Disusun Oleh:
IPB UNIVERSITY
2019
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yakni Allah
SWT atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini adalah suatu sarana untuk menambah wawasan dan mengembangkan
kreativitas pelajar maupun masyarakat. Makalah ini merupakan sumbangan
pikiran penulis untuk dapat digunakan pembaca.
Penulis
BAB I
PENGERTIAN
Pada Gambar 8.3 terlihat keadaan I menunjukan suatu lapisan yang belum
terjadi perubahan bentuk geologi. Karena di dalam bumi terjadi gerakan yang
terus‐menerus, maka akan terdapat stress yang lama kelamaan akan terakumulasi
dan mampu merubah bentuk geologi dari lapisan batuan.
Keadaan II menunjukan suatu lapisan batuan telah mendapat dan
mengandung stress dimana telah terjadi perubahan bentuk geologi. Untuk daerah
A mendapat stress ke atas, sedang daerah B mendapat stress ke bawah. Proses ini
berjalan terus sampai stress yang terjadi (dikandung) di daerah ini cukup besar
untuk merubahnya menjadi gesekan antara daerah A dan daerah B. Lama
kelamaan karena lapisan batuan sudah tidak mampu lagi untuk menahan stress,
maka akan terjadi suatu pergerakan atau perpindahan yang tiba‐tiba sehingga
terjadilah patahan. Peristiwa pergerakan secara tiba‐tiba ini disebut gempabumi.
Pada keadaan III menunjukkan lapisan batuan yang sudah patah karena
adanya pergerakan yang tiba‐tiba dari batuan tersebut. Gerakan perlahan‐lahan
sesar ini akan berjalan terus sehingga seluruh proses di atas akan diulangi lagi dan
sebuah gempabumi akan terjadi lagi setelah beberapa waktu lamanya, demikian
seterusnya. Teori Reid ini dikenal dengan nama "Elastic Rebound Theory".
Gambar 3 Seismogram digital vertikal di PALK Srilanka mencatat gempabumi susulan Sumatera
2004 (Sumber : IISEE, 2006).
Gambar 4 Tipe pergerakan sesar gempabumi (1) Turun, (2) Naik, (3) Mendatar, dan (4) Sesar
Oblique (Sumber : USGS).
Sesar atau patahan (fault) adalah bidang batas antara dua fraksi kulit
bumi yang mengalami gerakan relatif, biasanya merupakan daerah yang relatif
lemah, mengalami retakan atau terdapat celah. Dampak gempabumi yang terjadi
dipengaruhi oleh pergerakan model gerak relatif batuan yang terjadi di sekitar
sesar tersebut.
Bila batuan yang menumpu merosot ke bawah akibat batuan penumpu
di kedua sisinya bergerak saling menjauh, sesarnya dinamakan sesar normal
(normal). Bila batuan yang menumpu terangkat ke atas akibat batuan penumpu di
kedua sisinya bergerak saling mendorong, sesarnya dinamakan sesar naik
(reverse/thrust). Bila kedua batuan pada sesar bergerak saling menggelangsar,
sesarnya dinamakan sesar geseranjurus (strike‐slip).
Sesar normal dan sesar naik, keduanya menghasilkan perpindahan
vertikal (vertical displacement), sedangkan sesar geseran‐jurus menghasilkan
perpindahan horizontal (horizontal displacement). Selain itu, terdapat pula
kombinasi antara sesar vertikal dengan sesar horisontal yang dinamakan sesar
oblique. Sebagai contoh kejadian nyata seperti terlihat pada Gambar 5 dan 6.
Gambar 5 Sesar gempabumi bertipe sesar naik ke arah hulu sungai pada gempabumi Chi‐chi
Taiwan 1999 (Sumber : Kuge, 2007).
Gambar 6 Gempabumi Kobe 1995 menyebabkan sesar mendatar yang tampak di permukaan
(Sumber: Sagiya, 2004).
BAB III
CONTOH KASUS
Gambar 7 Tektonik aktif di wilayah Lombok berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya
Gempa Nasional 2017.
Hasil analisa menunjukkan bahwa jalur muka sesar naik yang menjadi
sumber gempa Lombok lebih dekat dengan dataran Lombok dibandingkan
perkiraan sebelumnya, seperti yang sudah dipetakan pada peta gempa nasional
2017, sehingga kejadian ini akan menjadi bahan masukkan untuk revisi peta
berikutnya. Untuk itu maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendetailkan
sumber gempa ini serta implikasinya pada area yang berdekatan.
Gambar 10 Gambar tabel hasil wawancara dengan penduduk mengenai goncangan gempa tanggal
29 Juli 2018
Dampak dari gempa Lombok khususnya gempa yang terjadi pada tanggal 5
Agustus 2018 berdasarkan data BNPB dan hasil pemeriksaan lapangan
mengakibatkan 468 orang meninggal, 1.416 orang luka-luka, 81.813 rumah warga
rusak dan ribuan orang mengalami trauma. Gempa ini mengakibatkan adanya
fenomena geologi permukaan berupa sesar minor permukaan, retakan tanah
likuifaksi dan gerakan tanah atau longsoran. Kenampakan sesar minor permukaan
tersebut berupa pergeseran tanah dengan offset vertical 2 cm-50 cm. pergeseran
ini membentuk zona dengan panjang 300 m- 1 km. Sementara itu, retakan tanah
mengakibatkan terjadinya kerusakan rumah warga dan jalan. Dampak lainnya
yaitu gerakan tanah yang terjadi akibat goncangan sebelumnya yaitu pada
ytanggal 29 Juli 2018.
Fenomena likuifiksi dicirikan dengan munculnya pasir dan material halus yang
berasal dari dalam tanah ke permukaan. Fenomena ini terjadi dikarenakan
goncangan gempa kuat terjadi diwilayah berupa endapan alluvial dengan susunan
ukuran butir halus, jenuh air dan muka air tanah dangkal. Ada 2 jenis likuifaksi
yang ditemukan yaitu sand boil dan spreading lateral.
Gambar 11 likuifaksi akibat Gempa Lombok
Gaas as as s
Ga
G
BAB V
KESIMPULAN
Rangakain gempa Lombok 2018 ini akan menjadi bahan revisi peta nasional
milik pemerintah. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendetailkan
sumber atau kasus gempa ini serta implikasinya pada area yang berdekatan. Detail
dari penelitian tersebut terdiri dari studi geolodi, seismologi, geodesi, dan
pemetaan dasar laut untuk memahami lokasi yang tepat dari keberadaan Back Arc
Thrust di Utara pulau Lombok. Wilayah Lombok memiliki tingkat resiko yang
tinggi terhadap gempa, sebaiknya rekonstruksi harus dilakukan secara serius
dengan memperhatikan kondisi wilayah tersebut dan kaidah-kaidah bangunan
tahan gempa sesuai standar bangunan terhadap bencana atau ketentuan SNI yag
berlaku saat ini. Inspeksi pada kasus ini diperlukan untuk bangunan-bangunan
yang belum rusak atau tidak menerima dampak yang berlebih untuk
mengidentifikasi kerawanan sistem strukturnya terhadap gempa sehingga
diterapkan bentuk-bentuk perkuatan yang sesuai agar struktur bangunan dapat
bertahan bila terjadi bencana atau gempa selanjutnya. Sumberdaya yang tersedia
saat ini, termasuk oengetahuan dan keahlian dari kalangan akademisi dan sekolah
kejuruan perlu dioptimalkan untuk menghasilkan bangunan-bangunan yang benar-
benar tahan terhadap gempa. Pendekatan perancangan dan pelaksanaan bangunan
berdasarkan kebiasaan-kebiasaan lama yang cenderung kurang memperhatikan
aspek-aspek bangunan tahan gempa harus mulai ditinggalkan.