Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Bealakang Masalah

Akhir ini terdapat kasus yang sedang ramai dibicarakan publik baik dari
media cetak, penyiaran, maupun di media sosial. Kasus yang bergulir di masyarakat
tersebut adalah kasus dugaan korupsi E- KTP yang dilakukan oleh Setya Novanto,
Ketua DPR RI periode 2014-2019. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Ketua
DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP yang
diduga merugikan negara Rp2,3 triliun.Dia diduga memiliki peran dalam proses
penganggaran atau pengadaan barang dan jasa. Ketua Umum Partai Golkar ini
juga diduga telah mengkondisikan pemenang pengadaan e-KTP.

Masalah korupsi E-KTP belum juga terselesaikan sampai sekarang. Sangat


banyak orang yang terlibat dalam kasus korupsi E-KTP ini. Salah satu yang ikut terjerat
adalah Ketua DPR RI Setya Novanto. Setya Novanto sendiri telah ditetapkan sebagai
tersangka kasus korupsi E-KTP setelah sebelumnya penetapan yang pertama dibatalkan
oleh Hakim Tunggal Cepi Iskandar.

Setya Novanto sendiri telah diminta untuk hadir dalam sidang tetapi ia kerap
tidak dapat hadir sehingga akhirnya KPK pun mengeluarkan surat penangkapan yang
ditujukan kepada Setya Novanto pada hari Rabu, 15 November 2017. KPK mendatangi
rumah Setya Novanto di Jalan Wijaya XIII, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan untuk
dijemput secara paksa namun ternyata Setya Novanto tidak ditemui dilokasi. Berbagai
argument pun bermunculan. Ada yang mengatakan bahwa ia selalu mencari alasan agar
tidak hadir dalam sidang,ada yang mengatakan bahwa dirinya melarikan diri, dan ada
juga beberapa pihak yang mengatakan Setya Novanto mendapat tugas di luar kota. Lalu
jika memang benar Setya Novanto melarikan diri, apa yang akan terjadi ?
Selain itu jika memang terbukti Setya Novanto melarikan diri, ia bisa saja
terkena pelangaran hukum terkait menghalangi penyidikan sesuai dengan yang
tercantum pada Pasal 216 ayat (1): “Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti
perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang
tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana, demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegha,
mengalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-
undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat bulan dua minggu.”

Selain itu jika Setya Novanto memang melarikan diri hal ini bisa menjadi faktor
yang akan memberatkan dirinya di penuntutan sesuai dengan yang telah dikatakan oleh
Mahfud “ Melarikan diri bisa jadi tindak pidana sendiri menghalangi penyidikan, tapi
bisa menjadi faktor memberatkan di penuntutan.”

B.Rumusan Masalah

1. Bagaimana Analisis dari kasus setya novanto terhadap pancasila?


2. Apa Saja landasan hukum/dasar hukum yang dilanggar dari kasus tersebut?
3. Apa Solusi Terbaik dari kasus tersebut?

C.Tujuan Penulisan

1. Menganalisis kasus yang terjadi dengan cermat dan mengaitkannya dengan materi
pancasila yang telah disajikan oleh dosen
2. Mengembakngkan kasus tersebut dan membuat landasan hukum yang dilanggar.
3. Menjelaskan Solusi/pemecahan masalah yang terbaik terhadap kasus yang dianalisis
BAB II

ANALISIS KASUS.

A.Analisis Kasus Setya Novanto yang berhubungan dengan Hakikat dan Kedudukan
Pancasila

Seperti kita ketahui bersama,bahwa hakikat pancasila itu adalah Sebagian aspek
kehidupan bangsa Indonesia selalu mencerminkan, menjunjung tinggi dan tidakboleh
bertentangan dengan nilai-nilai pancasila.pengamalan pancasila itu tidak memiliki
sifatimperative (memaksa).Nah,jika kita liat banyak sekali kasus yang menimpa setnov
saat ini mulai dari SIdang E-KTP,Papa minta saham,kasus pembuangan limbah di kepri
tahun 2006,dan masih banyak lagi.Ini tidak lepas dari kurangnya kesadaran akan
pentingnya hakikat pancasila yaitu menjunjung tinggi nilai nilai pancasila terutama sila
1 yaitu “Ketuhanan yang maha esa” dan sila ke lima yaitu “Keadilan social bagia
seluruh Indonesia”.Mengapa saya memilih sila ke 1 dan ke 5 dan apa kaitannya dengan
kasus setnov tersebut?Karena jika kita cermati bersama,bahwa Setya Novanto alias
setnov telah melanggar sila ke 1 yaitu ketuhanan yang maha esa karena dalam
perbuatannya tanpa dilandasi ketakutan kepada sang pencipta yaitu khalik,berbuat
sekehendaknya tanpa adanya rasa percaya kepada allah. Padahal allah telah
menjelaskan bahwa berfikirlah dulu sebelum bertindak(kalau tidak salah).Tidak hanya
berpangku pada sila pertama saja,namun setnov juga melanggar sila kelima yaitu
“Keadilan social bagi seluruh Indonesia”.Bagaimana tidak,setnov telah merugikan
rakyat,bangsa,dan negra dengan kasus korupsi E-KTP.Uang yang seharusnya untuk
kepentingan negara,malah disalahgunakan.Untungnya dapat oleh dia ruginya kepada
masyarakat kalangan menengah kebawah karena uang untuk E-KTP yang dikeluarkan
malah diselewengkan untuk kepentingan pribadi,tapi anehnya,selama kurang lebih 1
tahun pamornya masih meninggi di kalangan politik.Apakah ini namanya
keadilan?Keadilan yang seharusnya dapat dirasakan oleh orang kalangan atas dengan
kalangan bawah/Intinya semua bias merasakan.Begitulah sedikit gambaran sebelum
masuk ke penjelasan yang lebih rinci tentang esensi yang bertentangan dengan pancasila

Sebagai rakyat yang hidup didalam sebuah negara yang berlandaskan hukum adalah
diwajbkan untuk mentaati hukum yang berlaku didalam negara Indonesia dalam
konteksnya, sedangkan hukum yang dimaksud ialah hukum yang berlandaskan UUD
1945 yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (1)
mengenai WARGA NEGARA DAN KEPENDUDUKAN yang menyatakan "Segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya."

Hubungannya dengan kedudukan pancasila bahwa Warga negara memiliki kedudukan


yang sama dimata hukum tanpa terkecuali, yang jika di artikulasikan ialah warga negara
adalah memiliki kewajiban sebagai warga negara untuk mentaati hukum yang ada dan
memiliki hak untuk memperjuangkan haknya dimata hukum untuk memperoleh
keadilan sebagai warga negara yang dalam hal ini konteksnya adalah hukum, sesuai
dengan UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) tentang HAM. Kedudukan seluruh organis
manusia didalam negara Indonesia entah itu Pejabat, Bangsawan, Pemuka agama dan
juga rakyat biasa tentu tidak aka nada pembeda dimata hukum yang dianut bangsa ini,
dalam konteks permasalahan yang terjadi di Indonesia khususnya kasus korupsi yang
banyak menjadi sorotan publik nasional dan Internasional hukum adalah sangat urgen
untuk ditegakkan.

Akan tetapi dilain pihak banyak para oknum-oknum pejabat yang seakan-akan
menunjukkan superioritasnya dimata hukum dan cenderung menyepelekannya yang jika
diartikulasikan banyak pejabat yang menjadi terduga kasus korupsi memiliki imunitas
atau kekebalan terhadap penegakan hukum.

Dan yang terbaru ialah kasus korupsi mega proyek E-KTP yang menjerat banyak nama
pejabat baik di tingkat pusat maupun daerah. Akan tetapi yang menjadi sorotan ialah
kasus dugaan korupsi proyek E-KTP yang menjerat ketua umum Dewan Perwakilan
Rakyat, yakni Setya Novanto yang dinilai oleh masyarakat terlalu banyak melakukan
drama untuk menghindar dari hukum.

Perilaku seperti ini adalah merupakan contoh buruk dari pejabat bangsa ini yang tidak
mentaati proses berjalannya hukum dinegara ini,, mulai dari tidak menghadiri
pengadilan yang dilaksanakan sampai yang terburuk ialah melakukan pembangkangan
terhadap proses hukum yang semestinya harus dilaksanakan demi menjamin kesamaan
hak dan kewajiban sebagai rakyat dimata hukum dan ketika seorang pejabat yang
tersangkut masalah korupsi.

Pembangkangan terhadap proses hukum yang ada didalam negara yang dimaksud
adalah tidak menghadiri proses hukum yang sedang berjalan yang rasanya sudah
lengkalah dan layak disebut sebagai pembangkangan terhadap hukum dan ketika
melakukan pembangkangan terhadap hukum maka bolehlah kita (Bangsa) ini
menyebutnya sebagai "Pengkhianat Negara dan Bangsa" dan mau tidak mau harus
dicabut hak-haknya sebagai warga negara.

Perilaku Ketua DPR-RI yang sedemikian rupa tentu memberikan pengaruh terhadap
stigma masyarakat terhadap hukum dinegara ini yang dapat ditarik kesimpulan bahwa
pejabat tinggi memiliki imunitas terhadap hukum dan seenaknya menyepelekan proses
penegakan hukum.

Dalam perspektif Pancasila perilaku Setya Novanto adalah telah benar-benar menciderai
nilai-nilai pancasila yang idealnya melekat didalam diri bangsa ini khususnya pejabat
negara sebagai suatu mesin yang menyelenggarakan pemerintahan negara ini. Pancasila
bukan hanya sebuah ideologi yang dihasilkan dari sebuah kesepakatan semata akan
tetapi pancasila juga sebagai falsafah negara yang mengatur, merumuskan kebijakan,
membuat perundang-undangan dan produk hukum lainnya.
Meminjam pendapat Abdurrahman Wahid (1991:163) yang dikutip oleh Cholisin
(2012: 2) " menyatakan Pancasila sebagai falsafah negara berstatus sebagai kerangka
berpikir yang harus diikuti dalam menyusun undang-undang dan produk hukum yang
lain, dalam merumuskan kebijakan pemerintah dan dalam mengatur hubungan formal
antar lembaga-lembaga dan perorangan yang hidup dalam kawasan negara ini." Dari
pendapat Abdurrahman Wahid maka dapat dijabarkan bahwa segala sesuatu tentang
perundang-undangan dan produk hukum lainnya adalah berasal dari pancasila sebagai
falsafah negara ini, yang kebenarannya tentu sudah disusun secara sistematis.

