Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

Tatalaksana Prolaps Organ Panggul Pada


Perempuan dengan Seksual Aktif

Oleh:

Aditya Sadewa
Angel Chen
Arief Budiman
Doni Damora
Mardhiyatul Aflah
Nurul Humairah Arfiza
Nurul Ulya Rahim
Sonia Dinda Paramitha
Yulfhita Wahyu Rinaldi

Pembimbing :
dr. Edy Fakhrizal, Sp.OG (K)
dr. Febriani, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding vagina ke dalam
liang vagina atau sampai dengan keluar introitus vagina, yang diikuti oleh organ-organ
panggul (uterus, kandung kemih, usus atau rektum).1 Prolapsus organ panggul merupakan
masalah kesehatan yang umum terjadi dan mengenai hingga 40% wanita yang telah
melahirkan dan berusia di atas 50 tahun.2 Prolapsus uteri menempati urutan kedua tersering
setelah cystourethrocele (bladder and urethral prolapse).3 Pada studi Women’s Health
Initiative (WHI) Amerika, 41 % wanita usia 50-79 tahun mengalami Prolapsus Organ
Panggul (POP), diantaranya 34% mengalami cystocele, 19% mengalami rectocele dan 14%
mengalami prolapsus uteri.4
Prolapsus terjadi di Amerika sebanyak 52% setelah wanita melahirkan anak pertama,
sedangkan di Indonesia prolapsus terjadi sebanyak 3,4-56,4% pada wanita yang telah
melahirkan. Data Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menunjukkan setiap tahun terdapat 47-
67 kasus prolapsus, dan sebanyak 260 kasus pada tahun 2005-2010 mendapat tindakan
operasi.5,6
Secara hipotetik disebutkan penyebab utamanya POP adalah persalinan pervaginam
dengan bayi aterm.7 Sebagian wanita yang melahirkan normal memiliki risiko kecacatan
dasar panggul seperti robekan akibat penggunaan alat bantu saat melahirkan serta akibat
lamanya proses persalinan.8 Wanita dengan segala usia dapat mengalami prolapsus uteri,
namun prolapsus lebih sering terjadi pada wanita dengan usia lebih tua.9
Wanita dengan prolapsus uteri dapat mengalami masalah fisik dan psiko-sosial.
Masalah fisik yang mereka alami antara lain, rasa sakit, disfungsi seksual, discharge (cairan
abnormal dari vagina), sensasi dan perasaan berat dalam vagina, kesulitan berjalan dan
duduk, infeksi dan pembusukan jaringan. Enam puluh delapan persen penderita prolapsus
uteri mengatakan menderita inkontinensia urin.10,11 Masalah psiko-sosial yang mereka hadapi
diantaranya adalah stres, isolasi emosional, ditinggalkan oleh suami atau perceraian, ejekan
dan rasa malu, risiko kekerasan dan diskriminasi serta ketidakmampuan untuk bekerja karena
mobilitas terbatas.12 Meskipun prolapsus uteri jarang menyebabkan mortalitas atau
morbiditas berat, tetapi dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup wanita.13

2
Untuk alasan tersebut, maka diperlukan upaya-upaya untuk mencegah terjadinya
prolapsus uteri dan untuk meminimalisir dampak yang terjadi akibat prolapsus uteri.Salah
satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memprediksi atau deteksi dini faktor-faktor
risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya prolapsus organ panggul.

3
BAB II
ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny.Misroma
Umur : 61 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Juru masak
Agama : Islam
Suku : Melayu
Status : Menikah
Alamat : Jl. Kulim, Senapelan, Pekanbaru
No RM : 01021972

Identitas Suami
Nama : Tn. Suyanto
Umur : 65 Tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Jl. Kulim, Senapelan, Pekanbaru
Masuk RS tanggal 21 Agustus 2018 pukul15.00 WIB

2.2 Anamnesis
Anamnesis (dilakukan tanggal 21Agustus 2019 secara autoanamnesis)
Keluhan utama
Keluar benjolan dari kemaluan sebesar kepala bayi
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan keluar benjolan dari kemaluan sebesar kepala bayi sejak 7 bulan
SMRS. Awalnya hanya terasa penuh pada kemaluan dan lama kelamaan diikuti keluarnya
benjolan sebesar telur ayam dan masih bisa dimasukkan kembali.Penyakit mulai dirasakan
sekitar 2 tahun SMRS, benjolan keluar jika pasien berjongkok atau mengangkat beban berat.

4
Sejak 7 bulan SMRS, benjolan dirasakan semakin lama semakin besar sampai berukuran
kepala bayi dan tidak bisa dimasukkan kembali. Pasien juga mengeluh adanya nyeri pinggang
terutama bila berdiri dan berjalan, dan tidak terasa berkurang jika berbaring. Pasien juga
mengeluh adanya BAK yang sering hampir setiap 2 jam, terutama di malam hari sehingga
bangun malam seringkali sampai 2-3 kali, BAK juga terasa tidak lampias. Keluhan BAB
disangkal. Pasien mengaku sudah tidak berhubungan seksual lagi dengan suami sejak 7 bulan
yang lalu.
Pasien mengakuriwayat persalinannya normal sebanyak 2x dengan berat lahir bayi
pertama 3700 gram dan berat lahir anak kedua 3500 gram. Pasien mengaku tidak datang haid
lagi sejak 6 tahun yang lalu. Pasien mengaku merasa kegemukan selama 10 tahun. Pasien
bekerja sebagai juru masak di hotel selama 10 tahun, dan pasien mengaku sering mengangkat
beban berat dalam pekerjaannya. Riwayat batuk lama disangkal, riwayat kebiasaan mengejan
perut disangkal. Pasien merasa terganggu aktivitasnya dengan penyakitnya ini.
Riwayat penyakit dahulu
Hipertensi (+) sejak 2 tahun yang lalu terkontrol, DM (+) sejak 2 tahun yang lalu terkontrol,
batuk kronik (-), konstipasi kronik (-), asma (-), penyakit jantung (-), alergi (-).
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat Peranakan turun (+) pada ibu pasien.
Hipertensi (-), DM (-), asma (-), penyakit jantung (-), alergi (-).
Riwayat haid
Menarche usia 11 tahun,siklus haid teratur 1x tiap bulan, siklus 28 hari, lama 5-7 hari,ganti
pembalut 2-3x/hari, nyeri (-). Pasien sudah menopause 6 tahun.
Riwayat perkawinan
Menikah satu kali tahun 1981 saat usia 24 tahun.
Riwayat persalinan
P2A0H2
1. 1982 /aterm/laki-laki /3700 gram /normal/bidan/hidup
2. 1987 /aterm/perempuan /3500 gram/normal/bidan/hidup
Riwayat pemakaian kontrasepsi
Tidak pernah menggunakan kontrasepsi.
Riwayat operasi sebelumnya
Tidak ada
Riwayat sosial ekonomi
Pasien bekerja sebagai juru masak dan sering mengangkat beban berat.

