Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. Konsep Oksigenasi
1. Definisi
Oksigenasi adalah suatu proses untuk mendapatkan O2 dan
mengeluarkan CO2. Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan
dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh
untuk mempertahankan hidupnya dan untuk aktifitas berbagai organ dan sel.
Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan oksigen, maka akan
berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya
pasien akan meninggal. (Kusnanto, 2017)
Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian dari kebutuhan fisiologis
menurut hirarki Maslow. Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses
kehidupan. Oksigen sangat berperan dalam proses metabolism tubuh.
Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi karena apabila kebutuhan
oksigen dalam tubuh berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan
otak dan apabila hal tersebut berlangsung lama akan terjadi kematian. Sistem
yang berperan dalam proses pemenuhan kebutuhan adalah sistem
pernafasan,persyarafan,dan kardiovaskuler (Somantri, 2018).
Kapasitas (daya muat) udara dalam paru-paru adalah 4.500-5.000 ml
(4,5- 51). Udara yang diperoses dalam paru-paru hanya sekitar 10% (kurang
lebih 500 ml),yaitu yang dihirup (inspirasi) dan yang dihembuskan
(ekspirasi) pada pernafasan biasa (Brunner & Suddarth, 2010).

2. Etiologi
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap, sewaktu-waktu tubuh
memerlukan oksigen yang banyak, oleh karena suatu sebab. Kebutuhan
oksigen dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
lingkungan, latihan, emosi, gaya hidup dan status kesehatan (Somantri,
2008).
a. Lingkungan
Pada lingkungan yang panas tubuh berespon dengan terjadinya
vasodilatasi pembuluh darah perifer, sehingga darah banyak mengalir ke
kulit. Hal tersebut mengakibatkan panas banyak dikeluarkan melalui
kulit. Respon demikian menyebabkan curah jantung meningkat dan
kebutuhan oksigen pun meningkat. Sebaliknya pada lingkungan yang
dingin, pembuluh darah mengalami konstriksi dan penurunan tekanan
darah sehingga menurunkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen.
Pengaruh lingkungan terhadap oksigen juga ditentukan oleh
ketinggian tempat. Pada tempat tinggi tekanan barometer akan turun,
sehingga tekana oksigen juga turun. Implikasinya, apabila seseorang
berada pada tempat yang tinggi, misalnya pada ketinggian 3000 meter
diatas permukaan laut, maka tekanan oksigen alveoli berkurang. Ini
menindikasikan kandungan oksigen dalam paru-paru sedikit. Dengan
demikian, pada tempat yang tinggi kandungan oksigennya berkurang.
Semakin tinggi suatu tempat maka makin sedikit kandungan oksigennya,
sehingga seseorang yang berada pada tempat yang tinggi akan
mengalami kekurangan oksigen.
Selain itu, kadar oksigen di udara juga dipengaruhi oleh polusi
udara. Udara yang dihirup pada lingkungan yang mengalami polusi
udara, konsentrasi oksigennya rendah. Hal tersebut menyebabkan
kebutuhan oksigen dalam tubuh tidak terpenuhi secara optimal. Respon
tubuh terhadap lingkungan polusi udara diantaranya mata perih, sakit
kepala, pusing, batuk dan merasa tercekik.
b. Latihan
Latihan fisik atau peningkatan aktivitas dapat meningkatkan
denyut jantung dan respirasi rate sehingga kebutuhan terhadap oksigen
semakin tinggi.
c. Emosi
Takut, cemas, dan marah akan mempercepat denyut jantung
sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
d. Gaya Hidup
Kebiasaan merokok akan memengaruhi status oksigenasi
seseorang sebab merokok dapat memperburuk penyakit arteri koroner
dan pembuluh darah arteri. Nikotin yang terkandung dalam rokok dapat
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh
darah darah koroner. Akibatnya, suplai darah ke jaringan menurun.
e. Status Kesehatan
Pada orang sehat, sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi
berfungsi dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan oksigen
tubuh secara adekuat. Sebaliknya, orang yang mempunyai penyakit
jantung ataupun penyakit pernapasan dapat mengalami kesulitan dalam
pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap, sewaktu-waktu
tubuh memerlukan oksigen yang banyak, oleh karena suatu sebab.
Kebutuhan oksigen dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya lingkungan, latihan, emosi, gaya hidup dan status kesehatan.

