari perkembangan sel darah merah belum matang
dan mengandung jala yang terdiri atas serat-serat reticular. Sejumlah kecil hemoglobin masih
dihasilkan selama 24 sampai 48 jam pematangan. Reticulum kemudian larut dan menjadi sel
darah merah yang matang. Pematangan lebih lanjut menjadi eritrosit yang disertai dengan
menghilangnya material berwarna gelap dan sedikit penyusutan ukuran. Eritrosit matang
kemudian dilepaskan dalam sirkulasi.
Untuk produksi eritrosit normal, sumsum tulang memerlukan besi, vitamin B12, asam folat,
piridoksin (vitamin B6) dan faktor lainnya. defisiensi faktor-faktor tersebut selama
eritropoesis mengakibatkan penurunan produksi sel darah merah dan anemia.
B. Fungsi Sel Darah Merah
Fungsi utama sel darah merah adalah membawa oksigen dari paru ke jaringan. Eritrosit
mempunyai kemampuan khusus untuk melakukan fungsi ini karena kandungan
hemoglobinnya tinggi. Apabila tidak ada hemoglobin, kapasitas pembawa oksigen darah
dapat berkurang sampai 99% dan tentunya tidak mencukupi kebutuhan metabolisme tubuh.
Fungsi penting hemoglobin adalah kemampuannya mengikat oksigen dengan mudah dan
reversible. Akibatnya, oksigen yang langsung terikat dalam paru diangkut sebagai
oksihemoglobin dalam vena, hemoglobin bergabung dengan ion hydrogen yang dihasilkan
oleh metabolisme sel, sehingga dapat menyangga kelebihan asam.
9
2.1.2 Sel Darah Putih
Bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu
(pseudopodia). Leukosit dibagi dalam dua kategori, yaitu granulosit dan sel mononuclear
(agranulosit). Dalam darah normal, jumlah total leukosit adalah 5000 sampai 10000 sel/mm3.
Sekitar 60% diantaranya adalah granulosit dan 40% sel mononuclear. Perbedaan leukosit dari
eritrosit adalah adanya inti, ukurannya yang besar, dan perbedaan kemampuan mengikat
warna.
10
mikron. Banyaknya 20-25% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang
masuk ke dalam jaringan tubuh. Limfosit ada 2 macam, yaitu limfosit T dan
limfosit B.
Limfosit T
Limfosit T meninggalkan sumsum tulang dan berkembang lama, kemudian
bermigrasi menuju ke timus. Setelah meninggalkan timus, sel-sel ini beredar
dalam darah sampai mereka bertemu dengan antigen-antigen dimana mereka telah
diprogram untuk mengenalinya. Setelah dirangsang oleh antigennya, sel-sel ini
menghasilkan bahan-bahan kimia yang menghancurkan mikroorganisme dan
memberitahu sel-sel lainnya bahwa telah terjadi infeksi.
Limfosit B
Terbentuk di sumsum tulang lalu bersirkulasi dalam darah sampai menjumpai
antigen dimana mereka telah deprogram untuk mengenalinya. Pada tahap ini,
limfosit B mengalami pematangan lebih lanjut dan menjadi sel plasma serta
menghasilkan antibody.
2. Monosit
Ukurannya lebih besar dari limfosit, protoplasmanya besar, warna biru sedikit
abu-abu, serta mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat atau
panjang . monosit dibentuk di dalam sumsum tulang, masuk ke dalam sirkulasi
dalam bentuk imatur dan mengalami proses pematangan menjadi makrofag setelah
masuk ke jaringan. Fungsinya sebagai fagosit. Jumlahnya 34% dari total
komponen yang ada di sel darah putih.
B. Fungsi Sel Darah Putih
Fungsi leukosit adalah melindungi tubuh terhadap invasi bakteri atau benda asing
lainnya. Fungsi limfosit terutama menghasilkan substansi yang membantu penyerangan
benda asing. Sekelompok limfosit (limfosit T) membunuh sel secara langsung atau
menghasilkan berbagai limfokin, suatu substansi yang memperkuat aktivitas sel fagositik.
Kelompok limfosit lainnya (limfosit B) menghasilkan antibodi, suatu molekul protein
yang akan menghancurkan benda asing dengan berbagai mekanisme. Eosinofil dan
basofil berfungsi sebagai tempat penyimpanan berbagai material biologis kuat seperti
histamine, serotonin, dan heparin.
11
2.2 Anemia
2.2.1 Defenisi
Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan
volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah (Muttaqin,2009).
Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan/atau masa hemoglobin yang
beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh
(Handayani, 2008).
Batasan umum yang digunakan adalah kriteria WHO pada tahun 1968 (dalam
Handayani,2008). Dinyatakan sebagai anemia bila terdapat nilai dengan kriteria sebagai
berikut:
laki-laki dewasa Hb<13gr/dl
perempuan dewasa tidak hamil Hb<12gr/dl
perempuan hamil Hb<11gr/dl
anak usia 6-14 tahun Hb<12gr/dl
anak usia 6bulan-6tahun Hb<11gr/dl
Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada umumnya
dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut :
Hb<10gr/dl
Hematokrit <30%
Eritrosit <2,8juta/mm3
Derajat Anemia
Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang umum
dipakai adalah sebagai berikut.
Ringan sekali : Hb 10gr/dl-13gr/dl
Ringan : Hb 8gr/dl-9,9gr/dl
Sedang : Hb 6gr/dl-7,9gr/dl
Berat : Hb <6gr/dl
2.2.2 Etiologi
Berkurangnya sel darah merah dapat disebabkan oleh kekurangan kofaktor untuk
eritropoesis, seperti: asam folat, vitamin B12, dan besi. Produksi sel darah merah juga
dapat turun apabila sumsum tulang tertekan (oleh tumor atau obat) atau rangsangan yang
tidak memadai karena kekurangan eritropoetin, seperti yang terjadi pada penyakit ginjal
kronis. Peningkatan penghancuran sel darah merah dapat terjadi akibat aktivitas system
12
retikuloendotelial yang berlebihan (misal hipersplenisme) atau akibat sumsum tulang
yang menghasilkan sel darah merah abnormal.
2.2.3 Mekanisme kompensasi
Pada anemia, karena semua system organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan
manifestasi klinis yang luas. Manifestasi ini bergantung pada hal-hal sebagai berikut.
1. Kecepatan timbulnya anemia
2. Usia individu
3. Mekanisme kompensasinya
4. Tingkat aktivitasnya
5. Keadaan penyakit yang mendasari
6. Parahnya anemia tersebut
Jika jumlah sel darah merah yang efektif berkurang, maka lebih sedikit oksigen yang
dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak atau berlebih, seperti pada
perdarahan, menimbulkan gejala sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Tanda dan gejala
yang sering timbula adalah gelisah, diaphoresis (keringat dingin), takikardia, sesak napas,
serta kolaps sirukalasi yang progresif cepat atau syok. Namun, pengurangan hebat jumlah
sel darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangan 50%)
memungkinkan mekanisme kompensisi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya
klien asimtomatik. Mekanisme kompensasi tubuh bekerja melalui cara-cara sebagai
berikut:
1. Peningkatan curah jantung dan pernapasan, sehingga menambah pengiriman
oksigen ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah
2. Meningkatkan pelepasan oksigen oleh hemoglobin
3. Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan
4. Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital
2.2.4 Klasifikasi
Menurut morfologi mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah,
sedangkan kronik menunjukkan warnanya (Muttaqin,2009).
