Pembimbing:
Disusun oleh:
Ida Ayu Putu Ratih S (03015087)
Ruth Astry Evangelia (03015171)
Aqdam Fauqo Al’adli (03014019)
Erianti Dian Ramadhani (03013056)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya yang begitu
besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus yang
berjudul “Tonsilektomi dengan Anestesi Umum” tepat pada waktunya.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan kasus ini,
terutama kepada dr. Budi Hartanto Sp.An selaku pembimbing yang telah
memberikan waktu dan bimbingannya sehingga laporan kasus ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran dari semua pihak yang
membangun guna menyempurnakan laporan kasus ini sangat penulis harapkan.
Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga laporan kasus ini
dapat bermanfaat dalam bidang kedokteran, khususnya ilmu anestesi.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi berasal dari bahasa Yunani yaitu An berarti tidak, dan Aesthesis
berarti rasa atau sensasi. Anestesi dilakukan untuk menghilangkan rasa nyeri saat
operasi, tindakan partus, dan kebutuhan diagnosis. Sehingga anestesi berarti suatu
keadaan hilangnya rasa atau sensasi tanpa atau disertai dengan hilangnya
kesadaran, tetapi bersifat sementara dan dapat kembali kepada keadaan semula.(1)
Berdasarkan tekniknya anestesi dibagi menjadi dua, yaitu anestesi umum dan
anestesi lokal. Dalam tindakan anestesi diperlukan “Trias Anestesi” yang meliputi
tiga komponen, yaitu hipnotik, anelgesi, dan relaksasi otot rangka.(2) Anestesi
umum biasa dapat digunakan untuk operasi pada bagian kepala dan lengan atas.
Salah satu contoh operasi yang menggunakan anestesi umum adalah operasi
tonsilektomi.
Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya
bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa
meninggalkan trauma yang berarti pada jarinfan sekitarnya seperti uvula dan
pilar.(3) Tonsilektomi dilakukan seperti pada penyakit tonsillitis kronis dengan
pembesaran tonsil dengan gejala nyeri saat menelan. Dari data RSUD Raden
Mattaher Jambi diketahui jumlah penderita tonsillitis kronis pada tahun 2010
berjumlah 978 dari 1365 jumlah kunjungan dan pada tahun 2011 berjumlah 789
dari 1144 jumlah kunjungan, sedangkan tonsilitis yang diindikasikan tonsilektomi
pada tahun 2010 berjumlah 44 orang dan data pada tahun 2011 berjumlah 58 orang.
Ada peningkatan jumlah penderita tonsilitis kronis yang diindikasikan tonsilektomi
pada tahun 2010-2011 di RSUD Raden Mattaher Jambi.(4)
1
BAB II
ILUSTRASI KASUS
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. J
Usia : 16 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Pelajar
No. Rekam Medik : 598833
Alamat : Randusari kecamatan pagerburang kab. Tegal
Diagnosis pre-op : Tonsilitis
Jenis Pembedahan : Tonsilektomi
Jenis Anestesi : General Anestesi
Tanggal Masuk RS : 1 Juli 2019
Tanggal Operasi : 2 Juli 2019
II. ANAMESIS
Autoanamnesis
Tanggal anamnesis : 2 Juli 2019
Keluhan utama : Rasa mengganjal di tenggorokan
Keluhan tambahan : Nyeri ketika menelan
Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengeluhkan rasa mengganjal di
tenggorokan dan mengeluh nyeri ketika
menelan. Nyeri dirasakan hilang timbul,
karakteristik nyeri seperti ditusuk-tusuk.