3. Patofisiologi
Proses oksigenasi diawali dengan masuknya udara melalui hidung.
Udara yang dihirup pada waktu inspirasi masuk melalui lubang hidung,
selain melalui mulut. Pada saat masuk, udara disaring dengan bulu-bulu
hidung yang terdapat pada bagian dalam hidung. Pada waktu menarik napas,
otot diafragma berkontraksi, menyebabkan terjadinya pernapasan perut dan
pernapasan dada. Akibat mengembangnya rongga dada, maka tekanan
dalam rongga dada menjadi berkurang, sehingga udara dari luar masuk
melalui hidung, selanjutnya melewati nasofaring, laring, dan masuk ke
trakea, melewati bronkus, kemudian masuk ke paru-paru, sehingga paru-
paru mengembang. Di dalam paru, udara diserap melalui alveoli, dan masuk
ke dalam kapiler yang selanjutnya akan dialirkan ke vena pulmonalis atau
pembuluh balik paru-paru. Gas oksigen diambil oleh darah, kemudian oleh
darah dialirkan ke serambi kiri jantung dan keseluruh tubuh. Udara yang
mengandung karbon dioksida akan dikeluarkan melalui hidung kembali.
(Kusnanto, 2017)
Namun jika pada sistem pernafasan terjadi infeksi atau peradangan,
maka akan terjadi hipersekresi pada jalan napas yang mengakibatkan adanya
penumpukan sekret di saluran napas. Penumpukan sekret ini menyebabkan
bersihan jalan napas tidak efektif. Lain halnya ketika otot pernapasan
mengalami kontraksi berlebih akibat dari peradangan akan menyebabkan
penyempitan saluran pernapasan sehingga menimbulkan depresi pada pusat
pernapasan.

4. Manifestasi Klinis

a. Suara napas tidak normal


b. Perubahan jumlah pernapasan
c. Batuk disertai dahak
d. Penggunaan otot tambahan pernapasan
e. Dispnea.
f. Penurunan haluaran urin
g. Penurunan ekspansi paru
h. Takhipnea
(Guyton & Hall, 2007)

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi
Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang
kecil terhadap jalannya sinar X sehingga memberi bayangan yang
sangat memancar. Bagian padat udara akan memberikan udara
bayangan yang lebih padat karena sulit ditembus sinar X. benda yang
padat member kesan warna lebih putih dari bagian berbentuk udara
(Guyton & Hall, 2007).
b. Bronkoskopi
Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung
trachea dan cabang utamanya. Biasanya digunakan untuk memastikan
karsinoma bronkogenik, atau untuk membuang benda asing. Setelah
tindakan ini pasien tidak bolelh makan atau minum selama 2 -3 jam
sampai tikmbul reflex muntah. Jika tidak, pasien mungki9n akan
mengalami aspirasi ke dalam cabanga trakeobronkeal.
c. Pemeriksaan
Biopsi Manfaat biopsy paru –paru terutama berkaitan dengan
penyakit paru yang bersifat menyebar yang tidak dapat didiagnosis
dengan cara lain.
d. Pemerikasaan Sputum
Bersifat mikroskopik dan penting untuk mendiagnosis etiologi
berbagai penyakit pernapasan. Dapat digunakan untuk menjelaskan
organisme penyebab penyakit berbagai pneumonia, bacterial,
tuberkulosa, serta jamur. Pemeriksaan sitologi eksploitatif pada
sputum membantu proses diagnosis karsinoma paru. Waktu yang baik
untuk pengumpulan sputum adalah pagi hari bangun tidur karena
sekresi abnormal bronkus cenderung berkumpul waktu tidur
(Wartonah, 2016).
e. Metode Fisiologis
Tes fungsi paru menggunakan spirometer akan menghasilkan:
1) Volume Alun Napas (Tidal Volume – TV)
Yaitu volume udara yang keluar masuk paru pada keadaan istirahat
(±500ml).
2) Volume Cadangan Inspirasi (Inspiration Reserve Volume – IRV)
Yaitu volume udara yang masih dapat masuk paru pada inspirasi
maksimal setelah inspirasi secara biasa. L = ±3300 ml, P = ±1900 ml.
3) Volume Cadangan Ekspirasi (Ekspirasi Reserve Volume – ERV)
Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari paru
melalui kontraksi otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa. L = ± 1000
ml, P = ± 700 ml.
4) Volume Residu (Residu Volume – RV)
Yaitu udara yang masih tersisa dlam paru setelah ekpsirasi maksimal.
L = ± 1200 ml, P = ±1100 ml. Kapasitas pulmonal sebagai hasil
penjumnlahan dua jenis volume atau lebih dalam satu kesatuan.
5) Kapasitas Inspirasi (Inspiration Capacity – IC)
Yaitu jumlah udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru setelah
akhir ekspirasi biasa (IC = IRV + TV)
6) Kapasitas Residu Fungsional (Fungtional Residual Capacity – FRC)
Yaitu jumlah udara paru pada akhir respirasi biasa (FRC = ERV +
RV)
7) Kapasitas Vital (Vital Capacity – VC)
Yaitu volume udara maksimal yang dapat masuk dan keluar paru
selama satu siklus pernapasan yaitu setelah inspirasi dan ekspirasi
maksimal (VC = IRV + TV + ERV)
8) Kapasitas Paru – paru Total (Total Lung Capacity – TLC)
Yaitu jumalh udara maksimal yang masih ada di paru – paru (TLC =
VC + RV). L = ± 6000 ml, P = ± 4200 ml.
9) Ruang Rugi (Anatomical Dead Space)
Yaitu area disepanjang saluran napas yangvtidak terlibat proses
pertukaran gas (±150 ml). L = ± 500 ml.
10) Frekuensi napas (f)
Yaitu jumlah pernapsan yang dilakukan permenit (±15 x/menit).
Secara umum, volume dan kapasitas paru akan menurun bila
seseorang berbaring dan meningkat saat berdiri. Menurun karena isi
perut menekan ke atas atau ke diafragma, sedangkan volume udara
paru menungkat sehingga ruangan yang diisi udara berkurang.
11) Analisis Gas Darah (Analysis Blood Gasses – ABGs)
Sampel darah yang digunakan adalah arteri radialis (mudah diambil)
(Somantri, 2018).

6. Penatalaksanaan
a. Medis
Pemberian terapi oksigen
1. Nasal Kanul
Indikasi penggunaan nasal kanul adalah pada pasien yang
membutuhkan oksigen sekitar 35 – 40%. Aliran Oksigen nasal
kanul adalah 1-6 lpm.
2. Simple Face Mask
Indikasi penggunaan Mask adalah pada pasien yang
membutuhkan oksigen 40 – 60%. Aliran Oksigen Simple Face
Mask adalah 6-8 lpm.
3. Rebreathing Mask
Indikasi penggunaan RBM adalah pada pasien yang
membutuhkan oksigen 80 – 100%. Aliran Oksigen Rebreating
Mask adalah 10 lpm.
4. Nonrebreathing Mask
Indikasi penggunaan NRBM adalah pada pasien yang
membutuhkan oksigen 90 – 100%. Aliran Oksigennya adalah
10-12 lpm.
5. Justion Rise
Indikasi penggunaan Juction Rise adalah pada pasien yang
membutuhkan oksigen 100%. Aliran Oksigennya adalah 10-12
lpm.
6. BVM
Indikasi penggunaan BVM adalah pada pasien yang
membutuhkan oksigen 100%. Aliran Oksigennya adalah 10-12
lpm.
b. Keperawatan
1) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
a) Pembersihan jalan nafas
b) Latihan batuk efektif
c) Suctioning
d) Jalan nafas buatan
2) Pola Nafas Tidak Efektif
a) Atur posisi pasien (semi fowler)
b) Pemberian oksigen
c) Teknik bernafas dan relaksasi
3) Gangguan Pertukaran Gas
a) Atur posisi pasien (posisi fowler)
b) Pemberian oksigen
c) Suctioning (Yeni, 2013)
B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a) Data klinik, meliputi : TTV, KU
b) Data hasil pemeriksaan yang mungkin ditemukan:
1) Mata
 Konjungtiva pucat (karena anemia)
 Konjungitva sianosis ( karena hipoksemia)
 Konjungtiva terdapat pethecia ( karena emboli lemak
atau endokarditis)
2) Kulit
 Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran
darah perifer).
 Sianosis secara umum (hipoksemia)
 Penurunan turgor (dehidrasi)
 Edema
 Edema periorbital
3) Jari dan kuku
 Sianosis
 Clubbing finger
4) Mulut dan bibir
 Membran mukosa sianosis
 Bernapas dengan mengerutkan mulut.
5) Hidung
 Pernapasan dengan cuping hidung, deviasi sputum,
perforasi, dan kesimetrisan.
6) Vena Leher
 Adanya distensi/ bendungan.
7) Dada
(a) Inspeksi
 Pemeriksaan mulai dada posterior sampai yang
lainnya, pasien harus duduk.
 Observasi dada pada sisi kanan atau kiri serta
depan atau belakang.
 Dada posterior amati adanya skar, lesi, dan masa
serta gangguan tulang belakang (kifosis, skoliosis,
dan lordosis)
 Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan
kesimetrisan pergerakan dada.
 Observasi pernapasan seperti pernapasan hidung,
atau pernapasan diafragma serta penggunaan otot
bantu pernapasan.
 Observasi durasi inspirasi dan ekspirasi. Ekspirasi
yang panjang menandakan adanya obstruksi jalan
napas seperti pada pasien Chronic Airflow
Limitation (CAL)/ Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD).
 Kaji konfigurasi dada.
 Kelainan bentuk dada:
 Barrel chest : Akibat overinflation paru pada
pasien emfisema.
 Funnel chest : Missal pada pasien kecelakaan
kerja yaitu depresi bagian bawah sternum.
 Pigeon chest : Akibat ketidaktepatan sternum
yang mengakibatkan peningkatan diameter
AP.
 Kofiskoliosis : Missal pada pasien
osteoporosis dan kelainan musculoskeletal.
 Observasi kesimetrisan pergerakan dada.
Gangguan pergerakan dinding dada
mengindikasikan adanya penyakit paru/ pleura.
 Observasi retraksi abnormal ruang interkostal
selama inpsirasi yang mengindikasikan adanya
obstruksi jalan napas.
(b) Palpasi
Untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi
keadaan kulit, dan mengetahui tactil premitus
(vibrasi).
(c) Perkusi
Mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada di
sekitarnya, dan pengembangan (ekskursi)
diafragma. Ada dua suara perkusi yaitu:
 Suara perkusi normal:
 Resonan (sonor) : dihasilkan pada
jaringan paru normal, umumnya bergaung
dan bernada rendah.
 Dullness : dihasilkan di atas jantung atau
paru.
 Tympany : dihasilkan di atas perut yang
berisi udara.
 Suara perkusi abnormal:
 Hiperesonan : lebih rendah dari resonan
seperti paru abnormal yang berisi udara.
 Flatness : nada lebih tinggi dari dullness
seperti perkusi pada paha, bagian jaringan
lainnya.
(d) Auskultasi
 Suara napas normal
 Bronchial/ tubular sound seperti suara dalam pipa,
keras, nyaring, dan hembusan lembut.
 Bronkovesikuler sebagai gabungan antara suara
napas bronchial dengan vesikuler.
 Vesikuler terdengar lembut, halus, sperti
hembusan angin sepoi – sepoi.
 Jenis suara tambahan
 Wheezing : suara nyaring, musical, terus –
menerus akibat jalan napas yang menyempit.
 Ronchi : suara mengorok karena ada sekresi
kental dan peningkatan produksi sputum.
 Pleural friction rub : suara kasar, berciut, dan
seperti gessekan akibat inflamasi dim pleura,
nyeri saat bernapas.
 Crakles :
o Fine cracles : suara meletup akibat
melewati daerah alveoli, seperti suara
rambut digesekkan.
o Coars cracles: lemah, kasar, akibat ada
cairan di jalan saluran napas yang besar.
Berubah jika pasien batuk.
(Brunner & Suddarth, 2010)

2. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi


jalan napas
(D. 0001)
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan, kelemahan otot pernapasan.
(D. 0005)
c. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi.
(D. 0003)

Anda mungkin juga menyukai