Anda di halaman 1dari 15

STUDI KASUS GEMPA BUMI LOMBOK

Disusun Oleh:

Anggy Aruna Daulay F44160013

Emir Aulia F44160023

Kamal Hasan Iskandar F44160053

Muhammad Nurkhalid S F44160067

Mochammad Izzudin Ma’mun F44160069

Rionaldi Rizki Berliana F44160088

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

IPB UNIVERSITY

2019
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yakni Allah
SWT atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini adalah suatu sarana untuk menambah wawasan dan mengembangkan
kreativitas pelajar maupun masyarakat. Makalah ini merupakan sumbangan
pikiran penulis untuk dapat digunakan pembaca.

Makalah ini disusun berdasarkan data-data dan sumber-sumber yang telah


diperoleh penulis. Penulis menyusun makalah ini dengan bahasa yang mudah
ditangkap oleh pembaca sehingga makalah ini dapat dengan mudah dimengerti
oleh pembaca. Pada akhirnya, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dalam memahami persoalan gempa bumi, kejadian-kejadiannya beserta
tindakan mitigasi.

Bogor, Agustus 2019

Penulis
BAB I
PENGERTIAN

1.1 Pengertian Gempa Bumi

Gempa bumi (earthquake) adalah peristiwa bergetar atau bergoncangnya


bumi karena pergerakan/pergeseran lapisan batuan pada kulit bumi secara tiba-
tiba akibat pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Gempa bumi yang disebabkan
oleh aktivitas pergerakan lempeng tektonik disebut gempa bumi tektonik. Namun
selain itu, gempa bumi bisa saja terjadi akibat aktifitas gunung berapi yang
disebut sebagai gempa bumi vulkanik.
Pergerakan tiba-tiba dari lapisan batuan di dalam bumi menghasilkan
energi yang dipancarkan ke segala arah berupa gelombang seismik. Gelombang
tersebut mencapai permukaan bumi sehingga mengakibatkan goncangan dan
dapat merusak segala sesuatu di permukaan bumi seperti bangunan dan
infrastruktur lainya serta menimbulkan korban jiwa dan harta benda. Berbeda
dengan letusan gunung api dan bencana alam lain yang didahului dengan tanda-
tanda atau gejala-gejala yang muncul sebelum kejadian, gempa bumi selalu datang
secara mendadak dan mengejutkan sehingga menimbulkan kepanikan umum yang
luar biasa karena sama sekali tisak terduga sehingga tidak ada orang pun yang
sempat mempersiapkan diri.

Gambar 1 Pergeseran di kerak bumi memancarkan radiasi gelombang gempabumi hingga


menimbulkan goncangan dan perubahan struktur batuan di permukaan (Sumber:
Yagi, IISEE, 2006)
BAB II
KONSEP DASAR

