Anda di halaman 1dari 9

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat menyita perhatian masyarakat. Negara
Indonesia merupakan Negara berkembang dan akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi
masyarakat terutama dalam bidang penggunaan alat transportasi/ kendaraan bermotor,
khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan sehingga menambah arus lalu lintas.
Kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh nomor tiga setelah penyakit jantung dan
stroke. Pada kecelakaan lalu lintas sebagian korban mengalami fraktur (Hidayat, 2009).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) menyebutkan bahwa kejadian


kecelakaan lalu lintas di Indonesia setiap tahunnya mengalami pengingkatan yaitu 21,8%
dalam jangka waktu 5 tahun. Dari jumlah kecelakaan yang terjadi, terdapat 5,8% korban
cedera atau sekitar 8 juta orang mengalami fraktur (Depkes RI, 2013).

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta orang
meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3 juta orang mengalami kecacatan
fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden
fraktur ekstrimitas bawah sekitar 40% dari insiden kecelakaan yang terjadi (Depkes RI,
2011).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, tahun 2008 jumlah korban
meninggal akibat kecelakaan 20.188 jiwa dari 59.164 kasus kecelakaan, tahun 2009 terdapat
19.979 jiwa dari 62.960 kasus kecelakaan dan tahun 2010 terdapat 19.873 jiwa dari 66.488
kasus kecelakaan (BPS RI, 2012 dalam Oktasari, 2013). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun
2013, tercatat sebanyak 4.888 jiwa (5,8%) mengalami fraktur (BPPK, 2013 dalam Prasetyo,
2014). Hal ini dapat disimpulkan bahwa angka kejadian fraktur cukup besar.

integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang, periosterm, dan jaringan yang
ada disekitarnya.

Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan Fraktur
ekstremitas adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasu ekstremitas

1
atas (radius, ulna, carpal) dan esktremitas bawah (pelvis, femur, tibia, fibula, metatarsal, dan
lain-lain) (Parahita dan Kurniyata, 2010).

Fraktur cruris tibia fibula adalah terputusnya kontinuitas tulang tibia dan fibula. Secara klinis
bisa berupa fraktur terbuka bila disertai kerusakan pada jaringan lunak (otot, kulit, jaringan
saraf, pembuluh darah) sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen
tulang yang patah dengan udara luar dan fraktur tertutup (Zairin, 2012).

Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45
tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan
pada usia lanjut (Usila) prevalensi kecenderungan lebih banyak terjadi pada wanita
berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon (Lukman
& Ningsih, 2012).

Jenis fraktur yang paling banyak terjadi yaitu fraktur pada bagian ekstremitas atas sebesar
36,9% dan ekstremitas bawah sebesar 65,2%. Penyebab terbanyak fraktur adalah
kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Dari 45.987
orang dengan kasusu fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang
mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang
mengalami fraktur tibia, 970 orang mengalami fraktur pada tulangtulang kecil dikaki dan
336 orang mengalami fraktur fibula. Walaupun peran fibula dalam pergerakan ekstremitas
bawah sangat sedikit, tetapi

terjadinya fraktur pada fibula tetap saja dapat menimbulkan adanya gangguan aktifitas
fungsional tungkai dan kaki.

Fraktur dapat terjadi akibat trauma, tekanan yang berulang-ulang, kelemahan abnormal
pada tulang. Kalau kulit di atasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup. Kalau
kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus, disebut fraktur terbuka yang cenderung
untuk mengalami kontaminasi dan infeksi. Fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat
adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan (Rasjad, 2008).

2
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Sebagian besar fraktur di sebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau
penarikan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena,
jaringan lunak juga pasti rusak (Zairin, 2012).

Terjadinya fraktur akan berpengaruh besar terhadap aktivitas penderita khususnya yang
berhubungan dengan gerak dan fungsi anggota yang mengalami cedera akibat fraktur.

Berbagai tingkat gangguan akan terjadi sebagai suatu dampak dari jaringan yang cedera,
baik yang disebabkan karena patah tulangnya maupun dikarenakan kerusakan jaringan
lunak disekitar fraktur atau karena luka bekas infeksi dapat dilakukan pembedahan. Akibat
adanya cedera akan terlihat adanya tanda-tamda radang meliputi dolor (warna merah),
kalor (suhu yang meningkat), tumor (bengkak), rubor (rasa nyeri), dan function laesa (fungsi
yang terganggu) (Ekawati, 2008).

Tanda dan gejala fraktur adalah nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai
fragmen tulang di imobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. Pembengkakan
dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera
(Lukman & Ningsih, 2012).

Selain itu fraktur akan bertambah dengan adanya komplikasi yang berlanjut diantaranya
syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, dan
avaskuler nekrosis. Komplikasi lain dalam waktu yang lama akan terjadi mal union, delayed
union, non union atau bahkan perdarahan. Prinsip penanggulangan cedera muskoluskeletal
adalah recognition (mengenali), reduction (mengembalikan), retaining (mempertahankan),
dan rehabilition (rehabilitasi). Meskipun demikian masalah pasien fraktur tidak bisa berhenti
sampai itu saja dan akan berlanjut sampai tindakan setelah atau post operasi (Rizal Ahmad
et al, 2014).

3
Tingkat gangguan akibat terjadinya fraktur seperti di atas dapat digolongkan ke dalam
berbagai fase atau tingkat dari impairment atau sebatas kelemahan misalnya : adanya nyeri,
bengkak yang mengenai sampai menyebabkan keterbatasan Lingkup Gerak Sendi (LGS), dan
terjadi kelemahan otot.

Dampak lebih lanjut adalah adanya suatu bentuk functional limitation atau fungsi yang
terbatas, misalnya fungsi dari tungkai untuk berdiri dan berjalan menjadi berkurang atau
bahkan hilang dalam kurun waktu tertentu.

Disamping itu akan timbul permasalahan berupa disability atau ketidakmampuan


melakukan kegiatan tertentu seperti perawatan diri, seperti berpakaian, mandi, toileting,
dan sebagainya (Ekawati, 2008).

Dalam sebuah buku Penatalaksanaan Orthopedi Medical News (2009) menyebutkan


perkiraan kejadian fraktur di Amerika per tahun sekitar 3,5 dan 6 juta. India sekitar 4,5 juta
dan sekitar 3% adalah fraktur terbuka atau sekitar 150.000 kasus pertahun. Angka ini
didapatkan dinegara yang sistem transportasinya sudah baik, serta kesadaran masyarakat
cara berkendaraan yang aman cukup tinggi.

Indonesia sendiri data yang valid belum ada tapi melihat kondisi sekarang, dimana
masyarakat dengan mudahnya bisa membeli kendaraan bermotor terutama roda dua, maka
diperkirakan angka tersebut jauh lebih tinggi, yang sangat potensial menimbulkan angka
kesakitan, kecacatan, ataupun meninggal (Rizal Ahmad et al, 2014).

Pada hasil studi pendahuluan di RSUD Ulin Banjarmasin Ruang Orthopedi, data dari
Instalansi Rekam Medik pada tahun 2016-2017 jumlah pasien yang masuk dengan berbagai
macam kasus fraktur ada 644 orang. Berdasarkan data yang diperoleh tersebut selama 3
bulan terakhir pasien yang mendapatkan tindakan operasi pemasangan Open Reduction
Internal Fixation (ORIF) ada 25 orang. Sehingga, perawatan segera setelah operasi, harus
dilakukan mobilisasi agar fungsi kemandirian dapat dipertahankan.

Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan
mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode imobilisasi fraktur adalah fiksasi
interna melalui operasi ORIF.

4
Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi
umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penenakan lokal, traksi yang berlebihan dan
infeksi (Rasjad, 2008).

Penatalaksanaan ini sangat penting diketahui oleh perawat, jika ada keputusan bahwa
pasien di indikasikan untuk menjalani pembedahan post ORIF, perawat mulai berperan
dalam asuhan keperawatan tersebut. Perawat hanya sekedar menganjurkan pada pasien
untuk melakukan mobilisasi dengan menggerakgerakkan anggota badan yang di operasi.
Latihan dalam batas terapeutik diantaranya latihan aktif meliputi menarik pegangan di atas
tempat tidur, fleksi dan ekstensi kaki, dan latihan rentang gerak atau menahan beban bagi
sendi yang sehat, pada ekstremitas yang diimobilisasi dilakukan latihan isometrik, latihan
kuadrisep dan pengesetan gluteal untuk menjaga kekuatan otot besar yang penting untuk
berjalan (Unej, 2009).

Salah satu keuntungan menjalankan rehabilitasi post ORIF adalah untuk mencegah
terjadinya komplikasi yang merugikan bagi pasien di samping mempercepat kesembuhan.
Peran perawat sebagai edukator dan motivator kepada klien diperlukan guna
meminimalkan suatu komplikasi yang tidak diinginkan (Ichanner’s, 2009). Tidak berhenti
disitu, perawat juga menjadi ujung tombak dalam pelayanan kesehatan pada klien.
Rehabilitasi yang dapat dilaksanakan perawat diantaranya ROM (Range OfMotion), nafas
dalam batuk efektif dan yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskular
dan mengeluarkan sekret dan lendir (Unej, 2009).

Berdasarkan data dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut
melalui karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Open Fraktur Tibia Fibula
Dextra Post Pemasangan Fiksasi Eksternal Pada Tn.H di Ruang Orthopedi Rumah Sakit Umum
Daerah Ulin Banjarmasin” meliputi biopsikososial dan spiritual guna memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif.

1.2 Tujuan Umum


Tujuan umum dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui gambaran
sederhana dan untuk mengaplikasikan proses asuhan keperawatan terhadap pasien dengan
diagnosa medis Fraktur Tibia Fibula diruang Tulip 1B Orthopedi Rumah Sakit Umum Daerah

5
Ulin Banjarmasin dalam praktek nyata di lapangan dengan pendekatan proses keperawatan
yang meliputi pengkajian sampai pendokumentasian.

1.3 Tujuan Khusus


Tujuan khusus melaksanakan asuhan keperawatan melalui biologis, psikologis, sosial,
kultural dan spiritual adalah sebagai berikut:
(1) Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan Fraktur Tibia Fibula di
Ruang Orthopedi RSUD Ulin Banjarmasin.
(2) Menentukan diagnosis keperawatan yang muncul pada pasien dengan Fraktur
Tibia Fibula di Ruang Orthopedi RSUD Ulin Banjarmasin.
(3) Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien dengan Fraktur Tibia Fibula
di Ruang Orthopedi RSUD Ulin Banjarmasin.
(4) Memberikan implementasi keperawatan yang sesuai dengan rencana pada
pasien dengan Fraktur Tibia Fibula di Ruang Orthopedi RSUD Ulin Banjarmasin.
(5) Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada pasien dengan Fraktur Tibia
Fibula di Ruang Orthopedi RSUD Ulin Banjarmasin.
(6) Membuat dokumentasi hasil asuhan keperawatan pada pasien dengan Fraktur
Tibia Fibula di Ruang Orthopedi RSUD Ulin Banjarmasin.
1.4 Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis Open Fraktur Tibia Fibula Dextra Post Pemasangan Fiksasi Eksternal diharapkan
dengan memberikan manfaat sebagai berikut:

(1) Teoritis Hasil asuhan keperawatan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam meningkatkan pemahaman dan menjadi referensi pembaca dalam
membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Fraktur
Cruris secara profesional.
(2) Praktis
1. Pasien Terpenuhinya kebutuhan pasien terkait penyakit fraktur Tibia
Fibula berupa kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritual hingga pasien
dapat mencapai kemandirian secara optimal serta menambah

6
pengetahuan pasien dengan memberikan informasi betapa pentingnya
perawatan fraktur Tibia Fibula.
2. Perawat Khusunya bagi perawat, dapat meningkatkan pengetahuan
teori asuhan keperawatan secara menyeluruh baik biopsiko-sosio-
spiritual, sehingga dapat meningkatkan pengalaman yang memberikan
asuhan mutu pelayanan kesehatan khususnya pada fraktur Tibia Fibula.
Hasil penelitian ini juga diharapkan memberikan masukan tentang
asuhan keperawatan evidence base nursing.
3. Keluarga Keluarga dapat ikut berperan aktif serta dalam pemberian
dukungan penuh dalam upaya pemulihan menuju kemandirian pada
pasien dengan diagnosa medis Fraktur Cruris.
4. Rumah Sakit Diharapkan dapat membantu upaya peningkatan mutu
keperawatan yang diberikan, terutama asuhan keperawatan terhadap
klien dengan diagnosa fraktur tibia fibula.

(3) Institusi Pendidikan

1. Penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi institusi


pendidikan dalam menyusun kurikulum sebagai bahan kajian ilmu
keperawatan kritis terkait pemahaman terkait konsep patofisiologi
Tibia Fibula di ruang Orthopedi dalam melaksanakan pengkajian dan
pemberian intervensi keperawatan evidence base.
2. Sebagai ukur tingkat kemampuan mahasiswa dalam penugasan
konsep terhadap ilmu keperawatan dan proses keperawatan sehingga
dapat memberikan umpan balik terhadap efektifitas pengajaran dan
bimbingan yang telah diberikan dan diterapkan untuk kemajuan
dimasa yang akan dating

1.5 Manfaat Penulisan

7
Hasil dari penulisan Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis Open Fraktur Tibia Fibula Dextra Post Pemasangan Fiksasi Eksternal
diharapkan dengan memberikan manfaat sebagai berikut:
(1) Teoritis Hasil asuhan keperawatan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam meningkatkan pemahaman dan menjadi referensi pembaca dalam
membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Fraktur
Cruris secara profesional.
(2) Praktis
1. Pasien Terpenuhinya kebutuhan pasien terkait penyakit fraktur
Tibia Fibula berupa kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritual hingga
pasien dapat mencapai kemandirian secara optimal serta
menambah pengetahuan pasien dengan memberikan informasi
betapa pentingnya perawatan fraktur Tibia Fibula.
2. Perawat Khusunya bagi perawat, dapat meningkatkan
pengetahuan teori asuhan keperawatan secara menyeluruh baik
biopsiko-sosio-spiritual, sehingga dapat meningkatkan pengalaman
yang memberikan asuhan mutu pelayanan kesehatan khususnya
pada fraktur Tibia Fibula. Hasil penelitian ini juga diharapkan
memberikan masukan tentang asuhan keperawatan evidence base
nursing.
3. Keluarga Keluarga dapat ikut berperan aktif serta dalam pemberian
dukungan penuh dalam upaya pemulihan menuju kemandirian
pada pasien dengan diagnosa medis Fraktur Cruris.
4. Rumah Sakit Diharapkan dapat membantu upaya peningkatan
mutu asuhan keperawatan yang diberikan, terutama asuhan
keperawatan terhadap klien dengan diagnosa fraktur tibia fibula.
(3) Institusi Pendidikan
1. Penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi institusi
pendidikan dalam menyusun kurikulum sebagai bahan kajian ilmu
keperawatan kritis terkait pemahaman terkait konsep
patofisiologTibia Fibula di ruang Orthopedi dalam melaksanakan
pengkajian dan pemberian intervensi keperawatan evidence base.

8
2. Sebagai ukur tingkat kemampuan mahasiswa dalam penugasan
konsep terhadap ilmu keperawatan dan proses keperawatan
sehingga dapat memberikan umpan balik terhadap efektifitas
pengajaran dan bimbingan yang telah diberikan dan diterapkan
untuk kemajuan dimasa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai