Anda di halaman 1dari 19

PEMFIGUS

Disusun oleh:

Mashitta Safira Putri


112015127

Pembimbing:
dr. Dian Andriani R D, Sp.KK, M.biomed, MARS,
FINDVS

KEPANITERAAN ILMU KULIT DAN KELAMIN


UNIVERSITAS YARSI
RS. TK II MOH RIDWAN MEURAKSA
PERIODE 7 OKTOBER- 9 NOVEMBER 2019

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………………………………….……………………………….. i

KATA PENGANTAR………………………………………………….…..….. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Konsep dasar medis……………………………………………….…….. 1
1. pengertian...................................................................................................4
2. pembagian pemfigus..................................................................................5

BAB II EPIDEMIOLOGI.......................................................................................6

BAB III ETIOPATOGENIS...................................................................................7

BAB IV GEJALA KLINIS.....................................................................................8

BAB V DIAGNOSIS............................................................................................12
1.biopsi kulit dan PA....................................................................................13
2.imunofluoresensi.......................................................................................14
a.langsung..................................................................................................14
b. tidak langsung.......................................................................................14

BAB VI DIAGNOSIS BANDING........................................................................15

BAB VII KOMPLIKASI.......................................................................................15

BAB VIII PENATALAKSANAAN......................................................................16


1. medikamentosa.........................................................................................16
2. non medikamentosa..................................................................................17

BAB IX PROGNOSIS...........................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iii

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya
sehingga referat yang berjudul PEMFIGUS ini dapat terselesaikan .

Referat ini ditulis sebagai salah satu tugas dalam kepanitraan klinik ilmu kulit
dan kelamin di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus pada periode 4 febuari 2013-
9 maret 2013.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Endang Soekmawati,


Sp.KK selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini.

Penulis juga menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam


penyusunan referat ini, oleh sebab itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga referat ini dapat
berguna bagi para pembacanya.

3
PEMFIGUS VULGARIS

I. PENDAHULUAN
Istilah pemfigus dari kata pemphix (Yunani) berarti melepuh atau
gelembung. Pemfigus ialah kumpulan penyakit kulit autoimun berupa bula yang
timbul dalam waktu yang lama, menyerang kulit dan membrana mukosa yang
secara histopatologik ditandai dengan bula interepidermal, dimana akibat dari
autoantibodi yang secara langsung menyerang permukaan keratinosit yang
mengakibatkan hilangnya adhesi antara keratinosit melalui proses yang disebut
akantolisis. Dan secara imunopatologik ditemukan antibody terhadap komponen
desmosom pada permukaan keratinosit jenis IgG, baik terikat maupun yang bebas
di dalam sirkulasi darah.1

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. PENGERTIAN
a. Pemphigus adalah penyakit kulit yang ditandai dengan sebaran gelembung secara
berturut- turut yang mengering dan meninggalkan bercak- bercak berwarna gelap,
dapat diiringi dengan rasa gatal atau tidak dan umumnya mempengaruhi keadaan
umum si penderita.1
b. Pemphigus adalah kelainan kulit dengan erupsi bulosa (lepuh) namun lebih tepat
bila digunakan istilah kelompok penyakit berbahaya yang disebut pemfigus
vulgaris, pemfigus vegetans, dan pemfigus erimatosus1.
c. Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai oleh
timbulnya bula (lepuh) dengan berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada kulit yang
tampak normal dan membrane mukosa (misalnya, mulut, vagina). 1
d. Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa reuren yang merupakan
kelainan herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi
berkelompok yang mengadakan regresi sesudah beberapa minggu atau beberapa
bulan 1

4
2. Secara garis besar Pemfigus dibagi menjadi 4 bentuk yaitu
Pemfigus Vulgaris, Pemfigus Eritomatosus, Pemfigus Foliaseus dan Pemfigus
Vegetans. Menurut letak dan celah pemfigus di bagi menjadi 2 yaitu:

1.
Di suprabasal ialah pemfigus vulgaris dan variannya pemfigus vegetans
2.
Di stratum granulosum ialah pemfigus eritematous dan variannya pemfigus
foliaseus.
Semua penyakit tersebut memberikan gejala yang khas, yaitu:
1.
Pembentukan bula yang kendur pada kulit yang terlihat normal dan mudah
pecah.
2.
Pada penekanan, bula tersebut meluas (tanda Nikolsky positif).
3.
Akantolisis selalu positif.
4.
Adanya antibody tipe IgG terhadap antigen interselular di epidermis yang
dapat ditemukan di dalam serum, meupun terikat di epidermis.

Pemfigus Vulgaris (PV) merupakan bentuk tersering dijumpai (80% semua


kasus Pemfigus). Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua
bangsa dan ras.1

Pemfigus ialah penyakit autoimun, karena pada serum penderita ditemukan


autoantibody, juga dapat disebabkan oleh obat (drug induced pemphigus), misalnya
D-penisilamin dan kaptopril. Kelainan pada kulit yang ditimbulkan akibat PV dapat
bersifat lokal ataupun menyebar, terasa panas, sakit, dan biasanya terjadi pada
daerah yang terkena tekanan dan lipatan paha, wajah, ketiak, kulit kepala, badan,
dan umbilicus. Pengobatan pada PV ditujukan untuk mengurangi pembentukan
autoantibodi. Penggunaan kortikosteroid telah menjadi pilihan terapi.123

5
II. EPIDEMIOLOGI
PV merupakan bentuk yang tersering dijumpai (80% semua kasus).
Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras.
Frekuensi kedua jenis kelamin sama. Umumnya mengenai umur pertengahan
(dekade ke-4 dan ke-5), termasuk dapat juga mengenai semua umur termasuk anak-
anak.

PE merupakan kelainan kulit berupa bercak- bercak eritema berbatas tegas


dengan skuama dan krusta di muka menyerupai kupu-kupu sehingga mirip lupus
eritematosus dan dermatitis seboroik.hubungannya dengan lupus eritematosus juga
terlihat pada pemeriksaan imunofluoresensi lansung.13

PF umumnya terdapat pada orang dewasa antara umur 40-50 tahun.


Gejalanya tidak seberat pemfigus vulgaris.perjalanan penyakit kronik, remisi
terjadi temporer. Penyakit mulai dengan timbulnya viskel/bula, skuama dan krusta
dan sedikit eksudatif, kemudian memecah dan meninggalkan erosi.13

PV biasanya menyerupai pemfigus vulgaris kecuali timbulnya pada usia


lebih muda. Tempat predileksi di muka,aksila,genetalia eksterna, dan daerah
intertigo yang lain, yang khas pada penyakit ini ialah terdapatnya bula-bula yang
kendur, menjadi erosi dan kemudian menjadi vegetative dan proliferative
papilomatosa terutama di daerah intertrigo. Lesi oral hamper selali di
temukan.perjalana penyakitnya lebih lama dari pemfigus vulgaris.13

III. ETIOPATOGENESIS

6
Pemfigus ialah penyakit autoimun, karena pada serum penderita ditemukan
autoantibody, juga dapat disebabkan oleh obat (drug induced pemphigus), misalnya
D-penisilamin dan kaptopril. Pemfigus yang diinduksi obat dapat berbentuk
pemfigus foliaseus (termasuk pemfigus eritematous) atau pemfigus vulgaris.
Pemfigus foeliaseus lebih sering timbul dibandingkan dengan pemfigus vulgaris.
Pemeriksaan imunoflouresensi langsung pada kebanyakan kasus positif sedangkan
pemeriksaan imunoflouresesnsi tidak langsung hanya kira-kira 70% yang positif.123

Semua bentuk pemfigus mempunyai sifat yang sangat khas, yaitu:


1. Hilangnya kohesi sel-sel epidermis(akantolisis)
2. Adanya antibodi IgG terhadap antigen determinan yang ada pada
permukaan keratinosit yang sedang berdiferensiasi.

Pada penyakit ini, autoantibodi yang menyerang desmoglein pada


permukaan keratinosit membuktikan bahwa autoantibodi ini bersifat patogenik.
Antigen PV yang dikenali sebagai desmoglein 3, merupakan desmosomal kaderin
yang terlibat dalam perlekatan interseluler pada epidermis. Antibodi yang berikatan
pada domain ekstraseluler region terminal amino pada desmoglein 3 ini mempunyai
efek langsung terhadap fungsi kaderin. Desmoglein 3 dapat ditemukan pada
desmosom dan pada membran sel keratinosit. Dapat dideteksi pada setiap
deferensiasi keratinosit terutamanya pada epidermis bawah dan lebih padat pada
mukosa bucal dan kulit kepala berbanding di badan. Hal ini berbeda dengan antigen
Pemfigus Foliaseus, desmoglein 1, yang dapat ditemukan pada epidermis, dan lebih
padat pada epidermis atas. Pengaruh dari faktor lingkungan dan cara hidup individu
belum dapat dibuktikan berpengaruh terhadap PV, namun penyakit ini dapat
dikaitkan dengan genetik pada kebanyakan kasus.34
Tanda utama pada PV adalah dengan mencari autoantibodi IgG pada
permukaan keratinosit. Hal ini merupakan fungsi patogenik primer dalam

7
mengurangi perlekatan antara sel-sel keratinosit yang menyebabkan terbentuknya
bula-bula, erosi dan ulser yang merupakan gambaran pada penyakit PV.
Autoantibodi patologik yang menyebabkan terjadinya PV adalah
autoantibodi yang melawan desmoglein 1 dan desmoglein 3, yang mana hal ini yang
menyebabkan terjadinya pembentukan bula. Pemeriksaan mikroskopi
imunoelektron dapat menentukan lokasi antigen pada desmosom untuk kedua PV
dan Pemfigus Foliaseus, yang lebih sering pada perlekatan sel-sel pada epitel
bertanduk.