2.1 Penyebab Terjadinya Gempa Bumi

Berdasarkan atas penyebabnya gempa bumi dapat dikelompokkan menjadi


beberapa macam diantaranya: tektonik, vulkanik, runtuhan, jatuhan meteor, dan
gempa bumi buatan manusia.
Gempa bumi tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh pelepasan
energi elastis yang tersimpan dalam lempeng tektonik. Karena adanya dinamika
yang terjadi pada lapisan mantel bumi, lempeng tektonik bumi kita ini terus
menerima energi dari lapisan tersebut. Lempeng tektonik adalah batuan yang
bersifat elastis, sehingga energi yang diterima dari lapisan mantel tersimpan
dalam bentuk energi elastis. Bila energi yang diterima sudah melebihi batas
elastisitas lempeng tektonik, maka energi akan terlepas dalam bentuk deformasi
plastis dan gelombang elastis. Daerah yang melepaskan energi elastis umumnya
daerah yang lemah sehingga di daerah tersebut akan mengalami deformasi plastis,
sedangkan daerah yang jauh dari sumber tersebut akan mengalami deformasi
elastis dalam bentuk gelombang seismik. Dengan adanya deformasi plastis di
sekitar sumber gempabumi, fenomena yang dapat diamati dalam jangka waktu
panjang adalah terjadi pergerakan dari lempeng tektonik dengan jenis pergerakan
antara lain: penunjaman antara lempeng samudra dan lempeng benua, tumbukan
antara kedua lempeng benua, dan pergerakan lempeng samudera yang saling
menjauh, serta pergerakan lempeng yang saling bergeser. Dikarenakan tepian
lempeng yang tidak rata maka jika bergesekan maka, timbullah friksi. Friksi inilah
yang kemudian melepaskan energi goncangan gempabumi.
Gempa bumi vulkanik adalah gempa bumi yang disebabkan oleh kegiatan
gunung api. Magma yang berada pada kantong di bawah gunung tersebut
mendapat tekanan dan melepaskan energinya secara tiba‐tiba sehingga
menimbulkan getaran tanah. Selain itu, pelepasan energi stress tersebut juga
menyebabkan gerakan magma secara perlahan.
Aktivitas gempa bumi tektonik dapat memicu aktivitas gempa bumi
vulkanik. Naiknya magma ke permukaan dapat dipicu oleh pergeseran lempeng
tektonik pada sesar bumi. Biasanya ini terjadi pada batas lempeng tektonik yang
bersifat konvergen (saling mendesak). Hanya saja pada gempabumi vulkanik, efek
goncangan lebih ditimbulkan karena desakan magma, sedangkan pada
gempabumi tektonik efek goncangan langsung ditimbulkan oleh benturan kedua
lempeng tektonik. Bila lempeng tektonik yang terlibat adalah lempeng benua
dengan lempeng samudera, maka akan terjadi deformasi di dasar laut yang
kemudian menimbulkan tsunami karena batas lempengnya umumnya berada di
dasar laut.
Gempa bumi runtuhan adalah gempa bumi lokal yang terjadi apabila suatu
gua di daerah batuan karst atau lokasi pertambangan runtuh. Sedangkan
gempabumi jatuhan meteor akibat kejatuhan meteorit atau benda langit ke
permukaan bumi. Hal ini pernah terjadi di kawasan Arizona, Amerika hingga
meninggalkan bekas berupa lekukan tanah yang cukup lebar seperti membentuk
sebuah kawah. Gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia, yakni
seperti peledakan dinamit, nuklir, ledakan bom, atau palu yang dipukulkan ke
permukaan bumi.

1.3 Proses Terjadinya Gempa Bumi

Gempabumi tektonik terjadi karena adanya proses pergerakan lempeng


yaitu berupa tumbukan, pelipatan, pergeseran dan atau penyusupan yang
berpengaruh terhadap media yang dilewati proses tersebut. Di daerah pertemuan
lempeng akan timbul suatu tegangan diakibatkan oleh tumbukan dan geseran antar
lempeng serta sifat‐sifat elastisitas batuan.
Tegangan pada batuan akan terkumpul terus‐menerus sehingga sesuai
dengan karakteristik batuan yang akan sampai pada titik patah, dimana pada saat
tersebut energi yang terkumpul selama terjadi proses tegangan akan dilepaskan,
pada waktu itulah gempabumi terjadi.
Sekarang kita tinjau bagaimana proses terjadinya sebuah gempabumi.
Seorang ahli seismologi Amerika yang bernama Reid pada tahun 1906
mengadakan penelitian untuk membahas tentang proses pemecahan di sebuah
sumber gempabumi pada gempabumi yang terjadi di Sesar San Andreas.
Displacement dari Sesar San Andres ini kebanyakan horizontal, dimana pada
bagian timur yang menghadap ke daratan Amerika bergerak ke selatan terhadap
yang di sebelah barat yang menghadap ke Pasifik.

Gambar 2 Mekanisme sumber gempa memperlihatkan mekanisme gempabumi yang menjadi


sumber gempabumi tektonik. Garis tebal vertikal menunjukan pecahan atau sesar
pada bagian bumi yang padat (Sumber: Ibrahim & Subardjo, 2001).

Pada Gambar 8.3 terlihat keadaan I menunjukan suatu lapisan yang belum
terjadi perubahan bentuk geologi. Karena di dalam bumi terjadi gerakan yang
terus‐menerus, maka akan terdapat stress yang lama kelamaan akan terakumulasi
dan mampu merubah bentuk geologi dari lapisan batuan.
Keadaan II menunjukan suatu lapisan batuan telah mendapat dan
mengandung stress dimana telah terjadi perubahan bentuk geologi. Untuk daerah
A mendapat stress ke atas, sedang daerah B mendapat stress ke bawah. Proses ini
berjalan terus sampai stress yang terjadi (dikandung) di daerah ini cukup besar
untuk merubahnya menjadi gesekan antara daerah A dan daerah B. Lama
kelamaan karena lapisan batuan sudah tidak mampu lagi untuk menahan stress,
maka akan terjadi suatu pergerakan atau perpindahan yang tiba‐tiba sehingga
terjadilah patahan. Peristiwa pergerakan secara tiba‐tiba ini disebut gempabumi.
Pada keadaan III menunjukkan lapisan batuan yang sudah patah karena
adanya pergerakan yang tiba‐tiba dari batuan tersebut. Gerakan perlahan‐lahan
sesar ini akan berjalan terus sehingga seluruh proses di atas akan diulangi lagi dan
sebuah gempabumi akan terjadi lagi setelah beberapa waktu lamanya, demikian
seterusnya. Teori Reid ini dikenal dengan nama "Elastic Rebound Theory".

1.4 Kedalaman dan Kekuatan Gempa

Fowler (1990) mengklasifikasikan gempabumi berdasarkan kedalaman


fokus (hypocentre) sebagai berikut: gempabumi dangkal (shallow) kurang dari 70
km, gempabumi menengah (intermediate) kurang dari 300 km, dan gempabumi
dalam (deep) lebih dari 300 km atau 450 km.

Gambar 3 Seismogram digital vertikal di PALK Srilanka mencatat gempabumi susulan Sumatera
2004 (Sumber : IISEE, 2006).

Gempabumi dangkal menimbulkan efek goncangan dan kehancuran yang


lebih dahsyat dibanding gempabumi dalam. Ini karena sumber gempabumi lebih
dekat ke permukaan bumi sehingga energi gelombangnya lebih besar. Karena
pelemahan energi gelombang akibat perbedaan jarak sumber ke permukaan relatif
kecil.
Berdasarkan kekuatannya atau magnitudo (M) berskala Richter (SR) dapat
dibedakan atas :
a. Gempabumi sangat besar M > 8 SR
b. Gempabumi besar M 7 ‐ 8 SR
c. Gempabumi merusak M 5 ‐ 6 SR
d. Gempabumi sedang M 4 ‐ 5 SR.
e. Gempabumi kecil M 3 ‐ 4 SR
f. Gempabumi mikro M 1 ‐ 3 SR
g. Gempabumi ultra mikro M < 1 SR
1.5 Jenis Gempa Bumi Berdasarkan Urutan Kejadiannya

Berdasarkan proses kemunculan dan kesudahannya, Mogi membedakan


gempabumi atas beberapa jenis, di antaranya:
a. Gempabumi utama (main shock) langsung diikuti gempabumi
susulan tanpa gempabumi pendahuluan (fore shock).
b. Gempabumi sebelum terjadi gempabumi utama diawali dengan
adanya gempabumi pendahuluan dan selanjutnya diikuti oleh
gempabumi susulan.
c. Gempabumi terus‐menerus dan dengan tidak terdapat gempabumi
utama yang signifikan disebut gempabumi swarm. Biasanya dapat
berlangsung cukup lama dan bisa mencapai 3 bulan atau lebih.
Terjadi pada daerah vulkanik seperti di Gunung Lawu 1979, dan
Kemiling, Bandar Lampung 2006.

Gambar 4 Tipe pergerakan sesar gempabumi (1) Turun, (2) Naik, (3) Mendatar, dan (4) Sesar
Oblique (Sumber : USGS).

1.5 Pergerakan Sesar

Sesar atau patahan (fault) adalah bidang batas antara dua fraksi kulit
bumi yang mengalami gerakan relatif, biasanya merupakan daerah yang relatif
lemah, mengalami retakan atau terdapat celah. Dampak gempabumi yang terjadi
dipengaruhi oleh pergerakan model gerak relatif batuan yang terjadi di sekitar
sesar tersebut.
Bila batuan yang menumpu merosot ke bawah akibat batuan penumpu
di kedua sisinya bergerak saling menjauh, sesarnya dinamakan sesar normal
(normal). Bila batuan yang menumpu terangkat ke atas akibat batuan penumpu di
kedua sisinya bergerak saling mendorong, sesarnya dinamakan sesar naik
(reverse/thrust). Bila kedua batuan pada sesar bergerak saling menggelangsar,
sesarnya dinamakan sesar geseranjurus (strike‐slip).
Sesar normal dan sesar naik, keduanya menghasilkan perpindahan
vertikal (vertical displacement), sedangkan sesar geseran‐jurus menghasilkan
perpindahan horizontal (horizontal displacement). Selain itu, terdapat pula
kombinasi antara sesar vertikal dengan sesar horisontal yang dinamakan sesar
oblique. Sebagai contoh kejadian nyata seperti terlihat pada Gambar 5 dan 6.

Gambar 5 Sesar gempabumi bertipe sesar naik ke arah hulu sungai pada gempabumi Chi‐chi
Taiwan 1999 (Sumber : Kuge, 2007).

Gambar 6 Gempabumi Kobe 1995 menyebabkan sesar mendatar yang tampak di permukaan
(Sumber: Sagiya, 2004).
BAB III
CONTOH KASUS

Pulau Lombok mengalami rangkaian gempa dimulai pada tanggal 29


Juli 2018 (M6.4) sebagai foreshock , 5 Agustus 2018 (M7.0) sebagai main shock
pertama, 9 Agustus 2018 (M6.2) sebagai aftershock signifikan, serta 19 Agustus
2018 yang didahului foreshock M6.3 dan mainshock kedua M6.9 sepuluh jam
setelahnya. Wilayah Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), terletak pada
kawasan tektonik aktif, dimana menurut buku Sumber dan Bahaya Gempa
Nasional 2017, Pulau Lombok dikelilingi oleh beberapa sumber gempa, yaitu
diantaranya Zona Back Arc Thrust di wilayah utara, megathrust di selatan, dan
sistem sesar geser di sisi barat dan timurnya. Tektonik aktif wilayah Lombok serta
lokasi kedua mainshock serta sebaran foreshock dan aftershock diperlihatkan pada
Gambar 7.

Gambar 7 Tektonik aktif di wilayah Lombok berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya
Gempa Nasional 2017.

Hasil analisa menunjukkan bahwa jalur muka sesar naik yang menjadi
sumber gempa Lombok lebih dekat dengan dataran Lombok dibandingkan
perkiraan sebelumnya, seperti yang sudah dipetakan pada peta gempa nasional
2017, sehingga kejadian ini akan menjadi bahan masukkan untuk revisi peta
berikutnya. Untuk itu maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendetailkan
sumber gempa ini serta implikasinya pada area yang berdekatan.

Menurut data BNPB telah merampungkan validasi gempa Lombok,


telah diketahui berapa banyak korban jiwa, rumah yang hancur, fasilitas publik
yang rusak, serta kerugiannya. Total korban jiwa mencapai 564 orang yang
mayoritas nya adalah wilayah Lombok Utara. Lalu korban luka mencapai 1584
jiwa dimana 829 orang berasal dari Lombok Utara. Jumlah total rumah rusak
mencapai 167 unit dan 214 infrastruktur seperti jembatan, jalan, terminal bus,
dermaga, irigasi hingga bendungan yang rusak dan terdampak bencana. Serta
untuk bidang pendidikan sekitar 639 unit bangunan sekolah rusak akibat
terdampak gempa. Kerugian gempa Lombok menurut BNPB mencapai kurang
lebih Rp 12 Triliun.

Berselang beberapa waktu setelah terjadinya gempa Lombok, Presiden


RI, Joko Widodo dalam perintahnya yang tertera dalam Instruksi Presiden Nomor
5 Tahun 2018 tentang Percepatan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana
Gempa Bumi Di Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Timur Serta
Mataram Dan Wilayah Terdampak Di Provinsi Nusa Tenggara Barat memerintah
31 pihak seperti mentripanglima TNI dan polisi, hingga walikota daetah yang
terkema dampak gempa untuk melakukan percepatan rehebilitasi berupa 9 point
yaitu perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana
umum hingga pemulihan fungsi layanan public. Sementara rekonstruksi berisi
delapan point yaitu pembanguanan kembali prasarana dan sarana umum
hinggapeningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
BAB IV
PEMBAHASAN

Dampak dan Perubahan yang Terjadi di Lombok dan Sekitarnya


Gempa Lombok merupakan gempa yang terjadi tidak dalam satu waktu
melainkan terjadi pada X waktu. Waktu pertama gempa terjadi pada tanggal 29
Juli 2018 dan waktu kedua terjadi pada tanggal 5 dan 9 Agustus 2018. Telah
dilakukan beberapa studi terkait dampak dan perubahan baik permukaan bumi
maupun aspek lainnya akibat gempa Lombok. Berdasarka hasil studi PusGen,
Pusat Litbang Perumahan dan Pemukiman, Balitbang PUPR Gempa Lombok
tanggal 29 Juli 2018 merupakan salah satu gempa merusak di Indonesia. Kejadian
gempa tersebut diakibatkan aktivitas zona besar naik busur busur belakang Flores
yang berarah timur. Gempa Ini telah menimbulkan korban jiwa, kerusakan
bangunan, retakan tanah dan gerakan tanah. Hasil pengamatan terhadap kerusakan
serta respon masyarakat dalam merasakan goncangan gempa, mumpunyai
intensitas maksimum sebesar VII-VII skala MMI. Hasil pengamatan lapangan
memperlihatkan bahwa kerusakan bangunan pada kejadian gempa tanggal 29 Juli
2018 diakibatkan oleh beberapa factor yaitu : jarak yang dekat dengan sumber
gempa, bangunan yang dirancang tidak tahan goncangan gempa dan bangunan
terletak pada endapan alluvial dan batuan rombakan gunungapi muda yang telah
mengalami pelapukan.

Gambar 8 Peta Intensitas Gempa Bumi Pulau Lombok


Gambar 9 Sebaran nilai intensitas gempa berdasarkan hasil pengamatan dampak gempa terhadap
bangunan serta wawancara dengan penduduk

Gambar 10 Gambar tabel hasil wawancara dengan penduduk mengenai goncangan gempa tanggal
29 Juli 2018

Dampak dari gempa Lombok khususnya gempa yang terjadi pada tanggal 5
Agustus 2018 berdasarkan data BNPB dan hasil pemeriksaan lapangan
mengakibatkan 468 orang meninggal, 1.416 orang luka-luka, 81.813 rumah warga
rusak dan ribuan orang mengalami trauma. Gempa ini mengakibatkan adanya
fenomena geologi permukaan berupa sesar minor permukaan, retakan tanah
likuifaksi dan gerakan tanah atau longsoran. Kenampakan sesar minor permukaan
tersebut berupa pergeseran tanah dengan offset vertical 2 cm-50 cm. pergeseran
ini membentuk zona dengan panjang 300 m- 1 km. Sementara itu, retakan tanah
mengakibatkan terjadinya kerusakan rumah warga dan jalan. Dampak lainnya
yaitu gerakan tanah yang terjadi akibat goncangan sebelumnya yaitu pada
ytanggal 29 Juli 2018.

Gambar 10 Offset vertical akibat gempa

Fenomena likuifiksi dicirikan dengan munculnya pasir dan material halus yang
berasal dari dalam tanah ke permukaan. Fenomena ini terjadi dikarenakan
goncangan gempa kuat terjadi diwilayah berupa endapan alluvial dengan susunan
ukuran butir halus, jenuh air dan muka air tanah dangkal. Ada 2 jenis likuifaksi
yang ditemukan yaitu sand boil dan spreading lateral.
Gambar 11 likuifaksi akibat Gempa Lombok

Mitigasi yang Dapat Dilakukan


Gempa yang terjadi di Lombok menimbulkan kekhawatiran terutama di pulau-
pulau kecil sekitarnya, seperti Gili Trawangan dan Gili Air. Sekitar 1.000 turis
asing maupun domestik telah dievakuasi dari wilayah tersebut. Menurut Widjo
Kongko, peneliti Tsunami Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT),
pantai utara Bali, NTB, dan NTT rentan terhadap tsunami dari aktivitas tektonik
busur belakang (back-arc). Oleh karena itu, disiapkan mitigasi tsunaminya berupa
shelter sementara yang cukup tinggi dari jangkauan tsunami. Selain itu mitigasi
yang dilakukan adalah menambah wawasan dan pengetahuan mitigasi bencana
disemua sektor, dan perancangan wilayah yang berbasis mitigasi bencana. Hal
lainnya yang dapat ditempuh adalah meningkatkan kesadaran akan pembangunan
rumah dan gedung yang sesuai dengan SNI untuk menekan korban jiwa akibat
terkena runtuhan bangunan

Gaas as as s
Ga

G
BAB V
KESIMPULAN
Rangakain gempa Lombok 2018 ini akan menjadi bahan revisi peta nasional
milik pemerintah. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendetailkan
sumber atau kasus gempa ini serta implikasinya pada area yang berdekatan. Detail
dari penelitian tersebut terdiri dari studi geolodi, seismologi, geodesi, dan
pemetaan dasar laut untuk memahami lokasi yang tepat dari keberadaan Back Arc
Thrust di Utara pulau Lombok. Wilayah Lombok memiliki tingkat resiko yang
tinggi terhadap gempa, sebaiknya rekonstruksi harus dilakukan secara serius
dengan memperhatikan kondisi wilayah tersebut dan kaidah-kaidah bangunan
tahan gempa sesuai standar bangunan terhadap bencana atau ketentuan SNI yag
berlaku saat ini. Inspeksi pada kasus ini diperlukan untuk bangunan-bangunan
yang belum rusak atau tidak menerima dampak yang berlebih untuk
mengidentifikasi kerawanan sistem strukturnya terhadap gempa sehingga
diterapkan bentuk-bentuk perkuatan yang sesuai agar struktur bangunan dapat
bertahan bila terjadi bencana atau gempa selanjutnya. Sumberdaya yang tersedia
saat ini, termasuk oengetahuan dan keahlian dari kalangan akademisi dan sekolah
kejuruan perlu dioptimalkan untuk menghasilkan bangunan-bangunan yang benar-
benar tahan terhadap gempa. Pendekatan perancangan dan pelaksanaan bangunan
berdasarkan kebiasaan-kebiasaan lama yang cenderung kurang memperhatikan
aspek-aspek bangunan tahan gempa harus mulai ditinggalkan.

Anda mungkin juga menyukai