Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION (DIC)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

1. AHMAT MUZAKI (1711004)


2. HIPOLITO DA CRUZ SOARES (1711014)
3. LILY INDRAYANI (1711015)
4. RIMA DELAVIA KRISNITA (1711026)
5. SUKMA FAIDA (1711020)
6. YOLANDA SHELA WATI (1711018)

PENDIDIKAN NERS SEMESTER V REGULER


STIKES PATRIA HUSADA BLITAR
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam pendidikan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah kami masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Blitar, November 2019

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Disseminated intravascular coagulation ( DIC ) dapat terjadi pada semua orang
tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat
terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat
thrombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan. Coagulasi intravascular
dessiminated atau DIC merupakan diagnosis kompleks yang melibatkan komponen
pembekuan darah akibat penyakit lain yang mendahuluinya. Keaadaan ini
menyebabkan perdarahan secara menyeluruh dengan coagulopati konsumtif yang
parah. Banyak penyakit dengan beraneka penyebab dapat menyebabkan DIC,
namum bisa dipastikan penyakit yang berakhir dengan DIC akan memiliki prognosis
malam.
DIC merupakan kelainan perdarahan yang mengancam nyawa, terutama
disebabkan oleh kelainan obstetric, keganasan metastasis, trauma massif, serta
sepsis bacterial. Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nikrotik ynag akan
melepaskan faktor-faktor pembekuan darah. Fase awal DIC ini akan diikuti fase
konsumtif koagulopati dan second dari fibrinolysis. Pembentukan fibrin yang terus
menerus disertai jumlah trombosit yang terus menurun menyebabkan perdarahan
dan terjadi effek antihemostatik dari produk degradasi fibrin.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi DIC?
2. Apa saja etiologi DIC?
3. Apa saja klasifikasi DIC?
4. Apa saja manifestasi klinis DIC?
5. Bagaimana patofisiologi DIC?
6. Bagaimana pathway DIC?
7. Apa saja komplikasi pada DIC?
8. Apa saja pemeriksaan diagnostic pad DIC?
9. Bagaimana penatalaksanaan DIC?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawtan pada DIC?
1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi DIC
2. Untuk mengetahui etiologi DIC
3. Untuk mengetahui klasifikasi DIC
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis DIC
5. Untuk mengetahui patofisiologi DIC
6. Untuk mengetahui pathway DIC
7. Untuk mengetahui komplikasi pada DIC
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic pad DIC
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan DIC
10. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawtan pada DIC
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Disseminated Intravascular Coagulation adalah gangguan dimana terjadi


koagulasi atau fibrinolisis (destruksi bekuan). DIC dapat terjadi pada sembarang
malignansi, tetapi yang paling umum berkaitan dengan malignansi hematologi
seperti leukemia dan kanker prostat, traktus GI dann paru-paru. Proses penyakit
tertentu yang umumnya tampak pada pasien kanker dapat juga mencetuskan DIC
termasuk sepsis, gagal hepar dan anfilaksis. ( Brunner & Suddarth, 2002)

Disseminated Intavascular Coagulation (DIG) didefinisikan sebagai kelainan atau


gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang berlebihan pada
mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap jejas/injury
(Yan Efrata Sembiring, Paul Tahalele). Jadi Disseminated Intravascular Coagulation
(DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh
aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan
berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan.

2.2. Etiologi

1. Fetus yang mati dalam kandungan


2. Abortus
3. Trauma akibat terkena bias ular
4. Syok
5. Infeksi
6. Anoksemia
7. Asidosis
8. Perubahan suhu
9. Auto imun
10. Keganasan
11. Hemolisis
2.3. Klasifikasi
Ada sumber yang menyebutkan bahwa DIC dibedakan menjadi dua bentuk
klinis, yakni DIC akut dan DIC kronik.
1. DIC akut adalah kelainan perdarahan yang memiliki karakteristik timbulnya
memar atau lebam (ekimosis), perdarahan dari mukosa (seperti pada
mukosa bibir atau genital), dan penurunan jumlah trombosit dan factor
pembekuan di dalam darah. Purpura Fulminan adalah bentuk fatal yang
terjadi cepat dan berbahaya dari DIC akut.
2. DIC kronik mempengaruhi formasi bekuan darah di pembuluh darah
(tromboembolism). Faktor pembekuan dan trombosit dapat berada pada
nilai normal, meningkat, atau bahkan sedikit menurun pada DIC kronik.
(Ngan, 2005)
Sumber lainnya membagi DIC menjadi DIC subakut dan DIC akut.
1. DIC subakut
DIC subakut berhubungan dengan komplikasi tromboembolik seperti
DVT dan PE seperti terjadinya pada katup jantung.
2. DIC akut
a. Trombositopenia dan penurunan factor koagulasi mengarah pada
kecenderungan terjadinya perdarahan. Diperburuk dengan
meningkatnya degradasi fibrin sampai produk pemecah fibrin yang
akan mengganggu terhadap polimerasi fibrin dan juga terhadap
fungsi trombosit.
b. Endapan fibrin pada pembuluh darah kecil mempengaruhi
terjadinya iskemia jaringan. Organ yang paling mudah terpengaruh
adalah ginjal, dimana endapan fibrin dapat menyebabkan terjadinya
acute renal failure.
c. Hemolisis dapat terjadi karena adanya kerusakan mekanis pada sel
darah merah sebagai akibat secunder dari deposit fibrin.
d. Pasien dapat mengalami fenomena neurologik karena adanya
serangan iskemia pada otak. (Anonym, 2005)
2.4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari sindrom ini beragam dan bergantung pada system organ
yang terlibat dalam thrombus/infark atau episode perdarahan. DIC kronis bisa
menimbulkan sedikit gejala, seperti mudah memar, perdarahan lama dari tempat
tusukan pungsi vena, perdarahan gusi, dan perdarahan gastrointestinal lambat,
atau tidak ada gejala yang tidak dapat diamati.
Gejala yang sering timbul pada klien DIC adalah sebagai berikut:

1. Perdarahan dari tempat – tempat pungsi, luka, dan membran mukosa pada
klien dengan syok, komplikasi persalinan, sepsis atau kanker.
2. Perubahan kesadaran yang mengindikasikan trombus serebrum.
3. Distensi abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran cerna.
4. Sianosis dan takipnea akibat buruknya perfusi dan oksigenasi jaringan.
5. Hematuria akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi
ginjal.
6. Trombosis dan pra gangrenosa di jari, genetalia, dan hidung

2.5. Patofisiologi

Patofisiologi dari DIC meliputi dimulainya proses koagulasi melalui perlukaan


pada endotel atau karena perlukaan jaringan yang kemudian menghasilkan materi
prokoagulan dalam bentuk sitokin dan faktor jaringan. Interleukin 6 dan faktor
nekrosis tumor merupakan hal yang paling mempengaruhi masuknya sitokin ke
dalam proses koagulasi dengan melalui faktor jaringan, dan merupakan faktor yang
paling bertanggung jawab dalam hal kerusakan end organ yang mungkin terjadi.
Lebih jauh lagi, pada sepsis, neutrofil dan produk yang dikeluarkan dapat
menaikkan media trombosit pada formasi fibrin. (Furlong, 2006).

Dua enzim proteolitik, yakni trombin dan plasmin, bereaksi aktif secara sistemik.
Keseimbangannya menentukan terjadinya perdarahan atau kecenderungan terjadi
trombosis. Trombin memecah fibrinogen menjadi fibrin monomer. Trombin
akhirnya memungkinkan aliran koagulasi dan menyebabkan trombosis pada
pembuluh darah kecil dan sedang, yang hasilnya menyebabkan iskemik organ atau
bahkan kerusakan organ. Mekanisme pengatur dari aliran koagulasi antara lain
tissue factor pathway inhibitor (TFPI), antithrombin III, dan protein C aktif
menyebabkan kerusakan yang luas. Plasmin, salah satu komponen sistem
fibrinolitik, mampu menurunkan fibrin dalam produk degradasi yang terukur.
Plasmin juga merupakan komplemen aktivasi. Plasmin dan trombin mempengaruhi
secara kualitatif dan kuantitatif abnormalitas trombosit. (Furlong, 2006).

DIC akut memiliki karakteristik adanya perdarahan secara menyeluruh, yang


dapat berupa petekiae hingga perdarahan eksangunasi atau trombosis
mikrosirkulasi dan makrosirkulasi. Hal ini memacu terjadinya hipoperfusi, infark,
dan kerusakan end organ. Pada kasus yang berat, pasien dapat mengalami demam
dan memiliki gejala seperti syok yang ditandai dengan takikardi, takipneu, dan
hipotensi. DIC kronik memiliki karakteristik adanya perdarahan subakut dan
trombosis yang difus. DIC lokal dicirikan dengan perdarahan atau trombosis yang
membatasi suatu lokasi anatomis spesifik. Ini berhubungan dengan adanya
aneurisma aorta, giant hemangioma, dan hiperakut renal allograft rejection
(Furlong, 2006).

2.6. Pathway

2.7. Komplikasi

1. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)


2. Penurunan fungsi ginjal
3. Gangguan susunan saraf pusat
4. Gangguan hati
5. Ulserasi mukosa gastrointestinal : perdarahan
6. Peningkatan enzyme jantung : ischemia, aritmia
7. Purpura fulminant
8. Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang
menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan

2.8. Pemeriksaan Diagnostik

Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hipofibrigenemia,peningkatan produk


hasil degradasi fibrin (D-dimer yang paling sensitif),trombositopenia dan waktu
protrombin yang memanjang.
Pemeriksaan Hemostasis pada DIC

1. Masa Protombin
Masa protrombin bisa abnormal pada DIC, dapat disebabkan beberapa
hal. Karena masa protrombin yang memanjang bisa karena
hipofibrinogenemia, gangguan FDP pada polimerisasi fibrin monomer dan
karena plasmin menginduksi lisis faktor V dan faktor IX. Masa protrombin
ditemukan memanjang pada 50-75% pasien DIC sedang pada kurang 50%
pasien bisa dalam batas normal atau memendek. Normal atau
memendeknya masa protrombin ini terjadi karena :

 Beredarnya faktor koagulasi aktif seperti trombin atau F Xa yang


dapat mempercepat pembentukan fibrin,
 Hasil degradasi awal dapat mempercepat pembekuan oleh thrombin
atau sistem pembekuan gel yang cepat. Masa protrombin umumnya
kurang bermanfaat dalam evaluasi DIC.
2. Partial Thrombin Time (PTT)
PTT diaktifkan seharusnya juga memanjang pada DIC fulminan karena
berbagai sebab sehingga parameter ini lebih berguna pada masa
protrombin. Plasmin menginduksi biodegradasi F V, VIII, IX dan XI, yang
seharusnya juga menyebabkan PTT memanjang. Selain itu sama halnya
dengan masa protrombin, PTT juga akan memanjang bila kadar fibrinogen
kurang dari 100 mg%.
PTT juga memanjang pada DIC Karena pada FDP menghambat
polimerisasi fibrin monomer. Namun PTT yang memanjang dapat ditemukan
pada 50-60% pasien DIC, dan oleh sebab itu PTT yang normal tak dapat
dipakai menyingkirkan DIC. Mekanisme terjdinya PTT normal atau
memendek pada 40-50% pasien DIC sama seperti pada masa protrombin.
3. Kadar Faktor Pembekuan
Pemeriksaan kadar faktor pada pembekuan memberikan sedikit
informasi yang berarti pada pasien DIC. Sebagaimana sudah disebutkan
sebelumnya pada kebanyakan pasien DIC fulminan faktor pembekuan yang
aktif beredar dalam sirkulasi terutama F Xa, IXa dan trombin.
Pemeriksaan faktor yang didasarkan atas standar PTT dan masa
protrombin dengan teknik menggunakan difisiensi substrat akan
memberikan hasil yang tidak dapat diinterpretasi. Sebagai contoh jika F VIII
diperiksa dengan pasien DIC dengan disertai peningikata F Xa, jelas F VIII
yang dicatat akan tinggi karena dalam uji sistem F Xa melintas kebutuhan F
VIII sehingga terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan cepat
dengan waktu yang dicatat dalam kurva standar pendek, dan ini akan
diinterpretasi sebagai kadar F VIII yang tinggi.
4. FDP
Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus DIC. Hasil degradasi ini
akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, jadi secara tidak
langsung menunjukkan bahwa jumlah plasmin melebihi jumlah normal
dalam darah. Tes protamin sulfat atau etanol biasanya positif bila dalam
sirkulasi darah ada fibrin monomer soluble. Tetapi sama sepert FDP, tes ini
bukan sebagai sarana diagostik, karena fibrin monomer soluble juga
terlihat pada situasi klinis lain, sama seperti pada situasi klinis lain, seperti
pada wanita dengan kontrasepsi oral, pasien dengan emboli paru, pada
beberapa pasien infark miokard, pasien dengan penyakit ginjal tertentu,
pasien dengan thrombosis vena atau arteri, dan pasien dengan
tromboemboli.
5. D- Dimer
Suatu test terbaru untuk DIC adalah D-Dimer.D-Dimer merupakan hasil
degradasi fibrin ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin
kemudian diaktifkan oleh factor XIII. Dari periksaan atau tes yang paling
banyak dilakukan untuk menilai KID. D-Dimer tamapaknya merupakan tes
yang paling dapat dipercaya untuk menilai kemungkinan DIC, Menunjukkan
adanya D-Dimer apnormal pada 93% kasus, kadar AT III apnorml pada 89%
kasus, kadar fibri nopeptida apnormal pada 88% kasus, dan titer FDP
abnormal pada 75 % kasus.
Kadang-kadang titer FDP dan reaksi para koagulasi dapat negative pada
DIC. Hal ini disebabkan pada DIC akut jumlah plasmin yang beredar sngat
banyak dan fibrinolisis sekunder mengakibatkan degradasi Fragmen D & E,
padahal fragmen inilah yang dideteksi sebagai FDP. Selain itu penglepasan
protease granulosid, kolagenase dan elastase yang berlebihan dapat juga
mengakibatkan dekradasi pada semua sisa fragmen D & E dan akhirnya
memberikan hasil FDP negative. Jadi FDP yang negative belum dapat
menyingkirkan diagnosis DIC. Dengan tersedianya pemeriksaan D-Dimer,
pemeriksaan FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas perannya dalam
mendiagnosis DIC.
2.9. Penatalaksanaan
1. Atasi penyakit primer yang dapat menimbulkan koagulasi intravaskular
desiminata.
2. Pemberian heparin
Heparin dapat diberikan 200 U/kg BB iv tiap 4-6 jam.Kenaikan kadar
fibrinogen plasma nyata dalam 6-8 jam,setelah 24-48 jam sesudah
mencapai harga normal.
3. Terapi pengganti
Darah atau packed red cell diberikan untuk mengganti darah yang
keluar.Bila dengan pengobatan yang baik jumlah trombosit tetap rendah
dalam waktu sampai seminggu,berarti tatap mungkin terjadi perdarahan
terus atau ulangan,sehingga dalam keadaan ini perlu diberikan platelet
concentrate.
4. Obat penghambat fibrinotitik.
Pemakaian Epsilon Amino Caproic Acid (EACA) atau asam traneksamat
untuk menghambat fibrinolisis sama sekali tidak boleh dilakukan,karena
akan menyebabkan trombosis.Bila perlu sekali,baru boleh deberikan
setelah heparin sudah disuntikan.Lama pengobatan tergantung dari
perjalanan penyakit primernya. Bila penyakit primernya dapat diatasi cepat
misalnya komplikasi kehamilan dan sepsis,pengobatan koagulasi
intravsakular desiminata hanya perlu untuk 1-2 hari.Pada keganasan
leukimia dan penyakit-penyakit lain dimana pengobatan tidak
efektif,heparin perlu lebih lama diberikan.Pada keadaan ini sebaiknya
diberikan heparin subkutan secara berkala.Antikoagulan lain jarang
diberikan.Sodium warfarin kadang-kadang memberikan hasil baik.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
a. Identitas pasien (nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa,
alamat, jenis kelamin, status perkawinan)
b. Keluhan utama : nyeri, demam dengan suhu tinggi, terdapat
c. Mengkaji adanya faktor-faktor predisposisi :
1. Septicemia (penyebab paling umum )
2. Komplikasi obstetric
3. SPSD ( sindrom distress pernafasan dewasa )
4. Luka bakar berat dan luas
5. Neoplasia
6. Gigitan ular
7. Penyakit hepar
8. Trauma
3.2. Pemeriksaan fisik
1. Perdarahan abnormal pada semua system dan pada sisi prosedur infatif
a. Kulit dan mukosa membrane
b. Perembesan difusi darah atau plasma
c. Kur-kur yang teraba pada walnya di dada dan abdomen
d. Gula hemoragi
e. Hemoragi subkutan
f. Hematoma
g. Luka bakar karena plester sianosis akrar ( astrimitas berwarna agak
kebiruan, abu-abu, atau ungu gelap )
2. System GI
a. Mual dan muntah
b. Uji buayak positif pada emesis atau aspirasi
c. Nasogastrik dan feses
d. Nyeri hebat pada abdomen
e. Peningkatan lingkar pada abdomen

3. System ginjal
a. Hematuria
b. Oliguria
4. System pernafasan
a. Dyspnea
b. Takipnea
c. Sputum mengandung darah
5. System kardiovaskuler
a. Hipotensi meningkat dan postural
b. Frekuensi jantung meningkat
c. Nadi perifer tidak teraba
6. System saraf perifer
a. Perubahan tingkat kesadaran
b. Gelisah
c. Ketidaksadaran vasomotor
7. System musculoskeletal
a. Nyeri : otot,sendi,punggung
8. Perdarahan sampai hemoragi
a. Insisi operasi
b. Uterus post partum
c. Fundus mata perubahan fisual
d. Pada sisi prosedur infasif : suntikan, IV, kateter arteral dan selang
nasogastric atau dada, dll
9. Kerusakan perfusi jaringan
a. Serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental, sakit
kepala
b. Ginjal : penurunan pengeluaran urine
c. Paru : dyspnea dan ortopenia
d. Kulit : akrosionosis ( ketidak teraturan bentuk bercak sianosis pada
lengan perifer dan kaki ).
10. Pemeriksaan Diagnostik
a. Jumlah thrombosis rendah
b. PT (protombin time) dan PTT memanjang
c. Degradasi produksi fibrin meningkat
d. Kadar fibrinogen plasma darah

3.3. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermia
2. Risiko Ketidakefektifan Jaringan Otak
3. Risiko Perdarahan
4. Risiko Ketidakseimbangan Volume Cairan
5. Risiko Hipovolemia
6. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer
7. Nyeri Akut
8. Gangguan Eliminasi
9. Gangguan Citra Tubuh
3.3. Intervensi
N SDKI SLKI SIKI
O
1 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
intervensi keperawatan
Observasi:
selama 1x24 jam maka
termoregulasi membaik 1. identifikasi penyebab
dengan kriteria hasil: hipertermia
2. monitpr suhu tubuh
 Menggigil cukup 3. monitor kadar
menurun elektrolit
 Kulit merah cukup 4. monitor keluaran
meurun urin
 Kejang cukup 5. monitor komplikasi
menurun akibat hipertermia
 frekuensi nadi 60- Terapeutik:
100x/m
 frekuensi nafas 16- 1. sediakan lingkungan
20x/m yang dingin
 suhu tubuh (36,5- 2. longgarkan atau
37,5’C) lepaskan pakaian
 tekanan darah 3. basahi dan kipasi
120/80 permukaan tubuh
4. berikan cairan oral
5. lakukan pendinginan
eksternal
6. hindari pemberian
antipiretim atau
aspirin
7. berikan oksigen jika
perlu
Edukasi:

1. anjurkan tirah baring


Kolaborasi:

1. kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena jika perlu

2 Resiko Perfusi Setelah dilakukan Pemantauan Tekanan


intervensi keperawatan Intrakranial
Serebral Tidak
selama 1x24 jam maka
Efektif Observasi:
perfusi serebral meningkat
dengan kriteria hasil: 1. identifikasi penyebab
peningkatan TIK
 tingkat kesadaran 2. monitor peningkatan
cukup meningkat TD
 kognitif cukup 3. monitor pelebaran
meningkat tekanan nadi (selisih
 tekanan TDS dan TDD)
intracranial cukup 4. monitor penurunan
menurun frekuensi jantung
 sakit kepala cukup 5. monitor irregularitas
menurun irama nafas
 gelisah cukup 6. monitor tekanan
menurun perfusi serebral
 kecemasan cukup Teraupetik:
menurun
 agitasi cukup 1. ambil sampel
menurun drainase cairan
 suhu tubuh 36,5- serebrospinal
37,5 2. pertahankan posisi
 nilai rata-rata kepala dan leher
tekanan darah netral
120/80 mmHg 3. atur interval
 kesadaran cukup pemantauan sesuai
membaik kondisi pasien
4. dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi:

1. jelaskan tujuan dan


prosedur
pemantauan
2. informasikan hasil
pemantauan jika
perlu
3 Risiko Setelah dilakukan Pencegahan Perdarahan
intervensi keperawatan
Perdarahan Observasi:
selama 1x24 jam maka
tingkat perdarahan 1. monitor tanda gejala
menurun dengan kriteria perdarahan
hasil: 2. montor nilai
hematocrit atau
 kelembaban hemoglobin sebelum
membrane dan setelah
mukosa meningkat kehilangan darah
 kelembaban kulit 3. monitor ttv ortostatik
meningkat 4. monitor koagulasi
 hemoglobin cukup Terapeutik:
membaik
 hematocrit cukup 1. pertahankan bed rest
membaik selama perdarahan
 tekanan darah 2. batasi tindakan
120/80 mmHg invasive jika perlu
 suhu tubuh 36,5- 3. gunakan kasur
37,5’C pencegah decubitus
4. hindari pengukuran
suhu rektal
Edukasi:

1. jelaskan tanda dan


gejala perdarahan
2. anjurkan
meningkatkan
asupan makanan dan
vit K
3. anjurkan
menghindari aspirin
atau antikoagulan
Kolaborasi:

1. kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan jika perlu
2. kolaborasi pemberian
produk darah jika
perlu
4 Risiko Setekah dilakukan Manajemen Cairan
intervensi keperawatan
Ketidakseimbang
selama 1x24jam maka Observasi:
an Cairan keseimbangan cairan
meningkat dengan kriteria  Monitor status
hasil: hidrasi (mis frekuensi
 Asupan cairan nadi ,kekuatan nadi,
cukup meningkat
 Kelembab akral,pengesian
membrane
kapiler, kelembaban
mukosa cukup
meningkat mukosa ,turgor
 Asupan makanan
kulit,TD)
cukup meningkat
 Turgor kulit cukup  Monitor BB harian
membaik
 Monitor BB sebelum
dan sesudah dialysis
 Moitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
 Monitor status
hemodinamik
Terapeutik:

 Catat intake output


dan hitug balance
cairan 24 jam
 Berikan asupan
cairan sesuai
kebutuhuan
 Berikan cairan
intravena jika perlu
Kolaborasi :

 Kolaborasi
pemberian dieuritik
jika perlu

5 Risiko Setekah dilakukan Manajemen


intervensi keperawatan
Hipovolemia Hipovolemia
selama 1x24jam maka
status cairan membaik Tindakan
dengan kriteria hasil:

 Kekuatan nadi
Observasi
cukup meningkat - Pemeriksaan tanda
 Turgor kulit cukup gejala hipovolemia (
mis , frekuensi nadi
meningkat meningkat, nadi
 Output urine teraba lemah ,
cukup meningkat tekanan darah
 Pengisian vena menurun , tekanan
cukup meningkat nadi menyempit ,
turgor kulit menurun,
 Ortopnea Cukup
membrane mukosa
Menurun kering , volume urine
 Dispnea Cukup menurun, hematokrik
Menurun meningkat, haus
 Paroxymal ,lemah)
nocturnal dyspnea - Monitor intake dan
(PND) Cukup output cairan
Menurun Terapiutik
 Edema anasarka
Cukup Menurun - Hitung kebutuhan
cairan
 Edema perifer “
- Berikan posisi
Cukup Menurun” modified
 Berat badan ‘’ Trendelenburg
Cukup Menurun” - Berikan asupan
 Distensi vena cairan oral
jugularis “ Cukup Edukasi
Menurun”
 Suara nafas - Anjurkan
tambahan “ Cukup memperbanyak
Menurun” asupan cairan oral
- Anjurkan
 Kongesti paru “
menghindari
Cukup Menurun” perubahan posisi
 Perasaan Lemah “ mendadak
Cukup Menurun”
Kolaborasi
 Keluhan haus “
Cukup Menurun” - Kolaborasi
 Konsentrasi urine pemberian cairan IV
“ Cukup Menurun” isotonis (Mis NaCL,
 Frekuensi nadi “ RL)
- Kolaborasi
Cukup Membaik’
pemberian cairan IV
 Tekanan darah”
hipotonis ( Mis,
Cukup Membaik” Glukosa 2,5%, NaCL
 Tekanan nadi “ 0,4%)
Cukup Membaik” Kolaborasi pemberian cairan
 Membran mukosa
koloid (Mis, albumin
“ Cukup Membaik”
 Jugular Venou ,plasmanate)
Pressure(JVP) ”
Cukup Membaik”
 Kadar Hb “ Cukup
Membaik”
 Kadar Ht “ Cukup
Membaik”
 Central venous
pressure “Cukup
Membaik”
 Refluks
hepatojugular
“Cukup Membaik’
 Berat badan “
Cukup Membaik”
 Hepatomegali “
Cukup Membaik”
 Oliguria “Cukup
Membaik”
 Intake cairan
“Cukup Membaik”
 Status mental “
Cukup Membaik”
 Suhu tubuh “
Cukup Membaik”

6 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manejemen sensasi perifer


intervensi keperawatan
Perfusi Jaringan Observasi
selama 1x24 jam maka
Perifer perfusi perifer meningkat 1. Identifikasi penyebab
dengan kriteria hasil : perubahan sensasi
2. Periksa perbedaan
 Denyut nadi sensasi tajam dan
perifer cukup tumpul
meningkat 3. Periksa perbedaan
 Warna kulit pucat sensasi panas dan
cukup menurun dingin
 Edema perifer 4. Monitor perubahan
cukup menurun kulit
 Nyeri esktremitas Terapeutik
cukup menurun
 Turgor kulit cukup 1. Hindari pemakaian
membaik benda-benda yang
 TD : 120/80 berlebihan suhunya
mmgh Edukasi

1. Anjurkan
penggunakan
termometer untuk
menguji suhu air
2. Anjurkan memakai
sepatu lembut dan
bertumit rendah
Kolaborasi

1. Kolaborasi
pemberian analgesik
2. Kolaborasi
pemberian
kortikosteroid
7 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
intervensi keperawatan
selama 1x24 jam maka Tindakan
tingkat nyeri menurun
dengan kriteria hasil : Observasi
 Kemampuan - Identifikasi lokasi ,
menuntaskan karakteristik, durasi ,
aktivitas “ Cukup frekuensi,kualitas ,
Meningkat” intensitas nyeri
 -Keluhan nyeri “  -Identifikasi skala
Cukup Menurun” nyeri
 -Meringis “ Cukup  -Identifikasi respon
Menurun” nyeri non verbal
 -Sikap protektif “  -Identifikasi factor
Cukup Menurun” yang memperberat
 -Gelisah “ Cukup dan memperingan
Menurun” nyeri
 -Kesulitan tidur  -Identifikasi
“Cukup Menurun” pengetahuan dan
 -Menarik diri keyakinan tentang
“Cukup Menurun” nyeri
 -Berfokus pada diri  -Identifikasi
sendiri “ Cukup pengaruh budaya
Menurun” terhadap respon
 -Diaforesis “ nyeri
Cukup Menurun”  -Identifikasi
 -Perasaan depresi pengaruh nyeri pada
(tertekan) “ Cukup kualitas hidup
Menurun”  Monitor keberhasilan
 -Perasaan takut terapi komplementer
mengalami cedera yang sudah diberikan
berulang “ Cukup  Monitor efek
Menurun” samping
 -Anoreksia “ penggunaan
Cukup Menurun” analgetik
 -Perineum terasa
tertekan “Cukup Terapiutik
Menurun”
 -Uterus teraba  -Berikan teknik non
membulat “Cukup farmakologis untuk
Menurun” mengurangi rasa
 -Ketegangan otot nyeri ( Mis, TENS,
“Cukup Menurun” hypnosis , akupresur,
 -Pupil dilatasi “ terapi music ,
Cukup Menurun” biofeedback, terapi
 -Muntah “Cukup pijat , aromaterapi,
Menurun” teknik imajinasi
 -Mual “ Cukup terbimbing, kompres
Menurun” hangat atau dingin ,
terapi bermain)
 -Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri ( mis,suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
 -Fasilitasi istirahat
tidur
 -Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri

Edukasi
 -Jelaskan penyebab ,
periode, dan pemicu
nyeri
 -Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 -Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 -Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
 -Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian analgetik ,
jika perlu

8 Gangguan Setekah dilakukan Manajemen ELIminasi


intervensi keperawatan Urine
Eliminasi Urine
selama 1x1 jam maka
eliminasi eurine
membaik dengan kriteia Observasi:
hasil:
o Identifikasi tanda
 Sensasi berkemih dan gejala retensi
cukup meningkat atau inkontinensia
 Desakon urine
berkemih cukup o Identifikasi factor
menurun yang menyebabkan
 Berkemih tidak retensi atau
tuntas cukup inkontinensia urine
menurun o Monitor eliminasi
 Karakteristik urine(mis,frekuensi
urine cukup konsistensia,aroma,
membaik volume dan warna)

Terapeutik:
o Catat waktu dan
keluaran berkemih
o Batasi asupan
cairan jika perlu
o Ambil sampel urine
tengah atau kultur

Edukasi:
o Ajurkan tanda dan
gejala infeksi
saluran kemih
o Ajurkan mengenali
tanda berkemih dan
waktu yang tepat
untukberkemih
o Ajurkan terapi
modalitar
penguatan otot-otot
panggul/berkemih.
Kolaborasi:
Kolaborasi pembuatan obat
supositoria uretra jika perlu
9 Gangguan Citra Setelah dilakukan Promosi citra tubuh
intervensi keperawatan
Tubuh Observasi
selama 1x24 jam maka
citra tubuh meningkat  Identifikasi harapan
dengan kriteria hasil : citra tubuh
berdasarkan tahap
 Melihat bagian perkembangan
tubuh cukup  Identifikasi
meningkat budaya,agama, jenis
 Menyentuh bagian kelamin, dan umur
tubuh cukup terkait citra tubuh
meningkat  Identifikasi
 Verbalisasi perubahan citra
kecacatan bagian tubuh yang
tubuhcukup mengakibatkan
meningkat isolasi sosial
 Verbalisasi  Monitor frekuensi
kehilangan bagian pernyataan kritik
tubuh cukup terhadap diri sendiri
meningkat  Monitor apakan
 Verbalisasi pasien bisa melihat
perasaan negatif bagian tubuh yang
tentang berubah
perubahan negatif Terapeutik
tentang
perubahan tubuh  Diskusikan
cukup menurun perubahan tubuh dan
 Verbalisasi fungsinya
kekhawatiran  Diskusikan
pada perubahan
penolakan/reaksi penampilan fisik
orang lain cukup terhadap harga diri
menurun  Diskusikan kondisi
 Verbalisasi stres yang
perubahan gaya mempengaruhi citra
hidup cukup tubuh
menurun Edukasi
 Menyembunyikan
bagian tubuh  Jelaskan kepada
berlebihan cukup keluarga tentang
menurun perawatan
 Menunjukkan perubahan citra
bagian tubuh tubuh
berlebuhan cukup  Anjurkan
menurun menggunakan
 Fokus pada bagian gambaran diri
tubuh cukup terhadap citra tubuh
menurun  Latian fungsi tubuh
 Fokus pada yang dimiliki
penampilan  Latih peningkatan
masalalu cukup penampilan diri
menurun
 Respon nonverbal
pada perubahan
tubuh cukup
membaik
 Hubungan sosial
cukup membaik

Anda mungkin juga menyukai