Bawha kita dapat kedudukan pancasila,baik sebagai Falsafah


negara,Ideologi,negara,maupun Dasar negara,pemakalah berpandangan bahwa secara
keseluruhan setnov telah menunjjukan esensi pancasila yang bertentangan diantaranya
tidak menegakkan tonggak pancasilaLalu ketika perilaku seorang pejabat tinggi publik
tidak taat terhadap proses penegakan hukum didalam negara ini, tentu dapat
disimpulkan bahwa terdapat keraguan-raguan dan ketidak percayaan seorang Setya
Novanto terhadap terhadap hukum dinegara ini juga tak terkecuali kebenaran daripada
Pancasila sebagai sebuah Ideologi bangsa ini. Bahkan jika dipandang dari sudut
pandang sila kedua yakni "Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan
yang berketuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang
berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia."

Sikapnya menunjukkan ketidak percayaannya terhadap konsep keadilan yang


terkandung dalam sila ke-2 yang notabene keadilan yang dimaksud dalam sila ke-2 ialah
berdasarkan atas prinsip kemanusiaan yang berketuhanan Yang Maha Esa, atas dasar
kebijaksanaan dan permusyawaratan yang dalam hal ini dilaksanakan oleh hakim selaku
perwujudan daripada prinsip keadilan, kebijaksanaan didalam pelaksanaan proses
hukum bangsa ini dan sebagai hasilnya ialah didapatkannya sebuah keadilan secara
yuridis maupun de facto, mengingat idealnya seorang hakim adalah berada dalam posisi
netral. Serta KPK sebagai perwujudan daripada sila ke-5 sebagai salah satu alat
pengawas guna menjamin terwujudnya tujuan keadilan bagi seluruh rakyat indonesia,
keadilan ini dalam konteksnya ialah hak yang sama untuk memperoleh kesejahteraan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kesejahteraan.

Dan kesejahteraan yang dimaksud ialah kesejahteraan secara haqiqi dan secara jelas
dimuat dalam pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4 yang berbunyi "kemudian daripada
itu, untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum,...................." dan perilaku seperti yang dilakukan oleh Ketua DPR
tentu akan juga menghambat tujuan daripada negara ini untuk memajukan kesejahteraan
umum dan negara akan mengeluarkan lebih banyak biaya untuk menuntaskan sebuah
permasalahan korupsi apabila oknum yang menjadi terduga berperilaku seperti ini
semua dan juga akan menghambat proses penyelesaian kasus korupsi lainnya, dengan
terhambatnya penyelesaian kasus korupsi juga berarti menghambat kesejahteraan sosial
didalam masyarakat atau bangsa ini dan justru akan memunculkan permasalahan
permasalahan baru yang akan semakin ruwet.

Dan seharusnya seorang ketua DPR idealnya dapat menjadi contoh sebagai wakil rakyat
yang baik dengan menunjukkan sikap sebagai seorang negarawan yang taat terhadap
hukum yang berlaku dan menerima seluruh keputusan yang akan dijatuhkan kepadanya
nantinya, apakah ditetapkan sebagai tersangka atau tidak dengan menaruh kepercayaan
terhadap penegakan hukum yang dilakukan penegak hukum, sebab adalah hal yang
tidak mungkin lembaga setingkat KPK melakukan penetapan atau penyidikan terhadap
pejabat yang terindikasi terlibat kasus korupsi dengan asal-asalan atau dalam arti
ngawur, mencari-cari kesalahan untuk menumbangkan jabatan seseorang yang berarti
KPK berpolitik padahal KPK adalah lembaga non politik.

B.Pasal Pasal yang berhubungan dengan kasus setya Novanto dan punya kaitan dengan
Konstitusi dan Nilai pancasila

PASAL 1

(1) Anggota dalam setiap tindakannya harus mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan.

(2) Anggota bertanggung jawab mengemban amanat rakyat, melaksanakan tugasnya


secara adil, mematuhi hukum, menghormati keberadaan lembaga legislatif, dan
mempergunakan fungsi, tugas, dan wewenang yang diberikan kepadanya demi
kepentingan dan kesejahteraan rakyat.

PASAL 3

(2) Anggota sebagai wakil rakyat memiliki pembatasan pribadi dalam bersikap,
bertindak, dan berperilaku.

(5) Anggota dilarang meminta dan menerima pemberian atau hadiah selain dari apa
yang berhak diterimanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PASAL 4

(1) Anggota harus bersikap profesional dalam melakukan hubungan dengan Mitra
Kerja.

(2) Anggota dilarang melakukan hubungan dengan Mitra Kerjanya untuk maksud
tertentu yang mengandung potensi korupsi, kolusi dan nepotisme.
PASAL 7
Anggota wajib menjaga Rahasia yang dipercayakan kepadanya, termasuk hasil Rapat
yang dinyatakan sebagai Rahasia sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan atau
sampai dengan masalah tersebut sudah dinyatakan terbuka untuk umum

PASAL PIDANA

Pasal 310 KUHP

(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan
menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum,
diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 378 KUHP Tentang Penipuan

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu
muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan
barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang
diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 12 UU No 20 Tahun 2001

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah):

(e) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

Pasal 15 UU No 31 Tahun 1999

Pasal 15
Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk
melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.

Penjelasan : Ketentuan ini merupakan aturan khusus karena ancaman pidana pada
percobaan dan pembantuan tindak pidana pada umumnya dikurangi 1/3 (satu pertiga)
dari ancaman pidananya.
C.Kasus Setya Novanto yang berkaitan dengan Aspek Ekonomi dan Aspek Hukum
Pancasila(Implementasi Nilai Keadilan)

1.Aspek Ekonomi

yang dimaksud dengan keadilan dalam bidang ekonomi adalah satu


keadaan atau situasi di mana setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya.
Ini lantas berarti bahwa keadilan dalam bidang ekonomi adalah perlakuan yang
adil bagi setiap orang untuk mendapatkan penghidupan yang layak sesuai dengan
kebutuhan dan potensi yang ada.

Lantas kita ketahui bersama bahwa setnov telah menggelapkan dana paja E-KTP

sehingga membuat ketimpangan yang jelas antara pemimpin dengan rakyat.KPK baru

mengumumkan total kerugian negara dalam kasus ini pada 2016, yakni sebesar Rp 2,3

triliun. Dari angka tersebut, sebanyak Rp 250 miliar dikembalikan kepada negara oleh 5

korporasi, 1 konsorsium, dan 14 orang. Nilai kerugian negara dari Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Angkanya pun sangat fantastis yang lebih dari

Rp 2 triliun.

Selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), Sugiharto diduga melakukan


perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan
kerugian negara terkait pengadaan proyek tersebut. Nilai proyek tersebut mencapai Rp6
triliun dan saat itu diperkirakan kerugian negara sebesar Rp1,12 triliun.

Dari segi ekonomi sendiri, korupsi akan berdampak banyak perekonomian


negara kita. Yang paling utama pembangunan terhadap sektor - sektor publik menjadi
tersendat. Dana APBN maupun APBD dari pemerintah yang hampir semua
dialokasikan untuk kepentingan rakyat seperti fasilitas-fasilitas publik hampir tidak
terlihat realisasinya, kalaupun ada realisasinya tentunya tidak sebanding dengan biaya
anggaran yang diajukan.. Contoh kecilnya saja, jalan - jalan yang rusak dan tidak pernah
diperbaiki akan mengakibatkan susahnya masyarakat dalam melaksanakan mobilitas
mereka termasuk juga dalam melakukan kegiatan ekonomi mereka. Jadi akibat dari
korupsi ini tidak hanya mengganggu perekonomian dalam skala makro saja, tetapi juga
mengganggu secara mikro dengan terhambatnya suplai barang dan jasa sebagai salah
satu contohnya.
Hal ini akan menambah tingkat kemiskinan, pengangguran dan juga kesenjangan
sosial karena dana pemerintah yang harusnya untuk rakyat justru masuk ke kantong para
pejabat dan orang - orang yang tidak bertanggung jawab lainnya. Kebijakan-kebijakan
pemerintah yang tidak optimal ini akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah di
berbagai bidang. Menurunnya kualitas pelayanan pemerintah akan mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kepercayaan masyarakat yang semakin
berkurang kepada para pejabat negara.
Korupsi mengurangi pendapatan dari sektor publik dan meningkatkan
pembelanjaan pemerintah untuk sektor publik. Korupsi mengurangi kemampuan
pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam bentuk peraturan dan kontrol akibat
kegagalan pasar (market failure). Korupsi juga menghambat pendapatan pajak. Kasus
mega korupsi e-KTP, pembuatan ktp di seluruh Indonesia jadi terhambat bahkan sampe
berbulan-bulan e-KTP belom selesai. Pada tahun 2017 ini yang sedang dilaksanakan
pilkada serentak, banyak warga yang kehilangan hak suara memilih pemimpin daerah
karena tidak adanya e-KTP.

2.Aspek Hukum

a.Proses Pengungkapan Dugaan Korupsi dalam Kasus E-KTP oleh Setya


Novanto ditinjau dari Aspek Hukum.

Pada awalnya KPK menerbitkan surat penangkapan surat perintah penangkapan


terhadap Ketua DPR RI Setya Novanto. KPK sebelumnya menghimbau agar Novanto
menyerahkan dirinya. Tim KPK yang mendatangi kediaman Novanto tidak mendapati
yang bersangkutan di rumah. Akhirnya tim KPK melakukan pencarian Setya Novanto.
Namun Setya Novanto tak kunjung ditemukan, hingga pada suatu malam Setya Novanto
dikabarkan mengalami kecelakaan, dan dirinya dibawa ke Rumah sakit. Sampai pada
akhirnya ketika Setya Novanto diakatakan oleh dokter bahwa kondisinya sudah baik-
baik saja maka tim KPK pun segera memburu Setya Novanto untuk menjalani proses
persidangan.
Dilihat dari proses penangkapan Setya Novanto disini KPK telah menjalankan tugasnya
sesuai dengan aturan yang ada yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Meskipun ada
beberapa anggota Komisi III DPR yang mengatakan bahwa mereka melihat proses
penangkapan KPK terhadap Setya Novanto dianggap terlalu over acting. Namun penulis
dalam point ini dapat menyimpulkan jika KPK tersebut melakukan penangkapan Setya
Novanto tidaklah terlalu Over Acting, bagaimana dengan Setya Novanto sendiri yang
dari awal melakukan drama-drama indah agar dirinya tidak ditemukan oleh KPK,
mulai dia menghilang tiba-tiba, menabrak tiang listrik, hingga Setya Novanto buang air
besar di persidangan dengan mengatakan bahwa dia semalam sebelum mengikuti
persidangan bolak-balik sebanyak 22 kali ke kamar mandi dikarenakan mencret. Dalam
hal ini dapat kita lihat KPK bersikap Over Acting dalam proses penangkapan Setya
Novanto sebenarnya dikarenakan Setya Novanto sendirilah yang berbelit-dan tidak
mau meyerahkan diri kepada KPK. Tidaklah mungkin KPK berdiam diri dan tidak
melakukan pencarian ketika Setya Novanto menghilang secara tiba-tiba. KPK bahkan
sudah mengingatkan Setya Novanto untuk menyerahkan diri, namun surat-surat yang
diberikan KPK kepada Setya Novanto tidaklah digubris olehnya.
Meskipun dalam penangkapan Setya Novanto,
Keberhasilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagian besar diperngaruhi oleh
berhasilnya tindak penyadapan yang dilakukan oleh KPK. Penyadapan adalah
merupakan salah satu teknik untuk mendapatkan informasi dalam upaya pengungkapan
kasus dan sebagai dasar menetapkan langkah penyelidikan berikutnya. Rekaman hasil
penyadapan tidak dapat menjadi alat bukti, namun informasi dalam rekaman hasil
penyadapan tersebut terbukti sangat efektif untuk dapat memperoleh alat bukti menurut
KUHAP sehingga mampu mengungkap adanya tindak pidana korupsi.
Dalam rangka pemberantasan korupsi, maka undang-undang memberi kewenangan
kepada KPK untuk melakukan penyadapan, sebagaimana diatur dalam pasal 12 ayat (1)
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang menyatakan bahwa : ”Dalam melaksanakan tugas penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf c, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang: a. melakukan penyadapan dan merekam
pembicaraan”.
Penyadapan KPK pada dasarnya tidak dapat dianggap pelanggaran hukum sebelum ada
undang-undang khusus yang mengatur secara rinci mekanisme dan batasan pelaksanaan
penyadapan oleh KPK. Hal tersebut dikarenakan sistem hukum di Indonesia menganut
asas legalitas (principle of legality) yakni asas yang menentukan bahwa tidak ada
perbuatan yang dilarang jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam peraturan
perundang-undangan.
Penyadapan KPK baru dapat dianggap sebagai sebuah pelanggaran terhadap hukum
adalah manakala proses penyadapan tidak dilakukan oleh pejabat yang berwenang
misalnya orang KPK melakukan penyadapan padahal dia bukan merupakan penyidik
KPK yang sedang memeriksa suatu perkara. Hal tersebut dikarenakan dalam pasal 12
ayat (1) huruf (a) Undang-Undang KPK disebutkan bahwa dalam masalah penyidikan
dan penyelidikan KPK berwenang melakukan penyadapan. Pada dasarnya penyadapan
sangat diperlukan untuk mendapatkan bukti dalam kasus “kerah putih” (korupsi) ini,
oleh karena sulitnya mendapatkan bukti dalam perkara ini sehingga cara konvensional
dianggap sudah tidak lagi efektif digunakan.
Disini kita seharusnya memperhatikan adanya hubungan hukum dan kekuasaan, dimana
kedua hal itu ibarat 2 sisi mata uang. Berbeda tapi tidak dapat dipisahkan. Hukum perlu
kekuasaan agar hukum dapat dijalankan. Kekuasaan perlu hukum sebagai pembatas
jalannya kekuasaan agar tidak keluar dari batas kewenangannya. Mengingat bahwa
setiap kekuasaan selalu ada sifat negativenya yaitu cenderung disalah gunakan maka
seringkali intervensi masuk ke dalam hukum, dan jika hukum dapat dikendalikan oleh
kekuasaan, maka sebuah sistem akan berjalan amburadul
KPK tidak akan mungkin menangkap seseorang jika KPK sendiri tidak mempunyai
bukti yang kuat akan orang yag ditangkapnya. Disini yang ditangkap adalah Setya
Novanto dimana dia adalah pejabat tinggi Negara Indonesia, jika dia di periksa sesuai
dengan keinginan KPK tidak ada salahnya, sejauh ini KPK dalam bertindak menangkap
Setya Novanto tidak ada perlakuan-perlakuan yang menyatakan KPK melanggar
hukum. KPK hanya melakukan tugas dan kewenangannya sesuai dengan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
b.Proses Pengungkapan Dugaan Korupsi dalam Kasus E-KTP oleh Setya Novanto
ditinjau dari Aspek Kekuasaan Para Penegak Hukum.
Dilihat dari Penegak Hukum dalam tim KPK maka mereka setuju dan sangatlah yakin
jika Setya Novanto melakukan korupsi E-KTP. Namun jika dilihat dari sebagian orang
yang mendukung Setya Novanto pasti mereka akan berkoar dan mencari cari kesalahan
KPK. Misalnya saja Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil mengatakan bagaimanapun
juga Setya Novanto adalah pimpinan lembaga tinggi negara. "Harusnya ada cara-cara
yang lebih baik dalam proses hukum yang dilakukan terhadap Setya Novanto," kata
Nasir Djamil, kepada Republika.co.id, Senin (20/11).
Nasir menyinggung soal hal-hal yang dianggap berlebihan, seperti adanya pengerahan
kepolisian dalam jumlah yang besar ke rumah Setya Novanto. Memanggil paksa di
tengah malam dan melakukan siaran pers, padahal Novanto masih dalam keadaan sakit.
"Kenapa tidak ditunggu esok pagi harinya."
Nasir tidak mempersoalkan proses hukum yang dilakukan terhadap Setya Novanto.
Karena setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum.
Namun cara yang digunakan KPK dalam menangkap Setya Novanto semestinya bisa
dilakukan dengan cara yang lebih baik. "Bagaimanapun kan Pak Novanto Ketua DPR
juga ketua umum Partai Golkar," kata Nasir.
Dengan kejadian itu, lanjut Nasir, pihak Komisi III akan mempertanyakan hal itu
kepada KPK. "Tadinya hari ini akan ada rapat bersama Kejaksaan, Polri, dan KPK. Tapi
karena banyak yang berhalangan dan hanya perwakilan pimpinan, kita minta ditunda
dulu," jelas dia. Pada pertemuan nanti, lanjut Nasir, persoalan penangkapan Setya
Novanto akan dipertanyakan kepada KPK.
Disini dapat kita lihat teman dari Setya Novanto membelanya, dikarenakan ada
kemungkinan dia juga mendapatkan bagian aliran dana korupsi tersebut. Kita tahu
bahwa Setya Novanto melakukan korupsi, ketika seseorang dikatakan salah dan telah
melanggar hukum yang telah ada sudah sepatutnya dia harus diadili. Hukum Indonesia
tidak berbicara bahwa adanya etika perbedaan proses penangkapan antara Pejabat
Tinggi Negara dengan Masyarakat biasa. Hukum tidak peduli apa dan siapa itu Setya
Novanto, hukum hanya tahu bahwa Setya Novanto adalah pejabat tinggi Negara yang
harus di hukum karena dia melakukan korupsi. Meskipun Setya Novanto itu Ketua
Umum Partai Golkar, semua itu tidak bisa disangkut pautkan dengan kasus korupsi E-
KTP. Disini kita dapat melihat adanya dukungan dari kalangan pejabat Negara yang
membela Setya Novanto, dimana hal ini tentunya akan mempengaruhi dan menghalang-
halangi proses hukum Setya Novanto tersebut. KPK hanya menjalankan tugasnya.
Namun semua itu kembali lagi pada ciri Indonesia, bahwa saat penguasa melakukan
penyalahgunaan kekuasaan mereka pasti berusaha mencari dalil/justifikasi dan
dukungan untuk berkelit. Kekuatan pendukung itu seringkali melibatkan organisasi
partai politik atau elit-elit politik tertentu. Behkan mereka berusaha mencari dukungan
ke lembaga-lembaga non politik seperti Kepolisian atau TNI bahkan Presiden dengan
berbagai cara yang tida mungkin menjadi mungkin.
Melihat dari sisi kasus korupsi Setya Novanto ini seharusnya memperhatikan adanya
hubungan hukum dan kekuasaan, dimana kedua hal itu ibarat 2 sisi mata uang. Berbeda
tapi tidak dapat dipisahkan. Hukum perlu kekuasaan agar hukum dapat dijalankan.
Kekuasaan perlu hukum sebagai pembatas jalannya kekuasaan agar tidak keluar dari
batas kewenangannya. Mengingat bahwa setiap kekuasaan selalu ada sifat negativenya
yaitu cenderung disalah gunakan maka seringkali intervensi masuk ke dalam hukum,
dan jika hukum dapat dikendalikan oleh kekuasaan, maka sebuah sistem akan berjalan
amburadul.
Disini para penegak hukum tidak bisa bekerjasama dengan hukum yang ada, hukum
harus bisa bekerjasama dengan kekuasaan begitu juga sebaliknya kekuasaan harus bisa
bekerja sama dengan hukum. Para penegak hukum masih ada saja yang membela dan
berada di pihak Setya Novanto, sedangkan hukum berkata lain bahwa Setya Novanto
telah melakukan Tindak Pidana Korupsi. Dengan ketidak adanya hubungan antara
keduanya inilah yang mengakibatkan proses hukum cenderung sulit untuk ditemukan
titik terangnya, sehingga kasus Setya Novanto ini menimbulak Pro Kontra yang
berkepanjangan. Masih banyak pihakk-pihak yang mempunyai kekuasaan ingin menang
sendiri dengan kata lain mereka ingin mengendalikan hukum.
D.Solusi/Pemecahan Masalah

Solusi/pemecahan masalah terhadap kasus tersebut mungkin banyak,tapi yang

akan saya jabarkan mungkin hanya sebagian dari beberapa pemecahan masalah yang
mungkin banyak ruang lingkupnya,dan mungkin dalam pemecahan masalah ini tidak

terfokus kepada bagaimana cara pemberantasan E-KTP tetapi lebih kepada cara

pemberantasan korupsi tersebut dalam ruang yang luas(hakikat dari korupsi),bukan

dalam artian yang sempit(yaitu E-KTP itu sendiri) pemecahan masalah ini juga

berhubungan dengan materi pancasila pada bab terakhir yaitu “Membangun Kesadaran

Hukum”.

Sebelum Kita menelusuri lebih lanjut tentang apa apa saja yang akan dipecahkan
dari permasalahn tersebut,marilah liat terlebih dahulu pentingnya kesadarn hukum di
Indonesia.

Kesadaran hukum dengan hukum itu mempunyai kaitan yang erat sekali.Kesadaran
hukum merupakan faktor dalam penemuan hukum.Maka sumber segala hukum adalah
kesadaran hukum. Oleh sebab itu yang disebut hukum hanyalah yang dapat memenuhi
kesadaran hukum kebanyakan orang, maka undang-undang yang tidak sesuai dengan
kesadaran hukum kebanyakan orang akan kehilangan kekuatan mengikat.

Dari pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwa pentingnya kesadaran hukum

bagi seluruh manusia ,baik atasan maupun bawahan.karena jika kita mempuntai

kesadarn hukum yang tinggi maka kita akan hidup aman,tentram dan nyaman dan

terhindar dari segala tindak pidana.Sama halnya dengan kasus Setya Novabto,seperti

kita ketahui bersama bahwa beliau sudah jelas rendah kesadaran hukumnya,tidak

memiliki jiwa kesadarn hukum sama sekali.Akibatnya dia berurusan dengan ranah

kepolisisan akibat dari ulah yang dia perbuatan.Selain itu masa tuanya akan dinikmati di

penjara,begitu segelintir akibat dari seseorang yang rendah kesadaran hukumnya.


Lalu apakah langkah langkah/cara untuk mencegah suapaya hal tersebut tidak

terjadi lagi dikemudian hari?Berikut beberapa ulasannya:

1. Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi

1. Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga
yang independen yang khusus menangani korupsi. Sebagai contoh di beberapa
negara di-dirikan lembaga yang dinamakan Ombudsman. Lembaga ini pertama
kali didirikan oleh Parlemen Swedia dengan nama Justitieombudsmannen pada
tahun 1809. Peran lembaga ombudsman --yang kemudian berkembang pula di
negara lain--antara lain menyediakan sarana bagi masyarakat yang hendak
mengkomplain apa yang dilakukan oleh Lembaga Pemerintah dan pegawainya.
Selain itu lembaga ini juga memberikan edukasi pada pemerintah dan
masyarakat serta mengembangkan standar perilaku serta code of conduct bagi
lembaga pemerintah maupun lembaga hukum yang membutuhkan. Salah satu
peran dari ombudsman adalah mengembangkan kepedulian serta pengetahuan
masyarakat mengenai hak mereka untuk mendapat perlakuan yang baik, jujur
dan efisien dari pegawai pemerintah (UNODC : 2004). Di Hongkong dibentuk
lembaga anti korupsi yang bernama Independent Commission against
Corruption (ICAC); di Malaysia dibentuk the Anti-Corruption Agency (ACA).
Kita sudah memiliki Lembaga yang secara khusus dibentuk untuk memberantas
korupsi. Lembaga tersebut adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
2. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperbaiki kinerja lembaga peradilan
baik dari tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan Lembaga
Pemasyarakatan. Pengadilan adalah jantungnya penegakan hukum yang harus
bersikap imparsial (tidak memihak), jujur dan adil. Banyak kasus korupsi yang
tidak terjerat oleh hukum karena kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk.
Bila kinerjanya buruk karena tidak mampu (unable), mungkin masih dapat
dimaklumi. Ini berarti pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak hukum
harus ditingkatkan. Yang menjadi masalah adalah bila mereka tidak mau
(unwilling) atau tidak memiliki keinginan yang kuat (strong political will) untuk
memberantas korupsi, atau justru terlibat dalam berbagai perkara korupsi.
Tentunya akan menjadi malapetaka bagi bangsa ini bukan? Dimana lagi kita
mencari keadilan ?

2. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik

1. Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat
publik untuk melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki
baik sebelum maupun sesudah menjabat. Dengan demikian masyarakat dapat
memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah kekayaan yang dimiliki
khususnya apabila ada peningkatan jumlah kekayaan setelah selesai menjabat.
Kesulitan timbul ketika kekayaan yang didapatkan dengan melakukan korupsi
dialihkan kepemilikannya kepada orang lain misalnya anggota keluarga.
2. Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di pemerintahan pusat,
daerah maupun militer, salah satu cara untuk memperkecil potensi korupsi
adalah dengan melakukan lelang atau penawaran secara terbuka. Masyarakat
harus diberi otoritas atau akses untuk dapat memantau dan memonitor hasil dari
pelelangan atau penawaran tersebut. Untuk itu harus dikembangkan sistem yang
dapat memberi kemudahan bagi masyarakat untuk ikut memantau ataupun
memonitor hal ini
3. Korupsi juga banyak terjadi dalam perekruitan pegawai negeri dan anggota
militer baru. Korupsi, kolusi dan nepotisme sering terjadi dalam kondisi ini.
Sebuah sistem yang transparan dan akuntabel dalam hal perekruitan pegawai
negeri dan anggota militer juga perlu dikembangkan.

3. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat

Salah satu upaya memberantas korupsi adalah memberi hak pada masyarakat untuk
mendapatkan akses terhadap informasi (access to information). Sebuah sistem harus
dibangun di mana kepada masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta segala
informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi hajat hidup
orang banyak. Hak ini dapat meningkatkan keinginan pemerintah untuk membuat
kebijakan dan menjalankannya secara transparan.Pemerintah memiliki kewajiban
melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai kebijakan yang dibuat dan akan
dijalankan.

4. Pencegahan dengan memasukan pendidikan anti korupsi di sekolah / perguruan


tinggi.

Pendidikan antikorupsi bagi siswa mengarah pada pendidikan nilai, yaitu nilai-nilai
kebaikan. Suseno (dalam Djabbar, 2009) berpendapat bahwa pendidikan yang
mendukung orientasi nilai adalah pendidikan yang membuat orang merasa malu apabila
tergoda untuk melakukan korupsi, dan marah bila ia menyaksikannya. Menurut Suseno,
ada tiga sikap moral fundamental yang akan membuat orang menjadi kebal terhadap
godaan korupsi. Ketiga sikap moral fundamental tersebut adalah kejujuran, rasa
keadilan, dan rasa tanggung jawab.

Melaui pendidikan karakter antikorupsi inilah yang pertama, para siswa sejak usia dini
sudah mengetahui tentang seluk-beluk praktek korupsi sekaligus konsekuensi yang akan
diterima oleh para pelaku. Yang kedua, juga memberikan proses pembelajaran tentang
kepakaan terhadap praktek-praktek korupsi yang ada disekitar kita. Ketiga, mendidik
para siswa dari usia dini tentang akhlak atau moral yang sesuai dengan ajaran-ajaran
sosial keagamaan. Keempat, menciptakan generasi penerus yang bersih dari perilaku
penyimpangan, dan Kelima, membantu seluruh cita-cita warga bangsa dalam
menciptakan clean and good-goverment demi masa depan yang lebih baik dan berada.
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan
Kasus korupsi E-KTP yang melibakan setya novanto menunjukkan
bahwa telah dilanggarnya sila ke 1 dan 5 karena dengan adanya korupsi E-KTP secara
besar besaran maka terjadilah ketimpangan yang jelas antara atasan dengan rakyatnya
dan perbuatannya tidak berlandaskan kepada agama.
Pendekatan ekonomi politik berbasis kekuasaan menekankan pada
pentingnya kekuasaan pada hubungan ekonomi. Kasus korupsi proyek e-KTP
membuktikan bahwa kekayaan dapat memberikan kekuasaan. Kasus ini juga
merepresentasikan adanya hubungan timbal balik antara pemilik kekuasaan dari
jabatan dengan pemilik kekuasaan dari kekayaan. Semua ini menunjukkan
bahwa kekuasaan dalam hubungan ekonomi politik itu sangat penting. Itulah
mengapa kami sebagai tim penyusun mendukung asumsi “pendekatan ekonomi
politik berbasis pada kekuasaan berbeda dengan pendekatan neoklasik yang
lebih meminimalisir kekuasaan”.

B.Saran
Menurut saya,masih banyak lagi yang akan diungkap dalam kasus
Setya Novanto ini.namun karena keterbatasan waktu dan tempat,akhirnya saya hanya
mengambil sedikit dari beberapa kasus yang pernah menimpa Setya Novanto. Penulis
menyarankan agar supaya Hukum di Indonesia harus dipertegas jati dirinya lagi,tidak
tajam kebawah tumpul keatas karena itu dapat membuat korupsi semakin merajalela di
Indonesia.Dan perlu adanya pembinaan/Sosialisasi di semua kalangan agar Negara
Indonesia bebas dari KorupsiMenyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,
baik dari segi penulisan maupun isi,penulis mengucapkan maaf sebesar besarnya
apabila ada kesalahan.Karena kesalahan dating dari diri sendiri dan kebenaran itu dating
dari allah.akhirul kalam penulis ucapkan terima kasih

Anda mungkin juga menyukai