A. DEFINISI
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penumpukan cairan secara masif di
rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan
ancaman gagal napas (Price, Wilson, 2010)
Acute Lung Oedema (ALO) disebabkan oleh adanya peningkatan tekanan
hidrostatis danpeningkatan permeabilitas kapiler paru (Muttaqin, 2011)
Pada keadaan normal, cairan intravaskular merembes ke jaringan interstisial
melalui kapiler endolitium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan
mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam
sirkulasi (Flick, 2000 Hollenberg, 2000 dalam Nendrastuti, 2010).
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya alo dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Edema paru kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau
sistem kardiovaskuler.
a) Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya
deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah
pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang disuplai
oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak
mampu memompa darah lagi seperti biasa.
b) Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut
beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat
disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan
alkohol dan efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi.
Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu
mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih
berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi
beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan
mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
c) Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk
mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak
mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah
mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
d) Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada
otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.
2. Edema paru non kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi
paru itu sendiri. Pada non-kardiogenik, alo dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain:
a) Infeksi pada paru
b) Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
c) Paparan toxic
d) Reaksi alergi
e) Acute respiratory distress syndrome (ards)
f) Neurogenik
(Muttaqin, 2011)
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan
non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat
berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri
apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah
Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada
penderita Payah Jantung Kiri Kronik
1. Cardiogenic pulmonary edema
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya
kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti
jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang
buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang
buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-
penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-
klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah
darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada
gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar
ke alveoli ketika tekanan membesar.
2. Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya
disebabkan oleh hal berikut:
a) Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai
akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada
alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-
pembuluh darah.
b) Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru,
merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
c) Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh
dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah,
berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang
telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan
tubuh.
d) High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan
yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
e) Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-
seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada
akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
f) Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-
expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru
mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru
(pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru.
Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh
(unilateral pulmonary edema).
g) Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada
pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi
yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua,
yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.
h) Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary
edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah
berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau
transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus,
atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.
(Price, Wilson, 2010)
D. MANIFESTASI KLINIS
ALO dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium) yaitu:
1. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi co.
Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat melakukan
aktivitas.
2. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal. Adanya
penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial akan lebih mempersempit
saluran napas kecil, terutama di daerah basal karena pengaruh gravitasi. Mungkin
pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang dapat menyebabkan sesak napas
ataupun napas menjadi berat dan tersengal.
3. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami
gangguan secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak
mengalami sesak napas yang berat disertai batuk berbuih kemerahan (pink froty).
Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
(Price, Wilson, 2010)
E. PATOFISIOLOGI
Perubahan yang dini pada edema paru adalah peningkatan aliran limfatik.
Karena saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi arteriol
paru dan saluran nafas yang kecil, pembengkakan saluran limfatik ini akan memberi
dampak pada struktur disekitarnya dengan akibat perubahan hubungan tekanan pada
struktur tersebut. Salah satu akibatnya adalah obstruksi pada saluran nafas kecil yang
telah dibuktikan merupakan perubahan fisiologis dini pada penderita dengan gagal
jantung kiri. Karena lesi ini tidak merata disaluran paru, timbullah dalam distribusi
ventilasi dan perfusi yang kemudian menyebabkan hipoksemia ringan. Terkenanya
arterior kecil juga dapat menyebabkan gambaran radiologis dini pada gagal jantung
kiri yaitu suatu redistribusi aliran darah dari basis ke apek paru pada penderita dalam
posisi tegak.
Kalau terbentuknya cairan intertensial melebihi kapasitas sistem limfatik, akan
terjadi edema di dinding alveolar. Pada fase ini compliance (pemenuhan) paru
bekurang. Hal ini akan menyebabkan takipnea, yang mungkin merupakan tanda klinik
dini penderita edema paru. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah
menyebabkan pemburukan hipoksemia. Namun demikian ekskresi karbon dioksida
tidak terganggu, dan penderita akan menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan
alkalosis respiratori. Selain hal yang telah disebutkan diatas, defek fungsi juga
mempunyai andil, dan pada fase ini mungkin akan terjadi peningkatan pintas kanan ke
kiri melaui alveoli yang tidak mengalami ventilasi.
Pada fase alveolar flooding, semua gambaran menjadi lebih berat, compliance
akan menurun dengan nyata. Karena alveoli terisi dengan cairan, sementara aliran
darah ke daerah tersebut tetap berlangsung, pintas kanan ke kiri aliran darah akan
menjadi lebih berat dan menyebabkan hipoksemia yang rentan terhadap peningkatan
konsentrasi peningkatan, konsentrasi oksigen yang diinspirasi. Kecuali pada keadaan
yang amat berat, hiperventilasi dan alkalosis respiratori akan tetap berlangsung.
Secara radiologis akan tampak infiltrat alveolar yang tersebar diseluruh paru, terutama
didaerah perihilar dan basal.
Kongesti paru terjadi bila vaskuler paru menerima darah yang berlebihan dari
ventrikel kanan, yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri.
Sedikit ketidakseimbangan antara aliran masuk pada sisi kanan dan aliran keluar pada
sisi kiri jantung mengakibatkan konsekuensi yang berat.
Perkembangan edema paru menunjukkan bahwa fungsi jantung sudah sangat tidak
adekuat, peningkatan tekanan akhir diastole ventrikel kiri dan peningkatan tekanan vena
pulmonal dapat terjadi. Hal meningkatkan tekanan hidrostatik yang mengakibatkan
cairan merembes keluar. Gangguan limfatik berperan dalam penimbunan cairan di dalam
jaringan paru.
Kapiler paru yang membesar oleh darah yang berlebih akibat ketidakmampuan
ventrikel kiri untuk memompa, tidak mampu lagi mempertahankan zat yang terkandung
didalamnya. Cairan, mula-mula serous dan kemudian mengandung darah, lolos
kejaringan alveoli disekitarnya melalui hubungan antara bronkhioli dan brnkhi. Cairan
ini kemudian bercampur dengan udara dan terkocok selama pernafasan, dan dikeluarkan
melalui mulut dan hidung. Karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak
dapat mengembang dan udara tidak dapat masuk, akibatnya adalah hipoksia berat.
(Muttaqin, 2011)
F. PATHWAY
sepsis
Aliran balik arteri
pulmonal Pe aliran limfatik pada
arteriola paru
EDEMA PARU
Alkalosis respiratorik
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorim rutin (dl, bga, lft, rft) dan bnp.
2. Analisa gas darah po2 rendah, pco2 mula-mula dan kemudian hyperkalemia
3. Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard akut
4. Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalis, foto thoraks, ekg, enzim jantung
5. Foto thorax
6. Pemeriksaan ekg, dapat menerangkan secara akurat adanya takikardia supra
ventrikular atau arterial. Selain itu, ekg dapat memprediksi adanya iskemia, infark
miokard dan lvh yang berhubungan dengan alo kardiogenik.
7. Pemeriksaan ekokardiografi penyebab gagal jantung : kelainan katub, hipertrofi
ventrikel (hipertensi), penyakit jantung koroner, pada umumnya di temukan
dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri
(Carpenito, 2010)
H. PENATALAKSANAAN
1. Posisi 1/2 duduk
2. Oksigen (90-100%) sampai 12 l/mnt
3. Jika memburuk (pasien sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa di
pertahankan kurang lebih 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
hipoventilasi,)maka dilakukan intubasi, endotrakeal, suction, dan ventilator.
4. Infus emergensi, monitor tekanan darah, EKG.
5. Morfin sulfat 40-80 mg IV bolus dapat diulangi / dosis ditingkatkan 4jam
dilanjutkan sampai produksi urine 1ml/kgBB/jam.
6. Bila perlu tekanan darah turun : dopamin 2-5 ug/kgBB/ menit atau dobutamin 2-
10 ug/kgBB/mnt untk menstabilitaskan hemodinamik.
7. Trombolitik / revarkularisasi pada pasien infark miokard
8. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dg oksigen
9. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi,VSD dan ruptur
dinding ventrikel
(Carpenito, 2010)
I. KOMPLIKASI
1) ARDS (Accute Respiratory Distres Syndrome)
Karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat
mengembang dan udara tidak dapat masuk, akibatnya adalah hipoksia berat.
2) Gagal napas akut
Tidak berfungsinya penapasan dengan derajat dimana pertukaran gas tidak
adekuat untuk mempertahankan gas darah arteri (GDA).
3) Atelektasis paru
4) Kematian
Kematian pada edema paru tidak dapat dihindari lagi. Pasien dapat mengalami
komlikasi jika tidak segera dilakukan tindakan yang tepat.
(Price, Wilson, 2010)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan pada rongga
intertisial dan alveoli paru.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama, konduksi listrik.
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan hipersekresi sekunder.
4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
alveolus, kerusakan difusi alveoli.
C. Intervensi
D. Implementasi
Implementasi adalah serangkai kegiatan yang di lakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari status masalah kesehatan yang di hadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kreteria hasil yang di harapkan
(Gordon, 1994, dalam potter dan perry, 2010)
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan sebagai
pengukuran dari keberhasilan rencana tindakan keperawatan. Hasil evaluasi dapat
berupa :
a. Tujuan tercapai
Jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan
b. Tujuan tercapai sebagian
Jika pasien menunjukkan perubahan sebagian dari standart yang telah
ditetapkan
c. Tujuan tidak tercapai
Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali bahkan
timbul masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA
Price, Wilson, 2010. Patolofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Carpenito, 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: alemba Medika.
Nendrastuti, Hetty. 2010. Edema Paru akut Kardiogenik dan Non Kardiogenik. Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
Perry& Potter. 2010. Fundamental Of Nursing Consep, Proces and Practice. Jakarta: EGC