Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA II

TENTANG
“ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO BUNUH DIRI”

OLEH:

1. ASEF HIDAYAT (172426005 SP)


2. DEVI RATNA SARI.A (172426008 SP)
3. DEVO SUSANTO (172426011 SP)
4. FAHMI RIZALDI (172426014 SP)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S.1)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN (FIKES)

UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU

T. A 2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini, dengan judul Diare.
Dalam proses penelitian dan penulisan tidak terlepas dari bantuan,
dukungan dan doa dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terimakasih yang tulus kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa
3. Ns Dilfera Hermiati,S.Kep, M.Kep, selaku Dosen Pengajar Mata Kuliah
keperawatan jiwa II Program Studi Ilmu Keperawatan fakultas ilmu kesehatan
universitas dehasen bengkulu.
3. Informan yang telah sangat membantu penulis dengan memberikan informasi yang
sangat dibutuhkan
4. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan fakultas ilmu kesehatan
universitas dehasen bengkulu.
Penulis menyadari bahwa dalam melakukan penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan. Semoga semua bermanfaat bagi kita, Amin.

Bengkulu, 22 september 2019

Kelompok 1

DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi.........................................................................................................4
B. Etiologi.........................................................................................................5
C. Manifestasi Klinis........................................................................................7
D. Jenis-Jenis Bunuh Diri.................................................................................8
E. Proses Terjadinya Masalah...........................................................................9
F. Sumber Dan Mekanisme Koping..................................................................10
G. Penatalaksanaan...........................................................................................11
H. Tingkatan Bunuh Diri..................................................................................14
BAB III KONSEP AASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian....................................................................................................15
B. Analisa Data.................................................................................................21
C. Diagnosa.......................................................................................................21
D. Rencana Tindakan Keperawatan..................................................................22
E. Implementasi Dan Evaluasi..........................................................................30
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................34
B. Saran.............................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat di banyak
negara, baik negara maju maupun negara berpendapatan menengah dan rendah.
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan
stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Situasi gawat pada
bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana yang
spesipik untuk bunuh diri (Yosep, 2010).
Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015, di
banyak negara, bunuh diri merupakan penyebab kematian nomor dua pada
penduduk berusia 15-29 tahun. Setiap tahun terdapat 800.000 orang mati karena
bunuh diri. WHO juga mencatat, setiap 40 detik satu orang di dunia meninggal
karena bunuh diri dengan rasio 11,4 per 100.000 populasi (Kompas, 2015).
Di Indonesia tahun 2012, angka bunuh diri mencapai 4,3 per 100.000
populasi. Pada tahun 2012, Kepolisian Negara Republik Indonesia mencatat ada
981 kasus meninggal karena bunuh diri. Jumlah ini sedikit menurun jadi 921 kasus
di tahun 2013 dengan rasio 0,4-0,5 kasus per 100.000 populasi (Kompas, 2015).
Adapun kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok usia
remaja dan dewasa muda (15–24 tahun), untuk jenis kelamin, perempuan
melakukan percobaan bunuh diri (attemp suicide) empat kali lebih banyak dari laki
laki. Cara yang populer untuk mencoba bunuh diri pada kalangan perempuan
adalah menelan pil, biasanya obat tidur, sedangkan kaum lelaki lebih letal atau
mematikan seperti menggantung diri (Dalami, 2009).
Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri
adalah mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alkohol, orang-orang
yang berpisah atau bercerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang yang hidup