5
2.3 Pemeriksaan Fisik (22/08/2019)
2.3.1 Status generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 80 kali
Napas : 20 kali
Suhu : 36,50C
BB : 58 kg
TB : 156 cm
Gizi : 23,8 (normoweight)

Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)


Thoraks : Paru  Gerakan dinding dada simetris, suara napas vesikuler (+/+),
ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung  BJ 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Status ginekologis
Genitalia : Status ginekologis
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)

2.3.2 Status ginekologi


Mammae : Dalam batas normal
Aksilla : Pembesaran KGB (-)
Abdomen :
Inspeksi  Perut tampak datar, supel, tanda parut (-)
Palpasi  Supel, nyeri tekan (-), TFU tidak teraba, masssa (-), tanda asites (-)
Pemeriksaan ginekologi:
 Inspeksi : tampak seluruh uterus keluar dari introitus vagina ukuran 10x7x8 cm,
berwarna merah muda, pada sebagian permukaan uterus tampak erosi juga
pada porsio, OUE tertutup, fluksus (-),perdarahan aktif (-),. Tampak kandung
kemih keluar dari introitus vagina.
 Inspekulo : Tidak dilakukan

6
 Pemeriksaan raba uterus dan adneksa : Porsio kenyal, OUE tertutup, CUT teraba sebesar
telur ayam, nyeri tekan (-), adneksa – parametrium kanan dan kiri dbn, masssa adneksa (-),
kavum Douglassi tidak menonjol.
 Rectal Toucher : Tonus sfingter ani baik, ampula recti licin tidak kolaps,
tidakteraba massa, feces (+), darah (-).
 Pemeriksaan POP-Q:
 Aa = +7  Ap = +7  C = +10
 GH = 7  PB = 1  TVL = 10
 Ba = 0  Bp = +4  D = +8

2.4 Diagnosis kerja: P2A0H2 dengan prolaps uteri grade IV + sistokel grade III +
rektokel grade II + seksual aktif.

2.5 Rencana tindakan


Persiapan operasi:
 Pemeriksaan darah lengkap, urin lengkap, kimia darah
 Pemeriksaaan Radiologi: Ro toraks PA
 EKG
 Konsul-konsul persiapan operasi

2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium


Darah rutin (14/08/2019)
Hb : 10,4 gr/dl Leukosit : 7.930 /ul
Ht : 32,7 % MCV : 89,1 fl
Trombosit : 325.000/ul MCHC : 31,8 g/dl
MCH : 28,3 pg

Kimia darah (14/08/2019)


Ureum : 36 mg/dl ALT : 10 U/L
Kreatinin : 1,1 mg/dl Albumin :4,4 g/dl
AST : 15 U/L GDS : 128 gr/dl

7
2.5.2 Radiologis:
X-foto thorax PA (14 Agustus 2019)
Cor: besar dn bentuk normal
Pulmo: corakan bronkovaskular normal. infiltrat (-)
Diagfragma dan sinus kostofrenikus normal
Kesan: Cor : dalam batas normal
Pulmo: tidak tampak kelainan

2.5.3 EKG (14 Agustus 2019)

Kesan : dalam batas normal

2.5.4 Konsul interna dan konsul anestesi

2.6 Diagnosis
P2A0H2 dengan prolaps uteri grade IV + sistokel grade III + rektokel grade II + seksual aktif,
tolerable operasi

2.7 Tata Laksana


Rencana operasi Total vaginal histerektomi + sacrospinosus fixation + colporaphy
anterior + colporaphy posterior + colpoperineoraphy

2.8 Prognosis : Bonam

8
2.9 Laporan Tindakan :

TANGGAL DAN WAKTU RUANG KELAS


22Agustus 2019 Jam 09.35 WIB OK IGD II
DIAGNOSIS PRA OPERASI : P2A0H2 dengan prolaps uteri grade IV + sistokel
grade III + rektokel grade II + seksual aktif.
DIAGNOSIS PASCA OPERASI : P2A0H2 post operasi sistokel + colporaphy
anterior + total vaginal histerektomi + hemostasis perdarahan + sacrospinosus fixation
+ colporaphy posterior + colpoperineoraphy a/i prolaps uteri grade IV + sistokel grade
III + rektokel grade II
TANGGAL JAM OPERASI LAMA ANESTESI BERLANGSUNG
OPERASI 09.35 WIB s/d -
22-08-2019 11.35 WIB
1. Pasien telentang di atas meja operasi dalam posisi litotomi dalam anestesi spinal
2. Dilakukan asepsis dan antisepsis genitalia externa dan sekitarnya
3. Kandung kemih dikosongkan, DC dipasang menetap
4. Dipasang duk steril
5. Dipasnag tegel untuk memperluas area operasi
6. Dilakukan hidrodiseksi pada dinding vagina posterior sampai ke batas cavum
Douglas untuk melakukan SSF, dengan cara mencapai spina ischiadika dan
ligamentum sacrospinosum melalui pararectal space. Prolene no 1 digantungkan
pada lig. Sacrospinosum dengan menggunakan miya hook

9
7. Dilanjutkan melakukan hydrodiseksi pada dinding vagina anterior, lateral dan
posterior
8. Dilakukan sayatan bentuk piramid pada permukaan anterior vagina, dilanjutkan
sampai melingkari serviks ke posterior
9. Dinding vagina anterior dilepaskan sampai batas hidrodiseksi, kandung kemih
disisihkan ke superior dan disishkan dengan spekulum U.
10. Dilanjutkan melepaskan dinding vagina lateral kiri-kanan sampai ke posterior
serviks, cavum Douglassi ditembus secara tajam, peritoneum digantung dengan
tegel
11. Dilakukan total vaginal histerektomi hemostasis perdrahan
12. Tindakan SSF dilselesaikan dengan menggantung prolene yang telah disiapkan ke
puncak vagina
13. Dilakukan colporaphy anterior
14. Dilakukan colporaphy posterior
15. Dilakukan colpoperineoraphy
16. Operasi selesai
Perdarahan 150 cc
INSTRUKSI PERAWATAN PASCA OPERASI
1. Cek Hb post operasi
2. IVFD RL:D5 2:1/24 jam
3. Diet makanan cair-lunak-padat
4. Mobilisasi secara bertahap dalam 24 jam
5. Inj Ceftriakson 2x1 gram
6. Inj ketorolac 3x30 mg
7. Misoprostol tab 3x200 mcg
8. DC menetap sampai 24/8/2019, cek residu urin jam 12

10
Gambar 1. Foto Pre Operasi Gambar 2. Foto Post Operasi

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi organ panggul


Dasar panggul terdiri atas otot levator ani, uretra dan otot sfingter ani serta
jaringan ikat endopelvis.Lapisan pertama dukungan otot terdiri dari otot
iliococcygeus serta fascia obturator internus. Lapisan kedua terdiri dari otot
puboviseralis yaitu m. puborectalis dan m. pubococcygeus yang mengelilingi hiatus
urogenitalis dimana uretra, vagina, anorectum berjalan melaluinya.14
Otot levator ani mempunyai dua fungsi terpenting yaitu menjaga tegangan
otot basal yang konstan sehingga hiatus urogenitalis tetap tertutup dan juga menjadi
lempengan otot penyokong. Bila tegangan atau tonus basal ini hilang atau menurun,
hiatus genitalis dapat melebar sehingga menyebabkan penurunan organ pelvis.Fungsi
kedua dari otot levator ani adalah secara refleks berkontraksi terhadap peningkatan
tekanan intraabdominal seperti saat batuk atau berdiri sehingga membuat
keseimbangan tekanan intraabdominal dan tekanan luar. Otot levator ani dipersarafi
oleh serabut saraf anterior S2-S4, dimana cabang motorik dari saraf ini mempunyai
kemungkinan untuk tertekan dan teregang selama persalinan pervaginam.7,14
Selain otot dan serabut saraf, dasar panggul juga memiliki sistem ligamen dan
jaringan ikat kompleks yang dikenal dengan fascia endopelvis.Fascia ini menampung
organ pelvis dan melekat pada dinding panggul. Terdapat tiga tingkatan dukungan
terhadap uterus dan vagina, yaitu7,14,15,16

 Tingkat pertama dimana apeks vagina dipertahankan di lateral ke arah dinding


pelvis dan ke arah sakrum di bagian posterior (oleh ligamen kardinal dan
sakrouterina). Posterior serviks dipertahankan oleh ligamentum uterosakral yang
membentang dari bagian serviks sampai vertebra sakral kedua-keempat.
Ligamentum kardinal menyokong bagian lateral serviks dan merupakan
penyokong utama serviks danuterus.
 Tingkatan kedua akan memfiksasi vagina secara tranversal di antara kandung
kemih danrektum.
 Tingkatan ketiga melekatkan vagina dengan membran dan ototperineum.

12
Jaringan ikat, dukungan otot dan persarafan di daerah pelvis dapat mengalami
trauma penekanan saat kehamilan dan juga menjelang persalinan dimana regangan,
robekan dan ruptur jaringan ikat, otot dan saraf dapat terjadi. Hal ini dapat
memberikan efek jangka pendek dan jangka panjang berupa prolapsus organ pelvis.24

Gambar 3.Tingkatan pendukung organ panggul

3.2Definisi prolaps organ panggul


Prolaps organ panggul (POP) adalah suatu organ suatu keadaan menonjolnya dinding
vagina ke dalam liang vagina dan keluar introitus vagina yang diikuti oleh organ-organ
panggul (uterus, kandung kemih, dan rektum) (ACOG. Pelvic Organ Prolapse ACOG
Practice Bulletin. 2007; 85(110): 717-29). Prolaps uteri adalah turunnya uterus ke introitus
vagina yang disebabkan kelemahan dari ligamentum dan fascia yang menyokong uterus.17

3.3 Epidemiologi
Prolaps organ panggul terjadi pada hampir setengah dari seluruh wanita dan hanya 5-20%
yang simtomatik.18Prevalensi POP meningkat 40% setiap penambahan 10 tahun usia seorang
wanita dengan derajat POP yang ditemukan pada wanita yaitu 28%-32,3% derajat 1, 35%-
65,5% derajat 2, dan 2-6% derajat 3.19 Penelitian yang dilakukan Hamamah dkk yang

13
dilakukan di bangsal Obstetri Ginekologi di RSUP Dr Sardjito pada Januari-Desember 2013
didapatkan frekuensi prolaps uteri terbanyak pada pasien usia 45-64 tahun (48,4%), paritas
lebih dari 2 (73,3%), menopause (73%) dan jumlah persalinan vaginal lebih dari 2 (73%).
Gangguan yang paling sering dialami oleh pasien prolaps uteri adalah keluhan terasa benjolan
di jalan lahir (73,3%). Derajat prolaps yang paling banyak adalah derajat 4 (43%).20

3.4 Klasifikasi
Klasifikasi POP dikembangkan beberapa sistem. Sistem Pelvic Organ Prolapse
Quantification (POP-Q) lebih dipilih dibandingkan dengan sistem Baden-Walker untuk
keperluan praktik klinis dan penelitian,.Derajat sistem POP-Q didasarkan pada penurunan
maksimal dari prolaps relatif terhadap hymen pada 1 atau lebih kompartemen. Derajat
prolaps uteri berdasarkan sistem POP-Q yang dibagi menjadi 5 derajat, yaitu :21

• Derajat 0 : tidak tampak prolaps uteri


• Derajat 1 : kriteria untuk derajat 0 tidak ditemukan, tapi bagian distal prolaps > 1 cm
diatas level hymen
• Derajat 2 : bagian paling distal prolaps uteri < 1 cm proksimal atau distal hymen
• Derajat 3 : bagian paling distal prolaps uteri > 1 cm dari hymen tetapi tidak menurun
lebih dari 2 cm dari TVL (total vaginal length)
• Derajat 4 : eversi komplit total , bagian distal prolaps uteri, menurun sampai TVL 2cm.

14
Gambar 4. Sistem pelvic organ prolapse quantification21
Klasifikasi POP menurut Baden Walker :
 StadiumI : Prolaps masih di atas introitus vagina
 Stadium II : Prolaps tampak pada introitus vagina
 Stadium III : Sebagian Prolaps keluar from introitus vagina
 Stadium IV : Seluruh prolaps keluar dari introitus vagina

3.4 Faktor Resiko


Penyebab prolapsus uteri adalah multifaktorial dan semakin berkembang dari tahun ke
tahun.Namun pada dasarnya disebabkan oleh kelemahan “pelvic floor” yang terdiri dari otot-
otot, fascia endopelvik, dan ligamentum-ligamentum yang menyokong organ tersebut.22,23

Gambar 5.Prolaps organ panggul


Terdapat berbagai macam faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya prolapsus dan
dikelompokkan menjadi faktor obstetri dan faktor non-obstetri.

15
Tabel 3.1 Faktor Risiko Prolapsus Organ Panggul
Faktor obstetri Faktor non obstetri
Paritas
Genetik

Persalinan pervaginam Usia


Perpanjangan kala 2 persalinan (> 2 jam) Ras
Makrosomia (berat badan lahir ≥ 4000 gram) Menopause

Persalinan dengan tindakan (riwayat persalinan Peningkatan BMI (obesitas)


dengan forsep atau ekstraksi vakum)
Peningkatan tekanan intra abdomen
Kelainan jaringan ikat
Merokok

A. Faktor Obstetri
1. Persalinan pervaginam dan multiparitas
Persalinan yang sering merupakan faktor resiko terbanyak terutama persalinan
pervaginam.Tidak ada kesepakatan apakah kehamilan atau nifas itu sendiri yang
merupakan predisposisi untuk disfungsi dasar panggul.Namun banyak penelitian
statistik jelas menunjukkan bahwa persalinan pervaginammeningkatkan
kecenderungan seorang wanita untuk mengalami Pelvic Organ Prolapse
(POP).Sebagai contoh, dalam Dukungan Pelvic Organ Study (POSST), peningkatan
paritas dikaitkan dengan peningkatan resiko prolapsus. Selain itu, risiko POP
meningkat 1-2 kali dengan setiap persalinanpervaginam. Studi Kohort Keluarga
Berencana Oxford dari 17.000 wanita, menunjukkan bahwa dibandingkan dengan
wanita nullipara, mereka dengan dua kali persalinan mengalami peningkatan resiko
delapan kali lipat di rumah sakit untuk POP. 20,25
2. Faktor obstetri lainnya
Penggunaan forsep, vakum, dan episiotomi, disebutkan sebagai faktor risiko
potensial dalam terjadinya prolaps organ panggul.Penggunaan forsep secara langsung
terlibat dalam terjadinya cedera dasar panggul, yaitu dalam kaitannya dengan
terjadinya laserasi sfingter anal.Manfaat forsep terhadap dasar panggul dalam
memperpendek kala dua masih mempunyai bukti yang kurang.Penggunaan forsep

16
elektif untuk mencegah kerusakan pada dasar panggul tidak
direkomendasikan.Percobaan kontrol secara acak pada penggunaan elektif dan
selektif episiotomi tidak menunjukkan manfaat, tetapi telah menunjukkan hubungan
dengan terjadinya laserasi sfingter anal inkontinensia dan nyeri pasca persalinan.24
Sejumlah cedera pada ibu dan bayi dapat terjadi sebagai akibat penggunaan
forsep.Luka yang dapat ditimbulkan pada ibu berkaitan dengan penggunaan forsep
berkisar dari ekstensi sederhana sampai ruptur uterus atau kandung kemih.Klein, dkk
menemukan hubungan antara episiotomi dan berkurangnya kekuatan dasar panggul
tiga bulan post partum.Fascia pelvis, ligamentum-ligamentum dan otot-otot dapat
menjadi lemah akibat peregangan yang berlebihan selama kehamilan, persalinan
danpersalinan pervaginam yang sulit, terutama dengan penggunaan forsep dan vakum
ekstraksi.Pada penelitian yang dilakukan oleh Handa dkk, menunjukkan bahwa
persalinan menggunakan forsep dan laserasi perineum berhubungan dengan gangguan
dasar panggul 5-10 tahun setelah persalinan yang pertama, tetapi pada episiotomi
tidak berhubungan. Wanita dengan laserasi perineum dalam dua atau lebih persalinan
beresiko lebih tinggi secara signifikan terhadap prolapsus.Perlukaan diafragma
urogenitalis dan muskulus levator ani yang terjadi pada waktu persalinan pervaginam
atau persalinan dengan alat dapat melemahkan dasar panggul sehingga mudah terjadi
prolapsus genitalia.25

B. Faktor Non Obstetri


1. Genetik
Dua persen prolapsus simptomatik terjadi pada perempuan nulipara.17 Perempuan
nulipara dapat menderita prolapsus dan diduga merupakan peran dari faktor genetik.
Bila seorang perempuan dengan ibu atau saudaranya menderita prolapsus, maka risiko
relatif untuk menderita prolapsus adalah 3,2. Dibandingkan jika ibu atau saudara
perempuan tidak memiliki riwayat prolapsus, risiko relatifnya adalah 2,4.25
2. Umur
Usia lanjut juga juga merupakan faktor resiko prolapsus uteri. Pada wanita yang telah
menopause, di samping akibat kurangnya hormon estrogen
(hipoestrogenism)yangdihasilkan oleh ovarium serta karena factorumur menyebabkan
otot-otot dasar panggul seperti diafragma pelvis, diafragma urogenital dan
ligamentum serta fasia akan mengalami atrofi dan melemah, serta terjadi atrofi
vagina. Keadaan ini akan menyebabkan otot-otot dan fasia tidak dapat melaksanakan

17
fungsinya dengan baik sebagai alat penyokong organ sehingga menyebabkan
terjadinya prolapsus genitalia.23,25
3. Menopause
Pada usia 40 tahun fungsi ovarium mulai menurun, produksi hormon berkurang dan
berangsur hilang, yang berakibat perubahan fisiologik. Menopause terjadi rata-rata
pada usia 50-52 tahun. Hubungan dengan terjadinya prolaps organ panggul adalah, di
kulit terdapat banyak reseptor estrogen yang dipengaruhi oleh kadar estrogen dan
androgen. Estrogen mempengaruhi kulit dengan meningkatkan sintesis hidroksiprolin
dan prolin sebagai penyusun jaringan kolagen. Ketika menopause, terjadi penurunan
kadar estrogen sehingga mempengaruhi jaringan kolagen, berkurangnya jaringan
kolagen menyebabkan kelemahan pada otot-otot dasar panggul.25Saraf pada serviks
merupakan saraf otonom, sebagian besar serabut saraf cholinesterase yang terdiri dari
serabut saraf adrenergik dan kolinergik, jumlah serabut kolinergik lebih sedikit.
Sebagian besar serabut ini menghilang setelah menopause.24
4. Obesitas
Obesitas menyebabkan memberikan beban tambahan pada otot-otot pendukung
panggul, sehingga terjadi kelemahan otot-otot dasar panggul.25 Pada studi Women’s
Health Initiative (WHI), kelebihan berat badan (BMI 25 – 30 kg/m2) dikaitkan
dengan peningkatan kejadian prolapsus dari 31-39%, dan obesitas (BMI > 30 kg/m2)
meningkat 40-75%.24
5. Ras
Telah dibuktikan dalam beberapa penelitian bahwa wanita berkulit hitam, dan wanita
Asia menunjukkan risiko terendah, sedangkan wanita Hispanik tampaknya memiliki
risiko tertinggi.Meskipun perbedaan dalam komponen kolagen telah dibuktikan antara
ras, namun perbedaan tulang panggul dalam settiap ras mungkin juga
berperan.Misalnya, perempuan kulit hitam, umumnya arcus pubis < 90 derajat dan
umumnya Bentuk panggulnya adalah android atau antropoid.Bentuk panggul ini
mengurangi resiko untuk terjadinya prolapsus uteri dibandingkan dengan ras Barat
dimana rata-rata bentuk panggulnya ginekoid.20,23,24
6. Peningkatan Tekanan Intraabdominal
Peningkatan tekanan intra-abdominal yang berlangssung lama diyakini mempunyai
peranan dalam patogenesis Prolapsus uteri.Contohnya dalam kasus ini adalah pasien
yang obesitas, konstipasi yang lama, sering mengangkat berat, batuk kronis, dan
berulang.Selain itu, merokok dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) juga telah

18
terlibat dalam pengembangan PP, meskipun sedikit data mendukung hal tersebut.
Demikian pula, meskipun hasil batuk kronis berulang dalam peningkatan tekanan
intra-abdomen, ada mekanisme yang jelas telah ditunjukkan.20,23,24
7. Jaringan ikat
Wanita dengan kelainan jaringan ikat lebih untuk mungkin untuk mengalami
prolapsus.Pada studi histologi menunjukkan bahwa pada wanita dengan prolapsus,
terjadi penurunan rasio kolagen tipe I terhadap kolagen tipe III dan IV. Pada beberapa
penelitian, sepertiga dari perempuan dengan Sindroma Marfan dan tigaperempat
perempuan dengan Sindroma Ehler- Danlos tercatat mengalami POP. Kelemahan
bawaan (kongenital) pada fasia penyangga pelvis mungkin penyebab prolapsus uteri
seperti yang kadang-kadang ditunjukkan pada nulipara.24
8. Merokok
Merokok juga dikaitkan dalam pengembangan prolapsus. Senyawa kimia yang
dihirup dalam tembakau dipercaya dapat menyebabkan perubahan jaringan yang
diduga berperan dalam terjadi prolapsus. Namun, beberapa penelitian tidak
menunjukkan hubungan antara merokok dengan terjadinya prolapsus.25

3.5 Patofisiologi
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkatan, dari yang paling ringan sampai
prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan pervaginam yang
susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahanligamentum-ligamentum yang tergolong dalam
fasia endopelvis dan otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan
intraabdominal yang meningkat dan kronis akan memudahkan terjadinya penurunan uterus,
terutama apabila tonus otot-otot mengurang seperti pada penderita dalam menopause.20,23

19
PATOFISIOLOGI

Peningkatan tekanan intraabdomen

Peregangan dan robekan fascia endopelvis,


otot levator ani, dan perineum

Penurunan peregangan tonus otot


perineum

Penurunan organ panggul menuju


introitus

Sensasi penuh pada vagina Laserasi pada serviks atau vagina


yang menonjol

Perdarahan
Koitus merasa
terganggu
Organ panggul
yang menurun

Penurunan buli
Nyeri
Nyeri perut bawah Tekananan pada
pinggang
rektal
saat berdiri

Inkontinensia
Urgensi Konstipasi
Gambar 6.Patofisiologi POP Frekuensi Inkontinensia alvii

3.6 Diagnosis
Diagnosis POP dapat ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisk dan
pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis dapat diperoleh gejala berdasarkan
compartment organ yang mengalami prolapse, gejala-gejala tersebut dapat berupa (Tabel 2).

20
Intensitas Gejala dipengaruhi oleh dua faktor lain mencakup: (1) gravitasi sehingga
makin berat pada posisi berdiri. (2) aktifitas fisik sehingga benjolan akan terasa semakin
menonjol terutama setelah mengangkat benda berat atau berdiri. Derajat prolaps tidak
berhubungan dengan gejala urgensi, frekuensi atau inkontinensia urin. Korelasi antara
gejala BAB dan prolaps posterior lebih kuat dibandingkan korelasi antara gejala berkemih
dengan prolaps anterior.
Gejala tambahan seperti rasa tekanan, ketidaknyamanan, benjolan yang terlihat dan
gangguan seksual tidak spesifik pada kompartemen tertentu. Kuesioner yang telah divalidasi
yaitu Pelvic Floor Distress Inventory (PFDI) dan Pelvic Floor Impact Questionnaires
(PFIQ).26 Pada pemeriksaan fisik biasanya dilakukan pemeriksaan ginekologi umum
untuk menilai kondisi patologis lain seperti:26,27,28
1. Inspeksi vulva dan vagina untuk menilai erosi atau ulserasi pada epitel vagina, ulkus yang
dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera, ulkus yang bukan kanker diobservasi dan di
biopsi bila tidak ada reaksi pada terapi;
2. Pemeriksaan ada tidaknya prolaps uteri penting untuk mengetahui derajat prolaps uteri
diawali dengan inspeksi terlebih dahulu sebelum dilakukan inspekulum;
3. Manuver valsava dapat menilai derajat maksimum penurunan organ panggul dilihat
dengan melakukan pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan mengedan atau
batuk.

21
4. Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding anterior vagina, serviks,
apeks, cul-de-sac, dinding posterior vagina, dan perineum perlu dievaluasi secara sistematis
dan terpisah.3 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dapat berupa pemeriksaan
residu urin pasca berkemih, skrining infeksi saluran kemih, pemeriksaan urodinamik,
dan pemeriksaan ultrasonografi pelvis yang relatif mudah dikerjakan, cost-effective,
banyak tersedia dan memberikan informasi real-time.

3.7 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan dari POP adalah untuk menghilangkan gejala,
mengembalikan fungsi, memperbaiki anatomi, atau bahkan untuk kosmetik. POP yang tidak
ada gejala atau dengan gejala ringan kadang tidak diperlukan terapi. Wanita dengan POP
berat atau dengan gejala berat, terapi baik konservatif (non bedah) atau terapi pembedahan
dapat dipilih. Pemilihan terapi bergantung pada jenis, berat ringannya gejala, umur, keadaan
umum pasien, kebutuhan fungsi seksual, fertilitas, maupun faktor resiko kekambuhan.26
1. Terapi konservatif (non bedah)
Pengobatan ini dilakukan pada prolap yang ringan yaitu grade I, atau jika
terdapat kontrraindikasi pada tindakan operatif. Tindakan konservatif yang
dapat dilakukan adalah :
a. Latihan otot dasar panggul (senam Kegel). Senam ini bertujuan
untuk menguatkan otot-otot dasar panggul
b. Stimulasi dengan alat listrik. Kontraksi otot dasar panggul dapat
dilakukan dengan pemasangan elektroda di dalam pesarium yang
dimasukkan kedalam vagina

22
c. Dengan pemasangan pesarium, pengobatan ini bersifat paliatif, yaitu
hanya untuk mempertahankan uterus pada tempatnya dengan
memakai alat ini.7, 26,29

Gambar 7.Jenis-jenis pessarium

2. Terapi operatif
Tujuan utama dari terapi pembedahan adalah untuk menghilangkan
gejala, secara umum pembedahan ditawarkan kepada pasien yang telah

23
menjalani terapi konservatif tetapi gagal. Pada kasus prolaps uteri tingkat
lanjut (derajat II dan IV) dengan gejala pada saluran pencernaan dan telah
menopause dapat dilakukan total vaginal histerektomi. Setelah uterus
diangkat, puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan
kiri atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan
dilanjutkan dengan colporafi anterior dan colpoperineorafi untuk mengurangi
atau menghilangkan gejala saluran pencernaan. Total vaginal histerektomi
lebih disukai oleh wanita menopause yang aktif secara seksual.
Pada wanita yang memilih penatalaksanaan bedah namun
menginginkan preservasi uterus dapat dilakukan prosedur fiksasi ligament
sakrospinosus atau uterosakral, atau dilakukan histeropexy per abdominal
tanpa dilakukan histerektomi.26,31 Pada kasus prolapse anterior (sistokel)
dapat ditatalaksana dengan colporafi anterior tradisonal dengan atau tanpa
menambahan jaring sintetik (mesh) atau materi tandur (graft).26,31 Prolaps
posterior (rektokel) ditatalaksana dengan menggunakan colporafi posterior,
dengan plikasi garis tengah (mid-line) jaringan vagina subepitel.26

3.8 Komplikasi7
1. Keratinus mukosa vagina dan porsio uteri
Ini terjadi pada prosidensia uteri, dimana keseluruhan uterus keluar dari introitus
vagina
2. Dekubitus
Dekubitus dapat terjadi karena uterus yang keluar bergeseran dengan paha dan
pakaian.Keadaan ini dapat menyebabkan perdarahan sehingga perlu dibedakan
dengan penyakit keganasan, khususnya bila penderita sudah berusia lanjut.
3. Hipertrofi serviks uteri dan elongasio koli
Komplikasi ini dapat didiagnosis dengan periksa lihat dan periksa raba.
4. Hidroureter dan hidronefrosis
Gangguan miksi dan stress incontinence menyebabkan menyempitnya ureter sehingga
dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis.
5. Sering dijumpai infeksi saluran kencing dan kemandulan terutama prolaps yang berat.
6. Hemoroid dan inkarserasi usus halus sering terjadi sebagai komplikasi prolaps. Yang
terakhir ini memerlukan tindakan operatif.

24
3.9 Prognosis
Prognosis Pada prolaps organ panggul yang ringan biasanya tidak menimbulkan gejala.
Tetapi bagi yang menimbulkan gejala 75% wanita menempuh bedah vagina dan 90-95% pada
wanita memilih bedah perut, akan mengalami penyembuhan untuk waktu yang lama. Prolaps
berulang dapat disebabkan oleh faktor yang menyebabkan prolaps seperti konstipasi dan
melemahnya jaringan.7

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini akan dibahas lebih lanjut mengenai prolapsus organ panggul
terkait alur penegakan diagnosis, komplikasi, tatalaksana serta agar angka kematian ibu dan
janin dapat menurun.
Daftar masalah dari kasus ini adalah:
1. Bagaimana menegakkan diagnosis prolapsus organ panggul pada kasus ini?
2. Apakah faktor risiko yang berperan untuk terjadinya prolapsus organ panggul pada
kasus ini?
3. Apakah pilihan tatalaksana pada prolap organ panggul?
4. Apakah tatalaksana yang sesuai pada kasus ini?

4.1 Bagaimana menegakkan diagnosis prolapsus organ panggul pada kasus ini?
Untuk menegakkan diagnosis pada prolap organ panggul tidak sulit karena dapat
dilihat dengan mata. Berdasarkan anamnesis akan didapatkan keluhan pasien yaitu:25
a. Rasa di vagina :
 Sensai benjolan di dalam vagina
 Melihat atau merasakan adanya penonjolan
 Adanya tekanan
 Rasa berat
b. Keluhan berkemih (buang air kecil)
 Inkontinensia
 Frekuensi
 Urgensi
 Pancaran urin yang lemah atau lama
 Tidak lampias saat berkemih
 Memasukkan secara manual organ yang prolap untuk memulai atau
mengakhiri berkemih
c. Usus ( buang air besar)
 Inkontinensia flatus, tinja cair atau padat
 Tidak puas saat BAB

26
 Mengejan saat BAB
 Urgensi saat BAB
 Mendorong organ prolaps di sekitar vagina atau perineum untuk memulai
atau menyelesaikan BAB
 Merasa tersumbat saat BAB
d. Seksual
 Nyeri saat berhubungan seksual
Berdasarkan anamnesis pada pasien ini didapatkan adanya keluhan terasa benjolan
dari kemaluan sebesar kepla bayi. Keluhan juga disertai BAK yanag sering terutama di
malam hari (frekuensi), BAK terasa bersisa (tidak lampias). Tidak ada keluhan saat
BAB. Pasien juga mengatakan tidak melakukan hubungan seksual dengan suami
dikarenakan nyeri saat berhubungan seksual (dyspaurenia).
Faktor risiko pada prolaps organ panggul yaitu:7,26
 Persalinan pervaginam
 Multiparitas
 Usia lanjut (menopause)
 Obesitas
 Peningkatan tekanan intra-abdominal (PPOK, konstipasi menahun,
pekerjaan mengangkat beban berat)
 Persalinan dengan berat bayi > 4500 gram, persalinan dengan kala II
memanjang, persalinan dengan alat dan usia muda saat persalinan
pertama.
 Riwayat keluarga dengan prolap organ panggul (genetik)
 Ras/etnis, berhubungan dengan kolagen dan bentuk panggul
Faktor risiko untuk terjadinya prolaps organ panggul pada pasien ini adalah
persalinan pervaginam, multiparitas, riwayat obesitas selama 10 tahun, menopause dan
peningkatan tekanan intra abdomen yaitu sering mengangkat beban berat.
Dari pemeriksaan fisik ginekologi dapat dilakukan dengan inspeksi pada vulva,
pemeriksaan ada tidaknya benjolan baik dengan inspeksi maupun dengan inspekulo.
Dapat dilakukan juga dengan valsava manuver untuk menilai derajat maksimum
penurunan organ panggul.26,27,28 Untuk menentukan klasifikasi dan gradepada prolap
organ panggul dapat digunakan Baden-Walker dan sistem POP-Q.

27
Pada pemeriksaan fisik Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan fisik ginekologi
didapatkan hasil inspeksi tampak uterus keluar dari introitus vagina sebesar 10x7x8 cm,
berwarna merah muda, permukaan licin, laserasi (+), erosi (+), perdarahan (-), fluksus
(-), tidak bisa dimasukkan. Prosio licin, OUE tertutup. Berdasarkan POP-Q didapatkan
grade prolap organ panggul pasien ini adalah grade IV.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, penegakan diagnosis prolaps organ
panggul pada pasien ini sudah tepat, dan sesuai dengan teori.
4.2 Apakah faktor risiko yang berperan untuk terjadinya prolapsus organ panggul
pada kasus ini?
Faktor risiko yang berperan pada kasus ini adalah kerusakan saraf, ligamen, dan otot
yang menyangga organ panggul dan hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor
risiko yaitu kehamilan dan persalinan, menopause, sering mengangkat beban berat yang
menyebabkan kelemahan dinding vagina dan penyangganya. Prolaps mempengaruhi 1
dari 3 wanita yang memiliki 1 anak atau lebih. Suatu prolaps dapat terjadi selama atau
sesaat setelah kehamilan atau dapat muncul setelah beberapa tahun setelahnya.
Penuaan dan menopause dapat menyebabkan kelemahan lebih lanjut dari struktur
dasar panggul. Kondisi yang menyebabkan tekanan berlebihan pada dasar panggul
seperti obesitas, angkat beban dan perenggangan. Beberapa wanita dapat memiliki
risiko prolaps yang diturunkan, beberapa kelainan yang mempengaruhi kekuatan
jaringan penunjang seperti sindrom marfan dan sindrom syndrome.
3. Apakah pilihan tatalaksana pada prolaps organ panggul?
Tatalaksana POP dapat dibagi menjadi konservatif dan operatif. Penanganan
konservatif diindikasikan terhadap pasien memiliki prolaps yang tidak melewati himen atau
lebih tepatnya prolaps grade I dan II. Penanganan konservatif yang diberikan dapat berupa
latihan otot dasar panggul efektif terhadap penanganan inkontinesia urin maupun fekal.25
Penelitian Piya-Anant et al menunjukkan latihan otot dasar panggul setiap hari dapat
memperlambat progresifitas prolaps anterior pada wanita yang berusia lanjut.26 Pemasangan
pesarium digunakan sebagai intervensi non-operatif. Alat ini dimasukkan ke dalam vagina
untuk menyokong struktur pelvis dan menurunkan tekanan pada buli dan usus. Saat ini,
terdapat 20 lebih tipe pesarium yang terbuat dari plastik dan silikon namun tipe yang paling
sering digunakan ring, ring with support, Gelhorn, donut. Uji non-randomised yang
dilakukan Cochrane Review 2004 menunjukkan pesarium digunakan oleh 86% ginekologis
dan 98% uroginekologis pada praktek mereka. Ukuran dan bentuk pesarium disesuaikan
dengan ukuran vagina, efektifitas pesarium terhadap prolaps, serta kenyamanan pasien yang

28
menggunakan pesarium. Saat memasangkan alat, jari dokter harus bisa diletakkan diantara
pesarium dan dinding vagina. Pasien juga disarankan untuk mengurangi aktivitas seperti
berdiri dan berjalan terlalu lama, mengedan, serta jongkok. Secara umum, pemasangan
pesarium dilakukan follow up setiap 4-6 minggu untuk memantau efek samping seperti
infeksi, erosi, maupun iritasi pada dinding vagina.
Penaganan operatif/bedah telah diteliti memiliki dampak jangka panjang yang lebih
baik dalam meningkatkan kualitas hidup wanita. Penangan operatif dilakukan pada prolaps
dengan grade yang lebih berat yaitu grade III dan IV. Prosedur penanganan operatif juga
mempertimbangkan fungsi reproduktif dan fungsi seksual. Jika melihat fungsi reproduktif
maka akan mempertahankan uterus namun jika melihat fungsi seksual maka vagina akan
dipertahankan. Pada kasus prolaps uteri dapat dilakukan histrektomi total, pada kasus
prolapse puncak vagina pasca histrektomi dapat berupa colpopexy sacral abdominal dan
suspensi transvaginal untuk fiksasi ligamen sacrospinous, ligamen uterosacral dan otot atau
fasia iliokoksigeus. Pada wanita yang memiliko risiko komplikasi operasi atau anestesi
yang dikontraindikasikan untuk operasi, maka penatalaksanaan nonbedah menjadi pilihan
utama dan kolpokleisis (kolpektomi) dapat ditawarkan. Pada wanita yang memilih
penatalaksanaan bedah namun menginginkan preservasi uterus dapat dilakukan prosedur
fiksasi ligament sakrospinosus atau uterosakral, atau dilakukan histeropexy per abdominal
tanpa dilakukan histerektomi.26,31 Pada kasus prolapse anterior (sistokel) dapat
ditatalaksana dengan kolporafi anterior tradisonal dengan atau tanpa menambahan jaring
sintetik (mesh) atau materi tandur (graft).26,31 Prolaps posterior (rektokel) ditatalaksana
dengan menggunakan kolporafi posterior, dengan plikasi garis tengah (mid-line) jaringan
vagina subepitel.26

4. Apakah pilihan tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?


Pada pasien ini terapi yang dilakukan berupa tindakan operatif melihat grade prolaps
pada pasien ini berkisar antara grade III dan IV serta sudah memberikan gejala gangguan
pada BAK dan fungsi seksualnya. Tindakan operatif yang dilakukan berupa Total vaginal
histerektomi, sacrospinosus fixation, colporaphy anterior, colporaphy posterior,
colpoperineoraphy. Penatalaksaan ini sudah tepat dimana uterus pasien tidak dipertahankan
melihat fungsi reproduktif pasien tidak diperlukan lagi serta pasien sudah menopause 8 tahun.
Namun tidak dipungkiri untuk fungsi seksual pasien, sehingga vagina tetap dipertahankan
pada pasien ini. Hal yang dipetimbangkan adalah pertama keadaan suami pasien yang masih
hidup dan sehat serta penampilan pasien yang masih mencolok.

29
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
 Penegakkan diagnosis prolapsus organ panggul pada kasus ini sudah benar.
 Terjadinya prolapsus organ panggul pada kasus ini disebabkan karena
kelemahan pelvic floor yang bisa terjadi karena beberapa faktor risiko yaitu
persalinan pervaginam 2 kali, usia lanjut, obesitas.
 Tatalaksana kasus ini sudah tepat.
 Pencegahan pada kasus ini yaitu meminimalisasikan faktor risiko.
5.2 Saran
 Memberikan pengetahuan dan pemahaman gejala awal serta faktor resiko
prolaps organ panggul sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien.

30

Anda mungkin juga menyukai