Anemia Normositik Normokrom
Terjadi ketika ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung
hemoglobin dalam jumlah yang normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah),
tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah
akut, hemolisis, penyakit kronis, termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal,
13
kegagalan sumsum tulang, dan penyakit-penyakit infiltrative metastatik pada sumsum
tulang.
Anemia Makrositik Normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal, tetapi
normokrom terjadi karena konsentrasi hemoglobinnya normal (MCV meningkat; MCHC
normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA
seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada
kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.
Anemia Mikrositik Hipokrom
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah
yang kurang dari normal (MCV kurang; MCHC kurang). Hal ini umumnya
menggambarkan insufisiensi sintesis heme (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, dan
kehilangan darah kronis.
Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologinya. Penyebab utamanya adalah:
1. Meningkatnya kehilangan sel darah merah
2. Penurunan atau gangguan pembentukan sel
Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan oleh
penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma, atau akibat perdarahan
kronis karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoroid, dan menstruasi.
1. Anemia Aplastik
Anemia aplastik merupakan anemia normokromik normositer yang disebabkan
oleh disfungsi sumsum tulang sehingga sel darah yang mati tidak diganti. Anemia
aplastik adalah anemia yang disertai dengan pansitopenia pada darah tepi yang
disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau
hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi, atau pendesakan sumsum tulang.
14
megaloblas dalam sumsum tulang. Sel megaloblas adalah sel precursor eritrosit
dengan bentuk sel yang besar dimana maturasi sitoplasma normal tetapi inti besar
dengan susunan kromosom yang longgar.
Biasanya berbentuk makrositik atau pernisiosa. Penyebab anemia megaloblastik
adalah defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat, gangguan metabolisme vitamin
B12 dan asam folat dan Gangguan sintesisi DNA. Pengobatan :
Asam tolik 15 – 30 / hari.
Vitamin B12 3 x 1 tablet perhari.
Sulfas ferosus 3 x 1 tablet per hari.
Pada kasus berat dan pengobatan oral, hasilnya lamban sehingga dapat diberikan
transfuse darah.
4. Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisi. Hemolisis merupakan
penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, terjadi bila gangguan pada sel darah
merah itu sendiri yang memperpendek hidupnya atau karena perubahan lingkungan
yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah.
2.2.5 Manifestasi Klinis
Gejala umum anemia atau sindrom anemia timbul karena anoksia organ target dan
mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut
apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena.
1. Sistem kardiovaskular: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas saat
beraktivitas, angina pectoris, dan gagal jantung.
2. Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang,
kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas
3. Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun
4. Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta rambut
tipis dan halus.
2.2.6 Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan
nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. dengan
15
ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah. Sel darah merah
dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin
yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis)
segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl,
kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran
sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat
diperoleh dengan dasar:
1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah;
2. Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi;
3. Dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
↓
viskositas darah menurun
↓
resistensi aliran darah perifer
↓
penurunan transport O2 ke jaringan
↓
hipoksia, pucat, lemah
↓
beban jantung meningkat
↓
kerja jantung meningkat
↓
payah jantung
16
2.2.7 Pemeriksaan Fisik
Menurut Muttaqin (2009) keadaan fisik klien yang dapat dinilai adalah:
Keadaan umum klien pucat. Ini umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume
darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memperbesar pengiriman
oksigen ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu, dan
kedalaman serta distribusi kapiler memengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan
merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan
membran mukosa bibir serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai
kepucatan.
B1 (Breathing)
Dispnea (kesulitan bernapas), napas pendek dan cepat lelah waktu melakukan
aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman oksigen.
B2 (Bleeding)
Takikardi dan bising jantung menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang
meningkat, pucat pada kuku, telapak tangan, serta membran mukosa bibir dan
konjungtiva. Keluhan nyeri dada bila melibatkan arteri koroner. Angina(nyeri dada),
khususnya pada klien lanjut usia dengan stenosis koroner dapat diakibatkan karena
iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan gagala jantung kongestif
sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan
beban kerja jantung yang meningkat
B3 (Brain)
Disfungsi neurologis, sakit kepala, pusing, kelemahan, dan tinnitus (telinga
berdengung).
B4 (Bladder)
Gangguan ginjal, penurunan produksi urine
B5 (Bowel)
Penurunan intake nutrisi disebabkan karena anoreksia, nausea, konstipsi atau diare,
serta stomotitis (sariawan lidah dan mulut).
B6 (Bone)
Kelemahan dalam melakukan aktivitas
Diagnostic
Penurunan kadar eritrosit dan hemoglobin dalam darah merupakan tanda utama
17
2.2.8 Evaluasi Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium hematologis
Pemeriksaan laboratorium hematologis dilakukan secara bertahap sebagai berikut.
a. Tes penyaring: tes ini dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk
morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada
komponen-komponen berikut ini.
Kadar hemoglobin
Indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC)
Apusan darah tepi
b. Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan pada
system leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju
endap darah (LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian
besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis definitive meskipun ada
beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum
tulang.
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini akan dikerjakan jika telah
mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk
mengonfirmasi dugaan diagnosis tersebut. Pemeriksaan tersebut meliputi
komponen berikut ini.
Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferin, feritin serum
Anemia megaloblastik: asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes Coombs, dan elektroforesis Hb
Anemia pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
3. Pemeriksaan penunjang lain
Pada beberapa kasus anemia diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut.
Biopsy kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi
Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi
Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan biologi molekuler (PCR= polymerase chain reaction, FISH =
fluorescence in situ hybrydization)
18
2.2.9 WOC Teoritis
DISERITROPOIESIS
3. (KURANG BAHAN
PERDARAHAN Hemolisis Terhentinya pembuatan
4. BAKU sel darah
oleh sum - sum tulang
PEMBANTU SEL
DARAH)
Anemia
Asimtomatik
O2 jaringan Ggn saluran
berkurang cerna
Perdarahan Peningkatan
Iskemia pengiriman O2 Anoreksia konstipasi/
Aliran Beban mual,
Miokard Jaringan diare
muntah
Hipovolemia/
darah jantung iu
hipoksemia m
tidak meningkat Pelepasan O2 MK:
Nyeri oleh Ggn.
MK:
kuat ke haemoglobin
Ggn. Kebutuhan
Po2 menurun Otot jantung eliminasi
dada
dan PCO2 jantung anoksik
kebutuhan
nutrisi
meningkat dan otak Vol plasma
Gagal jantung MK:
Iskemia Ggn. rasa mengembang
Syok kongestif nyaman,
miokard nyeri
intole Residtribusi
MK: MK: dispnea r aliran
Ketidakseimbangan
Ketidakseimba darah ke organ -
Resti a organ
suplay
ngan
O2
Intoleransisuplay
aktivitas
O2 n vital
ggn
Intoleransi MK :Inefektif
s
aktivitas perfusi Pola Nafas
i
perifer a
k
t
i
v
i
t
a
s
19
2.2.10 Diagnosa Keperawatan (Doengoes,2000)
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah:
1. Aktual/risiko tinggi gangguan perfusi perifer b/d menurunnya pengangkutan oksigen ke
jaringan sekunder dari penurunan jumlah sel-sel darah merah di sirkulasi
2. Actual/risiko tinggi nyeri dada b/d menurunnya suplai darah ke miokardium
3. Actual/risiko tinggi pola napas tidak efektif b/d respons peningkatan frekuensi
pernapasan
4. Actual/risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan
intake, mual, dan anoreksia
5. Actual/risiko tinggi intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke
jaringan
20
Kolaborasi Transfuse dengan PRC (packed red cells)
Pemberian transfusi darah. lebih rasional diberikan pada klien yang
mengalami anemia akibat penurunan sel-sel
darah merah.
