Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

POLIO PADA ANAK

DISUSUN OLEH :

Ida Haifah

Bachtiar Restu Wijaya

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


LAPORAN PENDAHULUAN
POLIOMIELITIS

1. Definisi Penyakit Poliomilitis


Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh
virus dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang
belakang dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian
susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot (Wong,
2003).

Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit


peradaban.Polio menular melalui kontak antar manusia.Virus masuk ke
dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau
minuman yang terkontaminasi feses. Poliovirus adalah virus RNA kecil
yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus akan
menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam.
Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi
pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala
pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari (Ngastiyah,2005).

Jenis polio, yaitu sebagai berikut:


a. Polio non-paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan
sensitif.Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek
jika disentuh.
b. Polio paralisis spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan
sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan
otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan
permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan
mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi
pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan diserap
oleh pembulu darah kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh
tubuh.
c. Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga
batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik
yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke
berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal
dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi,
dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf
glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di
kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim
sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur
pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat
menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang
menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka
tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan
pada saraf kranial yang bertugas mengirim ‘perintah bernapas’ ke paru-
paru.

2. Etiologi Penyakit Poliomilitis


Polio disebabkan virus poliomyelitis.Satu dari 200 infeksi
berkembang menjadi kelumpuhan.Sebanyak 5-10 persen pasien lumpuh
meninggal ketika otot-otot pernapasannya menjadi lumpuh.Kebanyakan
menyerang anak-anak di bawah umur tiga tahun (lebih dari 50 persen
kasus), tapi dapat juga menyerang orang dewasa.Pencegahan dengan
vaksinasi secara berkala, idealnya pada masa kanak-kanak. Penularan
polio :
a. Virus masuk ke tubuh melalui mulut, bisa dari makanan atau air yang
tercemar virus.
b. Virus ditemui di kerongkongan dan memperbanyak dirinya di dalam
usus.
Menyerang sel-sel saraf yang mengendalikan otot, termasuk otot yang
terlibatdalam pernapasan. Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus
dan Genus virus,dibagi 3 yaitu:
1) Brunhilde
2) Lansing
3) Leon
Dapat hidup berbulan-bulan di dalam air, mati dengan pengeringan/
oksidan. Masa inkubasi : 7-10-35 hari.
Klasifikasi virus:
a) Golongan : Golongan IV ( (+) ssRNA )
b) Familia : Picornaviridae
c) Genus : Enterovirus
d) Spesies : Polioviru

3. Tanda dan Gejala Penyakit Poliomilitis


Tanda –tanda klinik yang timbul kemudian akan sesuai dengan kerusakan
anatomic yang terjadi biasanya masa inkubasi adalah 3-6 hari prodromal
dan kelumpuhan terjadi dalam waktu 7-21 hari. Replikasi di motor neuron
sumsum tulang belakang akan menimbulkan kerusakan sel dan
kelumpuhan serta atrofi otot sedangkan virus yang menyebar ke batang
otak akan berakibat kelumpuhan bulbar dan pernafasan. Selain gejala
klinik yang akut juga dikenal adanya post polio syndrome ( PPS) yang
gejala kelumpuhannya terjadi bertahun-tahun setelah infeksi virus akut.
Poliomelitis dapat dibagi menjadi empat yaitu:
a Poliomielitis asimtomatis
Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya
tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama
sekali. Pada suatu epidemi diperkirakan terdapat pada 90-95%
penduduk dan menyebabkan imunitas terhadap virus tersebut.
b Poliomielitis abortif
Diduga secara klinik hanya pada daerah yang terserang epidemi
terutama yang diketahui kontak denga pasien poliomeilitis yang
jelas. Diperkirakan terdapat 4-8% penduduk pada suatu epidemi .
Timbul mendadak berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.
Gejela berupa malaise, anoreksia, nause, muntah, nyeri kepala, nyeri
tenggorokan, konstipasi dan nyeri obdemen.
c Poliomielitis non paralitik
Gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis abortif, hanya nyeri
kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari
kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian
remisi demam atau masuk ke dalam fase 2 dengan nyeri otot.Khas
untuk penyakit ini dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi
pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior.
d. Poliomielitis paralitik
Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu
atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut
pada bayi ditemukan paralysis fesika urinaria dan antonia usus.
Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
1) Bentuk spinal: Gejala kelemahan/paralysis atau paresis otot
leher, abdomen, tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak
ekstremitas.
2) Bentuk bulbar: Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak
dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan
sirkulasi.
3) Bentuk bulbospinal: Didapatkan gejala campuran antara bentuk
spinal dan bentuk bulbar.
4) Bentuk ensefalitik: Dapat disertai dengan gejala delirium,
kesadaran menurun, tremor dan kadang- kadang kejang.

4. Patofisiologi Penyakit Poliomilitis


Virus biasanya memasuki tubuh melalui rongga orofaring dan berkembang
biak dalam traktus digestivus,kelenjar getah bening regional dan system
retikuloendoteal dalam keadaan ini timbul :
a. Perkembangan virus sehingga tubuh akan membentuk antibody
spesifik.
b. Apabila zat antibody dalam tubuh mencukupi dan cepat maka virus
akan dinetralisasi sehingga hanya timbul gejala klinik yang ringan
atau tidak timbul gejala sama sekali sehingga tubuh timbul imunitas
terhadap virus tersebut.
c. Dan apabila proliferasi virus lebih cepat dari pembentukan zat
antibody tersebut maka akan timbul gejala klinik atau viremia
kemudian virus akan terdapat dalam faeses penderita dalam beberapa
minggu lamanya.
Pada umumnya virus yang tertelan akan menginfeksi di epitel
orofaring,tonsil,kelenjar limfe pada leher dan usus kecil/halus. Faring akan
segera terkena setelah virus masuk dan karena virus tahan terhadap asam
lambung maka virus dapat mencapai saluran cerna bagian bawah tanpa
perlu proses in aktivasi. Dari faring setelah bermultiplikasi virus akan
menyebar pada jaringan limfe tonsil yang berlanjut pada aliran limfe dan
pembuluh darah. Virus dapat dideteksi pada nasofaring setelah 24 jam
sampai 3-4 minggu. Infeksi susunan saraf pusat dapat terjadi akibat
viremia yang menyusul replikasi cepat virus ini. Virus polio menempel
dan berkembang biak pada sel usus yang mengandung PVR ( PolioVirus
Reseptor) dalam waktu sekitar 3 jam setelah infeksi telah terjadi
kolonisasi. Sel yang menganduk PVR tidak hanya di usus dan tenggorok
saja akan tetapi terdapat di sel monosit dan sel neuro motor di SSP, sekali
terjadi perkaitan antara virion dan replikator akan terjadi integrasi RNA ke
dalam virion berjalan cepat sehingga dari infeksi sampai pelepasan virion
baru hanya memerlukan waktu 4-5 jam. Sedang virus yang bereplikasi
secara local kemudian menyebar pada monosit dan kelenjar limfe yang
terkait. Perlekatan dan penetrasi virus dapat dihambat oleh secretory IgA
lokal, kejadian neuropati pada poliomyelitis merupakan akibat langsung
dari multiplikasi virus di jaringan saraf,itu merupakan gejala yang
patognomonik namun tidak semua saraf yang terkena akan mati keadaan
reversibillitas fungsi sebagian disebabkan karena sprouting dan seolah
kembali seperti sediakala dalam waktu 3 – 4 minggu setelah onset.
Terdapat kelainan perivaskular dan infiltrasi interstisiel sel glia, secara
histology pada umumnya kerusakan saraf yang terjadi luas namun tidak
sejalan dengan gejala klinisnya.
Lesi saraf pada kasus poliomyelitis dapat ditemukan pada ;
a. Medula spinalis terutam didaerah kornu anterior,sedikit didaerah
kornu intermediet & dorsal serta di ganglia radiks dorsalis.
b. Medulla oblongata (nuclei vestibularis,nuclei saraf cranial dan
formation retikularis yang merupakan pusat-pusat vital).
c. Serebelum (hanya di nuclei bagian atas dan vermis)
d. Otak tengah/mid brain terutama pada massa kelabu,substansia nigra
kadang-kadang substansia rubra.
e. Thalamus dan hipotalamus
f. Palidum
g. Korteks serebri bagian motorik.
Gambaran patologik menunjukkan adanya reaksi peradangan pada
system retikuloendoteal terutama jaringan limfe, kerusakan terjadi pada sel
motor neuron karena virus bersifat sangat neuronotropik,tetapi tidak
menyerang neuroglia,myelin atau pembuluh darah besar. Terjadi juga
peradangan pada sekitar sel yang terinfeksi dehingga kerusakan sel makin
luas. Kerusakan pada sumsum tulang belakang terutama pada anterior horn
cell/kornu anterior,pada otak kerusakan terutama terjadi pada sel motor
neuron formasi dari pons dan medulla,nuclei vestibules,serebelum sedang
lesi pada kortex hanya merusak daerah motor dan premotor saja. Pada
jenis bulbar lesi terutama mengenai medulla yang berisi nuklai motor dari
saraf otak, replikasi pada sel motor neuron di SSP yang akan
menyebabkan kerusakan permanen.
5. Pemeriksaan Penunjang Penyakit Poliomilitis
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Viral isolation
Polio virus dapat di deteksi secara biakan jaringan, dari bahan yang
di peroleh pada tenggorokan satu minggu sebelum dan sesudah
paralisis dan tinja pada minggu ke 2-6 bahkan 12 minggu setelah
gejala klinis.
2) Uji serologi
Uji serologi dilakukan dengan mengambil sampel darah dari
penderita, jika pada darah ditemukan zat antibodi polio maka
diagnosis orang tersebut terkena polio benar. Pemeriksaan pada fase
akut dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan antibodi
immunoglobulin M (IgM) apabila terkena polio akan didapatkan
hasil yang positif.
3) Cerebrospinal Fluid (CSF)
Cerebrospinal Fluid pada infeksi poliovirus terdapat peningkatan
jumlah sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm3 terutama sel limfosit,
dan terjadi kenaikan kadar protein sebanyak 40-50 mg/100 ml
(Paul, 2004).
b. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan ini hanya menunjang diagnosis poliomielitis lanjut.Pada
anak yang sedang tumbuh, di dapati tulang yang pendek, osteoporosis
dengan korteks yang tipis dan rongga medulla yang relative lebar,
selain itu terdapat penipisan epifise, subluksasio dan dislokasi dari
sendi.

