MAKALAH SEDIMENTOLOGI
OLEH :
KELOMPOK : 1
6. APPY FEBRIYANTI(R1C11854)
KENDARI
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
KAJIAN TEORI
Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mengandung mineral karbonat lebih
dari 50%. Sedangkan mineral karbonat adalah mineral mengandung CO3 dan satu atau lebih
kation Ca, Mg, Fe, dan Mn. Pada umumnya, mineral karbonat adalah kalsit (CaCO3) dan
dolomit (CaMg (Co3)2). Batuan karbonat umumnya terdiri atas batugamping (kalsit sebagai
mineral utama) dan batudolomit (dolostone). Umur batuan ini sangat bervareasi mulai dari
pra-Kambrium sampai Kuarter. Batuan karbonat pra-Kambrium dan Paleosen umumnya
dikuasai oleh batudolomit. Di alam batuan karbonat menempati 1/5 – 1/4 dari seluruh catatan
stratigrafi dunia. Sekitar 40 % dari minyak bumi dan gas dunia diambil dari batuan karbonat.
Reservoar karbonat di Timur Tengah merupakan salah satu contoh reservoar karbonat
dengan produksi migas yang besar.Sedimen karbonat, yang dijumpai di dunia, kebanyakan
terbentuk pada lingkungan laut dangkal dan beberapa di antaranya terbentuk di daerah
teresterestrial, tetapi laut dangkal tropis. Indonesia merupakan daerah yang mempunyai
sedimen karbonat melimpah. Meskipun tidak semua, kebanyakan sedimen karbonat adalah
hasil dari proses kimia atau biologi yang hidup pada lingkungan laut bersih, hangat dan
dangkal.(Rejers & Hsu, 1986).
Menurut (Pirson, 1958), batuan karbonat terbentuk pada lingkungan laut dangkal,
dimana pada lingkungan tersebut tidak terjadi pengendapan material asal daratan. Hal ini
memungkinkan pertumbuhan organisme laut misalnya koral, ganggang, bryozoa, 7 dan
sebagainya. Cangkang-cangkang dari organisme tersebut mengandung mineral aragonit yang
kemudian berubah menjadi mineral kalsit. Proses pembentukan batuan karbonat akan terus
berlangsung, bila keadaan laut relatif dangkal. Hal ini dapat terjadi bila ada keseimbangan
antara pertumbuhan organisme dan penurunan dasar laut tempat terbentuknya batuan
tersebut, sehingga dapat menghasilkan batuan karbonat yang tebal.Sementara menurut
(Landes, 1959), selain dipengaruhi oleh lingkungan laut dangkal dan tanpa adanya
pengendapan material asal daratan, pembentukan batuan karbonat membutuhkan lingkungan
pengendapan dengan syarat-syarat khusus.
Ada 4 komponen penyusun batuan sedimen karbonat yaitu skeletal grain, non
skeletal, micrite dan semen/sparit.
Skeletal grain
Merupakan butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang terdiri dari seluruh mikrofosil,
butiran fosil ataupun pecahan dari fosil-fosil makro. Cangkang ini merupakan allochem yang
paling umum dijumpai dalam batugamping.
Merupakan komponen yang bukan berasal dari tubuh fosil atau murni hasil presipitasi, terdiri
atas ooid dan pisoid, peloid, pellet serta aggregat dan intraklast.
Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elips yang mempunyai satu atau
lebih struktur lamina yang konsentris dan mengelilingi inti. Inti penyusun biasanya
partikel karbonat atau butiran kuarsa. Ooid memiliki ukuran butir <2 mm dan apabila
memiliki ukuran >2 mm disebut pisoid.
Peloid merupakan butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid atau meruncing yang
tersusun oleh micrite dan tanpa struktur internal ukuran dari peloid antara 0,1 - 0,5 mm.
Pellet merupakan partikel berukuran <1 mm berbentuk spheris atau elips dengan
komposisi CaCO3. Secara genetic pellet merupakan kotoran dari organisme.
Aggregat merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran karbonat yang tersemen
bersama-sama oleh semen mikrokristalin atau tergabung akibat material organik.
Sedangkan intraklas ialah fragmen dari sedimen yang sudah terlitifikasi atau setengah
terlitifikasi yang terjadi akibat pelepasan air lumpur pada daerah pasang surut/tidal flat.
Micrite
Merupakan matriks yang biasanya berwarna gelap. Pada batugamping hadir sebagai butir
yang sangat halus. Micrite memiliki ukuran butir kurang dari 4 mikrometer. Micrite dapat
mengalami alterasi dan dapat tergantikan oleh mosaik mikrospar yang kasar.
Semen/sparit
Merupakan material halus yang menjadi pengikat antar butir dan mengisi rongga pori yang
terendapkan setelah fragmen dan matriks. Semen dapat berupa kalsit, silika, sulfat atau oksida
besi(Boggs,1992).
Laut Jawa saat ini merupakan hasil dari transgresi atau kenaikan muka airlaut pada awal
Holosen yang terjadi sekitar 11.000 tahun yang lalu. Pertumbuhan terumbu karang di Pulau
Seribu pada waktu itu sangat cepat yaitu sekitar 5-10 mm tiap tahunnya. Keberadaan terumbu
Holosen adalah sekitar 7000 tahun yang lalu di sekitar Selat Sunda. Hal ini menguatkan bahwa
fragmen koral (karang) pada kedalaman 19 meter pada hasil core di Pulau Putri Barat berusia
sekitar 7900 tahun yang lalu, yang tertutup oleh waktu dari permulaan yang nyata dari bangunan
terumbu atau karbonat di kepulauan Seribu. Sedimentasi Holosen masih berupa endapan lapisan
tipis.
Endapan sedimen kebanyakan terendapkan pada bagian back reef flat hingga laguna yang
didominasi oleh pecahan koral. Kebanyakan sampel data core yang ditemukan pada penelitian
ini didominasi oleh koral (karang) dan mud deficient. Pada lubang bor yang dalam yaitu 32,8 m,
bagian dasarnya berupa batulempung karbonatan yang mengandung kerikil, dan umurnya adalah
Pleistosen. Penentuan umur tersebut berdasarkan pada umur pecahan koral yang terdapat pada
kedalaman yang bervariasi yang mengindikasikan bahwa terdapat akumulasi secara vertical pada
periode 10.000 hingga 4500 tahun yang lalu.
Gambar 2. Tempat Terendapkannya Akumulasi Sedimen di Pulau Seribu pada Tipe Zona
Terumbu Menurut (James, 1984)
Dari hasil pengeboran, dapat diasumsikan bahwa endapan sedimen karbonat di Pulau Seribu
terbentuk pada fasies terumbu reef flat, back reef, hingga ke zona lagoon. Tidak jauh di bawah
permukaan diperoleh sampel intra-platform channel (saluran paparan luar) dan area paparan
dalam ditemukan banyak material klastik yang berukuran halus adalah merupakan bukti, yang
didominasi oleh komponen skeletal berupa koral. Pada hasil core di bagian atas Pulau Pabelokan
dan Pulau Putri Barat terdiri dari pecahan coral kasar dan skeletal sand (pasir skeletal). Pada
Pulau Putri Barat, karena proses recovery yang jelek, hanya pada kedalaman 5-12 meter saja
yang dapat dijadikan pertimbangan bukti yang terpercaya. Pada core ini mengandung variasi
sortasi sedang hingga pasir skeletal kasar, yang komposisinya terdiri dari terutama koral,
pecahan cangkang foraminifera dan moluska, dan sedikit alga merah dan alga hijau. Intinya pada
endapan sedimen di pulau Seribu ini didominasi oleh endapan koral (lebih dari 50%) dengan
sedikit material alga merah dan hijau serta tidak adanya sampel khususnya yang baik.