IV. GEJALA KLINIS


Keadaan umum penderita biasanya buruk. Penyakit dapat mulai sebagai
lesi di kulit kepala yang berambut atau di rongga mulut kira-kira pada 60% kasus,
berupa erosi yang disertai pembentukan krusta, sehingga sering salah didiagnosis
sebagai pioderma pada kulit kepala yang berambut atau dermatitis dengan infeksi
sekunder. Lesi di tempat tersebut dapat berlangsung berbulan-bulan sebelum timbul
bula generalisata.13
Semua selaput lendir dengan epitel skuamosa dapat diserang, yakni selaput
lendir konjungtiva, hidung, farings, larings, esophagus, uretra, vulva, dan serviks.
Kebanyakan penderita menderita stomatitis aftosa sebelum di diagnosis pasti
ditegakkan. Lesi dimulut muncul pertama kali dalam 60% kasus. Bula akan mudah
pecah dan mengakibatkan erosi mukosa terasa nyeri. Lesi ini akan meluas ke bibir
dan membentuk krusta. Keterlibatan tenggorokan akan mengakibatkan timbulmya
suara serak dan kesulitan menelan.3

Bula yang timbul berdinding kendur, mudah pecah dengan meninggalkan


kulit terkelupas, dan diikuti oleh pembentukan krusta yang lama bertahan di atas
kulit yang terkelupas tersebut. Bula dapat timbul di atas kulit yang tampak normal

8
atau yang eritematosa dan generalisata. Tanda Nikolsky positif disebabkan oleh
adanya akantolisis. Cara mengetahui tanda tersebut ada dua yaitu dengan menekan
dan menggeser kulit diantara dua bula dan kulit tersebut akan terkelupas atau
dengan menekan bula, maka bula akan meluas karena cairan yang di dalamnya
mengalami tekanan.3
Pruritus tidaklah lazim pada pemfigus, tetapi penderita sering mengeluh nyeri
pada kulit yang terkelupas. Epitelisasi terjadi setelah penyembuhan dengan
meninggalkan hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dan biasanya tanpa jaringan
parut.

Gambar 2. Pemfigus vulgaris. A. Bula flaksid B. Lesi oral

9
Gambar 3. Pemfigus vulgaris. Erosi luas akibat lepuh pada kulit

Pemfigus eritematosus keadaan umum penderita baik. Lesi mula-mula


sedikit dan dapat berlangsung berbulan-bulan, sering disertai remisi. Lesi kadang-
kadang terdapat mukosa,kelainan kulit berupa skuama dan krusta di muka
menyerupai kupu-kupu sehingga mirip lupus eritematosus dan dermatitis
seboroika .13

10
Lesi kulit pada pemfigus foliaseus berskuama, krusta dengan erosi dengan
dasar yang eritem. Pada stadium awal ataupun pada manifestasi lokal penyakit ini,
lesi bersifat sirkumskrip dan menyebar pada sebaran seborrheik terutama pada
wajah, kulit kepala dan tubuh bagian atas. Lesi primer berupa bulosa yang flasid
,namun sangat sukar ditemukan disebabkan letaknya pada bagian epidermis bagian
atas, maka lebih mudah pecah dan mengalami erosi. Kelainan bisa bersifat lokal
bertahun tahun lamanya, ataupun berkembang cepat menghasilkan eritoderma
ekfoliatif.3
Paparan sinar UV dan suhu bisa merangsang perjalanan penyakit. Keluhan
utama yang dirasakan adalah nyeri dan panas pada lesi.Selain itu berbeda dengan
pemfigus vulgaris kelainan pada membran mukosa pada pemfigus tipe ini sangat
jarang walaupun pada lesi yang generalisata

11
Pemfigus vegetans terdiri dari tipe neuman biasanya menyerupai pemfigus
vulgari kecuali timbulnya pada usia lebih muda. Tempat predileksi di
muka,aksila,genetalia eksterna,dan daerah intertrigo yang lain. Yang khas pada
penyakit ini ialah terdapatnya bula-bulayang vegetative dan proliferative
papilomatoasa terutama di daerah intertrigo.
Tipe hallopeau perjalan penyakit kronik,teteapi dapat seperti pemfigus
vulgaris dan fatal.lesi primer ialah pustule-pustul yang bersatu,meluas ke
perifer,menjadi vegetative dan menutupi daerah yang luas di aksila dan
perineum3

V. DIAGNOSIS
Untuk dapat mendiagnosis PV diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang lengkap. Lepuh dapat dijumpai pada berbagai penyakit sehingga dapat
mempersulit dalam penegakkan diagnosis. Perlu dilakukan pemeriksaan manual
dermatologi untuk membuktikan adanya Nikolsky’s sign yang menunjukkan adanya
PV. Untuk mencari tanda ini, dokter akan dengan lembut menggosok daerah kulit
normal di dekat daerah yang melepuh dengan kapas atau jari. Jika memiliki PV,
lapisan atas kulit akan cenderung terkelupas. Tanda ini tampaknya adalah
patognomonik karena hanya ditemukan pada Pemfigus dan Nekrolisis Epiderma
Toksik.135

12
Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain:
 Biopsi Kulit dan Patologi Anatomi (histopatologi)
Pada gambaran histopatologik didapatkan bula Intraepidermal suprabasal dan
sel-sel epitel yang mengalami akantolisis pada dasar bula yang menyebabkan
percobaan Tzanck positif. Percobaan ini berguna untuk menentukan adanya sel-
sel akantolitik yaitu pemisahan keratinosit satu dengan yang lain, tetapi bukan
diagnostik pasti untuk penyakit pemfigus. Pada pemeriksaan dengan
menggunakan mikroskop elektron dapat diketahui bahwa permulaan perubahan
patologik ialah perlunakan segmen interselular. Juga dapat dilihat perusakan
desmosom dan tonofilamen sebagai peristiwa sekunder. Pada pemeriksaan ini,
diambil sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan diperiksa di bawah
mikroskop. Pasien yang akan dibiopsi sebaiknya pada pinggir lesi yang masih
baru dan dekat dari kulit yang normal. 13

Gambar 4. Gambaran histopatologi Pemfigus vulgaris

13
 Imunofluoresensi
Imunofluoresensi langsung
Sampel yang diambil dari biopsi diwarnai dengan cairan fluoresens.
Pemeriksaan ini dinamakan direct immunofluorescence (DIF). DIF biasanya
menunjukkan antibodi intraseluler tipeIgG yang menempel pada permukaan
keratinosit yang di dalam maupun sekitar lesi.1

Imunofluoresensi tidak langsung


Antibodi terhadap keratinosit dideteksi melalui serum pasien. Pemeriksaan ini
ditegakkan jika pemeriksaan imunofluoresensi langsung dinyatakan positif.
Serum penderita mengandung autoantibodi IgG yang menempel pada epidermis
dapat dideteksi dengan pemeriksaaan ini. Sekitar 80-90% hasil pemeriksaan ini
dinyatakan sebagai penderita PV.12

(A) (B)
Gambar 5. Imunofluoresensi pada pemfigus. (A). Imunofluoresensi langsung. (B).
Imunofluoresensi tidak langsung.

14
VI. DIAGNOSA BANDING
Pemfigus vulgaris dibedakan dengan dermatitis herpetiformis dan
pemfigoid bulosa. Dermatitis herpetiformis dapat mengenai anak dan
dewasa, keadaan umumnya baik, keluhannya sangat gatal, ruam polimorf,
dinding vesikel/bula tegang dan berkelompok, dan mempunyai tempat
predileksi. Sebaliknya pemfigus terutama terdapat pada orang dewasa,
keadaan umumnya buruk, tidak gatal, bula berdinding kendur, dan biasanya
generalisata.pada gambaran histopatologik dermatitis hepertiformis,letak
vesikel/bula di subepidermal,sedangkan pada pemfigus vulgaris terletak di
intraepiderma dan terdapat akantolisis.pemeriksaan imunofluoresensi pada
pemfigus menunjukkan igG yang terletak intraepidermal.
Pemfigoid bulosa berbeda dengan pemphigus vulgaris karena
keadaan umumnya baik, dinding bula tegang, letaknya disubepidermal, dan
terdapat lgG linear135.

VII. KOMPLIKASI
1. Infeksi sekunder , baik sistemik atau lokal pada kulit, dapat terjadi karena
penggunaan imunosupresan dan adanya erosi. Penyembuhan luka pada
infeksi kutaneous tertunda dan meningkatkan risiko timbulnya jaringan
parut.
2. Terapi imunosupresan jangka panjang dapat mengakibatkan infeksi dan
malignansi yang sekunder (misalnya, Sarkoma Kaposi), karena sistem
imunitas yang terganggu.
3. Retardasi pada pertumbuhan telah dilaporkan pada anak yang memakai
kortikosteroid sistemik dan imunosupresan.
4. Penekanan pada sumsum tulang telah dilaporkan pada pasien yang
menerima imunosupresan. Peningkatan insiden leukemia dan limfoma
dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresi yang berkepanjangan.

15
5. Gangguan respon kekebalan yang disebabkan oleh kortikosteroid dan obat
imunosupresif lainnya dapat menyebabkan penyebaran infeksi yang cepat.
Kortikosteroid menekan tanda-tanda klinis infeksi dan memungkinkan
penyakit seperti septikemia atau TB untuk mencapai stadium lanjut sebelum
diagnosis.
6. Osteoporosis dapat terjadi setelah penggunaan kortikosteroid sistemik.
7. Insufisiensi adrenal telah dilaporkan setelah penggunaan jangka panjang
glukokortikoid.

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa

Obat utama ialah kortikosteroid karena bersifat imunosupresif.


Kortikosteroid yang paling banyak digunakan ialah prednison dan
deksametason. Dosis prednison bervariasi bergantung pada berat ringannya
penyakit, yakni 60-150 mg sehari. Ada pula yang menggunakan 3 mg/kgBB
sehari bagi pemfigus yang berat.14

Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid dapat dikombinasi


dengan adjuvant yang kuat yaitu sitostatik. Efek samping kortikosteroid
yang berat adalah atrofi kelenjar adrenal bagian korteks, ulkus peptikum,
dan osteoporosis yang dapat menyebabkan fraktur kolumna vertebralis pars
lumbalis. Tentang penggunaan sitostatik sebagai ajuvan terdapat dua
pendapat yaitu:
1. Sejak semula diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid
sistemik. Maksudnya agar dosis kortikosteroid tidak
terlampau tinggi sehingga efek sampingnya lebih sedikit.

2. Sitostatik diberikan, bila :

16
- Kortikosteroid sistemik dosis tinggi kurang memberi
respons
- Terdapat kontraindikasi, misalnya ulkus peptikum,
diabetes mellitus, katarak, dan osteoporosis
- Penurunan dosis pada saat telah terjadi perbaikan tidak
seperti yang diharapkan.

Obat Sitostatik untuk pemphigus adalah azatioprin, siklofosfamid,


metrotreksat, danmikofenolat mofetil.
Ajuvan lain yang dapat digunakan yaitu diaminodifenilsulfon
(D.D.S). khasiat D.D.S tidak sekuat sitostatik, namun efek sampingnya jauh
lebih sedikit dan hasilnya cukup baik. Dosis D.D.S 100-300mg sehari
dicoba dulu demean dosis rendah.4

2. Non Medikamentosa
Pada pemberian terapi dengan dosis optimal, tetapi pasien masih
merasakan gejala-gejala ringan dari penyakit ini. Maka perawatan luka yang
baik adalah sangat penting karena ia dapat memicu penyembuhan bula dan
erosi. Pasien disarankan mengurangi aktivitas agar resiko cedera pada kulit
dan lapisan mukosa pada fase aktif penyakit ini dapat berkurang. Aktivitas-
aktivitas yang patut dikurangi adalah olahraga dan makan atau minum yang
dapat mengiritasi rongga mulut (makanan pedas, asam, keras, dan renyah).45

17
IX. PROGNOSIS
Sebelum kortikosteroid digunakan, maka kematian terjadi pada 50%
penderita dalam tahun pertama. Sebab kematian ialah sepsis, kakeksia, dan
ketidakseimbangan elektrolit. Pengobatan dengan kortikosteroid membuat
prognosisnya lebih baik.13

DAFTAR PUSTAKA

18
1. Djuanda, adhi Prof.Dr.dr.Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.Edisi
Kelima.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta.2007;204-08.
2. Zeina B, Sakka N. Pemphigus vulgaris, (online). 2010. Available from
www.emedicine.medscape.com
3. Siregar,Prof.Dr.R.S.SpKK(K).Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit,Edisi
2.Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta.2004;186-8
4. Stanley JR. Pemfigus. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ (eds). Fitzpatrick's dermatology in general medicine (two vol.
set). 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008: 459-74.
5. Pemfigus diunduh dari http://www.scribd.com/doc/98380363/PEMFIGUS
tanggal 14 febuari 2013

19

Anda mungkin juga menyukai