PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman dikenal mempunyai kemampuan menghasilkan metabolit sekunder
yang tinggi dan telah digunakan untuk pengobatan penyakit. Banyak produk alam
menunjukkan adanya bahan biologi yang menarik dan mempunyai aktifitas
farmakologi sebagai bahan kemoterapi yang digunakan untuk pengembangan
pengobatan modern. Penggunaan herbal telah digunakan sejak tahun 1990. Pada
beberapa tanaman ditemukan kandungan melimpah dari metabolit sekunder seperti
tanin, terpenoid, alkaloid, flavonoid (Solanki & Selvanagayam 2013). Selada air
(Nasturtium officinale R. Br.) adalah tumbuhan yang tergolong dari famili
Brassicaceae berasal dari Eropa dan Asia.
Selada air biasanya dikonsumsi sebagai sayuran atau salad. Selada air
merupakan sumber vitamin A dan C yang baik, mengandung niasin, asam askorbat,
tiamin, riboflavin, dan zat besi (Stephens 2012). Masyarakat Turki menggunakan
tumbuhan ini untuk mengobati sakit perut (Ozen 2009). Selada air juga digunakan
sebagai obat untuk diabetes, bronkitis, diuresis, sebagai anti-ulserogenik,
mengobati kudis, tuberkulosis, influenza, asma, suplemen nutrisi, melancarkan
pencernaan, antimikroba, serta antikarsinogenik (Hoseini et al, 2009). Selada air
merupakan salah satu sayuran yang mempunyai efek antikanker, penelitian ini
memprediksi kandungan selada air yaitu phenetyl isothiocyanate yang berperan
sebagai anti kanker dengan menggunakan metode docking analysis (Rajalakshmi
& Agalyaa 2010). Menurut Ibrahim et al. (2015), selada air mengandung senyawa
isotiosinat, kaemferol glikosida dan l-triptofan yang berfungsi untuk menangkal
radikal bebas, membantu memperbaiki kerusakan dan sintesis DNA.
Penelitian mengenai selada air belum banyak dilakukan di Indonesia dan
hanya sebatas pada kandungan fitokimia dan antioksidan. Oleh sebab itu,
diperlukan penelitian yang berbasis in vitro untuk mengetahui efektifitas dan
peranan selada air. Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi dari ekstrak selada
air sebagai antioksidan dan inhibitor pembelahan sel yang tidak terkendali pada
kanker.
1
2
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah maka tujuannya adalah untuk :
1. Mengetahui cara cara yang baik dalam budidaya tanaman watercress dengan
sistem hidroponik di Pham Van Choi, Chu Chi, Kota Ho Chi Minh, Vietnam.
2. Mengetahui cara panen tanaman watercress di Pham Van Choi, Chu Chi,
Kota Ho Chi Minh, Vietnam.
3. Mengetahui pasca panen tanaman watercress Pham Van Choi, Chu Chi, Kota
Ho Chi Minh, Vietnam.
1.4 Manfaat
1. Bagi mahasiswa, Praktek Kerja Lapangan ini diharapkan dapat memberikan
tambahan pengetahuan dan pengalamandalam melaksanakan proses kerja
secara nyata. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme budidaya serta
penanganan panen dan pasca panen tanaman selada di Vietnam.
2. Bagi pelaku usaha selada, hasil Praktek Kerja Lapangan ini diharapkan dapat
memberikan tambahan pengetahuan dalam menerapkan teknik budidaya serta
penanganan panen dan pasca panen selada yang baik.
3. Bagi pihak lain, hasil Praktek Kerja Lapangan ini diharapkan dapat menjadi
salah satu sumber informasi, wawasan dan pengetahuan serta sebagai
referensi untuk memulai usaha dan penelitian yang sejenis.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Watercress
Selada air (watercress) termasuk ke dalam genus Nasturtium. Nasturtium
yang umum agak berbeda, para ahli tumbuhan juga menyebutnya Rorippa dan
Radicula sebagai nama umum alternatif. Kultivar watercress dikenal sebagai
variasi dari nama-nama umum seperti eker, biller, bilure, rib cress, brown cress,
teng tongue, long tails, dan well grass. Watercress mempunyai daun majemuk yang
halus dengan tiga sampai selusin anak daun yang berbentuk hampir bulat dengan
lebar 1 inch. Daun dan batang sebagian terendam air selama masa pertumbuhan.
Watercress tumbuh dengan baik di tempat yang beriklim dingin di aliran air yang
tenang dan bersih. Jika tidak ada aliran air, watercress mungkin masih bisa tumbuh
dengan jumlah kecil. Watercress adalah sumber vitamin A dan C yang baik,
mengandung niasin, asam askorbat, tiamin, riboflavin, dan zat besi. Tumbuhan ini
dibawa ke Amerika Serikat oleh para imigran Eropa dan sekarang tumbuh liar di
air yang mengalir dan tempat-tempat yang terbanjiri air di seluruh Amerika Serikat.
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Capparales
Famili : Brassicaceae/Cruciferae
Genus : Nasturtium
Spesies : Nasturtium spp.
(Anonim, 2015.)
Tumbuhan yang termasuk Brassicaceae meliputi pohon, semak, atau herba
yang dapat memproduksi glukosinolat (minyak mustard) dan memiliki sel-sel
mirosin. Duduk daun biasanya berseling dan spiral, terkadang ada yang roset akar.
Tipe daun tunggal, pertulangan menyirip, seringnya tepi daun berombak atau
berdaun majemuk menjari atau menyirip, tepi daun bergerigi, vena menjari atau
menyirip, ada yang berstipula dan ada yag tidak.
4
5
lebih besar. N. officinale R.Br. juga bisa dibingungkan dengan Amoracia latuscris
atau spesies Nasturtium dan Rorippa yang lain, termasuk N. microphyllum (Boenn.)
Rchb. yang hanya mempunyai satu deret biji dalam kulitnya.
2.2 Morfologi Tanaman
Biologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang makhluk hidup, baik
manusia, hewan, maupun tumbuhan. Morfologi adalah studi mengenai bentuk dan
perkembangan, penampilan eksternal tubuhnya dan berbagai organnya. Morfologi
Tumbuhan adalah cabang ilmu Biologi yang mempelajari tentang bentuk dan
susunan luar tubuh tumbuhan beserta fungsinya dalam kehidupan tumbuhan.
Karakter morfologi merupakan ciri yang umum digunakan untuk
mengklasifikasikan tumbuhan. Morfologi tumbuhan berdasarkan kesamaan ciri
dapat dikelompokkan dalam kelompok taksa tertentu. Karakter morfologi pada
Pteridophyta dan Spermatopyhta yang dapat diamati adalah semua organ
tumbuhan, yaitu akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji beserta bagian-bagian
dan bentuk-bentuknya, sedangkan dalam penelitian ini yang akan dikarakterisasi
hanya organ daun, batang, dan akar.
a. Daun (Folium)
Daun merupakan struktur pokok tumbuhan yang penting. Daun mempunyai
fungsi antara lain sebagai resopsi (pemecahan), mengolah makanan melalui
fotosintesis, serta sebagai alat transpirasi (penguapan air) dan respirasi (pernapasan
dan pertukaran gas). Daun sebenarnya adalah batang yang telah mengalami
modifikasi yang kemudian berbentuk pipih dan juga terdiri dari sel-sel yang dan
jaringan seperti yang terdapat pada batang. Organ pembuat makanan ini berbentuk
pipih lebar, agar dapat melaksanakan tugas utamanya, yaitu fotosintesis dengan
efektif.
Bagian-bagian daun yang lengkap meliputi upih daun atau pelepah daun
(vagina), tangkai daun (petiolus), dan helaian daun (lamina). Daun yang lengkap
dapat dijumpai pada beberapa tumbuhan, seperti pisang (Musa paradisiaca L.),
pohon pinang (Areca catechu L.), bambu (Bambusa sp.) dan lain-lain. Tumbuhan
seringkali mempunyai alat-alat tambahan atau pelengkap selain bagian-bagian
tersebut di atas, diantaranya daun penumpu (stipula), selaput bumbung (ocrea atau
7
ochrea), dan lidah-lidah (ligula). Sifat-sifat daun yang perlu diperhatikan adalah
bangunnya (circumscriptio), ujungnya (apex), pangkalnya (basis), susunan tulang-
tulangnya (nervatio atau nevatio), tepinya (margo), daging daunnya (intervenium),
dan sifat-sifat lain seperti keadaan permukaan atas maupun bawahnya (gundul,
berambut, atau lainnya), warnanya, dan lain-lain.
Tipe-tipe daun meliputi daun tunggal dan daun majemuk (folium
compasitum). Menurut susunan anak daun pada ibu tangkainya, daun majemuk
dapat dibedakan menjadi daun majemuk menyirip (pinnatus), daun majemuk
menjari (palmatus), daun majemuk bangun kaki (pedatus), dan daun majemuk
campuran (digitato pinntatus). Daun juga mengalami modifikasi pada banyak
tumbuhan sehingga membuatnya berguna bagi manusia, diantaraya adalah sulur,
piala, dan duri.
Sulur atau pembelit adalah daun yang berubah dan berfungsi sebagai
penunjang dengan membelit. Sulur dapat berasal dari tangkai daun (Nepenthes,
kantung semar), seluruh daun atau ujung daun (Gloirosa superba, kembang
sungsang), anak daun pada daun majemuk bahkan stipula, dan lain-lain. Piala
adalah modifikasi tangkai daun yang menjadi pipih lebar dan mengambil alih fungsi
helaian daun untuk berfotosintesis, misalnya pada Nepenthes, Acacia
auriculiformis, Utricularia dan Dischidia raffesiana. Daun yang kehilangan warna
hijaunya dan berubah menjadi runcing dan keras disebut duri. Contoh yang umum
adalah kaktus dan sebangsanya. Duri juga dapat berasal dari stipula seperti pada
jeruk kingkit.
Karakter morfologi tumbuhan lain yang dapat diamati adalah tata letak daun
pada batang (phyllotaxis atau dispositio foliorum). Sebelum menentukan tata letak
daun harus ditentukan dahulu berapa jumlah daun yang terdapat pada satu buku-
buku batang yang memiliki kemungkinan hanya terdapat satu daun saja, dua daun,
atau lebih dari dua daun. Tata letak daun dihitung dengan menggunakan rumus yang
disebut dengan deret Fibonacci berdasarkan karakter yang dimiliki oleh daun.
b. Batang (Caulis)
8
12
13
14
15
Green Land juga secara aktif berpartisipasi dalam kontes transfer teknologi
untuk mendukung masyarakat dan memberikan pendidikan tentang perlindungan
kesehatan dan lingkungan. HCMC Hi-Tech Agriculture yang berada di Cu Chi
memiliki banyak Green Land yang digarap oleh petani lokal. Setiap petani memiliki
satu area Green Land yang dijadikan tempat budidaya. Dan Green Land yang kami
jadikan sebagai tempat PKL adalah Green Land milik Mr. Pham Than Loc.
adalah dengan menggunakan rockwool. Di Indonesia pun media tanam juga sudah
menggunakan rockwool. Perlu diketahui rockwool merupakan media tanam yang
memiliki banyak pori-pori, sehingga dapat menyimpan air lebih baik dari media
tanam lain. Rockwool juga memiliki tingkat sterilitas yang tinggi, maka tanaman
tidak akan terserang hama, jamur, hingga bakteri.
Pengelolaan media tanam juga harus dilaksanakan dengan sebaik baiknya
agar menghasilkan tanaman yang baik dan sehat. Hal pertama yang harus dilakukan
adalah memotong rockwool dengan ukuran ±3cm-5cm. Lalu memasukkan
rockwool basah yang sudah diberi pupuk kedalam net pot. Sebelum dimasukkan
kedalam net pot, rockwool dimasukkan kedalam air bersih terlebih dahulu agar
rockwool lunak dan dapat memudahkan saat memasukkan ke dalam net pot. Pupuk
yang biasa digunakan untuk dimasukkan kedalam rockwool adalah pupuk kandang.
4.2.2 Penanaman
Budidaya watercress dengan menggunakan sistem hidroponik, maka hasil
panen akan lebih cepat. Namun juga harus memperhatikan aspek lain yaitu
ketepatan dalam pemberian nutrisi, intensitas cahaya, dan juga suhu di sekitar
tanaman tumbuh. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah air nutrisi yang
benar-benar tepat dan dapat terserap dengan sempurna. Hal ini karena dengan
memakai cara hidroponik, maka nutrisi yang didapatkan hanya melalui air nutrisi
saja.
Proses penanaman watercress dengan system hidroponik harus dilakukan
secara hati-hati mengingat tanaman ini memiliki batang yang lunak. Pertama tama
bibit watercress dipotong sepanjang 15cm dengan ujung yang lancip, tujuannya
agar memudahkan saat penanaman. Kemudian watercrees ditanam pada rockwool
yang sudah disediakan dengan cara menancapkan ujung bibit pada rockwool.
Setelah itu meletakkan net pot yang sudah ditanami ke wadah berbahan sterofoam.
Pemilihan wadah ini bertujuan agar net pot dapat mengambang diatas air. Nantinya
akar akan melilit pada net pot, jadi akar tidak akan tumbuh sampai kedasar kolam.
Setelah penanaman selanjutnya watercress yang sudah ditata di dalam sterofoam
diletakkan dengan rapi memenuhi kolam hidroponik, tujuannya agar tanaman
terlihat rapi dan tumbuh dengan baik.
18
4.2.3 Pemupukan
Pupuk mengandung bahan baku yang diperlukan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, sementara suplemen seperti hormon tumbuhan membantu
kelancaran proses metabolisme. Dalam pemberian pupuk perlu diperhatikan
19
kebutuhan tumbuhan tersebut, agar tumbuhan tidak mendapat terlalu banyak zat
makanan. Terlalu sedikit atau terlalu banyak zat makanan dapat berbahaya bagi
tumbuhan. Pupuk dapat diberikan lewat tanah ataupun disemprotkan ke daun.
Pemupukan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui akar dan daun.
Keunggulan dari nutrisi hidroponik AB Mix ini adalah terdapat pada kelengkapan
unsur haranya, sedangkan kekurangannya adalah dapat meyebabkan tanaman
terbakar bila diberikan pada tanaman dalam dosis yang terlalu banyak (berlebihan).
Pada setiap tabung terdapat pupuk yang berbeda, pada tabung A berisi pupuk mikro
dan tabung B berisi pupuk makro. Pada sistem pemupukan ini sudah menggunakan
sistem yang terkontrol dan pemupukan sudah diatur menggunakan timer. Di
Indonesia mungkin sudah ada yang menggunakan sistem timer, hanya saja belum
banyak yang menggunakan. Di Green Land ini pemupukan diatur setiap 6 jam
sekali. Pupuk akan dialirkan menuju pipa kolan sesuai dengan timer yang sudah
diatur. Pada proses pemupukan dengan sistem AB Mix ini, nutrisi yang diberikan
tidak boleh terlalu pekat dan akar tanaman hanya dapat menyerap nutrisi yang
benar-benar telah terlarut dalam air.
4.2.4 Panen
Setelah melalui beberapa tahapan mulai dari menyiapkan media tanan,
penanaman, pemupukan dan perawatan selanjutnya memasuki tahap akhir yaitu
pemanenan. Pemanenan watercrees dapat dilakukan pada saat tanaman berumur 2
bulan. Cara memanennya yaitu dengan cara memotong tanaman. Pemotongan
21
5.1 KESIMPULAN
1) Agricultural Hi-Tech Park merupakan tanah milik pemerintah yang kemudian
dikelola oleh masyarakat, lalu hasilnya dibagi dua untuk Green Land dan
masyarakat itu sendiri. Green Land ini memiliki lahan seluas 88,14 ha.
2) Green Land ini sudah menggunakan alat dan mesin yang canggih, dan green
land juga menyediakan berbagai macam fasilitas seperti laboraturium, kantor
pemasaran, gudang pupuk dan benih.
3) Perbedaan budidaya di Indonesia dan di Vietnam yaitu terletak pada alat dan
mesin pertaniannya, di Indonesia belum terlalu banyak yang menggunakan
sistem timer untuk pemupukannya.
5.2 SARAN
1) Sebaiknya pemanenan dilakukan dengan cepat agar hasil panen watercrees
tidak banyak yang layu.
2) Sortasi sabaiknya dilakukan ditempat terpisah diluar green house, karena
suhu di green house sangat panas dan menyebabkan watercrees cepat layu
saat dipanen.
23
DAFTAR PUSTAKA
Assidiq, Abdul Kahfi. 2008. Kamus Lengkap Biologi. Panji Pustaka. Yogyakarta.
Elpel, Thomas J. 2010. Botany In A Day; The Pattern Method of Plant Identification
5th ed. HOPS Press. hlm 86.
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
24
25
LAMPIRAN
26