Lingkungan freatik airtawar atau lingkungan yang masih terkena pengaruh airtawar di pulau
tersebut saat ini masih kecil. Keseluruhan proses sementasi sangat terbatas namun seperti spary
kalsit, dia mengisi calice koral dan meniscus yang jenuh Magnesium (Mg) kalsit di dekat
permukaan beachrock. Semen karbonat dari laut termasuk aragonite yang fibrous atau berserat
dan kalsit yang tinggi Mg (dolomite) yang mempunyai ikatan kimia pendek berupa belahketupat,
dan peloidal kriptikristalin memenuhi keduanya. Keterbatasan mengenai dissolusi dari aragonite
mengungkapkan semua fakta-fakta yang ada.
Gambar 3. Sementasi Spari Kalsit Freatik pada Borehole di Pulau Seribu
2.5 Litofasies
Pengelompokkan litofasies di dasari pada karakteristik fisik dan kandungan biotanya, yang
pada daerah penelitian ini dapat di bagi menjadi: fasies koral framestone (coral framestone
facies), fasies pecahan koral rudstone (rubble coral rudstone facies), fasies packstone hingga
grainstone klastik (skeletal sand packstone to grainstone facies), dan fasies koral floatstone
(coral floatstone facies).
Fasies koral framestone terdiri dari koloni koral in situ membentuk kerangka dengan
diantaranya terisi oleh sedimen berukuran pasir. Pembentuk kerangka utamanya terdiri
atas koral masif, koral bercabang, dan koral foliasi. Encrusting alga merah di temukan
namun kelimpahannya sedikit. Packstone bioklastik yang mengisi kerangka koral
tersusun atas pecahan cangkang gastropoda, bivalve, echinoid, dan foraminifera yang
berasal dari reef front dan reef flat.
Fasies koral framestone hanya menempati bagian kecil dari keseluruhan litofasies
terumbu di daerah penelitian. Fasies pecahan koral rudstone di cirikan oleh sedimen
karbonat berukuran kerakal berasal dari pecahan terumbu dan terpilah buruk. Pecahan
terumbu mendominasi komponen biota yang terdapat pada fasies ini. Terumbu karang
yang patah kemudian terbawa arus dan terakumulasi. Pecahan terumbu karang
bercabang adalah penyusun utama fasies ini, umumnya masih dalam bentuknya yang
semula dengan ukuran rata – rata berkisar 2 – 4 cm, membundar tanggung dan terpilah
buruk. Dalam jumlah yang lebih sedikit ditemukan pecahan cangkang bivalve,
gastropoda, dan echinoid dengan ukuran 1 – 3 cm, membundar tanggung hingga
menyudut, dan terpilah buruk.
Fasies packstone hingga grainstone klastik tersebar sangat luas di daerah penelitian,
Terdiri atas sedikit head coral berukuran 10 – 15 cm yang berperan sebagai butiran,
dan matriks yang tersusun atas pecahan koral berukuran pasir, cangkang molluska,
Halimeda, serta cangkang foraminifera yang seluruhnya terpilah sedang hingga baik
dengan bentuk butir membundar hingga menyudut tanggung.
Fasies koral floatstone di cirikan oleh adanya kandungan sedimen yang berukuran lebih
halus dibandingkan dengan kandungan sedimen pada fasies terumbu lainnya,
menandakan lingkungan pengendapan dengan energi yang rendah. Koral globular,
umumnya Porites, berperan sebagai komponen penyokong bersama dengan koral
bercabang. Matriks adalah elemen utama penyusun fasies ini, umumnya bertekstur
packstone yang tersusun atas cangkang foraminifera, cangkang molluska, dan
Halimeda yang diantaranya terisi oleh mineral lempung.
Lingkungan pengendapan yang berkaitan dengan terumbu dapat dibedakan menjadi sebagai
berikut;
Daerah reef crest, yaitu daerah diantara reef front dan reef flat dimana karang meja, karang
masif, dan karang bercabang tumbuh dan umumnya tersingkap ketika air laut dalam keadaan
surut terendah, hanya terdapat di sebagian kecil wilayah penelitian sehingga kurang signifikan
dibanding dengan lingkungan pengendapan lain.
Lingkungan pengendapan pulau terletak di bagian timur laguna dan memiliki luas
sekitar 0.12km2. Pulau ini terbentuk dari akumulasi sedimen klastik dan tumpukan
pecahan karang yang berkumpul pada daerah puncak terumbu (reef tops) selama
badai.Padang lamun dengan kerapatan jarang hingga sedang di temukan di
sepanjang perairan dangkal di bagian barat daya pulau. Secara umum, tipe pantai di
daerah ini adalah pantai berpasir (Jordan, 1998).
Lingkungan pengendapan reef front terdapat di bagian selatan dan barat laguna,
mulai dari bibir tubir hingga kira – kira kedalaman 15 m arah ke luar laguna. Daerah
ini adalah batas antara reef flat dengan platform slope. Pertumbuhan terumbu sangat
baik di daerah ini terutama jenis koral bercabang dan koral meja. Pada daerah reef
front, terumbu karang berperan sebagai kerangka (frame builder) pada fasies koral
framestone. Kerangka karang utamanya adalah karang masif, karang bercabang, dan
karang meja yang terdiri atas Acropora, Porites, dan Montipora. Moluska,
Echinodermata, dan foraminifera banyak ditemukan di reef front, sedangkan
encrusting red algae dan karang lunak merupakan komponen minor.
Lingkungan pengendapan reef flat merupakan daerah dataran sedimen yang luas
yang terletak diantara muka terumbu dan laguna. Kedalaman rata – rata daerah ini
yang diamati dengan pengamatan di lapangan dan penyelaman berkisar mulai dari
0.1 m di daerah terdangkal dan mendalam perlahan kearah muka terumbu dengan
kedalaman maksimal 1 m. Tipe pasang surut di Kepulauan Seribu adalah diurnal
dengan kedudukan air tertinggi sebesar 60 cm diatas duduk tengah dan kedudukan
air terendah sebesar 50 cm di bawah duduk tengah sehingga reef flat umumnya
tersingkap ketika air laut surut. Reef flat memiliki wilayah yang luas dan
dapat di bagi menjadi dua zona, yaitu windward reef flat dan leeward reef flat.
Windward reef flat adalah lingkungan pengendapan untuk fasies pecahan koral
rudstone. Daerah ini merupakan zona energi kuat dimana pecahan karang berukuran
kerakal (umumnya terumbu karang bercabang) dari daerah muka terumbu terhempas
dan terakumulasi, membentuk kumpulan pecahan karang di daerah terdangkal dari
reef flat. Pengamatan dilakukan secara visual di lapangan serta belum menyertakan
analisis granulometri.
Leeward reef flat adalah daerah dataran sedimen yang luas, merupakan lingkungan
pengendapan untuk fasies packstone hingga grainstone klastik. Daerah ini
merupakan wilayah yang lebih terlindung dari pengaruh angin, memiliki energi yang
lebih kecil, dan sedimen berukuran pasir terakumulasi di belakang zona pecahan
karang. Terumbu karang globular berukuran kecil, Halimeda, dan koloni lamun
dapat di temukan di beberapa tempat di wilayah ini.
Back reef lagoon adalah lingkungan pengendapan untuk fasies koral floatstone,
merupakan daerah depresi yang terdapat di tengah reef flat. Berdasarkan
pengamatan dengan scuba diving, diketahui bahwa back reef lagoon memiliki
kedalaman 2 m dan perlahan mendalam hingga lebih dari 20 m di bagian tengah.
Back reef lagoon memiliki turbiditas paling tinggi dimana jarak pandang hanya 1
meter. Di lingkungan pengendapan ini hanya ditemukan sedikit terumbu karang
globular yang umumnya adalah Porites.
BAB 3
PEMBAHASAN
Sedimentasi merupakan proses pembentukan sedimen atau endapan, atau batuan sedimen
yang diakibatkan oleh pengendapan atau akumulasi dari material pembentuk atau asalnya pada
suatu tempat. Proses sedimentasi umumnya terjadi pada daerah pantai yang mengalami erosi
karena material pembentuk pantai terbawa arus ke tempat lain dan tidak kembali ke lokasi
semula.
Sedimen karbonat utamanya tersusun atas komponen bioklastik dengan elemen utamanya
terumbu karang.Terumbu karang berkembang dengan baik di daerah barat dan selatan laguna
pulau seribu.Selain itu, di pulau seribu di bedakan menjadi empat lingkungan pengendapan,
yaitu pulau ,reef front ,reef flat ,dan back reef laggon.
Pertumbuhan terumbu karang di Pulau Seribu pada waktu itu sangat cepat yaitu sekitar 5-
10 mm tiap tahunnya. Keberadaan terumbu Holosen adalah sekitar 7000 tahun yang lalu di
sekitar Selat Sunda. Hal ini menguatkan bahwa fragmen koral (karang) pada kedalaman 19 meter
pada hasil core di Pulau Putri Barat berusia sekitar 7900 tahun yang lalu, yang tertutup oleh
waktu dari permulaan yang nyata dari bangunan terumbu atau karbonat di kepulauan Seribu.
Sedimentasi Holosen masih berupa endapan lapisan tipis.
BAB 4
Kesimpulan
Pulau
reef front ,
reef flat ,
back reef laggon.
2. Dari hasil pengeboran, dapat diasumsikan bahwa endapan sedimen karbonat di Pulau Seribu
terbentuk pada fasies terumbu reef flat, back reef, hingga ke zona lagoon. Tidak jauh di bawah
permukaan diperoleh sampel intra-platform channel (saluran paparan luar) dan area paparan
dalam ditemukan banyak material klastik yang berukuran halus adalah merupakan bukti, yang
didominasi oleh komponen skeletal berupa koral. Pada hasil core di bagian atas Pulau Pabelokan
dan Pulau Putri Barat terdiri dari pecahan coral kasar dan skeletal sand (pasir skeletal). Pada
Pulau Putri Barat, karena proses recovery yang jelek, hanya pada kedalaman 5-12 meter saja
yang dapat dijadikan pertimbangan bukti yang terpercaya. Pada core ini mengandung variasi
sortasi sedang hingga pasir skeletal kasar, yang komposisinya terdiri dari terutama koral,
pecahan cangkang foraminifera dan moluska, dan sedikit alga merah dan alga hijau. Intinya pada
endapan sedimen di pulau Seribu ini didominasi oleh endapan koral (lebih dari 50%) dengan
sedikit material alga merah dan hijau serta tidak adanya sampel khususnya yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Park, Robert K., dkk. 1992. Holocene Carbonate Sedimentation, Pulau Seribu, Java
Third Dimension. IPA-Carbonate Rock and Reservoir of Indonesia : A Core
Workshop
Park,R. K: Siemer. C.T: and Brown, A.A (1999), Holocene carbonate sedimentation,Pulau
Seribu, Java Sea- The third dimention : in siemers, C.T., Longman, Notes No.
1 p 2-15.
Scrutton, M. E.(1976). Aapects of Carbonate Sedimentation in Indonesia,Fifth Ann, Cony
Indo, Petrol, Assoc., v. 1, p. 179-194.
Wilson,M.E. (2002). Cenozoic carbonates in South east Asia: implication for equatorial
carbonte devepment. Sedimentary Geology,147(3),295-428.