Riwayat penyakit dahulu : (-)
Riwayat penyakit keluarga : (-)
2
Riwayat kebiasaan : (-)
Riwayat pengobatan : (-)
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,5˚C
Pernapasan : 20 x/menit
Antropometri
Berat badan : 52 kg
Tinggi badan : 170 cm
BMI : Underweight (BMI = 18)
Status gizi : Kurang
Status Lokalis
Kepala : Normocephali
Mata : CA -/-, SI -/-
Hidung : Bentuk normal, discharge (-), deviasi septum (-)
Telinga : Normotia, MT auricula dekstra intak / MT auricula
sinistra terdapat perforasi, CAE (canalis auditus eksternus) lapang
pada kedua telinga, hiperemis -/-, edema -/-, serumen prop -/-
Mulut : Hygiene baik, gigi utuh, gigi palsu (-)
Tenggorokan : Tonsil T3/T3, hiperemis (-/-),kripta melebar (-/-)
3
Leher : pembesaran KGB (-), kelenjar tiroid tidak teraba
Toraks : Pernapasan simetris, napas tertinggal (-)
o Jantung : S1/S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
o Paru : SN Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen :
o Inspeksi : Bentuk perut datar, venektasi (-), massa (-)
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), pembesaran hepar & lien (-)
o Perkusi : timpani pada 4 kuadran
o Auskultasi : bising usus (+)
Genitalia : Tidak diperiksa
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
4
BAB III
LAPORAN ANESTESI
I. Pre operatif
- Surat Izin Operasi (+), Surat Izin Anestesi (+)
- Puasa (+) dari jam 12 malam
- Tidak ada gigi goyang atau pemakaian gigi palsu
- IV line terpasang dengan infus RL 500 cc
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 85x/menit
RR : 18x/menit
Suhu : 36,5o C
5
- Pemberian Fentanyl 100
𝜇g secara IV bolus
- Pemberian Propofol
200mg secara IV bolus
- Pemberian Midazolam
secara IV bolus
- Diberikan 02 3L/menit,
N2O 3L/menit, dan
Sevofluran 100cc
- Pemasangan Endotrakeal
tube no.7
09.55 Kondisi terkontrol 84/50 58 98
10.00 - Operasi dimulai 92/56 62 99
- Kondisi terkontrol
10.05 - Kondisi terkontrol 108/78 78 98
10.10 - Kondisi terkontrol 80/65 83 98
- Pemberian Efedrin
10.15 - Kondisi terkontrol 100/80 87 99
10.20 - Kondisi terkontrol 110/55 85 99
10.25 - Kondisi terkontrol 95/60 80 99
10.30 - Operasi selesai 100/50 79 99
- Pemberian Ketorolac
- Alat monitoring di lepas,
O2 dihentikan
- Pasien dipindah ke
recovery room dan
Diberikan O2 3 L/menit
V. Intraoperatif
Tindakan operasi : Tonsilektomi
Tindakan anestesi : General Anestesi
Lama operasi : 60 menit (10.00 – 11.00)
Lama Anestesi : menit (09.35 – 10.15)
Jenis Anestesi : General Anestesi
Posisi : Supine
Pernafasan : Spontan
Infuse : Ringer laktat pada lengan kiri 500 cc
Pramedikasi : Ondansetron 4 mg
Induksi : Propofol 150 mg
Rumatan : O2 3L
Medikasi : - Fentanyl 100 mcg
- Propofol 200 mg
6
- Ketorolac
- Midazolam
Cairan : Input : RL 500 cc
7
BAB IV
ANALISIS KASUS
PRE OPERATIVE
Pada hari Selasa, 2 Juli 2019, Tn. J masuk ke ruang OK dan
menunggu di ruang pre operative, sementara itu disiapkanlah alat-alat dan
obat-obatan yang digunakan untuk anastesi. Alat-alat yang dipersiapkan
adalah bain circuit anesthesia machine, monitor tekanan darah dan pulse
oxymetry, persiapan Endotracheal tube dan laringoskop, hipafix/tape,
guedel, sungkup muka, zat volatile sevofluran, dan memastikan kabel alat-
alat terpasang pada tempat yang seharusnya. Obat-obatan yang dipersiapkan
8
adalah Efedrin HCl, sulfas atropine, ketamine, traxenamid acid, fentanyl,
dan propofol, ondansentron.
INTRAOPERATIVE
Tn. J masuk ke ruang operasi nomor tiga dan segera dipasang alat
monitor tanda vital dan didapatkan hasil tekanan darah 120/80 mmHg
dengan nadi 85x/menit dan saturasi oksigen 99%. Obat premedikasi telah
diberikan ondansentron 4 mg secara intravena untuk antiemetik. Pada pukul
09.50 WIB, tekanan darah Tn. J 100/60 mmHg dengan nadi 80 x/menit,
diinjeksikan fentanyl 150 𝜇 g secara IV bolus. Untuk anastesi induksi
menggunakan propofol 200 mg yang diinjeksikan melalui bolus IV. Dosis
induksi propofol adalah 2-2,5 mg/kgBB, dimana berat badan Tn. J adalah
52 kg dan didapatkan hasil 52 kg x 2 mg adalah 104 mg. Setelah refleks
bulu mata hilang, dilakukan anastesi inhalasi untuk tujuan maintenance
anesthesia dengan menggunakan sungkup muka dengan perbandingan
50:50 yaitu N2O 3 L/menit dan O2 3 L/menit. Lalu dilakukan bagging
selama tiga menit. Pada pukul 09.55 WIB, pasien dilakukan intubasi
menggunakan Endotracheal tube no 7.
Operasi dimulai pada pukul 10.00 WIB dengan tekanan darah 92/56
mmHg dan nadi 62x/menit. Pada pukul 10.10 WIB terjadi perdarahan,
tekanan darah turun menjadi 80/65 mmHg dan nadi 87x/menit. Oleh karena
itu diberikan Efedrin HCL. Setelah dimonitoring hingga pukul 10.20 WIB,
terjadi perbaikan tekanan darah menjadi 110/55 mmHg. Pada pukul 10.25
WIB tekanan darahnya adalah 100/50 mmHg dengan nadi 79x/menit. Lalu
dilakukan ekstubasi Endotracheal tube dan memasang orofaringeal
airway/Guedel no.3 dan dilakukan bagging dengan mematikan sevofluran
dan N2O, serta menaikkan kadar O2 menjadi 5 L/menit. Ketorolac 100gram
juga telah dimasukkan secara intravena untuk tujuan analgesik. Setelah
pasien dapat bernafas spontan dengan tanda vital yang bagus, pasien
dipindahkan dari ruang operasi ke ruang resusitasi dengan posisi kepala
ekstensi.
9
POST OPERATIVE
Pada pukul 10.30 WIB, Tn. J tiba di ruang resusitasi dengan kondisi
belum sadar karena masih dalam pengaruh obat anastesi. Kemudian
dilakukan pemasangan alat tanda vital dan nasal oksigen 3L/menit dan
didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi -x/menit, dan saturasi
oksigen 99%. Tn. R terus dimonitoring hingga kesadaran pulih dengan
tanda vital yang bagus. Pada pukul 10.50 WIB pasien telah sadar dan
dipindahkan ke ruang rawat inap pada pukul 11.00 WIB.
10
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
11
Pusat respirasi terletak di substansia retikuler medulla oblongata dan
pons terdiri dari pusat apnestik, pneumotaksis, area ekspiratori dan area
inspiratori. Pusat pernapasan terdiri dari dua kelompok neuron, yaitu
kelompok respiratori dorsal dan kelompok respiratori ventral. Kedua
kelompok tersebut mengatur secara ritmik gerakan inspirasi dan ekspirasi,
dimana terdapat kontraksi dan relaksasi otot secara bergantian. Grup
respirasi ventral serat sarafnya berjalan ke arah medulla spinalis lalu
mempersarafi nervus intercostalis ke musculus intercostalis externus dan
musculus intercostalis internus. Sedangkan grup respirasi dorsal
mempersarafi nervus phrenicus yang mempersarafi diafragma.(5)
12
5.2 General Anesthesia
5.2.1 Definisi
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa sakit,
hilangnya refleks otot, dan disertai hilangnya kesadaran yang bersifat
reversibel. Anestesi umum dapat dilakukan dengan cara inhalasi dan
intravena.(6)
14
5.2.3 Premedikasi Anestesi1,2
Premedikasi merupakan tindakan pemberian obat-obatan
pendahuluan dalam rangka pelaksanaan anestesia dengan tujuan sebagai
berikut :
i. Menimbulkan suasana nyaman bagi pasien, yaitu menghilangkan rasa
cemas, memberi ketenangan, membuat amnesia, mencegah mual
ataupun muntah serta bebas dari nyeri.
ii. Mengurangi dosis dari anestesia
iii. Memudahkan dan memperlancar induksi
iv. Menekan dan mengurangi sekresi kelenjar
v. Menekan reflek-refleks yang tidak dinginkan
15
3. Stadium III (Pembedahan) : Dimulai dengan timbunya kembali
pernapasan teratur hingga pernapasan spontan hilang. Tanda dari
stadium ini adalah hilangnya pernapasan spontan, dan hilangnya
refleks kelopak mata. Pada stadium pembedahan dibagi menjadi 4
tingkat, yaitu :
Plana I : Pernapasan teratur sampai berhentinya gerakan bola
mata, pernapasan dada dan perut seimbang, miosis, refleks
cahaya (+), tonus otot masih ada.
Plana II: Dari berhentinya gerakan bola mata hingga permulaan
paralisis otot intrakostal. Pernapasan teratur tetapi frekuensinya
lebih kecil, bola mata tidak bergerak, pupil midriasis, refleks
cahaya mulai menghilang, tonus otot mulai menurun.
Plana III : Dari permulaan paralisis otot intrakostal hingga
paralisis otot intrakostal secara keseluruhan. Pernapasan perut
lebih dominan daripada pernapasan dada, refleks cahaya (-),
tonus otot semakin menurun.
Plana IV : Dari paralisis otot intrakostal secara keseluruhan
hingga paralisis difragma. Pernapasan lambat, irregular, dan
tidak adekuat, terjadi flaccid karna tonus otot semakin menurun,
refleks cahaya (-).
4. Stadium IV : Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang
kemudian akan segera diikuti kegagalan sirkulasi/ henti jantung dan
akhirnya pasien meninggal. Pasien sebaiknya tidak mencapai
stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi yang
berlebihan.
16
Gambar 3. Stadium Anestesi
17
T : Tape, plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I : Introducer, adalah stilet yang mudah dibengkokkan sebagai
pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
C : Connector, penyambung antara pipa dan peralatan anestesia.
S : Suction, penyedot lender, ludah dan lainnya.
Induksi Intravena
Salah satu cara dari tindakan induksi yang paling banyak dikerjakan
dan digemari adalah induksi intravena. Obat induksi intravena yang
sering digunakan diantaranya tiopental, propofol, dan ketamin.
Ketamin (Ketalar) intravena dengan dosis 1-2 mg/kgbb. Pasca anestesia
dengan ketamin sering menimbulkan halusinasi, karena itu sebelumnya
dianjurkan menggunakan sedatif seperti midazolam (dormikum).
Ketamin tidak dianjurkan pada pasien dengan tekanan darah tinggi
(tekanan darah > 160 mmHg). Ketamin menyebabkan pasien tidak
sadar, tetapi dengan mata terbuka.
Propofol (recofol, diprivan) intravena dengan kepekatan 1%
menggunakan dosis 2-3mg/kgbb. Suntikan propofol intravena sering
menyebabkan nyeri, sehingga satu menit sebelumnya sering diberikan
lidokain 1mg/kgbb secara intravena.
Induksi Intramuskular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan
secara intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit
pasien tidur.
Induksi Inhalasi
Induksi inhalasi saat ini menggunakan isoflurane atau sevofluran.
Induksi dengan isofluran atau sevofluran memerlukan gas pendorong
O2 atau campuran N2O dan O2.
18
5.2.6 Anestetik inhalasi1,10
Anestesi umum dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
secara inhalasi, intravena dan intramuskular. Anestesi inhalasi
merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan
jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan
atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi
langsung ke udara inspirasi. Obat-obat anestesi inhalasi dapat
digunakan untuk induksi dan pemeliharaan anestesi.
Semua derivat eter yang mudah menguap atau berbentuk gas yang
keduanya diberikan secara inhalasi dan diserap melalui pertukaran gas
di alveolus, yang kemudian diteruskan keseluruh jaringan melalui
darah. Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh
sifat fisik yang meliputi ambilan oleh gas, difusi gas dari paru ke darah,
dan distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya. Sifat anestetik
inhalasi menyebabkan ketidaknyamanan adalah bau dan sifat iritasi
saluran pernapasan. Sebagian besar gas anestesi dikeluarkan lagi oleh
badan lewat paru. Sisa metabolisme yang larut dalam air dikeluarkan
melalui ginjal.
Pada kasus ini digunakan anestetik inhalasi untuk maintenance,
anestetik yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. N2O
N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen
monooksida) diperoleh dengan memanaskan amonium nitrat
sampai 240ºC.
NH4NO3 --240 ºC ---- 2H2O + N2O
N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau
manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat
udara. Zat ini dikemas dalam bentuk cair dalam silinder warna
biru 9000 liter atau 1800 liter dengan tekanan 750 psi atau 50
atm. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2
minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi
19
analgesianya kuat, sehingga sering digunakan untuk
mengurangi nyeri menjelang persalinan.
Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi
dikombinasi dengan salah satu cairan anestesi lain seperti
halotan dan sebagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O
dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,
sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi.
Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan O2
100% selama 5-10 menit.
b. Sevofluran
Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan
puih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya
tidak menyengat dan tidak merangsang jalan nafas, sehingga
digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.
Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang
menyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat
sepperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap
hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat
dikeluarkan oleh badan.
20
MAC (KAM) 37 ºC Usia 30-55
tahun tekana 760 mmHg
Blokade
Pelumpuh otot non-depol ↑ ↑↑ ↑↑↑ ↑↑↑ ↑↑↑ ↑↑
Ginjal
Aliran darah ↓↓ ↓↓ ↓↓ ↓↓ ↓ ↓
Laju filtrasi Glomerulus ↓↓ ↓↓ ↓↓ ↓↓ ? ?
Output urin ↓↓ ↓↓ ↓↓ ↓↓ ? ?
Hepar
Aliran darah ↓ ↓↓ ↓↓ ↓ ↓ ↓
Metabolisme 0.004% 15-20% 2-5% 0.2% <0.1% 2-3%
b. Propofol
Propofol adalah obat hipnotik-sedatif dan digunakan sebagai obat
anestesi intravena. Propofol (diprivan, recofol) dikemas dalam cairan
emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dengan kepekatan 1%.
22
Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik
sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2mg/kg intravena.
Dosis bolus untuk induksi 2-2.5mg/kg, dosis rumatan untuk
anestesia intravena total 4-12mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan
intesif 0.2mg/kg. Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.
Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada wanita
hamil tidak dianjurkan.
Propofol adalah depresan pernapasan poten dan umumnya
menyebabkan apnea setelah dosis induksi bolus 2mg/kg. Efek samping
propofol pada sistem pernafasan adalah depresi pernapasan, apnea,
bronkospasme, dan laringospasme. Infus pemeliharaan mengurangi minute
ventilation melalui penurunan volume tidal dan kecepatan napas, dengan
efek pada volume tidal lebih besar. Selain itu, konsentrasi sedasi dari
propofol akan menekan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapnia
berkurang.
Propofol cepat di metabolisme di hati, senyawa-senyawa larut air
yang terbentuk inaktif dan diekskresikan melalui ginjal. Pemulihan
kesadaran setelah induksi propofol biasanya terjadi dalam 8-10 menit.
23
Gambar 5. Mesin dan peralatan anestesi
24
satu arah (Tabel 2.1). Meskipun dengan pengklasifikasian tersebut
kadang menyebabkan kebingungan dibandingkan pemahaman.20,24
25
5.2.9 Pasca Anestesi1,2,14
Periode pulih sadar dimulai segera setelah pasien meninggalkan meja
operasi dan langsung diawasi oleh ahli anestesi. Semua komplikasi dapat
terjadi setiap saat, termasuk pada waktu pemindahan pasien dari kamar
operasi ke ruang pemulihan. Ruang pemulihan (Recovery Room) adalah
ruangan tempat pengawasan dan pengelolaan secara ketat pada pasien yang
baru saja menjalani operasi sampai dengan keadaan umum pasien stabil.
Pasien operasi yang ditempatkan di ruang pemulihan secara terus menerus
dipantau.
Kamar pulih sadar merupakan perluasan kamar operasi, harus terbuka
sepanjang hari dan pengamatan secara intensif yang dilakukan didalamnya.
Hal ini dapat diartikan karena pada masa transisi tersebut kesadaran
penderita belum pulih secara sempurna sehingga kecenderungan terjadinya
sumbatan jalan napas lebih besar dan ditambah lagi reflek perlindungan
seperti reflek batuk, muntah 6 maupun menelan belum kembali normal,
kemungkinan terjadi aspirasi yang sangat di rasakan dimana pengaruh obat
anestesi dan trauma pasca operasi masih belum hilang dan masih
mengancam status respirasi dan kardiovaskuler penderita. Upaya
pengamatan yang amat cermat terhadap tanda-tanda vital penderita
merupakan modal dasar yang amat ampuh dalam mencegah penyulit yang
tidak diinginkan.
a) Risiko Pasca Anestesi
Risiko pasca anestesi dapat di bedakan berdasarkan masalah-masalah
yang akan dijumpai pasca anestesia/bedah dapat dikelompokkan menjadi 3
kelompok:
1) Kelompok I
Pasien yang mempunyai risiko tinggi gagal napas dan gangguan
hemodinamik pasca anestesia/bedah, sehingga perlu napas kendali pasca
anestesia/bedah. Pasien yang termasuk dalam kelompok ini langsung
dirawat di Unit Terapi Intensif pasca anestesia/bedah tanpa menunggu
pemulihan di ruang pulih.
26
2) Kelompok II
Sebagian besar pasien pasca anestesia/bedah termasuk dalam
kelompok ini, tujuan perawatan pasca anestesia/bedah adalah menjamin
agar pasien secepatnya mampu menjaga keadekuatan respirasinya dan
kestabilan kardiovascular.
3) Kelompok III
Pasien yang menjalani operasi kecil, singkat dan rawat jalan. Pasien pada kelompok
ini bukan hanya fungsi respirasinya tetapi harus bebas dari rasa ngantuk, ataksia,
nyeri dan kelemahan otot, sehingga pasien bisa kembali pulang.
b) Tujuan perawatan pasca anestesia
Tujuan perawatan pasca anestesia yaitu untuk memulihkan kesehatan
fisiologi dan psikologi antara lain:
1. Mempertahankan jalan napas, dengan mengatur posisi memasang
suction dan pemasangan mayo/gudel.
2. Mempertahankan ventilasi/oksigenasi, dengan pemberiam bantuan
napas melalui ventilator mekanik atau nasal kanul.
3. Mempertahankan sirkulasi darah, dapat dilakukan dengan pemberian
cairan plasma ekspander.
4. Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase Keadaan
umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan
pasien, seperti kesadaran. Vomitus atau muntahan mungkin saja
terjadi akibat pengaruh anestesia sehingga perlu dipantau kondisi
vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk dilakukan
observasi terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien.
5. Balance cairan Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output
cairan. Cairan harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan,
seperti dehidrasi akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan yang
mengakibatkan menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin terkait
dengan fungsi eleminasi pasien.
6. Mempertahankan kenyamanan dan mencegah resiko injuri Pasien
post anestesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan
27
beresiko besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang
nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya sangat dirasakan
pasien, 12 diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga
kolaborasi dengan medis terkait dengan agen pemblok nyerinya.
c) Kriteria kembali ke bangsal
1. Hemodinamik stabil
2. Ventilasi spontan adekuat
3. Nyeri terkontrol
4. Suhu normal
5. Mual / muntah minimal dan pasien dapat menjaga dirinya sendiri
Adapun kategori untuk mengetahui pasien diperbolehkan kembali ke
bangsal adalah dengan menggunakan Aldrete Score.
28
BAB VI
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
31