6. Komplikasi Penyakit Poliomilitis


a. Hiperkalsuria
b. Melena
c. Pelebaran lambung akut
d. Hipertensi ringan
e. Pneumonia
f. Ulkus dekubitus dan emboli paru
g. Psikosis
h. Deformitas otot berakibat kipo skoliosis
i. Koma

7. Penatalaksanaan Penyakit Poliomilitis


a. Pencegahan
Dengan dilakukannya Imunisasi
b. Pengertian Imunisasi Polio
Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan terhadap penyakit poliomielitis yaitu penyakit radang yang
menyerang syaraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki (Anik
Maryunani, 2010).
c. Jadwal Pemberian
Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu
tidak kurang dari satu bulan. Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di
usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali
saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DPT.
d. Cara Pemberian
Cara pemberian imunisasi polio bisa lewat suntikan (Inactivated
Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis
Vaccine/OPV).Di Indonesia yang digunakan adalah OPV, karena lebih
aman. OPV diberikan dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua
tetes langsung kedalam mulut anak atau dengan menggunakan sendok
yang dicampur dengan gula manis. Imunisasi polio diberikan 4 x
dengan jarak minimal 4 minggu.
e. Efek Samping
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing,
diare ringan, dan sakit otot.
f. Tingkat Kekebalan
Dapat mencapail hingga 90%.Pemberian imunisasi polio untuk
memutus rantai penularan virus polio.
g. Kontra Indikasi
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau
demam tinggi (diatas 380C), muntah atau diare, penyakit kanker atau
keganasan, HIV/AIDS, sedang menjalani pengobatan radiasi umum,
serta anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.
h. Vaksin Polio
1) Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV)
IPV dihasilkan dengan cara membiakkan virus dalam media
pembiakkan, kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan
pemanasan atau bahan kimia. Karena IPV tidak hidup dan tidak
dapat replikasi maka vaksin ini tidak dapat menyebabkan penyakit
polio walaupun diberikan pada anak dengan daya tahan tubuh yang
lemah. Vaksin yang dibuat oleh Aventis Pasteur ini berisi tipe 1, 2,
dan 3 dibiakkan pada sel-sel VERO ginjal kera dan dibuat tidak
aktif dengan formadehid.Selain itu dalam jumlah sedikit terdapat
neomisin, streptomisin dan polimiksin.IPV harus disimpan pada
suhu 2 – 8 C dan tidak boleh dibekukan. Pemberian vaksin tersebut
dengan cara suntikan subkutan dengan dosis 0,5 ml diberikan
dalam 4 kali berturut-turut dalam jarak 2 bulan.
2) Oral Polio Vaccine (OPV)
Vaksin OPV pemberiannya dengan cara meneteskan cairan melalui
mulut. Vaksin ini terbuat dari virus liar (wild) hidup yang
dilemahkan. Komposisi vaksin tersebut terdiri dari virus Polio tipe
1, 2, dan 3 adalah suku Sabin yang masih hidup tetapi sudah
dilemahkan (attenuated). Vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan
ginjal kera dan distabilkan dalam sucrosa. Tiap dosis sebanyak 2
tetes mengandung virus tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 serta antibiotika
eritromisin tidak lebih dari 2 mcg dan kanamisin tidak lebih dari 10
mcg. Virus dalam vaksin ini setelah diberikan 2 tetes akan
menempatkan diri di usus dan memacu pembentukan antibodi baik
dalam darah maupun dalam dinding luar lapisan usus yang
mengakibatkan pertahan lokal terhadap virus polio liar yang akan
masuk. Pemberian air susu ibu tidak berpengaruh pada respon
antibodi terhadap OPV dan imunisasi tidak boleh ditunda karena
hal ini. Setelah diberikan dosis pertama dapat terlindungi secara
cepat, sedangkan pada dosis berikutnya akan memberikan
perlindungan jangka panjang. Vaksin ini diberikan pada bayi baru
lahir 2, 4, 6, 18 bulan, dan 5 tahun.
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus
polio adalah anak mendadak lumpuh pada salah satu anggota
geraknya setelah demam selama 2-5 hari.Terdapat 2 jenis vaksin
yang beredar dan di Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin
sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya melalui
mulut. Dibeberapa negara dikenal pula tetravaccine yaitu
kombinasi DPT dan polio. Imunisasi dasar diberikan sejak anak
baru lahir atau berumur beberapa hari atau selanjutnya diberikan
setiap 4-6 minggu.Pemberian vaksin polio dapat dilakukan
bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi
ulang diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT, pmberian
imunisasi polio dapat menimbulkan kekebalan aktif terhadap
penyakit poliomyelitis. Imunisasi polio.
Imunisasi ulang dapat diberikan sebelum anak masuk
sekolah (5-6 tahun) dan saat meninggalkan sekolah dasar (12
thun).Cara memberikan imunisasi polio adalah dengan meneteskan
vaksin polio sebanyak dua tetes langsung ke dalam mulut
anak.Imunisasi ini jangan diberika pada anak yang sedang diare
berat, efek samping yang terjadi sangat minimal dapat berupa
kejang.
i. Lingkungan
Pencegahan yang amat penting dengan perbaikan sanitasi, setiap
keluarga harus memiliki sarana air bersih, sarana sanitasi seperti
jamban, pembuangan air limbah rumah tangga, pembuangan sampah
yang tertib. Dengan mewujudkan rumah sehat dan lingkungan yang
sehat maka akan dapat mencegah penyakit berbasis lingkungan
termasuk polio.
j. Medis
1) Tidak ada pengobatan yang spesifik , penanganaan dilakukan
secara simtomatis dan suportif.pengobatan yang di lakukan secara
umum dalam mencegah penyakit tersebut yaitu:
2) Istrahat
3) Antipiretik (dosisnya 15-20 mg)
4) Analgesik (dosisnya 15-20 mg)
Diberikan secara oral :
a) Poliomielitis abortif
Pengobatannya:
1)) Cukup di berikan analgetika dan sedatifa
2)) Diet adekuat
3)) Istrahat sampai suhu tubuh normal
b) Poliomielitis non paralitik
Pengobatannya:
1)) Sama seperti pada tipe abortif
2)) Selain di beri analgetik dan sedatif dapat di kombinasi
dengan kompres hangat selama 15-30 menit, setiap 2-4 jam.
c) Poliomielitis parilitik
Pengobatannya:
1)) Membutuhkan perawatan di rumah sakit
2)) Istrahat total minimal 7 hari atau sedikitnya sampai fase
akut di lampaui
3)) Selama fase akut kebersihan mulut di jaga
4)) Fisioterapi di lakukan sedini mungkin sesudah fase akut
mulai dengan latihan pasif dengan maksud untuk mencegah
terjadinya deformitas
d) Poliomielitis bulbar
Pengobatannya:
1)) Memerlukan inkubasi endotrakea
2)) Menjaga saluran nafas
3)) Menghindari aspirasi sekret yang tidak dapat di telan
k. Keperawatan
Penatalaksanaan untuk mencegah penularan klien perlu dirawat di
kamar isolasi dengan perangkat lengkap kamar isolasi dan memerlukan
pengawasan yang teliti. Mengingat bahwa virus polio juga terdapat
pada feses Klien maka bila membuang feses harus betul-betul ke dalam
lobang WC dan disiram air sebanyak mungkin. Kebersihan
WC/sekitarnya harus diperhatikan dan dibersihkan dengan
desinfektan.Masalah Klien yang perlu diperhatikan bahaya terjadi
kelumpuhan, gangguan psikososial, dan kurangnya pengetahuan orang
tua mengenai penyakit.
Menganjurkan klien tidur selama 2 minggu/lebih bergantung pada jenis
penyakit bentuk polio.Karena Klien merasakan sakit pada otot yang
sarafnya terkena maka Klien tidak mau bergerak sendiri. Oleh karena
itu Klien ditolong di atas tempat tidur dengan hati-hati misalnya mau
memasang pot, atau bila akan mengubah posisi angkatlah dahulu
kaki/anggota yang sakit dan orang lain memasangkan pot atau
membereskan alat tenun.
8. Pathway Penyakit Poliomilitis

Poli virus PV
(Genus Enterovirus dan family Picorna viridae)

Virus menular melalui kotoran (feses) atau sekret tenggorokan orang yang
terinfeksi

Masuk kedalam tubuh melalui mulut

Menginfeksi saluran tenggorokan dan usus (berkembang biak)

Virus memasuki aliran darah Timbul verimia virus


Nyeri
akut
Virus menyerang sistem saraf pusat Proses peradangan

Melemahnya otot Otot pernapasan Hipertermia


(Motorik)

Ansietas Kelumpuhan (paralysis) Akumulasi sekret Mual & muntah

Hambatan Ketidakefektifan
bersihan jalan Ketidakseimba
mobilitas fisik
napas ngan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
(Sumber: Wong, 2003) tubuh
Konstipasi
Daftar Pustaka

Huda, A. N., & Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis.


Yogyakarta: Mediaction.

Maryunani, Anik. 2010. Imu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta :


TIM.

NANDA Internasional Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi


2015-2017, Ed.10. Jakarta: EGC.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer, suzannec. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth, ed.8, vol.1. Jakarta: EGC.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, ed.4.


Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai