Anda di halaman 1dari 2

Perbandingan Ekonomi Indonesia dan Korea

Ekonomi Indonesia merupakan salah satu kekuatan ekonomi berkembang utama dunia yang
terbesar di Asia Tenggara dan terbesar di Asia ketiga setelah China dan India. Ekonomi negara
ini menempatkan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi terbesar ke-16 dunia yang artinya
Indonesia juga merupakan anggota G-20. Setelah mengalami gejolak politik dan sosial yang
hebat pada pertengahan 1960an di bawah Presiden Soekarno, Indonesia yang dipimpin oleh
Presiden Soeharto segera melakukan restrukturisasi tata kelola fiskal yang tercerai berai akibat
berbagai kebijakan ekonomi yang memberatkan perimbangan neraca APBN yang ada dengan
berbagai cara, dari mengadakan renegosiasi terkait pembayaran utang jatuh tempo hingga
meminta IMF untuk mengasistensi pengelolaan fiskal Indonesia yang masih rapuh. Selama 2
dekade Indonesia membangkitan kembali ekonomi, ekonomi Indonesia yang ditopang dari
kegiatan industri dan perdagangan berbasis ekspormenggerakkan ekonomi Indonesia masuk
sebagai salah satu The East Asia Miracle pada tahun 1990an, di mana Indonesia mampu
menciptakan stabilitas politik, sosial dan pertahanan-keamanan yang menjadi fondasi ekonomi
yang kuat untuk menghasilkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan
ditopang dari sektor industri manufaktur berbasis ekspor dan industri pengolahan sumber daya
alam.
Alhasil, ekonomi Indonesia menjadi salah satu ekonomi yang terindustrialisasi seperti
Jepang, Korea Selatan dan Thailand. Meski Indonesia berhasil mencapai stabilitas polsoshankam
dan industri manufaktur dan pengolahan mampu menggerakkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia, ternyata keberadaan infrastruktur transportasi seperti jalan tol, pelabuhan, kereta
api dan bandara yang ada di Indonesia tidak mampu mengejar pertumbuhan kebutuhan pasar
yang ada dan perlahan, hal ini mengakibatkan munculnya kesenjangan ekonomi di antara Pulau
Jawa dan Pulau di luar Jawa akibat minimnya pembangunan infrastruktur transportasi di luar
pulau Jawa, mengakibatkan terjadi maraknya urbanisasi massal warga luar Pulau Jawa yang
menuju Pulau Jawa memunculkan kesimpulan bahwa pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
Indonesia hanya diperuntukkan untuk Pulau Jawa sendiri. Tidak hanya itu saja, pengelolaan
fiskal APBN yang mulai menunjukkan perimbangan neraca yang tidak sehat dan penegakan
regulasi dan pengawasan kegiatan sektor finansial yang lemah karena minimnya kecakapan
instansi untuk mengatur kegiatan sektor jasa keuangan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan
pinjaman tidak bergerak (non-performing loan) yang tidak terkendali, hal ini tidak lepas juga dari
peran regulator finansial yang gagal untuk menegakkan peraturan untuk memberikan
pertanggungjawaban sosial perusahaan berupa edukasi keuangan kepada rakyat.
Hal tersebut mencapai titik klimaksnya ketika Krisis moneter 1998 merebak keberbagai negara
di Asia, ketika jaring pengaman sistem keuangan gagal menahan epidemi krisis moneter tersebut
masuk ke Indonesia, maka merebaklah krisis tersebut kesemua sektor perekonomian dan
menjangkiti industri keuangan Indonesia yang akhirnya menjadi awal kejatuhan ekonomi dan
segala pencapaian yang Indonesia raih yang diawali dengan terjadinya pemutusan hubungan
kerja massal yang berakhir dengan berbagai kerusuhan yang menuntut mundurnya Soeharto
sebagai Presiden Indonesia, membuat Indonesia mau tidak mau harus meminta IMF untuk
mengajukan pinjaman untuk melakukan normalisasi ekonomi Indonesia yang sudah sakit akibat
harus menanggung biaya yang sangat berat akibat kegagalan jaringan sistem pengamanan
keuangan Indonesia saat itu untuk mendeteksi adanya kejatuhan sistem keuangan secara sistemik
dan mengantisipasi terjadinya peningkatan beban yang luar biasa, hal ini tidak lepas dari
ketidakmampuan rezim Soeharto yang tidak mampu menciptakan ekonomi yang berpondasi kuat
untuk mengantisipasi dan menghadapi bahaya ekonomi, ditambah lagi dengan kurang cakapnya
pejabat dan sistem yang terkait untuk mengantisipasi adanya krisis moneter tersebut.
Ekonomi Korea Selatan merupakan terbesar kedua belas berdasarkan PDB. Korea
Selatan tergabung dalam beberapa organisasi ekonomi internasional seperti G-20 ekonomi
utama, APEC, WTO dan OECD. Pertumbuhan ekonominya yang sangat cepat membuat negara
ini dikenal dengan sebutan Macan Asia dan dikategorikan sebagai salah satu negara yang akan
menguasai perekonomian dunia di grup Next Eleven, pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat
ini sering dijuluki dengan istilah Keajaiban di Sungai Han . Ekspor Korea Selatan menduduki
tempat kedelapan terbesar di dunia, sementara nilai impornya menduduki tempat kesepuluh
terbesar di dunia.
Industri Korea Selatan bergerak dengan pesat terutama atas permintaan produk
elektronik. Otomotif dan telekomunikasi juga menjadi industri andalan di Korea Selatan.
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza
menyebut Indonesia bisa menjadi negara maju seperti Korea Selatan (Korsel) ataupun China.
Sebab di masa lampau, posisi Indonesia dengan kedua negara tersebut sejajar.
Pada tahun 1960-an, pendapatan per kapita Indonesia, Korea Selatan dan China sama. Saat itu
ketiganya masih menjadi negara dengan penghasilan menengah.
"Membandingkan Korea dan Tiongkok pada 1960-an keduanya sama sama dengan Indonesia
GDP-nya," ujarnya dalam acara Kongres Teknologi Nasional, Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Namun hanya berselang beberapa tahun, Korea Selatan langsung meninggalkan Indonesia dan
Tiongkok. Pada 1995, GDP Korea Selatan tembus USD12.000 miliar dan menjadikan Negeri
Gingseng sebagai negara maju.
"Korsel 1973 mulai meninggalkan GDP Indonesia. Dan terus melesat menembus USD12.000,"
ucapnya.
Sementara itu, Indonesia saat itu perekonomiannya mulai tumbuh. Meskipun tak secepat Korea
Selatan, Indonesia langsung meninggalkan China.
Ketika itu, Indonesia mengandalkan kekayaan alamnya dengan fokus pada ekspor minyak dan
gas Bumi (Migas) hingga batu baranya. Sementara China belum semaju sekarang mengingat
tidak memiliki SDA yang memadai.
"Sementara itu sejak 1978 selalu sedikit lebih tinggi dibandingkan Tiongkok," katanya.
Namun 1998 tepatnya saat krisis moneter, ekonomi Indonesia langsung anjlok. Di sisi lain,
Tiongkok justru terus berbenah dan mulai fokus membangun industrinya. Sebab Negeri Tirai
Bambu itu sadar jika mereka tidak memiliki kekayaan alam seperti Indonesia.
"Namun sejak 1998 GDP Indonesia turun drastis bahkan tertinggal (dari Tiongkok)," kata
Hammam.
Karena kerja keras itulah saat ini GDP per kapita China sudah mencapai USD8.000 miliar.
Bahkan kini China sedang menyongsong GDP per kapitanya mencapai USD12.000 miliar.
Sementara Indonesia, jangankan untuk mengejar negara maju, untuk mengejar GDP China pun
masih sangat jauh. Sebab GDP per kapita Indonesia masih di bawah USD4.000 miliar.
"Saat ini Tiongkok mencapai USD8.000 miliar menuju threshold USD12.000. Saat GDP
Indonesia di bawah Tiongkok pada tahun 1998 dengan transformasi industri berawal di akhir dan
akhir di awal mulai dijalankan di Indonesia. Namun ini dihentikan oleh IMF dan GDP Indonesia
tidak pernah mengejar GDP per kapita Tiongkok," jelasnya.
Melihat kunci keberhasilan kedua negara tersebut, Dia mengatakan, saat ini pemerintah tengah
fokus membangun kembali industrinya. Sehingga ekspor Indonesia tidak lagi bergantung pada
Sumber Daya Alam (SDA) dan produk-produk mentah.
"Melihat kunci keberhasilan Korsel dan Tiongkok dengan membangun kemampuan industrinya
dengan teknologinya sendiri," kata Hammam.

Anda mungkin juga menyukai