Pemberian antibiotika Kematian biasanya disebabkan oleh
perdarahan atau infeksi, meskipun antibiotic,
khususnya yang aktiv terhadap basil gram
negative, telah mengalami kemajuan besar
pada klien ini. Klien dengan leucopenia yang
jelas (penurunan abnormal sel darah putih)
harus dilindungi terhadap kontak dengan
orang lain yang mengalami infeksi.
Antibiotic tidak boleh diberikan secara
profilaksis pada klien dengan kadar neutrofil
rendah dan abnormal (netropenia) karena
antibiotic dapat mengakibatkan kegawatan
akibat resistensi bakteri dan jamur.
Pertahankan cara masuk heparin (IV) Jalur yang penting untuk pemberian obat
sesuai indikasi. darurat.
Pemantauan laboratorium. Pemantuan darah rutin berguna untuk
melihat perkembangan untuk melihat
perkembangan pasca-intervensi.
Pemberian imunosupresif. Terapi imunosupresif globulin antitimosit
(ATG) diberikan untuk menghentikan fungsi
imunologis yang memperpanjang aplasia,
sehingga memungkinkan sumsum tulang
mengalami penyembuhan. Klien yang
berespons terhadap terapi biasanya akan
sembuh dalam beberapa minggu sampai 3
bulan, tetapi respons dapat lambat sampai
enam bulan setelah penanganan.
Transplantasi. Transplantasi sumsum tulang dilakukan
untuk memberikan persediaan jaringan
hematopoetik yang masih dapat berfungsi.
Actual/risiko tinggi nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan
oksigen dengan kebutuhan miokardium sekunder dari penurunan suplai darah ke
miokardium, peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan respons nyeri
dada
Criteria: secara subjektif klien menyatakan penurunan respons nyeri dada, secara objektif
didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan
perfusi perifer, urine>600 ml/hari.
Intervensi Rasional
Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, Variasi penampilan dan perilaku klien
serta lama dan oenyebarannya. karena nyeri terjadi sebagai temuan
pengkajian.
Anjurkan kepada klien untuk melaporkan Nyeri berat dapat menyebabkan syok
nyeri dengan segera. kardiogenik yang berdampak pada kematian
21
mendadak.
Lakukan manajemen nyeri keperawatan
sebagai berikut. Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan
1. Atur posisi kfisiologis. oksigen ke jaringan yang mengalami
iskemia.
2. Istirahat klien. Istirahat akan menurunkan kebutuhan
oksigen jaringan perifer, sehingga akan
menurunkan kebutuhan miokardium serta
meningkatkan suplai darah dan oksigen ke
miokardium yang membutuhkan oksigen
untuk menurunkan iskemia.
3. Berikan oksigen tambahan dengan Meningkatkan jumlah oksigen yang dapat
nasal kanul atau masker sesuai untuk pemakaian miokardium sekaligus
dengan indikasi. mengurangi ketidaknyamanan akibat nyeri
dada.
22
Actual/risiko tinggi pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru
tidak optimal kelebihan cairan paru sekunder dan edema paru akut.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi perubahan pola nafas.
Criteria: klien tidak sesak nafas, RR dalam batas normal 16-20 kali/menit respons batuk
berkurang.
Intervensi Rasional
Auskultasi bunyi napas (krakles). Indikasi edema edema paru, sekunder akibat
dekompensasi jantung.
Kaji adanya edema. Curiga gagal kongestif/kelebihan volume
cairan.
Ukur intake dan output. Penurunan curah jantung, mengakibatkan
gangguan perfusi ginjal retensi natrium/ air,
dan penurunan pengeluaran urine.
Actual/risiko tinggi perubahan nutrrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan penurunan intake mual dan anoreksia.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam terdapat peningkatan dalam pemenuhan nutrisi
Criteria: klien secara subjektif termotivasi untuk melakukan pemenuhuan nutrisi sesuai
anjuran. Klien dan keluarga tentang asupan nutrisi yang tepat pada klien, asupan meningkat
pada porsi makan yang disediakan.
Intervensi Rasional
Jelaskan tentang manfaat makan bila Dengan pemahaman klien akan kooperatif
dikaitkan dengan kondisi klien saat ini. mengikuti aturan.
Anjurkan agar klien memakan makanan Untuk menghindarkan makanan yang justru
yang disediakan rumah sakit. dapat menganggu proses penyembuhan klien.
Beri makanan dalam keadaan hangat dan Untuk meningkatkan selera dan mencegah
porsi kecil serta diet tinggi kalori tinggi mual, mempercepat, perbaikan kondisi, serta
protein. mengurangi beban kerja jantung.
Libatkan keluarga pasien dalam pemenuhan Klien kadang kala mempunyai selera makan
nutrisi tambahan yang tidak bertentangan yang sudah terbiasa sejak dirumah. Dengan
dengan penyakitnya. bantuan keluarga dalam pemenuhan tidak
bertentangan dengan pola diet akan
23
meningkatkan pemenuhan nutrisi.
Lakukan dan ajarkan perawatan mulut Hygiene oral yang baik akan meningkatkan
sebelum dan sesudah makan serta sebelum nafsu makan klien.
dan sesudah intervensi / pemeriksaan
perolar.
Beri motivasi dan dukungan psikologis. Meningkatkan secara psikologis.
Kolaborasi
Dengan nutrisi tentang pemenuhan Meningkatkan pemenuhan sesuai dengan
diet klien. kondisi klien.
Pemberian multivitamin Memenuhi asupan vitamin yang kurang dari
penurunan asupan nutrisi secara umum dan
memperbaiki daya tahan.
Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai oksigen ke
jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curah jantung.
Tujuan: aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas
tanpa gejala-gejala yang berat, terutama mobilisasi tempat tidur.
Intervensi Rasional
Catat frekuensi dan irama jantung serta Respon klien terhadap aktivitas dapat
perubahan tekanan darah selama dan sesudah mengindikasikan penurunan oksigen
aktivitas. miokardium.
Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan Menurunkan kerja miokardium/konsumsi
berikan aktivitas senggangnyang tidak berat. oksigen.
Anjurkan klien untuk menghindari Dengan mengejan dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan abdomen, misalnya takikardia serta peningkatan tekanan darah.
mengejan saat defekasi.
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari Aktivitas yang maju memberikan control
tingkat aktivitas. Contoh: bangun dari kursi jantung, meningkatkan regangan, dan
bila tak ada nyeri, ambulasi, dan istirahat mencegah aktivitas berlebihan.
selama 1 jam setelah makan.
Pertahankan klien tirah baring sementara Untuk mengurangi beban jantung.
sakit.
Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit Meningkatkan kontraksi otot sehingga
kritis. membantu aliran vena balik.
Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas Untuk mengetahui fungsi jantung bila
terjadi. dikaitkan dengan aktivitas.
Berikan waktu istirahat diantara waktu Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi
aktivitas. bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja
jantung.
Selama aktivitas kaji EKG, dispnea, sianosis, Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi
kerja dan frekuensi nafas, serta keluhan jantung.
subyektif.
Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau perubahan
kesehatan.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam kecemasan klien berkurang
Criteria: klien mengatakan kecemasan berkurang, mengenai perasaannya, dapat
mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan
dan wajah rileks.
24
Intervensi Rasional
Batu klien mengekspresikan perasaan marah, Cemas berkelanjutan memberikan dampak
kehilangan dan takut. serangan jantung selanjutnya.
Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, Reaksi verbal/non verbal dapat menujukan
damping klien, dan lakukan tidnakan jika rasa agitasi, marah dan gelisah.
menunjukan perilaku merusak.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan mungkin
memperlambat penyembuhan.
Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi Mengurangi ransangan eksternal yang tidak
kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan perlu.
suasana penuh istirahat.
Tingkatkan control sensasi klien. Control sensasi klien (menurunkan
ketakutan) dengan cara memberikan
informasi tentang keadaan klien, menekankan
kepada penghargaan terhadap sumber-sumber
koping (pertahanan diri) yang positif,
membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik
pengalihan, serta memebrikan respon baik
yang positif.
Orientasikan klien terhadap prosedur rutin Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
dan aktivitas yang diharapkan.
Berikan lesempatan kepada klien untuk Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
mengungkapkan kecemasanya. kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
Berikan privasi untuk klien dan orang Memberi waktu untuk mengekspresikan
terdekat. perasaan, menghilangkan cemas, dan
perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan
teman-teman yang dipilih klien untuk
membantu aktivitas serta pengalihan
(misalnya membaca) akan menurunkan
perasaan terisolasi.
Kolaborasi berikan anti cemas sesuai Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
indikasi, contohnya diazepam. kecemasan.
25
2.3 Leukemia
2.3.1 Definisi
Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit
ganas dalam sumsum tulang dan darah (Hoffbrand, 2005). Leukemia juga bisa
didefinisikan sebagai keganasan hematologis akibat proses neoplastik yang disertai
gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan si induk hematopoietik
(Handayani&Haribowo, 2008).Menurut Wong dkk pada tahun (2009), leukemia adalah
sekelompok penyakit ganas pada sumsum tulang belakang dan sistem limfatik yang
ditandai dengan proliferasi tanpa batas sel darah putih yang abnormal dan imatur (Dona
&Wong, 2009).
Jumlah sel darah putih/leukosit normal pada tubuh kita bekisar antara 4500 –
11.000/µL (Cui, 2011). Menurut Mescher pada tahun (2011), jumlah leukosit yang
terdapat di dalam tubuh dewasa normal berada pada rentang 6000 – 11.000/µL.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah leukemia merupakan suatu penyakit dimana
produksi sel darah putih sangat berlebihan melebihi jumlah leukosit normal di dalam
tubuh yang bersifat abnormal dan imatur.Sel-sel ini menghambat semua sel lain di
sumsum tulang untuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum
tulang. Adapun leukemia dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
26
trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena dan insidensi meningkat sesuai
bertambahnya usia.
Menurut klasifikasi FAB (French-American-British) LMA dibagi menjadi tujuh
jenis, yaitu:
M1 : Leukemia mieloblastik tanpa pematangan;
M2 : Leukemia mieloblastik dengan berbagai derajat pematangan;
M3 : Leukemia promielositik hipergranular;
M4 : Leukemia mielomonositik;
M5 : Leukemia monoblastik;
M6 : Eritroleukemia;
M7 : Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit
(Handayani&Haribowo, 2008).
27
iii. T-ALL, frekuensi relatif pada anak-anak 12% dan dewasa 10%.
iv. B-ALL, frekuensi relatif pada anak-anak 1% dan dewasa 2%
(Handayani&Haribowo, 2008)
2.3.1.2 Leukemia Kronik
Leukemia kronik dibedakan dari leukemia akut berdasarkan progresinya yang lebih
lambat. Leukemia kronik memiliki sel darah yang abnormal masih dapat berfungsi, dan
orang dengan leukemia jenis ini mungkin tidak menunjukkan gejala. Perlahan-lahan,
leukemia kronik memburuk dan mulai menunjukkan gejala ketika sel leukemia
bertambah banyak dan produksi sel normal berkurang. Pada stadium dini leukemia
kronik, sel leukemia dapat berfungsi hampir seperti sel normal.
a. Leukemia Mieloid Kronik (CML)
Leukemia mieloid kronik (CML) adalah suatu penyakit klonal sel induk
pluripoten, dan digolongkan sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif. Leukemia
myeloid kronik merupakan leukemia yang pertama ditemukan serta diketahui
patogenesisnya. Pada tahun 1960 Nowell dan Hungerford menemukan kelainan
kromosom yang selalu sama pada pasien LMK, yaitu 22q atau hilangnya sebagian
lengan panjang dari kromosom 22, yang saat ini kita kenal sebagai kromosom
Philadelphia (Ph). Selanjutnya di tahun 1973 Rowle menemukan bahwa kromosom
Ph terbentuk akibat adanya translokasi resiprokal antara lengan panjang kromosom 9
dan 22. Dengan kemajuan di bidang biologi molekular, pada tahun 1980 diketahui
bahwa pada kromosom 22 yang mengalami pemendekan tadi, ternyata didapatkan
adanya gabungan antara gen yang ada di lengan panjang kromosom 9 yakni ABL
(Abelson) dengan gen BCR (Break Cluster Region) yang terletak di lengan panjang
kromosom 22. Gabungan kedua gen ini sering ditulis sebagai BCR-ABL diduga kuat
sebagai penyebab utama terjadinya kelainan proliferasi dari seri granulosit tanpa
gangguan diferensiasi sehingga pada apusan darah tepi kita dapat dengan mudah
melihat tingkatan diferensiasi seri granulosit pada pasien LMK (Sudoyo dkk, 2009).
28
Kebanyakan LLK (95%) adalah neoplasma sel B, sisanya neoplasma sel T (Sudoyo dkk,
2009).
Menurut RAI, LLK terbagi menjadi 5 stadium yaitu: O (Limfositosis darah tepi dan
sumsum tulang), I (Limfositosis + pembesaran limfonodi), II (Limfositosis +
splenomegali/hepatomegali), III (Limfositosis + anemia, Hb kurang dari 11 gram/dL), IV
(Limfositosis + trombositopenia, trombosit kurang dari 100.000/uL). Sedangkan menurut
Binet, LLK terbagi menjadi 3 stadium yaitu: A (Limfositosis darah tepi dan sumsum
tulang +), B (kurang dari 3 daerah limfoid yang membesar, Limfositosis darah tepi, dan
sumsum tulang +), C (≥3 daerah limfoid yang membesar, stadium B+anemia, Hb kurang
dari 11 g/dL pada pria dan kurang dari 10 gr/dL pada perempuan atau trombositopenia
(kurang dari 100.000/µL).
2.3.2 Etiologi
Sebagian besar penderita leukemia memiliki faktor-faktor penyebab yang tidak dapat
diidentifikasi, tetapi ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan leukemia, yaitu :
1. Radiasi
Radiasi khususnya sum-sum tulang bersifat leukomogenik. Terdapat insiden leukemia
tinggi pada orang yang tetap hidup.
2. Zat kimia
Benzene suatu senyawa kimia yang banyak digunakan pada industri penyamakan kulit
di negara yang sedang berkembang, diketahui merupakan zat leukomogenik untuk
LMA.
3. Perubahan kromosom
Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan kerusakan sumsum tulang,
kerusakan kromosom.
4. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomore II) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol,
fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum
tulang yang lambat laun menjadi AML.
2.3.3 Manifestasi Klinik
Adapun tanda dan gejala dari leukemia, yaitu :
1) Yang disebabkan oleh kegagalan sumsum tulang
29
a. Pucat dan kelemahan karena anemia. Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan
jumlah massa eritrosit sehingga tidak memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.
b. Demam, gambaran infeksi mulut, tenggorokan, kulit, pernafasan. Hal ini dapat
disebabkan diferensiasi sel ke bagian myeloid khususnya monosit. Monosit
berperan dalam sistem retikuloendotelial (RES) yang meliputi makrofag alveolar
dalam paru, kulit, dan makrofag pada usus (Mehta & Hoffbrand, 2008).
c. Memar, pendarahan gusi spontan dan pendarahan dari tempat fungsi vena yang
disebabkan oleh trombositopenia.
2) Yang disebabkan infiltarsi organ
a. Nyeri tulang
Infiltrasi sel-sel blast di dalam tulang akan menyebabkan nyeri tulang yang
spontan.
b. Pembengkakan gusi sering dijumpai sebagai manifestasi infiltrasi sel-sel blast ke
dalam gusi.
c. Saat mengalami fase kronis, pasien LMK sering mengeluh merasa cepat kenyang.
Hal ini disebabkan karena pembesaran limpa dimana limpa mendesak lambung.
d. Splenomegali, limfadenopati dan hepatomegali pada LLA. Dikarenakan adanya
infiltrasi ekstra medular.
e. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan leukemia kutis yaitu berupa
benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit.
2.3.4 Evaluasi Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada klien leukemia adalah sebagai berikut :
1. Darah lengkap, menunjukkan adanya penurunan hemoglobin, hematokrit, jumlah
sel darah merah dan trombisit. Jumlah sel darah putih meningkat pada leukimia
kronis, tetapi juga dapat turun, normal, atau tinggi pada leukimia akut.
2. Aspirasi sumsum tulang dan biopsi memberikan data diagnistik definitif.
3. Asam urat serum meningkat karena pelepasan oksipurin setelah keluar masuknya
sel-sel leukimia cepat dan penggunaan obat sitotoksik.
4. Sinar X dada, untuk mengetahui luasnya penyakit.
5. Profil kimia, EKG, dan kultur spesimen merupakan untuk menyingkirkan masalah
atau penyakit lain yang timbul.
30
2.3.5 WOC Teoritis
Proliferasi sel
kanker
Sel kanker bersaing dengan sel normal
untuk mendapatkan nutrisi
Infiltrasi
Eritrosit
Tulang Pembesaran limpa
(splenomegali) dan
Leukosit pembesaran hati
Faktor prmbekuan
Anemia (hepatomegali)
Mk: Gangguan
rasa nyaman
MK : Intoleransi Infeksi Pendarahan nyeri Mendesak lambung
aktivitas
31
2.3.6 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
I. Induksi remisi
a. Obat yang digunakan terdiri atas :
Vincristine (VCR) = 1,5 mg/m2/minggu secara IV.
Prednison (Pred) = 6 mg/m2/hari secara oral.
L.Asparaginase (L.asp) = 10.000 U/m2.
Daunorubicin (DNR) = 25 mg/m2/minggu-4 minggu.
b. Regimen yang digunakan untuk ALL dengan risiko standar terdiri atas:
Prednison + VCR
Prednison + VCR + L. Asparaginase.
c. Regimen untuk ALL dengan risiko tinggi atau ALL pada orang dewasa
antara lain :
Prednison + VCR + DNR dengan atau tanpa L.Asparaginase.
DNR + VCR + Prednison + L.Asparaginase dengan atau tanpa
siklofosfamid.
32
II. Terapi post-remisi
a. Terapi untuk sanctuary phase (membasmi sel leukemia yang
bersembunyi dalam SSP dan testis).
b. Terapi intensifikasi/konsolidasi: pemberian regimen non-cross
resistant terhadap regimen induksi remisi.
c. Terapi pemeliharaan (maintenance): umumnya digunakan 6
mercaptopurine (6 MP) per oral, diberikan selama 2-3 tahun dengan
diselingi terapi konsolidasi.
C. Leukimia myeloid (LMK)
Terapi LMK bergantung pada fase penyakit,yaitu:
a. Fase kronis
Obat pilahan:
Busulphan (myleran) : dosis 0,1-0,2 mg/kg BB/hari,terapi di mulai jika
leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping berupa aplasia sum
sum tulang berkepanjangan,fibrosis paru,dan bahaya timbulnya
leukimia akut.
Hidroksiurea : dosis di titrasi dari 500-2.000 mg,kemudian di berikan
dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-15.000/mm3,efek
sampingnya lebih sedikit.
Interferon alfa : biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol
oleh hidroksiurea.
a. Fase akselerasi
Sama dengan terapi leukemia akut,tetapi respon sangat rendah.
b. Tranplantasi sumsum tulang.
Memberikan harapan penyembuhan jangka panjang,terutama untuk
penderita yang berusia kirang dari 40 tahun.penanganan umum yang
diberikan adalah allogeneic peripheral blood stem cell transplantation.
c. Terapi dengan memakai prinsip biologi molekuler
Obat baru inatinib mesilate (gleevec) yang dapat menekan aktivitas
tyrosine kinase,sehingga menekan proliferasi sel myeloid.
33
menunjukkan progresivitas limfaddenodenopati atau splenomegali, anemia,
trombositopenia, atau gejala akibat desakan tumor. Obat obatan yang perlu
diberikan adalah sebagai berikut :
a. klorambusil 0.1-0,3mg/kg BB/hari per oral.
b. Kortikosteroid sebaiknya baru diberikan bila terdapat AIHA atau
trombositopenia atau demam tanpa seinfeksi
c. Radioterapi dengan menggunakan sinar x kadang kadang menguntungkan
bila ada keluhan pendesakan karna pembengkakan kelenjar getah bening
setempat.
2.3.6.2 Penatalaksanaan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identifikasi batasan tanda-tanda dan gejala-gejala yang dilaporkan oleh pasien
dalam riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik;
2. Gambaran klinis akan beragam dengan tipe leukemia yang terjadi yaitu kelemahan
dan keletihan, kecenderungan perdarahan, petekia dan ekimosis, nyeri, sakit
kepala, muntah, demam,dan infeksi;
3. Pemeriksaan darah mungkin menunjukkan perubahan sel-sel darah putih dan
trombositopenia.
B. Diagnosa Keperawatan
34
C. Intervensi Keperawatan
35
bersihan mulut yang baik, gunakan sikat gigi untuk pertumbuhan organisme.
halus untuk perawatan mulut.
Tingkatkan kebersihan perianal, berikan Meningkatkan kebersihan, menurunkan
rendam an Betadine atau hibiclens bila risiko perianal: meningkatkan sirkulasi dan
diindikasikan. penyembuhan.
Berikan periode istirahat tanpa ada gangguan. Menghambat energi untuk penyembuhan,
regenerasi seluler.
Dorong peningkatan masukan makanan Meningkatkan pembentukan antibodi dan
tinggi protein dan cairan. mencegah dehidrasi.
Hindari/batasi prosedur invasif Kulit robek dapat memberikan jalan masuk
(contoh:tusukan jarum dan injeksi) bila patogenik.
mungkin.
Kolaborasi: Pemeriksaan laboratorium. Penurunan jumlah SDP normal/matur dapat
Hitung darah lengkap, perhatikan apakah diakibatkan oleh proses penyakit atau
SDP turun atau tiba-tiba terjadi perubahan kemoterapi, melibutkan respon imun dan
pada neutrifil. peningkatkan risiko infeksi.
Kultur gram/sensitivitas. Meyakinkan adanya infeksi, mengidentifikasi
organisme spesifik dan terapi tepat.
Kaji ulang foto dada. Indikator terjadinya komplikasi paru-paru.
Hindari antipiretik yang mengandung aspirin. Aspirin dapat menyebabkan perdarahan
gaster dan penurunan jumlah trombisit lanjut.
Berikan diet rendah bakteri, misalnya Meminimalkan sumber potensial kontaminasi
makanan yang dimasak/proses. bakterial.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah, anoreksia atau diare.
Tujuan: Menunjukkan volume cairan adekuat.
Kriteria Hasil: Tanda-tanda vital stabil, nadi teraba, haluaran urine, berat jenis dan PH dalam
batas normal.
Intervensi Rasional
Awasi masukan/haluaran urine pada adanya Penurunan sirkulasi sekunder terhadap
pemasukan adekuat, ukur berat jenis dan PH destruksi SDM dan pencetusnya pada tubulus
urine. ginjal/terjadinya batu ginjal(sehubungan
dengan peningkatan kadar asam urat) dapat
36
menimbulkan retensi urine atau gagal ginjal).
Timbang BB setiap hari. Mengukur keadekuatan penggantian cairan
sesuai fungsi ginjal. Pemasukan lebih dari
keluaran dapat mengindikasikan obstruksi
ginjal.
Awasi TD dan frekuensi jantung. Perubahan dapat menunjukkan efek
hopovolemia (perdarahan/dehidrasi)
Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler, dan Indikator langsung status cairan/hidrasi.
kondisi umum menbran mukosa.
Perhatikan adanya mual dan demam. Mempengaruhi pemasukkan, kebutuhan
cairan, rute penggantian.
Berikan cairan 3-4 L/hari. Meningkatkan aliran urine, mencegah
pencetus asam urat, dan meningkatkan
pembersihan obat antineoplastik.
Inspeksi kulit/membran mukosa untuk ptekie, Supresi sumsum tulang dan produksi
area akimotik:perhatikan perdarahan gusi, trombosit menempatkan pasien pada risiko
darah warna karat atau samar pada urine atau perdarahan spontan tidak terkontrol.
feses, perdarahan lebih lanjut dari sisi
tusukan invasif.
Implementasikan tindakan untuk mencegah Jaringan rapuh dan gangguan mekanisme
cedera jaringan/perdarahan, misalnya sikat pembekuan meningkatkan risiko perdarahan
gigi yang halus. meskipun trauma minor.
Batasi perawatan oral, dan hindari pencuci Bila perdarahan terjadi meskipun dengan
mulut dengan alkohol. sikat halus dapat menyebabkan kerusakan
jaringan. Alkohol mempunyai efek
mengeringkan dan mungkin nyeri karena
mengiritasi jaringan.
Kolaborasi: Mempertahankan keseimbangan
Berikan cairan IV sesuai indikasi. cairan/elektrolit pada tidak adanya
pemasukan malalui oral, menurunkan risiko
komplikasi ginjal.
Awasi pemeriksaan laboratorium: Contoh Bila jumlah trombosit kurang dari
trombosit, Hb/Ht 20.000/mm, pasien cenderung perdarahan
spontan yang mengancap hidup.
37
Berikan obat sesuai indikasi: Ondansetron (Zofran) adalah obat
Contoh: Ondansetron (Zofran), Allopurineol menghilangkan mual/muntah sehubungan
(Zyloprim), kalium asetat, natrium dengan pemberian agen kemoterapi.
bikarbonat dan pelunak feses. Allopurineol (Zyloprim) diberikan untuk
menurunkan nefripati sebagai akibat produksi
asam urat.
Pelunak feses membantu menurunkan
mengejan pada saat defekasi dengan trauma
jaringan rektal.
38
terapeutik.
Kolaborasi: Penggantian cepat dan destruksi sel leukimia
Awasi kadar asam urat selama kemoterapi meningkatkan asam urat,
menyebabkan pembengkakan dan nyeri
sendi.
Berikan obat sesuai indikasi: analgetik, Diberikan untuk nyeri ringan yang tidak
misalnya asetamionofen(Tylenol). hilang dengan tindakan kenyamanan, hindari
produk mengandung aspirin karena
mempunyai potensi perdarahan.
39
BAB III
KASUS
1. Anemia
A. Uraian Kasus
Ny. L (50 tahun) datang ke Rumah Sakit MC dan mengeluhkan cepat lelah, pusing, sesak
nafas, kaki dan pergelangan kakinya bengkak, mata berkunang-kunang, serta telinga
mendenging. Dari hasil pemeriksaan didapati konjungtiva anemis, membran mukosanya
pucat keputihan dan kuku pasien berbentuk sendok. Klien mengatakan tidak pernah
mengalami penyakit lain sebelumnya. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium diperoleh
hasil sbb: WBC 4x109g/L, RBC 3 x 109 g/L, Hb 7 g/dL, MVC 70 fL. Berdasarkan hasil
pemeriksaan labor ini, didiagnosa pasien ini mengalami anemia difisiensi besi. Karena nilai
MVC dan Hb nya yang rendah.
B. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Ny. L
Umur : 50tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengeluh lelah, sesak nafas, kaki dan pergelangan kakinya bengkak
b. Keluhan tambahan
Mata berkunang-kunang dan telinga mendenging
c. Riwayat kesehatan sebelumnya
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit lain sebelumnya
d. Riwayat kesehatan sekarang
Ny. L 50 tahun datang ke Rumah Sakit MC dan mengeluhkan cepat lelah, sesak
nafas, kaki dan pergelangan kakinya bengkak, konjungtiva anemis, mata
berkunang-kunang, serta telinga mendenging.
3. Pola perseptual
Penglihatan: mata berkunang-kunang
Pendengaran : telinga berdenging
4. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital:
TD :100/70
40
N : 72x/menit
S: 37,5oC
RR : 24x/menit
membran mukosanya pucat keputihan dan kuku pasien berbentuk sendok
5. Pemeriksaan penunjang
WBC 4x109 g/L
RBC 3 x 109 g/L
Hb 7 g/dL
MVC 70 fL
Analisa Data:
Data Subjektif:
1. Klien mengatakan sering cepat lelah, sesak nafas, kaki dan pergelangan kakinya
bengkak, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging.
2. Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit kronis sebelumnya
Data Objektif:
WBC 4x109 g/L
RBC 3 x 109 g/L
Hb 7 g/dL
MVC 70 fL
Analisa Data:
Data Subjektif:
3. Klien mengatakan sering cepat lelah, sesak nafas, kaki dan pergelangan kakinya bengkak,
mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging.
4. Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit kronis sebelumnya
Data Objektif:
1. TTV:
TD: 100/70 N: 72x/menit RR: 24x/menit S: 37,5oC
2. Dari hasil pemeriksaan didapati konjungtiva anemis, membran mukosanya pucat keputihan
dan kuku pasien berbentuk sendok
3. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium diperoleh hasil sbb:
WBC 4x109 g/L
RBC 3 x 109 g/L
Hb 7 g/dL (n=11.7-13.8 g/dL)
MVC 70 Fl (nilai normal = 82-92 Fl)
41
C. Analisa Data:
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1 Subjektif: Resiko tinggi
Defisiensi zat
- Klien mengeluh lelah, sesak gangguan perfusi
besi
nafas, kaki dan pergelangan jaringan
kakinya bengkak
- Klien mengeluh
Anemia
pandangannya berkunang-
kunang
Objektif: Asimtomatik
- TTV:
TD:100/70
Penurunan
N:72x/menit
curah
RR:24x/menit
jantung
S:37,5oC
- membran mukosanya pucat Aliran darah tidak kuat
keputihan dan kuku pasien ke jantung dan otak
berbentuk sendok
- Dari hasil pemeriksaan
Iskemia
didapati konjungtiva anemis
miokard
- Hasil pemeriksaan labor:
WBC 4x109 g/L
RBC 3 x 109 g/L Resti ggn perfusi
Hb 7 g/dL perifer
MVC 70 fL
42
2 Subjektif: Inefektif pola napas
- Klien mengeluh lelah, sesak Defisiensi zat besi
dispnea
Inefektif Pola
Nafas
43
dan besi. Pada anemia, karena semua system
organ dapat terlibat, maka dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang luas.
Karena jumlah efektif sel darah merah
berkurang, maka lebih sedikit oksigen yang
dikirimkan kejaringan.
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, Mengetahui derajat hipoksemia dan
dan diaforesis secara teratur. peningkatan tahanan perifer.
Pantau urine output. Penurunan curah jantung mengakibatkan
menurunya produksi urine<600 ml/hari
merupakan tanda-tanda terjadinya syok
kardiogenik.
Catat adanya keluhan pusing. Keluhan pusing merupakan manifestasi
penurunan suplai darah ke jaringan otak yang
parah.
Pantau frekuensi jantung dan irama. Perubahan frekuensi dan irama jantung
menujukan komplikasi disritmia.
Berikan makanan kecil/mudah dikunyah, Makanan besar dapat meningkatkan kerja
batasi asupan kafein. miokardium. Kafein dapat merangsang
langsung kejantung sehingga meningkatkan
frekuensi jantung.
Kolaborasi Transfuse dengan PRC (packed red cells)
Pemberian transfusi darah. lebih rasional diberikan pada klien yang
mengalami anemia akibat penurunan sel-sel
darah merah.
Pemberian antibiotika Kematian biasanya disebabkan oleh
perdarahan atau infeksi, meskipun antibiotic,
khususnya yang aktiv terhadap basil gram
negative, telah mengalami kemajuan besar
pada klien ini. Klien dengan leucopenia yang
jelas (penurunan abnormal sel darah putih)
harus dilindungi terhadap kontak dengan
orang lain yang mengalami infeksi.
Antibiotic tidak boleh diberikan secara
44
profilaksis pada klien dengan kadar neutrofil
rendah dan abnormal (netropenia) karena
antibiotic dapat mengakibatkan kegawatan
akibat resistensi bakteri dan jamur.
Jalur yang penting untuk pemberian obat
Pertahankan cara masuk heparin (IV) darurat.
sesuai indikasi.
Pemantauan laboratorium. Pemantuan darah rutin berguna untuk
melihat perkembangan untuk melihat
perkembangan pasca-intervensi.
Pemberian imunosupresif. Terapi imunosupresif globulin antitimosit
(ATG) diberikan untuk menghentikan fungsi
imunologis yang memperpanjang aplasia,
sehingga memungkinkan sumsum tulang
mengalami penyembuhan. Klien yang
berespons terhadap terapi biasanya akan
sembuh dalam beberapa minggu sampai 3
bulan, tetapi respons dapat lambat sampai
enam bulan setelah penanganan.
Transplantasi. Transplantasi sumsum tulang dilakukan
untuk memberikan persediaan jaringan
hematopoetik yang masih dapat berfungsi.
2. Diagnosa Keperawatan:
Inefektif pola nafas b/d pengembangan paru tidak optimal; kelebihan cairan paru
sekunder dan edema paru akut.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi perubahan pola nafas.
Kriteria Hasil: Klien tidak sesak nafas, RR dalam batas normal 16-20 kali/menit respons
batuk berkurang.
Intervensi Rasional
Auskultasi bunyi napas (krakles). Indikasi edema edema paru, sekunder akibat
dekompensasi jantung.
Kaji adanya edema. Curiga gagal kongestif/kelebihan volume
45
cairan.
Ukur intake dan output. Penurunan curah jantung, mengakibatkan
gangguan perfusi ginjal retensi natrium/ air,
dan penurunan pengeluaran urine.
Timbang berat badan. Perubahan tiba-tiba dari berat badan
menunjukan gangguan keseimbangan cairan.
Pertahankan pemasukan total cairan Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang
2.000ml/24jam dalam toleransi dewasa, tetapi memerlukan pembatasan
kardiovaskuler. dengan adanya dekompensasi jantung.
Kolaborasi
Berikan diet tanpa garam. Natrium meningkatan retensi cairan dan
volume plasma yang berdampak terhadap
peningkatan beban kerja jantung dan akan
meningkatkan kebutuhan miokardium.
Berikan diuretic, contoh : furosemid, Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume
sprinolakton, hidronolakton. plasma dan mneurunkan retensi cairan di
jaringan, sehingga mennurunkan risiko
terjadinya edema paru.
Pantau data laboratorium elektrolit Hipokalemia dapat membatasi keefektifan
kalium. terapi.
46
E. WOC Kasus
Diseritropoiesis
(Kurang bahan
baku
pembantu sel
darah)
Anemia
Asimtomatik
O2 jaringan
berkurang
Penurunan curah
Kehilangan
darah jantung
yang mendadak
Perdarahan
Aliran Beban jantung
Hipovolemia/
darah meningkat
hipoksemia
tidak
kuat ke
Po2 menurun Otot jantung anoksik
danPCO2 jantung
meningkat dan
otak Gagal jantung
Syok Iskemia
kongestif
mio
47
2. Leukemia
A. Uraian Kasus
Tn. B (28 tahun) masuk ke IGD Rumah Sakit tanggal 12 Februari 2013 dengan keluhan
utama lemah, nafsu makan menurun disertai mual dan muntah. Keluhan tersebut dirasakan
sejak 6 bulan terakhir sebelum masuk ke rumah sakit. Saat dilakukan pemeriksaan,
didapatkan kondisi wajah klien pucat, pusing, lemah, konjungtiva anemis, nafsu makan
menurun, mukosa bibir kering, turgor kulit buruk dan berkunang saat berdiri. Ketika palpasi
abdomen terdapat hepatomegali dan splenomegali. Hasil pemeriksaan TTV dan laboratorium
: TD: 110/70 mmHg, N: 108x/i, S: 38,50 C, RR: 18x/i, BB: 49 Kg (BB awal 55 Kg), TB: 160
cm, Hb: 9,3 g/dL (N: 13,5-17,5 g/dL), Leukosit: 24.000/mm3(6000-11000/mm3), Trombosit:
100.000 (150.000-400.000/mm3).
B. Pengkajian
1. Data Subjektif:
1) Klien mengatakan badannya terasa lemah
2) Klien mengatakan tidak nafsu makan
3) Klien mengatakan mual dan muntah
4) Klien mengatakan pusing
5) Klien mengatakan berkunang saat berdiri
2. Data Objektif:
1) Wajah klien terlihat pucat, konjungtiva anemis, lemah, pusing, berkunang saat berdiri,
dan nafsu makan menurun.
2) Pada palpasi abdomen terdapat hepatomegali dan splenomegali, turgor kulit buruk.
3) Tanda-tanda vital dan laboratorium didapatkan, TD: 120/70 mmHg, N: 108x/i, S:
38,50 C, RR: 18x/i, BB: 49 Kg (BB awal 55 Kg), TB: 160 cm, Hb: 9,3 g/dL (N: 13,5-
17,5 g/dL), Leukosit: 24000/mm3(6000-11000/mm3), Trombosit: 100.000 (150.000-
400.000/mm3).
C. Analisa Data
Masalah
Data Etiologi Keperawatan
48
lemah Sel kanker bersaing
- Klien mengatakan dengan sel normal untuk
tidak nafsu makan mendapatkan nutrisi
- Klien mengatakan
mual dan muntah
Infiltrasi
Data objektif :
Mendesak lambung
Gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
49
Data subjektif : Proliferasi sel kanker Intoleransi aktivitas
- Klien mengatakan
badannya terasa
lemah Infiltrasi
- Klien mengatakan
pusing
- Klien mengatakan
berkunang saat Sel normal digantikan oleh
berdiri sel kanker
- Klien mengatakan
mengalami tanda-
tanda ini sejak 6 Depresi sumsum tulang
bulan terakhir
Data objektif :
Eritrosit
- Klien tampak
lemah.
- Klien tampak
Anemia
pucat.
- Klien tampak
Kelemahan
anemis.
- Hb: 9,3 g/dL
- Leukosit
Intoleransi aktivitas
24.000/mm3
50
D. WOC Kasus
Proliferasi sel
kanker
Sel kanker bersaing dengan sel
normal untuk mendapatkan nutrisi
Infiltrasi
MK :
Intoleransi MK : Kekurangan Anoreksia, mual, dan
aktivitas muntah
volume cairan
E. Asuhan Keperawatan
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah, anoreksia atau diare.
Tujuan: Menunjukkan volume cairan adekuat.
Kriteria Hasil: Tanda-tanda vital stabil, nadi teraba, haluaran urine, berat jenis dan PH dalam
batas normal.
Intervensi Rasional
Awasi masukan/haluaran urine pada adanya Penurunan sirkulasi sekunder terhadap
pemasukan adekuat, ukur berat jenis dan PH destruksi SDM dan pencetusnya pada tubulus
51
urine. ginjal/terjadinya batu ginjal(sehubungan
dengan peningkatan kadar asam urat) dapat
menimbulkan retensi urine atau gagal ginjal).
Timbang BB setiap hari. Mengukur keadekuatan penggantian cairan
sesuai fungsi ginjal. Pemasukan lebih dari
keluaran dapat mengindikasikan obstruksi
ginjal.
Awasi TD dan frekuensi jantung. Perubahan dapat menunjukkan efek
hopovolemia (perdarahan/dehidrasi)
Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler, dan Indikator langsung status cairan/hidrasi.
kondisi umum menbran mukosa.
Perhatikan adanya mual dan demam. Mempengaruhi pemasukkan, kebutuhan
cairan, rute penggantian.
Berikan cairan 3-4 L/hari. Meningkatkan aliran urine, mencegah
pencetus asam urat, dan meningkatkan
pembersihan obat antineoplastik.
Inspeksi kulit/membran mukosa untuk ptekie, Supresi sumsum tulang dan produksi
area akimotik:perhatikan perdarahan gusi, trombosit menempatkan pasien pada risiko
darah warna karat atau samar pada urine atau perdarahan spontan tidak terkontrol.
feses, perdarahan lebih lanjut dari sisi
tusukan invasif.
Implementasikan tindakan untuk mencegah Jaringan rapuh dan gangguan mekanisme
cedera jaringan/perdarahan, misalnya sikat pembekuan meningkatkan risiko perdarahan
gigi yang halus. meskipun trauma minor.
Batasi perawatan oral, dan hindari pencuci Bila perdarahan terjadi meskipun dengan
mulut dengan alkohol. sikat halus dapat menyebabkan kerusakan
jaringan. Alkohol mempunyai efek
mengeringkan dan mungkin nyeri karena
mengiritasi jaringan.
Kolaborasi: Mempertahankan keseimbangan
Berikan cairan IV sesuai indikasi. cairan/elektrolit pada tidak adanya
pemasukan malalui oral, menurunkan risiko
komplikasi ginjal.
Awasi pemeriksaan laboratorium: Contoh Bila jumlah trombosit kurang dari
52
trombosit, Hb/Ht 20.000/mm, pasien cenderung perdarahan
spontan yang mengancap hidup.
Berikan obat sesuai indikasi: Ondansetron (Zofran) adalah obat
Contoh: Ondansetron (Zofran), Allopurineol menghilangkan mual/muntah sehubungan
(Zyloprim), kalium asetat, natrium dengan pemberian agen kemoterapi.
bikarbonat dan pelunak feses. Allopurineol (Zyloprim) diberikan untuk
menurunkan nefripati sebagai akibat produksi
asam urat.
Pelunak feses membantu menurunkan
mengejan pada saat defekasi dengan trauma
jaringan rektal.
53
Berikan dorongan untuk teknik relaksasi Peningkatan relaksasi dan istirahat
imajinasi. psikologis dapat menurunkan
keletihan fisik.
Kolaborasi pemberian produk darah sesuai Meningkatkan rasa nyaman akan
yang diresepkan. meningkatkan toleransi fisik
terhadap gejala yang dirasakan.
54
madu dipanaskan dengan suhu 90-95 derajat celsius selama 10 menit untuk menguapkan
ethanol. Setelah itu, dinginkan dengan suhu kamar lalu campurkan dengan flavor anggur
atau apel. Lalu xanthone siap untuk dinikmati dengan dicampur air.
Penderita leukemia sering mengalami nyeri akibat proliferasi dan infiltrasi sel-sel
kanker. Untuk mengatasi nyeri, dapat dilakukan teknik meditasi seperti yoga.
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan dan Saran
Anemia dan leukemia merupakan suatu penyakit dari sel darah manusia. Leukemia
merupakan kanker yang terjadi pada sel darah manusia. Anemia secara fungsional
didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa oksigen ke jaringan perifer (Sudoyo dkk,2009). Pada
leukemia, sel darah yang abnormal tersebut adalah kelompok sel darah putih. Sel-sel
darah yang terkena leukemia akan sangat berbeda dengan sel darah normal, dan tidak
mampu berfungsi seperti layaknya sel darah normal. Sehingga diperlukan peran perawat
untuk memberikan asuhan keperawatan yang baik pada klien.
56
DAFTAR PUSTAKA
57