Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kesehatan ternak merupakan hal yang penting bagi peternakan, dimana


ternak yang sehat dapat memberikan produksi yang maksimal. Program kesehatan
ternak harus dilakukan secara terorganisir untuk mencegah kerugian akibat
penyakit yang diderita oleh ternak. Tindakan awal untuk mewujudkan program
kesehatan ternak adalah dengan cara pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan
secarra rutin untuk mengetahui kondisi ternak. Pemeriksaan secara rutin bertujuan
untuk mengontrol kesehatan secara periodik, misalnya setiap hari atau seminggu
sekali sehingga jika terjadi perubahan sistema atau muncul suatu penyakit dapat
diketahui sejak dini.
Penyakit parasit merupakan penyakit yang sering menyerang ternak
seperti protoza contohnya cacing. Biasanya ternak yang diserang adalah ternak
ruminansia dan non ruminansia. Penyakit parasit ini bisa biasanya menyerang
ternak dengan cara hinggap pada tanah dan juga dapat melalui makanan. Akan
tetapi parasit ini tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi kerugian
yang diakibatkan oleh parasit cacing sangat besar. Parasit yang diserang oleh
protozoa merupakan penyakit yang mudah berkembang dan menyerang ternak
pada kondisi daerah yang beriklim tropis dengan kelembapan yang tinggi.
Penyakit parasit cacing ini sering juga terjadi pada sapi, baik itu sapi lokal
maupun sapi peranakan. Dengan adanya penyakit parasit cacing ini dapat
menimbulkan kerugian yang cukup besar, hal ini dapat berupa gangguan
pertumbuhan, penurunan bobot badan, daya tahan tubuh, penurunan produksi telur
bahkan sampai berhenti bereproduksi serta terjadi peningkatan biaya
pemeliharaan.
Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh status kesehatan
ternak yang dipelihara program kesehatan. Ektoparasit adalah yang hidup di luar
tubuh (permukaan kulit tubuh) induk semang. Cara hidupnya dari ektoparasit ini
adalah dengan hinggap yang hanya bersifat sementara. Pada induk semang untuk
mencari makan (numpang makan), atau tinggal menetap pada induk semang.

1
Ektoparasit diketahui dapat mengakibatkan menurunya produksi telur sebesar 15-
30% bahkan dapat menghentikannya sama sekali. Selain itu ektoparasit dapat
menghambat pertumbuhan hewan terutama hewan-hewan muda, menurunkan
berat badan dan bahkan menyebabkan kematian, jika serangan parasit atau
ektoparasit itu hebat.
Protozoa merupakan anggota dari hewan yang sederhana. Tubuhnya
walaupun komplek, tersusun dari sel tunggal dan hampir semuanya mempunyai
ukuran mikroskopis. Protozoa tersusun dari organela – organela tetapi bukan
organ, karena mereka merupakan diferensiasi dari satu sel.
Keberadaan ektoparasit merupakan permasalahan yang besar di peternakan
dan semakin merugikan, sehingga perlu diketahui jenis - jenisnya. Ektoparasit
dapat berperan sebagai agen penyebab penyakit pada ternak yaitu dapat
memproduksi racun atau toksik, berperan sebagai hospes, serta sebagai vektor
bagi bakteri, virus, dan agen penyakit lainnya.

1.2.Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis


penyakit ektoparasit,bentuk ektoparasit seperti kutu ayam,caplak kucing,kutu
kerbau,kutu anjing,kutu sapi,caplak kerbau dan juga perbedaan antara kutu dan
caplak.

1.3.Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari praktikum ini adalah supaya peserta
praktikum mengetahui jenis-jenis endoparasit yang terdapat pada ternak, baik
melihat bentuk fisik dan juga melihat perbedaan antara kutu dan caplak.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dwiyani, dkk (2014) yang menyatakan bahwa struktur rambut inang yang
tebal lebih disukai oleh kutu untuk menetap dan berkembang biak. Kutu
menghisap darah dan menempelkan telur diantara rambut inang.
Nalitha (2015) menyatakan bahwa sebaran suatu spesies ektoparasit
demikian pula kelimpahannya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang
tersedia, spesies-spesies tertentu dapat tersebar luas karena menjumpai kondisi
lingkungan yang sesuai.
Nava et al., (2009) menyatakan bahwa Sebagian genus caplak merupakan
kompleks spesies yang berkerabat dekat, seringkali membuat identifikasi tidak
mudah, terlebih lagi pada spesimen yang mengalami kerusakan, pada stadium
pradewasa ataupun pada caplak yang kenyang darah.
Menurut Silsilia (2000) menyebutkan ektoparasit menginveksi inangnya
pada bagian yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan nutrien untuk
kelangsungan hidupnya.
Parasit adalah hewan yang hidupnya menempel pada hewan lain sehingga
dapat merugikan hewan yang ditempeli (hospes). Kelompok parasit adalah semua
jasad yang hidup di dalam atau di luar individu lain atau yang disebut sebagai
induk semang (Sugeng, 2000).
Parasit dibagi menjadi 2 golongan yaitu endoparasit dan ektoparasit.
Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya pada permukaan tubuh bagian luar atau
bagian tubuh yang berhubungan langsung dengan dunia luar dari hospes. Seperti
kulit, rongga telinga,hidung, bulu, ekor dan mata (Suwandi 2001).
Ektoparasit adalah parasit yang hidup diluar tubuh induk semang. Cara
hidup dari ektoparasit ini ada 2, yaitu hinggap sementara di tubuh induk semang
untuk mencari makan (menumpang makan) dan tinggal menetap pada induk
semang (menumpang hidup). Ektoparasit termasuk kedalam phylum Arthropoda,
yaitu hewan beruas-ruas, yang memiliki caput, thorax, dan abdomen. Adapun
yang termasuk dalam ektoparasit yang dikoleksi pada praktikum ini adalah kutu,
caplak dan lalat dari beberapa jenis hewan yang berbeda.

3
Tabbu Charles Rangga ( 2002 )yang menyatakan bahwa kutu mempunyai
3 bagian tubuh yang berbeda ( sama dengan semua jenis insecta ), yaitu kepala,
toraks ( dada ), dan perut. Insecta mempunyai 3 pasang kaki yang melekat pada
toraks. Berbagai jenis insecta mempunyai sayap. Namun kutu tidak mempunyai
sayap. Kutu berbadan pipih, mempunyai 6 kaki, dua cakar dan kepala berbentuk
bulat. Mulut yang mempunyai gigi terletak pada bagian ventral kepala. Kutu
betina dapat menghasilkan 50-300 telur pada bulu dari hospes. Waktu yang
dibutuhkan sejak menetas sampai menjadi dewasa sekitar 4-6 minggu dan dapat
menghasilkan beberapa generasi selama satu tahun .

4
BAB III
MATERI DAN METODA

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Kesehatan Ternak tentang koleksi dan identifikasi ektoparasit


dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 17 Oktober 2019 pukul 14.00 WIB sampai
dengan selesai di Laboratorium Gedung C Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

3.2. Materi

Alat yang digunakan untuk praktikum tentang koleksi dan identifikasi


ektoparasit diantaranya mikroskop, cover glass, pena, kertas dan objek glass.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah caplak kucing dan kutu ayam.

3.3. Metoda

Metoda yang digunakan dalam pengambilan caplak dan kutu dengan cara
mengambil caplak dari tubuh induk semang dengan menggunakan tangan.
Kemudian insecta, caplak dan kutu diidentifikasi di bawah mikroskop setalah itu
kutu dan caplak di foto dan digambar.

5
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Koleksi Dan Identifikasi Ektoparasit

4.1.1. Kutu Ayam (Argas persicus)

Gambar Kutu Ayam (Argas persicus)

Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Mallophagorida
Ordo : Mallophaga
Family : Mallophagaidae
Genus : Mallopagha
Species : Mallopagha persicus

Kutu Ayam merupakan ektoparasit yang sering ditemukan pada burung,


termasuk ayam. Kutu ayam tergolong ordo Mallophaga, yaitu kutu yang
mengunyah yang memiliki metamorphosis yang tidak sempurna, tidak
mempunyai sayap, tubuh yang pipih di bagian dorso-ventral, dan adanya antena
pendek yang mempunyai 3 – 5 segmen. Mallophaga mempunyai kepala lebar
(paling sedikit sama lebar dengan toraks) dan mandibula yang mengeras dan
berpigmen. Kutu Ayam (Argas persicus) memiliki 3 bagian tubuh yaitu caput atau
kepala, thoraks dengan 3 asang kaki, dan bagian abdomen.
Kutu merupakan parasit eksternal dan obligat yang bersifat permanen pada
burung dan hewan mamalia. Kutu tidak meloncat ataupun terbang melainkan

6
berjalan dengan cepat. Kutu merupakan parasit yang tidak bersayap, mempunyai
tubuh yang pipih, dan antena pendek dengan panjang 3 sampai 5 ruas, dan berkaki
pendek. Kutu hanya mempunyai tursus yang cakarnya digunakan untuk
bepegangan pada bulu atau rambut.
Hal ini sesuai dengan pendapat Charles Rangga Tabbu ( 2002 )yang
menyatakan bahwa kutu mempunyai 3 bagian tubuh yang berbeda ( sama dengan
semua jenis insecta ), yaitu kepala, toraks ( dada ), dan perut. Insecta mempunyai
3 pasang kaki yang melekat pada toraks. Berbagai jenis insecta mempunyai sayap.
Namun kutu tidak mempunyai sayap. Kutu berbadan pipih, mempunyai 6 kaki,
dua cakar dan kepala berbentuk bulat. Mulut yang mempunyai gigi terletak pada
bagian ventral kepala. Kutu betina dapat menghasilkan 50-300 telur pada bulu
dari hospes. Waktu yang dibutuhkan sejak menetas sampai menjadi dewasa
sekitar 4-6 minggu dan dapat menghasilkan beberapa generasi selama satu tahun .

Kutu dapat berpindah dari ayam yang satu ke ayam yang lainnya, jika
ayam- ayam tersebut dipelihara pada kandang yang sama. Kutu jarang ditemukan
pada peternak ayam yang intensif. Diagnosis infeksi kutu pada ayam didasarkan
atas adanya kutu yang berwarna kecoklat- coklatan pada kulit atau bulu ayam.
Panjang kutu pada unggas peliharaan bervariasi dari 1-6 mm. Kutu biasanya
menghabiskan seluruh waktu hidupnya pada hospes. Telur akan diletakan
(melekat) pada bulu dan biasanya dalam bentuk bergerombol serta membutuhkan
waktu 4-7 hari untuk menetas. Waktu hidup normal kutu dapat mencapai beberapa
bulan, namun diluar tubuh hospes, kutu hanya dapat hidup seelama 5-6 hari.
Pengendalian terhadap kutu ayam dapat dilakukan dengan sanitasi
kandang yang baik. Bila menggunakan obat-obatan insektisida, dianjurkan yang
tidak bersifat racun baik bagi ayam maupun bagi manusia. Obat-obatan
insektisida yang digunakan harus sanggup membunuh serangga berbagai spesies,
tanpa menimbulkan resistensi bagi yag dijadikan sasaran.

4.1.2. Caplak kucing ( ctenocephalides felis)

Gambar caplak kucing ( ctenocephalides felis )

7
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : insecta
Ordo : Siphonaptera
Family : pulicidae
Genus : ctenocephalides
Species :C.felis

Caplak kucing (Ctenocephalides felis) adalah salah satu jenis caplak yang
paling umum ditemukan di dunia. Sesuai namanya, caplak kucing merupakan
parasit pada kucing yang hidup dari menghisap darah Meskipun demikian, pinjal
kucing relatif tidak berbahaya jika dibandingkan dengan pinjal tikus karena jarang
membawa agen penyakit.
Nava et al., (2009) menyatakan bahwa Sebagian genus caplak merupakan
kompleks spesies yang berkerabat dekat, seringkali membuat identifikasi tidak
mudah, terlebih lagi pada spesimen yang mengalami kerusakan, pada stadium
pradewasa ataupun pada caplak yang kenyang darah.
Caplak kucing memiliki bentuk tubuh pipih vertikal dan berwarna cokelat
kemerahan atau cokelat kehitaman. Caplak kucing juga tidak memiliki sayap,
tetapi memiliki kaki belakang yang kuat sehingga mampu melompat dan berlari
melewati rambut pada permukaan tubuh kucing.
Caplakkucing sering hidup pada bagian punggung kucing, yaitu daerah
pangkal ekor sampai leher.Selain bagian tersebut, pinjal kucing juga terkadang
ditemukan pada paha bagian dalam
Gigitan caplak kucing dapat menyebabkan alergi pada kulit kucing yang
ditandai dengan rasa gatal, perubahan warna kulit menjadi kemerahan, dan

8
penipisan rambut kucing pada daerah gigitan. Selain itu, pinjal kucing sering
menjadi perantara cacing pita (Dipylidium canium), sehingga kucing yang
menjadi inangnya akan ikut terinfeksi oleh cacing pita

9
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Caplak dan kutu merupakan ektoparasit sangat merugikan baik bagi ternak
maupun peternak. Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya diluar tubuh
(permukaan kulit tubuh) induk semang, Ektoparasit termasuk phylum Arthropoda,
yaitu binatang yang berbuku-buku. Ektoparasit pada ternak walaupun hidup diluar
tubuh ternak akan tetapi dampak yang ditimbulkannya terhadap ternak tersebut
sangat membahayakan pada status kesehatan ternak baik kutu maupun caplak.

5.2. Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya praktikan agar dapat lebih


meningkatkan disiplin lagi sehingga dalam praktikum kita akan cepat selesai. Dan
juga praktikan harus bisa kompak dalam melakukan praktikum supaya praktikum
berjalan dengan lancar.

10
DAFTAR PUSTAKA

Dwiyani, NP, dkk. 2014. Ektoparasit pada Ordo Artiodactyla di Taman


Margasatwa Semarang. Unnes Journal of Life Science 3 Jilid 2. Hal:127-
128.
Nalitha FF, Muhatma R dan Muhammad A. 2016. Prevalensi Ektoparasit pada
Populasi Anjing Peliharaan (Canis lupus familiaris) di Kota Payakumbuh.
Riau. Skripsi. Riau: Universitas Riau.
Nava S, Guglielmone AA, Mangold AJ. 2009. An overview of systematics and
evolution of ticks. Frontiers in Biosciences 14: 2857-2877
Silsilia, N. S. 2000. Parasit Pada Ikan Neon Tetra (Paracheirodon innesi Myers)
yang Diekspor Melalui Badan Karantina Ikan Bandara Soekarno-
Hatta, Jakarta. Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sugeng, Y. B. 2000.Ternak Potong dan Kerja. Edisi I. CV. Swadaya, Jakarta.
Suwandi. 2001. Mengenal Berbagai Penyakit Parasitik pada Ternak. Temu Teknis
Fungsional Non Peneliti. Bogor: Balai Penelittian Ternak.
Tabbu, Charles Rangga. 2002. Penyakit ayam dan penanggulangannya-Volume
2. Yogyakarta:Kaninus.

11

Anda mungkin juga menyukai