1
2

sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni daerah kumuh dan miskin,
kelompok professional tertentu, seperti dokter, pengacara, dan psikolog (Sujono
dan Teguh, 2010).
Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim
kesehatan diantaranya adalah:pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa
mematikan dalam setting rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, faktor–faktor
yang berhubungan dengan staf antara lain:kurang adekuatnya pengkajian pasien
yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah, kurangnya orientasi
dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga, pengkajian
suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik
saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya.
Keempat, hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri
perawat terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh
diri adalah hal yang penting dalam menurunkan angka suicide dirumah sakit
(Jenny, dkk, 2010).
Perawat atau tenaga kesehatan lain hendaknya memberi saran, motivasi
bahkan mencegah terjadinya bunuh diri pada klien sehingga klien dapat
menyalurkan kemarahannya pada tempat dan situasi yang benar dan positif
sehingga tidak membahayakan pasien sendiri. Perawat juga bisa memberikan
aktifitas ataupun kegiatan yang dapat mengurangi dari tingkat depresi dan resiko
bunuh diri klien sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Oleh sebab
itulah peran dari setiap aspek dan orang terdekat klien sangat berpengaruh pada
timbulnya resiko bunuh diri yang dilakukan oleh klien (Yosep, 2009).
Berdasarkan latar belakang diatas, kelompok kami akan membahas
tentang “asuhan keperawatan jiwa tentang resiko bunuh diri”.

B. Rumusan Masalah
Bagaiman Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan resiko binuh diri ?
3

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui konsep atau teoritis dari resiko bunuh
diri.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui defenisi bunuh diri.
b. Mengetahui etiologi bunuh diri .
c. Mengetahui manifestasi klinis klien resiko bunuh diri.
d. Mengetahui jenis-jenis prilaku bunuh diri.
e. Mengetahui proses terjadinya masalah resiko bunuh diri.
f. Mengetahui asuhan keperawatan klien resiko bunuh diri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri hidupnya. Bunuh diri ini dapat berupa keputusan terakhir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat, 2009).
Menurut Beck (2008) bunuh diri adalah tindakan untuk membunuh diri
sendiri. Beck (2008) mengemukakan rentang harapan–putus harapan merupakan
rentang adaptif–maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima
oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan
respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
budaya setempat.
Rentang Harapan-Putus Harapan (Beck, 2008)
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Harapan Putus Harapan
- Yakin - Tidak berdaya
- Percaya - Putus harapan
- Inspirasi - Apatis
- Tetap Hati - Gagal dan Kehilangan
- Respon - Ragu-ragu
- Sedih
- Depresi
- Bunuh Diri

1. Rentang adaptif : Harapan, Yakin, Percaya, Inspirasi, Tetap hati, Respon. 5


2. Rentang Maladaptif :
a. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan
masalah, karena merasa tidak 4 mampu mengembangkan koping yang
bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping
yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
b. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan
merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai.
Misalnya:kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan
individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat
berakhir dengan bunuh diri.
c. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan
kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke
luar dari keadaan depresi berat.
d. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

B. Etiologi
Berdasarkan teori terdapat 3 penyebab terjadinya bunuh diri
adalah sebagai berikut :
1. Genetic dan teori biologi
Faktor genetik mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya.
Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang
berkontribusi terjadinya resiko bunuh diri.
2. Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang
tidak terintegrasi pada kelompok sosial), atruistik (Melakukan suicide untuk
kebaikan masyarakat) dan anomic (suicide karena kesulitan dalam
berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
6

3. Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan
hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri (Sujono dan Teguh, 2009).

Sebagai tambahan dari penyebab terjadinya bunuh diri, Cook dan


Fontaine (1987 dalam Yosep, 2010) menerangkan penyebab bunuh diri dari
masing-masing golongan usia.
1. Pada anak
a. Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan.
b. Situasi keluarga yang kacau.
c. Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik.
d. Gagal sekolah.
e. Takut atau dihina di sekolah.
f. Kehilangan orang yang dicintai.
g. Di hukum orang lain.
2. Pada remaja
a. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna.
b. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal.
c. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan.
d. Perasaan tidak dimengerti orang lain.
e. Kehilangan orang yang dicintai.
f. Keadaan fisik.
g. Masalah dengan orang tua.
h. Masalah seksual.
i. Depresi. 7
3. Pada dewasa
a. Self-ideal terlalu tinggi.
b. Cemas akan tugas akademik yang banyak.
c. Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang
tua.
d. Kompetisi untuk sukses.
4. Pada usia lanjut
a. Perubahan status dari mandiri ke ketergantungan.
b. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi.
c. Perasaan tidak berarti di masyarakat.
d. Kesepian dan isolasi social.
e. Kehilangan ganda (seperti pekerjaan , kesehatan, pasangan).
f. Sumber hidup berkurang.

C. Manifestasi Klinis
1. Keputusasaan.
2. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna.
3. Alam perasaan depresi.
4. Agitasi dan gelisah.
5. Insomnia yang menetap.
6. Penurunan BB.
7. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
8. Petunjuk psikiatrik :
a. Upaya bunuh diri sebelumnya.
b. Kelainan afektif.
c. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat.
d. Kelainan tindakan dan depresi mental pada remaja.
e. Dimensia dini/status kekacauan mental pada lansia.
f. Riwayat psikososial: 8
1). Baru berpisah, bercerai/kehilangan.
2). Hidup sendiri.
3). Tidak bekerja, perbahan/kehilangan pekerjaan baru dialami.
9. Faktor-faktor kepribadian.
a. Implisit, agresif, rasa bermusuhan.
b. Kegiatan kognitif dan negative.
c. Keputusasaan.
d. Harga diri rendah.
e. Batasan/gangguan kepribadian antisocial (Keliat, 2009).

D. Jenis-Jenis Bunuh Diri


Menurut Keliat (2009) tahapan bunuh diri adalah sebagai berikut:
1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh
kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu
seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat
menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan
percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk
bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa
kelompok tersebut sangat mengharapkan
nya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu
dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma
kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat
atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada
pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya. 9

E. Proses Terjadinya Masalah


Menurut Stuart (2006) penyebab bunuh diri antara lain :
1. Faktor Prediposisi:
a. Diagnostik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko penting untuk prilaku destruktif.
e. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku
destrukif diri.
2. Faktor Presipitasi:
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada 10
diri
sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
F. Sumber Dan Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2006) terdapat sumber dan mekanisme koping pada

perilaku bunuh diri yaitu:

1. Sumber Koping

Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam

kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali orang ini secara

sadar memilih untuk bunuh diri. Kualitas hidup menjadi isu yang

mengesampingkan kuantitas hidup. Dilema etik mungkin timbul bagi perawat

yang menyadari pilihan pasien untuk berperilaku merusak diri. Tidak ada

jawaban yang mudah mengenai bagaimana mengatasi konflik ini. Perawat harus

melakukannya sesuai dengan sistem keyakinannya sendiri.

2. Mekanisme Koping

Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif-

diri tak langsung adalah :

a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol.

b. Rasionalisme.

c. Intelektualisasi.

d. Regresi.

Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa memberikan cara


koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini mungkin berada diantara individu
dan bunuh diri. Perilaku bunuh diri menunjukkan mendesaknya kegagalan
mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir
untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri
yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif.
11

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Pada semua kasus, keinginan bunuh diri harus diperiksa. Apakah orang
mengisolasi dirinya sendiri waktu kejadian sehingga ia tidak ditemukan atau
melakukan tindakan agar tidak ditemukan. Pada kasus bunuh diri membutuhkan
obat penenang saat mereka bertindak kekerasan pada diri mereka atau orang
lain, dan pasien juga lebih membutuhkan terapi kejiwaan melalui komunikasi
terapeutik.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Tindakan keperawatan untuk pasien.
1). Tujuan :
a). Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b). Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri.
c). Klien dapat mengekspresikan perasaannya.
d). Klien dapat meningkatkan harga diri.
e). Klien dapat menggunakan koping yang adaptif.
2). Tindakan keperawatan
a). Membina Hubungan Saling percaya kepada pasien.
1. Perkenalkan diri dengan klien.
2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4. Bersifat hangat dan bersahabat.
5. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
b) Melindungi pasien dari perilaku bunuh diri. 12
1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan (pisau,
silet, gunting, tali, kaca, dll).
2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu
terlihat oleh perawat.
3. Awasi klien secara ketat setiap saat.
c). Membantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya.
1. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
ketakutan dan keputusasaan.
3. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
4. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
d). Membantu pasien untuk meningkatkan harga dirinya.
1.Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
2. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
3. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan
antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
e). Membantu pasien untuk menggunakan koping individu yang adaptif.
1. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal:berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis sura, dll).
2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayang,
dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan
tentang kegagalan dalam kesehatan.
3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
13
dengan koping yang efektif.

b. Tindakan keperawatan untuk keluarga


1). Tujuan:
Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
rasa ingin bunuh diri.
2). Tindakan keperawatan:
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang ingin bunuh diri
adalah :
a). Membina hubungan saling percaya.
1. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
2. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b). Membantu pasien untuk mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki.
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien.
3. Utamakan pemberian pujian yang realitas.
c). Membantu pasien dalam menilai kemampuan yang dapat digunakan
untuk diri sendiri dan keluarga.
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah.
d). Melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan.
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
e) Memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
14
klien.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
H. Tingkatan Bunuh Diri
Berdasarkan besar kemungkinan individu melakukan bunuh diri, maka
bunih diri di bagi 3 yaitu :
1. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk
mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat
untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan
rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
2. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya
akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,
namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien
umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus
asa/ tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri
sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh
diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat tinggi.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien:
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan
alamat klien.
2. Keluhan Utama:
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang
ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
3. Faktor Predisposis
Beberapa faktor prediposisi perilaku bunuh diri meliputi :
a. Diagnosa Medis Gangguan Jiwa : Diagnosa medis gangguan jiwa yang
beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif, penyalahgunaan zat dan
schizophrenia. Lebih dari 90% orang dewasa mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri mengalami gangguan jiwa.
b. Sifat Kepribadian : Sifat kepribadian yang meningkatkan resiko bunuh diri
yaitu suka bermusuhan, impulsif, kepribadian anti sosial dan depresif.
c. Lingkungan Psikososial : Individu yang mengalami kehilangan dengan
proses berduka yang berkepanjangan akibat perpisahan dan bercerai,
kehilangan barang dan kehilangan dukungan sosial merupakan faktor
penting yang mempengaruhi individu untuk melakukan tindakan bunuh diri.
d. Riwayat Keluarga : Keluarga yang pernah melakukan bunuh diri dan konflik
yang terjadi dalam keluarga merupakan faktor penting untuk melakukan
bunuh diri. Menurunnya neurotransmitter serotonin, opiate dan dopamine
16
dapt menimbulkan perilaku destruktif-diri.

4. Faktor Predispitasi

15
Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja.
Masalah Keperawatan:
a. Resiko bunuh diri
b. Risiko perilaku kekerasan
c. Harga diri rendah
5. Aspek Fisik/Biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
6. Konsep Diri
a. Gambaran Diri : Klien biasanya merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari
dirinya.
b. Identitas : Tanyakan pada klien apakah dia sudah, menikah atau belom, kalau
sudah menikah apakah sudah memiliki anakn
c. Peran Diri : Tanyakan pada klien apakah klien seorang kepala keluarga, ibu/
ibu rumah tangga atau sebagai anak dari berapa bersaudara
d. Ideal Diri :Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien
akan melakukan apa untuk hidupnya selanjutnya, apakah lebih bersemangat
atau membuat lembaran baru.
e. Harga Diri :Tanyakan apakah Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi
dan jarang berinteraksi dengan orang lain.
7. Hubungan Sosial
Tanyakan Menurut klien orang yang paling dekat dengannya siapa ,ataukah
teman sekamar yg satu agama. Apakah Klien adalah orang yang kurang perduli
dengan lingkungannya atau sangat peduli dengan lingkugannya, apakahklien
sering diam, menyendiri, murung dan tak bergairah ,apakah klien merupakan
orang yg jarang berkomunikasi dan slalu bermusuhan dengan teman yang lain,
17
ataukah sangat sensitive.

8. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: Tanyakan apakah pasien percayaakan adanya Tuhan
atau dia sering mempersalahkan Tuhan atas hal yang menimpanya.
b. Kegiatan ibadah: Tanyakan apakah Klien sering,selalu atau jarang beribadah
dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
9. Status Mental
a. Penampilan:
pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh,
rambut tidak pernah tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan
fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan.
b. Pembicaraan:
Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan
pendek, afek datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata
dengan lawan bicara kadang tajam, terkadang terjadi blocking.
c. Aktivitas Motorik:
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan
aktivitas
d. Interaksi selama wawancara:
Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan bicara saat
berkomunikasi.
e. Memori
Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.
10. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian. 18
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum
11. Stressor Pencetus
Bunuh diri dapat terjadi karena stres yang berlebihan yang dialami individu.
Faktor pencetus seringkali berupa peristiwa kehidupan yang memalukan seperti
masalah hubungan interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan
pekerjaan, ancaman penahanan dan dapat juga pengaruh media yang
menampilkan peristiwa bunuh diri.
12. Penilaian Stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan. Oleh
karena itu, perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri pada pasien
13. Sumber Koping
Perlu dikaji adakah dukungan masyarakat terhadap klien dalam mengatasi
masalah individu dalam memecahkan masalah seringkali membutuhkan
bantuan orang lain.
14. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku merusak diri tak
langsung adalah denial, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi. Seseorang
yang melakukan tindakan bunuh diri adalah indiviidu telah gagal menggunakan
mekanisme pertahanan diri sehingga bunuh diri sebagai jalan keluar
menyelesaikan masalah hidupnya.
15. rentang respon
Respon adaptif Respon maladaptif

Peningkatan pengambilan perilaku destruktif pencederaan bunuh


Diri resiko yang diri tidak diri diri
Meningkatkan langsung
Pertumbuhan 19

16. Intensitas bunuh diri


Intensitas bunuh diri yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer (1997, dikutip
oleh shivers, 1998,hal 475). Mengkaji intensitas bunuh diri yang disebut SIRS
(Suicidal Intertion Rating Scale). , intensitas bunuh diri dengan skor 0-4
dijelaskan pada table (Suicidal Intertion Rating Scale).
Sekor Intensitas
0 Tidak ada ide bunuh diri yang lalu atau sekarang
1 Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak
mengancam bunuh diri.
2 Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri
3 Mengancam bunuh diri, misalnya :”tinggalkan saya sendiri atau
saya bunuh diri”.
4 Aktif mencoba bunuh diri

17. pengkajian tingkat resiko bunuh diri


N Perilaku/gej Intensitas resiko
Rendah Sedang Berat
o alah
1 Cemas Rendah Sedang Berat/panik
2 Depresi Rendah Sedang Berat
3 Isolasi- Perasaan depresi Perasaan tidak Tidak
menarik diri yang samar, tidak berdaya, putus berdaya,putus
menarik diri asa, menarik diri asa,menarik diri,
protes pada diri
sendiri
4 Fungsi Umumnya baik Baik pada Tidak baik pada
20
sehari-hari pada semua beberapa semua aktifitas
aktifitas aktifitas
5 Sumber Beberapa Sedikit Kurang
6 Strategi Umumnya Sebagian Sebagian besar
koping konstruksi kontruksi destruktif
7 Orang dekat Beberapa Sedikit atau Tidak ada
hanya satu
8 Pelayanan Tidak, sikap Ya,umunya Bersikap negatif
psikiatri positif memuaskan terhadap
yang lalu pertolongan
9 Pola hidup Stabil Sedang (stabil Tidak setabil
tak stabil)
10 Pemakai Tidak sering Sering Terus-menerus
alkohol/obat
11 Percobaan Tidak,atau yang Dari tidak Dari tidak
bunuh diri idak fatal sampai dengan sampai berbagai
sebelumnya cara yang agak cara yang fatal
fatal
12 Disorientasi Tidak ada Sedikit Jelas atau ada
dan
disorganisasi
13 bermusuhan Tidak atau tidak Beberapa Jelasa atau ada
sedikit
14 Rencana Samar,kadang- Sering Sering dan
bunuh diri kadang ada dipikirkan konstan
pikiran kadang-kadang
ada

21

Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain


dan lingkungan

Resiko bunuh diri (RDB)


Harga diri rendah (HDR)

B. Analisa Data
Subjektif Objektif
Memiliki riwayat penyakit mental Megalami depresi, cemas, dan
perasaan putus asa
Menyatakan pikiran, harapan,dan Respon kurang dan gelisah
perencanaan bunuh diri
Menyatakan bahwa sering mengalami Menunjukan sikap agresif
kehilanagan secara bertubi-tubi dan
bersamaan
Menderita penyakit yang prognasisnya Tidak koperatif dalam menjalani
kurang baik pengobatan
Menyalahkan diri sendiri, perasaaan Berbicara lamban, menarik diri dari
gagal dan tidak berharga lingkungan sosial
Menyatakan perasaan tertekan Penurunan berat badan
22
C. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri.
D. Rencana Tindakan Keperawatan
No Dx Tujuan umum Tujuan khusus intervensi
1 Resiko Klien tidak Klien :
bunuh mencederai diri. 1. klien dapat  Perkenalakn diri dengan
diri Kreteria hasil : membina klien.
1. pasien dapat hubungan saling  Tanggapi pembicaraan
menunjukan percaya dengan klien dengan sabar dan
pengendalian komunikasi tidak menyangkal.
implus terapeutik  Bicara dengan tegas, jelas,
dengan dan jujur.
indikator  Bersifat hangat dan
sebagai bersahabat.
berikut :  Temani klien saat
 mengeluark keinginan mencederai diri
an perasaan meningkat.
negatif
secara tepat. 2. klien dapat  Jauhkan klien dari benda
 mengidentif terlindungi dari yang
ikasi perilaku bunuh membahayakan(pisau,
perasaan diri. silet, gunting, tali, kaca,
atau dll).
perilaku  Tempatkan klien
yang diruangan yang tenang dan
mengarah selalu terlihat oleh
pada perawat.
tindakan 3. Klien dapat  Awasi klien secara ketat23
implusif. mengekspresikan setiap saat.
 mengungka perasaanya
pkan secra  Dengarkan keluhan yang
verbal dirasakan.
tentang  Bersikap empati untuk
pengendalia meningkatkan ungkapan
n secara keraguan, ketakutan dan
implus. keputusasaan.
 menghindari  Beri waktu dan
lingkungan kesempatan untuk
dan situasi menceritakan arti
4. Klien dapat
beresiko penderitaan, kematian, dan
meningkatkan
tinggi. lain-lain.
harga diri.
 Beri dukungan pada
tindakan atau ucapkan
klien yang menunjukan
keinginan untuk hidup.
24

 Bantu untuk memahami

5. Klien dapat bahwa klien dapat

menggunakan mengatasi

koping yang keputusasaannya.


 Kaji dan kerahkan
adaptif.
sumbersumber internal
individu.
 Bantu mengidentifikasi
sumbersumber harapan
(misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, halhal
untuk diselesaikan).
 Ajarkan untuk
mengidentifikasi
pengalaman-pengalaman
yang menyenangkan
setiap hari (misal :
berjalan-jalan, membaca
buku favorit, menulissurat
dll.).
25
 Bantu untuk mengenali
halhal yang ia cintai dan
6. Klien dapat
yang ia sayang, dan
menggunakan
pentingnya terhadap
dukungan sosial.
kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang
kegagalan dalam
kesehatan.
 Beri dorongan untuk
berbagi keprihatinan pada
orang lain yang
mempunyai suatu masalah
dan atau penyakit yang
sama dan telah
7. klien dapat
mempunyai pengalaman
menggunakan
positif dalam mengatasi
obat dengan
masalah tersebut dengan
benar dan tepat
koping yang efektif.

 Kaji dan manfaatkan


sumbersumber ekstemal
26
individu (orangorang
terdekat, tim pelayanan
kesehatan, kelompok
Keluarga:
1. Keluarga pendukung, agama yang

berperan serta dianut).


 Kaji sistem pendukung
melindungi
keyakinan (nilai,
anggota keluarga
pengalaman masa lalu,
yang
aktivitas keagamaan,
mengancam atau
kepercayaan agama).
mencoba bunuh  Lakukan rujukan sesuai
diri. indikasi (misal : konseling
pemuka agama).
 Diskusikan tentang obat
(nama, dosis, frekuensi,
efek dan efek samping
minum obat).
2. Keluarga  Bantu menggunakan obat
pasien mampu dengan prinsip 5 benar
merawat pasien (benar pasien, obat, dosis,
dengan resiko cara, waktu).
bunuh diri  Anjurkan membicarakan
efek dan efek samping 27
yang dirasakan.
 Beri reinforcement positif
bila menggunakan obat
dengan benar.

 Menganjurkan keluarga
untuk ikut mengawasi
pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien
sendirian
 Menganjurkan keluarga
untuk membantu perawat
menjauhi barang-barang
berbahaya disekita pasien
 Mendiskusikan dengan
keluarga untuk tidak
sering melamun sendiri
 Menjelaskan kepada
keluarga pentingnya
passion minum obat secara
teratur.

 Menanyakan keluarga
tentang tanda dan gejala
bunuh diri
a. Menanyakan keluarga
tentang tanda dan
gejala bunuh diri yang
pernah muncul pada
pasien
b. Mendiskusikan tentang
tanda dan gejala yang
umumnya muncul pada
pasien beresiko bunuh
diri
 Mengajarkan keluarga
tentang cara melindungi
pasien dari perilaku bunuh
diri.
a. Mengajarkan keluarga
tentang cara yang dapat
dilakukan keluarga bila
pasien memperlihatkan
tanda dan gejala bunuh
diri.
b. Menjelaskan tentang
cara-cara melindungi
pasien, antara lain:
- Memberikan tempat
yang aman.
Menempatkan
pasien ditempat
yang mudah di
awasi, jangan
biarkan pasien
mengunci diri
dikamarnya atau 28
jangan
meninggalkan
pasien sendirian
dirumah
- Menjauhkan barang-
barang yang bias
digunakan untuk
bunuh diri. Jauhkan
pasien dari barang-
barang yang bias
digunakan untuk
bunuh diri, seperti
tali, bahan bakar
minyak/bensin, api,
pisau atau benda
tajam lainnya, zat
yang berbahaya
seperti racun
nyamuk atau racun
serangga.
- Selalu mengadakan
pengawasan dan
meningkatkan
pengawasan apa bila
ada tanda dan gejala
bunuh diri
meningkat. Jangan
pernah 29
melonggarkan
pengawasan,
walaupun pasien
tidak menunjukkan
tanda dan gejala
untuk bunuh diri.
c. Menganjurkan keluarga
untuk malaksanakan cara
tersebut diatas.
 Mengajarkan keluarga
tentang hal-hal yang dapat
dilakukan apa bila pasien
melakukan percobaan
bunuh diri, antara lain:
a. Mencari bantuan pada
tetangga sekitar atau
pemuka masyarakat
untuk menghentikan
upaya bunuh diri tersebut
b. Segera membawa
pasien kerumah sakit
atau puskesmas untuk
mendapatkan bantuan
medis.
 Mencari keluarga mencari
rujukan fasilitas kesehatan
yang tersedia bagi pasien30
a. Memberikan informasi
tentang nomor telpon
darurat tenaga kesehatan
b. Menganjurkan keluarga
untuk mengantarkan
pasien berobat/control
secara teratur untuk
mengatasi masalah
bunuh dirinya
c. Menganjurkan keluarga
uuntuk membantu pasien
minum obat sesuai
prinsip lima benar
pemberian obat.

E. Implementasi dan Evaluasi


N Tgl/Jam Diagnosa Tindakan Evaluasi
o
1 Resiko Sp I pasien S : klien
1. Membina hubungan saling
bunuh diri mengataka
percaya dengan klien.
n sudah
2. Mengidentifikasi benda-benda
mencoba
yang dapat membahayakan
belajar
pasien
3. Mengamankan benda-benda berkenala
yang dapat membahayakan n namun
pasien. masih
4. Melakukan kontrak treatment 31
eggan
5. Mengajarkan cara
untuk
mengendalikan dorongan bunuh
dilakukan
diri
O: Klien aktif
Sp II Pasien
dan
1. Mengidentisifikasi aspek positif
memperha
pasien
2. Mendorong pasien untuk berfikir tikan
positif terhadap diri sendiri selama
3. Mendorong pasien untuk
latihan
menghargai diri sebagai individu
berkenala
yang berharga
n dengan
Sp III Pasien
perawat
1. Mengidentisifikasi pola koping
A: Klien
yang biasa diterapkan pasien
sudah tahu
2. Menilai pola koping yng biasa
cara
dilakukan
3. Mengidentifikasi pola koping berkenala
yang konstruktif n dengan
4. Mendorong pasien memilih pola
menyebut
koping yang konstruktif
kan
5. Menganjurkan pasien
nama,asal,
menerapkan pola koping
hobi
konstruktif dalam kegiatan
P: Lanjutkan
harian
berkenala
Sp IV Pasien
n dengan
1 Membuat rencana masa depan
orang lain.
yang realistis bersama pasien
2 Mengidentifikasi cara mencapai 32
rencana masa depan yang
realistis
3 Memberi dorongan pasien
melakukan kehiatan dalam
rangka meraih masa depan yang
realistis

SP I Keluarga
1. Mediskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat klien
2. Menjelaskan pengertian, tanda
dan gejala, resiko bunuh diri dan
jenis perilaku yang dialami
pasien beserta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat
pasien resiko bunuh diri yang
dialami pasien beserta proses
terjadinya
SP II Keluarga
1. Melatih keluarga untuk
mempraktekan cara merawat
pasien resiko bunuh diri
2. Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung pasien
resiko bunuh diri
SP III Keluarga
1. Membantu keluarga membuat
33
jadwal aktivitas dan dirumah
termasuk minum obat
2. Mendiskusikan sumber rujukan
yang dapat dijangkau oleh
keluarga
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 2012 : 4). Bunuh diri
merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan stres yang
tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif.

B. Saran
Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan rekan-rekan dapat
mengerti dan dapat memahami mengenai resiko bunuh diri beserta dengan asuhan
keperawatannya. Dengan tujuan agar dapat bermanfaat untuk menjalankan tugas
sebagai perawat kejiwaan kedepannya.

34
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E, (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta,
Trans Info Media.
Jenny, (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan, USU Press.
Keliat. B.A, (2009). Tingkah Laku Bunuh Diri. Jakarta, EGC.
Kompas, (2016) di Peroleh dari situs kompas.com pada tanggal 18 Mei 2016.
Stuart, GW, (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta, EGC.
Sujono & Teguh, (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta, Graha Ilmu.
Yosep, I, (2010). Keperawatan Jiwa. Bandung, Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai