Anda di halaman 1dari 20

NILAI-NILAI MORAL DALAM NOVEL SABTU BERSAMA BAPAK

KARYA ADHITYA MULYA

Kemala Arum Dityasih, dan M. Yoesoef.

1. Program Studi Indonesia, FIB, UI, Depok, 16424, Indonesia


2. Program Studi Indonesia, FIB, UI, Depok, 16424, Indonesia

Email: kemalaprudential01@gmail.com

ABSTRAK

Sastra merupakan salah satu sarana untuk mengungkapan perasaan jiwa dalam wujud bahasa. Wujud
bahasa ini secara sederhana dapat berupa kata, sedangkan dalam wujud bahasa yang lebih terangkai dapat berupa
cerita. Akan tetapi, tidak semua rangkaian kata dan cerita dapat menjadi sebuah karya sastra, karena sastra harus
mengandung daya imajinasi dan kreativitas. Berdasarkan penelitian ini, novel termasuk karya sastra. Penelitian
ini menganalisis novel Sabtu Bersama Bapak karya Adhitya Mulya. Penelitian ini menggunakan pendekatan
intrinsik. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Penelitian ini membahas
mengenai unsur intrinsik novel berdasarkan tema, alur, tokoh, latar, dan amanat atau nilai moral dalam keluarga
pada novel Sabtu Bersama Bapak. Aspek moral seperti, kejujuran, bertanggung jawab, kesetiaan, keberanian,
dan pengorbanan.

Kata kunci: karya sastra novel; nilai-nilai moral; unsur intrinsik novel Sabtu Bersama Bapak.

The Moral Values in the Sabtu Bersama Bapak Novel by Adhitya Mulya
ABSTRACT

Literature is a means to express the feelings of the soul in the form of language. This is a simple form of
language can be a word, whereas in the form of language that is more strung can be a story. However, not all
series of words and stories can be a work of literature, because literature should contain the power of imagination
and creativity. Based on this research, including literature novel. This research is analyzes novel Sabtu Bersama
Bapak by. This research is used the intrinsic approach. This research is a qualitative descriptive analysis method.
This research is discusses about the intrinsic elements in the novel based on theme, plot, characters, background
and setting, and moral values in family on novel Sabtu Bersama Bapak. The moral values or moral aspects
which discusses in this research are honesty, responsible, loyalty, braveness, and sacrifice.

Keywords:  literary novel; moral values; intrinsic element Sabtu Bersama Bapak Novel.

PENDAHULUAN

Menurut Saad dalam Sudjiman (1991:11), karya sastra menurut ragamnya dibedakan
atas prosa, puisi, dan drama. Cerita rekaan merupakan jenis karya sastra yang temasuk ke
dalam jenis prosa. Berdasarkan panjang-pendeknya cerita, cerita rekaan dibedakan menjadi

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


apa yang lazimnya disebut cerkan, dengan sebutan cerita pendek atau cerpen, cerita menengah
atau cermen, dan cerita panjang atau cerpan (dalam Sudjiman, 1991:11).
Novel Sabtu Bersama Bapak merupakan salah satu karya sastra, novel ini sangat
menarik bagi penulis, terutama gaya penceritaan yang sedikit berbeda dari novel lainnya.
Gaya penceritaannya sederhana dan struktur penulisannya memiliki keunikan tersendiri untuk
menyampaikan isi cerita atau pesan tertentu kepada pembaca. Novel Sabtu Bersama Bapak ini
memiliki tendensi yang cenderung bagus untuk pembaca, sarat makna atau pesan moral,
terutama aspek nilai moral dalam kehidupan.
Novel Sabtu Bersama Bapak menceritakan bahwa dengan kondisi Bapak yang sudah
tidak lagi bersama mereka, tetapi Bapak tetap bisa memberikan pelajaran atau bimbingan
untuk anak-anaknya melalui sebuah rekaman video yang pernah dibuatnya sewaktu masih
hidup. Selain itu, dalam novel ini terdapat tokoh-tokoh yang mewakili kondisi masyarakat
sekarang beserta permasalahan yang mereka alami.
Di dalam novel Sabtu Bersama Bapak juga digambarkan mengenai peliknya kehidupan
percintaan dan kehidupan berkeluarga bagi orang dewasa. Di dalam kehidupan percintaan,
bagi sebagian orang, terutama yang sudah dewasa namun masih lajang, seperti tokoh Cakra,
seringkali timbul pertanyaan dari sanak saudara ataupun orang-orang di sekitarnya kapan akan
mendapat pasangan dan kapan akan melangsungkan pernikahan. Sementara itu, lain halnya
bagi yang baru menikah, seperti tokoh Satya yang juga dihinggapi permasalahan bagaimana
cara menyesuaikan diri dalam kehidupan setelah berkeluarga, dan bagaimana cara menjadi
seorang suami yang baik bagi keluarga kecilnya.
Penelitian ini berfokus pada pembahasan mengenai beberapa unsur intrinsik yang terkait
satu sama lainnya dalam novel Sabtu Bersama Bapak, yaitu tema, latar, tokoh dan penokohan,
alur, serta membahas amanat atau nilai-nilai moral apa saja yang terdapat dalam novel ini.
Beberapa hal yang paling menarik dalam novel Sabtu Bersamma Bapak dan yang akan
dibahas pada skripsi ini, ada dua hal yaitu struktur intrinsik karya sastra, dan menjelaskan
beberapa nilai moral yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Peristiwa dalam
novel ini memiliki keunikan tersendiri karena tidak disampaikan secara langsung oleh seorang
tokoh, melainkan melalui media tertentu, yaitu rekaman video. Oleh karena itu, di dalam
penelitian ini terdapat dua rumusan masalah yang akan dibahas, yaitu unsur intrinsik dalam
novel Sabtu Bersama Bapak dan juga nilai-nilai atau ajaran moral pada kehidupan yang
terkandung di dalamnya.
Penelitian ini memiliki dua tujuan penelitian. Tujuan pertama adalah mengungkapkan
ajaran atau nilai-nilai moral dalam konteks pola asuh pada sebuah keluarga yang terlihat

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


dalam novel Sabtu Bersama Bapak. Tujuan kedua adalah menjelaskan bagaimana nilai-nilai
moral tersebut disampaikan melalui pola struktur karya sastra yang dibuat pengarang, seperti
unsur intrinsik yang ada dalam novel Sabtu Bersama Bapak, yang terlihat pada tema, latar,
tokoh dan penokohan, serta alurnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian sastra, sebagaimana penelitian lainnya, berpijak pada cara yang sistematis dan
logis yang mengantarkan penulis menghasilkan analisis objektif. Metode berpijak pada hasil
penelitian merujuk kepada tujuan. Dengan demikian metode dapat diartikan sebagai prosedur
atau tata cara yang sistematis yang dilakukan seorang peneliti dalam upaya mencapai tujuan
seperti pemecahan masalah atau mengungkapkan kebenaran atas fenomena tertentu.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah dengan penelitian kualitatif.
Metode kualitatif memberikan perhatian pada data dengan konteks keberadaannya dan
dianggap yang paling baik digunakan sebagai pendekatan skripsi ini, data yang digunakan
berupa kutipan-kutipan yang diperoleh dari novel Sabtu Bersama Bapak karya Adhitya Mulya
yang memiliki nilai-nilai moral dan positif dalam kehidupan.
Penulis kemudian mengkaji dan menganalisis karya sastra novel Sabtu Bersama Bapak,
dengan mencari unsur-unsur intrinsik, seperti tema, alur, latar, tokoh dan penokohan, dan
mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terdapat dalam novel Sabtu Bersama Bapak.
Langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan proses penelitian ini, yaitu
melakukan proses membaca secara teliti dan kritis pada novel Sabtu Bersama Bapak,
selanjutnya mulai mengidentifikasi atau menemukan adanya kecenderungan yang timbul
dalam novel ini, seperti ajaran nilai moral dari sang Bapak kepada anak-anaknya, selanjutnya
menganalisis struktur karya sastra dari unsur intrinsik yang relevan digunakan untuk
mendukung penelitian ini. Selanjutnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian dan dari
semua analisis yang telah dilakukan. Kesimpulan ini nantinya memberikan jawaban atas
segala pertanyaan yang ada dalam perumusan masalah.

LANDASAN TEORI

Untuk mencapai tujuan penelitian yang disampaikan di atas, dalam menganalisis sebuah
karya sastra, dalam hal ini novel, perlu adanya sebuah pendekatan. Berkaitan dengan
penelitian analisis nilai moral, dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan intrinsik yaitu
berbentuk amanat atau ajaran nilai moral dalam kehidupan. Penelitian terhadap novel Sabtu
Bersama Bapak ini akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan intrinsik yang akan

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


membahas tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, serta akan membahas amanat atau nilai
moral yang ada dalam novel ini.
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra. Unsur-unsur ini secara
langsung sangat berperan untuk membangun suatu cerita. Unsur intrinsik adalah peristiwa,
cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa
(Nurgiyantoro, 1995:23).
Dengan demikian teori-teori ini dapat mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan
fungsi dan hubungan antar unsur-unsur yang ada. Analisis unsur intrinsik karya sastra adalah
analisis yang hanya mengkaji aspek sebuah karya itu sendiri. Namun, unsur yang akan
dibahas oleh penulis yaitu tema, alur, tokoh dan penokohan, serta latar yang ada dalam novel
Sabtu Bersama Bapak.
Menurut Sudjiman (1991:50), tema adalah gagasan, ide atau pikiran utama yang
mendasari suatu karya. Banyak sekali tema yang dijumpai dalam karya sastra yang bersifat
didaktis yang membahas mengenai konsep baik dan buruk. Akan tetapi tidak mudah
menemukan tema cerita, sebab, umumnya tema itu tersirat.
Menurut Sudjiman (1991: 29), alur merupakan peristiwa yang diurutkan itu membangun
tulang punggung cerita. Alur atau plot menurut Kenny (dalam Nurgiyantoro, 1995:113),
merupakan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang mana peristiwa-peristiwa
tersebut bersifat kompleks dan berhubungan sebab akibat.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alur merupakan bagian dari
karya sastra yang amat penting untuk menjalin antar-peristiwa, antar-tokoh yang berperan
dalam peristiwa dan terikat dalam kesatuan waktu.
Latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu yang mengacu pada pengertian tempat
hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan
dalam karya sastra. Latar sangat penting di dalam karya sastra untuk memberikan kesan realistis
kepada pembaca menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah terjadi. Pembaca dapat
merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga
merasa lebih akrab (Abrams, dalam Nurgiyantoro, 1995: 216-217).
Unsur latar dalam sebuah novel dibedakan atas tiga unsur yaitu tempat, waktu, dan sosial
atau suasana (Nurgiyantoro, 1995: 229). Ketiga unsur ini saling berkaitan dan mempengaruhi
cerita. Latar tempat merupakan lokasi terjadinya peristiwa. Latar waktu berhubungan dengan
kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, dan latar sosial/suasana
berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat diceritakan dalam karya fiksi.

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


Tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam
berbagai peristiwa cerita (Sudjiman, 1991:16). Tokoh ini berinteraksi dengan tokoh lainnya
dan terbangun suatu konflik yang membentuk jalinan cerita. Tokoh merupakan salah satu
unsur yang memiliki kehadiran penting dalam suatu cerita khususnya novel. Tokoh dalam
cerita fiksi dibedakan atas tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh yang memegang peranan
penting disebut tokoh utama yakni menjadi tokoh sentral cerita. Biasanya tokoh sentral adalah
tokoh protagonist dan tokoh antagonis yang membangun cerita (Sudjiman, 1991: 19).
Ajaran moral merupakan aspek utama yang akan diteliti di dalam penelitian ini. Moral
merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca terhadap makna
yang terkandung dalam sebuah karya. Tema dan moral sangat berkaitan. Kenney (dalam
Nurgiyantoro, 1995: 321) menyimpulkan bahwa moral dapat dipandang sebagai salah satu
wujud tema dalam bentuk sederhana, tetapi tidak semua tema merupakan moral.
Menurut Franz Magnis Suseno dalam bukunya Etika Dasar (1987:19), moral
didefinisikan sebagai tolak ukur untuk menentukan benar salahnya sikap tindak manusia
dilihat dari segala baik buruknya manusia bukan sebagai pelaku peran-peran tertentu dan
terbatas. Dalam menghadapi suatu masalah, seseorang dituntut untuk menggerakan
kemampuan intelektualnya yang kritis analitis dan evaluatif menggunakan akal sehat sampai
pada pilihan moral yang dianggap sebagai pikiran dan sikap terbaik individu tersebut.
Dalam pembentukan nilai moral, keluarga memegang peranan penting dalam prosesnya.
Keluarga merupakan unit terkecil dan paling utama yang ada dalam masyarakat, sehingga
keluarga harus memberikan ajaran-ajaran yang baik terhadap tumbuh kembang seorang
individu menjadi lebih baik. Selain itu keluarga harus memiliki pola asuh kepada anak yang
benar dalam proses pembentukan karakter setiap individu.
Keluarga menurut para ahli sosiologi mempunyai dua pengertian, yaitu keluarga sebagai
institusi sosial dan keluarga sebagai kelompok sosial (Leslie, 1982: 4). Pertama, keluarga
sebagai institusi sosial yaitu sistem norma sosial (masyarakat). Kunci dalam melihat keluarga
sebagai institusi sosial adalah adanya sekumpulan norma-norma yang mengatur individu-
individu dalam berperilaku di masyarakat, sehingga norma-norma yang berlaku dalam
keluarga akan tercermin dalam masyarakat (Leslie, 1982: 5). Norma yang ada senantiasa
diteruskan dari generasi ke generasi selanjutnya. Proses ini dilakukan keluarga melalui
sosialisasi. Sosialisasi ini merupakan fungsi utama dalam keluarga di dalam kedudukannya
sebagai institusi sosial yang mendasar dalam masyarakat. Kedua, keluarga sebagai kelompok
sosial yang merupakan himpunan atau kesatuan yang hidup bersama. Menurut Leslie, sebagai
kelompok sosial, hubungan yang terjadi pada setiap anggota keluarga bersifat lebih emosional

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


karena adanya ikatan batin. Hubungan tersebut menyangkut kaitan timbale balik yang saling
mempengaruhi dan juga kesadaran untuk saling tolong menolong (Leslie, 1982: 21). Menurut
Charles Horton Cooley (dalam Leslie, 1982:215), keluarga sebagai kelompok sosial dapat
diklasifikasikan menjadi kelompok sosial primer. Hal ini disebabkan kuantitas keluarga
adalah kecil, dan hubungan yang terjadi antar anggota kelompok sifatnya terus menerus,
emosi dan saling ketergantungan, dan frekuensi tatap muka yang sering terjadi. Keluarga
sebagai kelompok sosial primer merupakan tempat yang mempersiapkan setiap anggota
keluarga untuk kehidupan sosial karena adanya norma, nilai, dan simbol. Keluarga sebagai
kelompok sosial primer memungkinkan setiap anggotanya untuk saling mengenal secara
pribadi. Semakin lama mereka bersama, semakin dalam kontak batin di antara mereka. Oleh
karena itu, kelompok sosial primer dikatakan berfungsi sebagai alat utama pengendali sosial
(Leslie, 1982:215).
Dewasa ini banyak sekali pola hubungan sosial terutama dalam keluarga yang kurang
harmonis. Kepala keluarga yang lebih sibuk menghabiskan waktu untuk bekerja di kantor
dibandingkan untuk menghabiskan waktu bersama anak, istri, dan keluarga. Suami dan istri
yang selalu bertengkar, serta orang tua tunggal yang sulit mengasuh anaknya sendirian. Hal-
hal tersebut merupakan gejala yang menunjukan rendahnya kualitas moral dalam hubungan
interaksi sosial dengan keluarga, dan masalah tersebut membutuhkan solusi.
Keluarga sebagai pranata sosial terkecil yang terdapat dalam masyarakat seharusnya
bertugas mengenalkan dan memberikan pembinaan moral dan nilai-nilai kehidupan positif
yang patut diteladani untuk memberikan pengaruh dalam pembentukan watak atau karakter
baik kepada seseorang saat mereka berinteraksi, atau pada tingkat sosial yang lebih luas yaitu
masyarakat.
Meskipun bahasa novel ini menggunakan bahasa sehari-hari sehingga sangat ringan dan
mudah untuk dibaca, namun di dalamnya terdapat banyak kisah menarik dan menyentuh hati
mengenai hubungan antar anak dengan ayah, anak dengan ibu, orang tua dengan anak,
hubungan suami-istri, hubungan percintaan pada masa pacaran, hubungan kerja, serta
hubungan dalam sebuah keluarga yang mengambarkan situasi kehidupan masyarakat sehari-
hari.
Dalam sebuah keluarga, masing-masing indvidu memiliki pola asuh yang berbeda untuk
diajarkan kepada anak-anak mereka. Pola asuh orang tua kepada anak-anaknya merupakan
cara mendidik, dan melatih kebiasaan anak untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Pola asuh
orang tua memegang peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak,

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


karena dengan semangat kasih sayang dalam suasana keterbukaan akan sangat mempengaruhi
bagaimana anak memenuhi kebutuhannya sesuai dengan usia perkembangannya.
Di setiap hidup seseorang pasti memiliki hubungan dengan keluarga. Keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat yang timbul akibat adanya perkawinan dan terdiri
dari setidaknya suami dan istri. Membentuk keluarga dan menjadi orang tua merupakan salah
satu bentuk tugas manusia sebagai makhluk sosial. Menjadi orang tua merupakan salah satu
tahap perkembangan yang dijalani kebanyakan orang dan bersifat universal. Peran orang tua
dalam sebuah keluarga sangat dibutuhkan untuk membantu anak memiliki dan
mengembangkan diri. Petranto (2006) mengartikan pola asuh orang tua sebagai pola perilaku
yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Setiap tindakan
atau cara yang bisa digunakan oleh orang tua membesarkan, mendidik, dan merawat anak-
anaknya dapat diartikan sebagai pola asuh orang tua.
Pola pengasuhan sangatlah penting, karena anak merupakan dambaan bagi keluarga
yang suatu hari nanti diharapkan menjadi penerus cita-cita orang tuanya. Oleh karena itu,
diperlukan pola pengasuhan yang baik agar bisa membentuk anak menjadi sosok karakter
yang baik.
Menurut Silalahi (2010:18), ada beberapa macam pola asuh orang tua terhadap anak-
anaknya, salah satunya ialah pola asuh orang tua tunggal. Pola pengasuhan anak dalam suatu
keluarga yang ideal adalah pada saat kedua orang tua baik, ayah dan ibu, saling bekerja sama
memberikan asuhan dan pendidikan kepada anak-anaknya, memantau dan mengarahkan
perkembangan anak-anaknya hingga dewasa (Koentjaraningrat, 1989:99). Namun, tidak
selamanya pola asuh ideal dapat terwujud. Dalam penelitian ini menggunakan pola asuh orang
tua tunggal, yaitu tidak hadirnya salah satu orang tua, baik karena perceraian ataupun karena
kematian, hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Berdasarkan penelitian
para psikolog, anak-anak yang diasuh oleh orang tua tunggal memiliki kemampuan
bersosialisasi yang rendah, sulit menyesuaikan diri terhadap situasi dan pengendalian diri.
Komunikasi antara anak dan orang tua tunggal diharapkan berjalan baik sebab hal tersebut
berpengaruh penting dalam mengembangkan perilaku dan tumbuh kembang anak yang diasuh
oleh orang tua tunggal.

PEMBAHASAN

Pada sampul novel Sabtu Bersama Bapak telah dicantumkan nama pengarangnya
adalah Adhitya Mulya. Adhitya adalah salah satu penulis sastra populer yang memiliki gaya

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


bahasa yang unik dan sederhana sehingga mampu memikat para pembacanya. Namanya
mulai dikenal banyak pembaca saat novel perdananya, Jomblo, yang diterbitkan pada tahun
2003. Novel ini masih digemari hingga saat masih terus dicetak ulang. Kisah novel ini juga
telah diadaptasi ke dalam layar lebar dan dijadikan sebuah film pada tahun 2006.
Setelah novel Jomblo, Adhitya mulya membuat karya-karyanya yang lain di antaranya
berjudul Gege Mencari Cinta (2005), Travelers Tale Belok Kanan Barcelona! (2007),
Catatan Mahasiswa Gila (2011), Journey (2011), Mencoba Sukses (2012) dan terakhir,
Sabtu Bersama Bapak (2014).
Novel Sabtu Bersama Bapak ditulis oleh pengarang sebagai cerminan kehidupan
masyarakat, dan kemungkinan peristiwa dalam novel ini memperlihatkan kemiripan dengan
kehidupan sehari-harinya. Adhitya Mulya sebagai pengarang novel Sabtu Bersama Bapak
juga merupakan seorang Bapak, saat ini memiliki dua orang anak. Pengalaman hidup yang
pernah menjadi anak-anak dan kini tumbuh menjadi seorang bapak mungkin memengaruhi
proses kreativitas dan inspirasi untuk membuat novel Sabtu Bersama Bapak yang bertema
kekeluargaan.
Pengarang membuat novel ini dengan konsep “jika seandainya..”. Adhitya Mulya
yang membuat novel Sabtu Bersama Bapak seperti mencoba merefleksikan kehidupan
pribadinya dalam membuat beberapa peristiwa pada novel ini. Dengan konsep “jika
seandainya” pengarang yang juga seorang bapak, mengandaikan jika tokoh Bapak
meninggal dunia, apa yang akan dilakukan pengarang atau sosok bapak dalam kenyataanya
untuk kehidupan keluarganya, dalam cerita di novel yaitu, istri dan kedua anak laki-lakinya.
Apa yang akan terjadi dengan kehidupan keluarga yang ia tinggalkan, dan upaya atau cara
apa yang ia bisa dilakukan untuk menjadikan kehidupan keluarganya terlindungi bahkan
setelah ia tiada.
Novel Sabtu Bersama Bapak ini berkisah mengenai dua tokoh bersaudara yang
bernama Satya dan Cakra yang keduanya terpaut usia tiga tahun. Bapak mereka meninggal
dunia, karena penyakit kanker saat keduanya masih kecil dan belum mengerti apa itu hidup
dan kematian. Bapak sebelum meninggal, telah divonis oleh Dokter hanya memiliki sisa
waktu satu tahun lagi untuk hidup. Ia memutuskan untuk mencari cara agar tetap dapat
mendampingi anak-anaknya meskipun ia telah tiada. Bapak mengabadikan dirinya melalui
rekaman video di handycame. Melalui kaset video, Bapak merekam petuah-petuah atau
pesan yang telah ia dapatkan dari pengalaman kehidupan, mulai dari nilai akademis yang
harus baik, pentingnya perencanaan meraih cita-cita, sampai urusan mencari cinta dan
persoalan pernikahan. Rekaman-rekaman ini dibagi ke dalam beberapa kaset-kaset itu

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


diputar seminggu sekali, yaitu setiap hari sabtu. Melalui kaset rekaman itulah Bapak
menemani dan mengasuh atau membimbing anak-anaknya hingga mereka tumbuh menjadi
pria dewasa dan mapan. Satya dan Cakra yang ditinggalkan Bapak sejak kecil harus
menerima bahwa ia diasuh oleh ibunya yang berjuang membesarkan mereka sebagai orang
tua tunggal. Mereka tidak pernah mengeluh karena kehilangan sosok ayah, karena Bapak
selalu menemani hari-hari mereka pada setiap hari sabtu. Bahkan, hingga mereka besar dan
bingung saat menghadapi masalah, mereka akan kembali menonton rekaman Bapak untuk
menenangkan pikiran dan mencari jawabannya.
Satya tumbuh menjadi pria yang tampan dan cerdas. Pada saat itu, ia berusia 33 tahun
dan dijelaskan dalam novel tersebut telah bekerja sebagai geophysist di kilang minyak lepas
laut di Denmark. Akibat berjauhan dengan keluarga dan tekanan pekerjaan, ia menjadi
tempramental dan emosional. Seringkali kali ketika pulang ke rumah, ia melampiaskan
amarah dan tekanan dari pekerjaannya tersebut kepada ketiga anaknya yang masih kecil-
kecil, yaitu Ryan, Miku, dan Dani, sehingga anaknya menjadi ketakutan terhadap sosoknya
sebagai ayah pemarah. Akhirnya, Rissa sudah tidak tahan terhadap sikap suaminya tersebut.
Rissa pun, memberikan teguran bahwa ia harus berubah menjadi seseorang yang lebih baik
dan tidak emosional. Jika ia belum bisa mengubah perilakunya, lebih baik ia tidak pulang ke
rumah. Satya yang bingung mendapat teguran dari istrinya dan mencoba mengubah
sikapnya, dengan menonton rekaman-rekaman Bapak lagi. Dari pesan-pesan Bapak, ia
belajar untuk bersikap menjadi ayah yang lebih baik hingga kembali mendapat perhatian dari
ketiga anaknya tersebut.
Selain itu, tokoh Cakra digambarkan memiliki fisik yang biasa-biasa aja. Berbeda
dengan kakaknya yang tampan. Bahkan, ketika usianya 30 tahun, ia masih lajang dan belum
mempunyai pacar, meskipun sudah memiliki pekerjaan yang mapan sebagai manager bank,
memiliki rumah, dan kendaraan pribadi. Seringkali ibunya merasa khawatir jika Cakra tidak
segera mendapat jodoh. Bahkan, ibunya seringkali mengenalkannya dengan anak perempuan
teman pengajiannya yang cantik-cantik. Namun, Cakra menolaknya, sebab ia merasa kurang
percaya diri dalam urusan percintaan. Hingga takdir mempertemukannya dengan Ayu,
resepsionis baru yang cantik di kantornya. Cakra langsung jatuh cinta kepada Ayu, saat
mereka pertama kali bertemu. Namun, ada pria lain yang bernama Salman, juga sedang
mencoba mendekati Ayu. Salman digambarkan berpenampilan klimis dan mewah,
mengalihkan pandangan Ayu dari sosok Cakra. Cakra sempat patah hati ketika tahu bahwa
Ayu lebih banyak tertawa dan dekat dengan Salman dibandingkan pada saat bicara dengan
dirinya. Untuk mengobati luka hatinya, Cakra pulang ke rumah Ibu Itje, dan menyerahkan

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


dirinya saat Ibu Itje menawarkan untuk dikenalkan dengan gadis anak temannya. Pada
awalnya, Cakra tidak menuruti kencan buta yang dipersiapkan ibunya. Siapa sangka, gadis
yang akan dikenalkan kepadanya, adalah Ayu, yang selama ini Ia sukai. Ayu yang juga tidak
tahu akan dikenalkan kepada Cakra bersikap canggung. Bahkan kali ini, perasaan Ayu
berubah. Dia berubah menjadi mulai menyukai Cakra.
Akhir cerita, Satya berubah menjadi ayah yang lebih baik bagi Ryan, Miku, dan Dani
serta suami yang mesra bagi Rissa. Kisah percintaan Cakra dan Ayu pun berbuah manis dan
berakhir ke pernikahan. Sebagai penutup akhir cerita, digambarkan rekaman terakhir Bapak
yang ditayangkan di hadapan seluruh anggota keluarga, dan dalam rekaman tersebut Bapak
pamit, karena merasa tugasnya menemani anak-anaknya telah usai.
Setelah mengetahui sinopsis dari novel Sabtu Bersama Bapak, penulis akan
memaparkan analisis pendekatan struktural yang ada di dalam novel tersebut. Analisis ini
memaparkan tema, alur, latar, tokoh dan penokohan.
a. Tema
Cinta dan kehidupan dalam keluarga diusung pengarang pada novel Sabtu Bersama
Bapak. Tema dalam novel ini dapat terlihat dari judulnya yang menggunakan kata “Sabtu
Bersama Bapak”. Bapak, sebagai salah satu orang tua, membuat pembaca dapat
membayangkan dari judulnya bahwa novel ini bersifat kekeluargaan, dan hari sabtu yang ada
dalam judul menjelaskan bahwa dalam novel ini akan bercerita tentang peristiwa atau
kejadian yang ada dalam keluarga di novel tersebut.
b. Alur
Di dalam sebuah cerita rekaan, berbagai peristiwa terjadi dengan urutan tertentu.
Peristiwa itu dikenal sebagai alur. Tujuan menyusun alur yang terpenting untuk pembaca
dapat memperhatikan hubungan kausal isi cerita. Secara garis besar, terdapat tiga tahapan
alur, yaitu tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir.
Tahap awal pada novel Sabtu Bersama Bapak, terlihat dalam bab Hari-Hari Sabtu,
pengarang mulai memperkenalkan tiga tokoh utama yaitu Satya, Cakra, dan Ibu Itje. Pada
saat itu diceritakan Satya yang masih berusia delapan tahun, dan Cakra yang berusia lima
tahun, kedua anak itu tidak berhenti menangis, karena sedih Bapak mereka, yang bernama
Gunawan Garnida telah meninggal dunia di saat mereka masih membutuhkan sosoknya.
Untuk mengatasi kesedihan anak-anaknya, Ibu Itje mulai menyalakan video player untuk
memutar kaset rekaman yang telah disiapkan Bapak sebelum kepergiannya. Tahap awal ini
juga menjelaskan peritiwa dan kondisi para tokoh ketika Bapak sudah tidak ada bersama

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


mereka, dan menjalankan setiap permasalahan pada peristiwa dalam novel ini, dengan
melihat sebuah solusi pada rekaman video yang dibuat Bapak.
Selanjutnya alur bergerak ke tahap tengah. Dalam novel Sabtu Bersama Bapak terdapat
alur pada tahap tengah, berisi konflik-konflik yang berbeda pada setiap tokoh. Konflik yang
dialami tokoh Cakra, pada saat dirinya sudah mapan dan memiliki karir pekerjaan yang baik,
ia masih belum memiliki pasangan, sehingga ibunya merasa khawatir jika ia tidak juga
segera mendapatkan pasangan yang sesuai untuk dinikahi. Selain itu, pada tahap ini
digambarkan tokoh Satya sedang memiliki masalah, dalam rumah tangganya, untuk menjadi
suami dan bapak yang baik bagi keluarga kecilnya itu. Pertengkaran dengan istrinya melalui
e-mail menyadarkannya bahwa ia harus berubah agar bisa menjadi suami dan bapak yang
baik bagi keluarganya. Di lain pihak, tokoh Ibu Itje, yang menjadi orang tua tunggal dari
Satya dan Cakra. Memiliki konflik, mengenai kondisi tubuhnya yang menderita penyakit
kanker payudara, dan harus menjalani operasi seorang diri, tanpa harus diketahui oleh anak-
anaknya. Sebagai seorang ibu tunggal yang membesarkan anak-anaknya sendirian, harus
kuat menjalani penyakit ini sendirian, tanpa harus merepotkan anak-anaknya.
Tahap akhir merupakan tahap penyelesaian. Pengarang menampilkan beberapa
peristiwa sebagai akibat dari klimaks. Klimaks dalam cerita adalah ketika konflik memuncak
dan mengakibatkan terjadinya penyelesaian. Cakra yang sempat patah hati dan pesimis
dengan sikap Ayu, akhirnya menyerah dan menerima tawaran ibunya yang berencana
mengenalkannya dengan anak perempuan temannya. Tanpa disangka, perempuan yang akan
dikenalkan kepadanya dalam kencan buta tersebut adalah Ayu, pujaan hatinya. Kencan buta
itu berlanjut pada hubungan yang serius untuk kehidupan masa depan mereka. Di lain pihak,
Satya akhirnya mencoba mengubah sikap setelah menonton kembali video rekaman Bapak
dan segera menyadari bahwa perbuatan yang dia lakukan terhadap keluarganya salah,
sehingga harus segera diperbaiki. Satya mulai mengubah sikapnya. Akhirnya, Satya pun
meminta maaf kepada Rissa dan mencoba menahan amarah terhadap anak-anaknya. Ia juga
mulai menghabiskan waktu bersama anak-anaknya, bermain bersama anak-anaknya dalam
masa liburnya, atau berkomunikasi melalui video call saat ia sedang bertugas di kapal. Pada
akhirnya hubungan keluarganya kembali harmonis. Pada konflik Ibu Itje, Dalam operasi
terakhirnya, dia menghubungi anak-anaknya untuk meminta dukungan dan doa bagi
kesembuhannya, sehingga dia dapat melewati proses operasinya dengan lancar. Setelah
operasi selesai, Ibu Itje dapat kembali melanjutkan hidupnya untuk hal-hal yang bermanfaat
bagi orang lain.
c. Latar

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


Latar merupakan unsur terpenting lainnya di dalam sebuah cerita dalam karya sastra.
Dalam penelitian ini, penulis akan membahas latar yang ada dalam novel Sabtu Bersama
Bapak, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.
Latar tempat mengacu pada tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya sastra. Dalam novel ini terdapat beberapa tempat yang berbeda-beda yang digunakan
sebagai latar tempat yaitu Jakarta, Bandung, dan Denmark.
Latar waktu dalam novel ini adalah pagi, siang, sore, dan malam. Dalam novel juga
disebutkan latar waktunya, yaitu tanggal 27 Desember 1991 sampai tanggal 7 Desember
1992 saat pak Gunawan, tokoh Bapak melakukan rekaman video untuk anak-anaknya. Selain
itu, dari tahun 1993 sampai tahun 2016 yang menjadi latar waktu tumbuh dan
berkembangnya Satya dan Cakra, yang dibesarkan sendiri oleh ibu Itje seorang diri, setelah
Bapak meninggal dunia.
Pada novel Sabtu Bersama Bapak diperlihatkan penggunaan istilah kekerabatan dalama
bahasa sunda yang memperkuat kesan keakraban antar tokoh. Seperti istilah “Kakang” yang
digunakan untuk memanggil pasangannya/suami, atau sebutan bagi kakak laki-laki lebih tua,
atau panggilan sayang orang tua kepada anaknya. Penggunaan kata atau istilah Kakang
dalam cakapan di atas memperlihatkan hubungan pernikahan antara para tokoh novel Sabtu
Bersama Bapak yaitu Satya dan Rissa sehingga terlihat keintiman dan keakraban dengan
menggunakan istilah tersebut sebagai panggilan dalam kehidupan berumah tangga. Selain
itu, pengarang juga menggunakan pilihan kata atau diksi dengan gaya bahasa yang beragam.
Keberagaman bahasa tersebut sengaja diciptakan agar sesuai dengan peletakan watak tokoh
yang sesuai saat berinteraksi dengan yang lain.
d. Tokoh dan Penokohan
Dalam penelitian ini, analisis tokoh dan penokohan dibagi menjadi dua, yaitu tokoh
utama-protagonis, dan tokoh bawahan. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami
peristiwa atau perlakuan dalam berbagai peristwa cerita. Menurut Panuti Sudjiman (1991:
18), tokoh berdasarkan fungsinya dibagi menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.
Tokoh utama dari novel Sabtu Bersama Bapak adalah tokoh Bapak, Satya, Cakra, dan
Ibu Itje. Tokoh Bapak dalam novel Sabtu Bersama Bapak merupakan tokoh yang memegang
peran penting. Sepanjang cerita dari awal hingga akhir, tokoh Bapak selalu ada dan disebut-
sebut dalam dialog tokoh lainnya. Tokoh Bapak memang tidak hadir langsung dalam setiap
dialog antar tokoh, namun menjadi tokoh yang menggerakan dari satu cerita ke cerita
lainnya, dan selalu ada dalam beberapa peristiwa penting. Bapak digunakan sebagai judul
novel ini dan kehadirannya sangat dianggap penting dan menjadi penjawab solusi masalah

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


yang dihadapi para tokoh. Namun, jarang sekali tokoh Bapak hadir berinteraksi langsung
dengan tokoh lain. Hal ini, karena tokoh Bapak digambarkan oleh pengarang sebagai
karakter yang telah meninggal dunia. Meskipun demikian, kehadiran karakternya sangat
kuat, terutama di dalam video yang ia rekam bersama istrinya disisa akhir hidupnya. Dari
gambaran video rekaman yang diputar, kita bisa mengetahui karakter penokohan Bapak yang
cerdas dan hebat dalam merencanakan sesuatu serta lucu.

Satya merupakan anak sulung dari pasangan Gunawan Garnida dan Itje Garnida.
Dalam novel ia digambarkan berprofesi sebagai geophysicist di kilang minyak lepas laut
utara Denmark. Satya menikah dengan Rissa dan memiliki tiga anak. Ryan—7 tahun,
Miku—5 tahun, dan Dani—3 tahun. Secara fisik, Satya digambarkan tampan dan bertubuh
ideal. Ketampanannya banyak membuat wanita jatuh hati. Satya sadar benar hal itu, dan ia
menikmati hal tersebut, yaitu digambarkan dalam cerita bahwa Satya mudah berganti-ganti
pasangan, sebelum ia bertemu Rissa. Kematian Bapak saat usianya delapan tahun
membuatnya tumbuh menjadi sosok yang tegar, keras, bahkan sedikit temperamental. Satya
dan istrinya, Rissa pun mulai terlibat pertengkaran dan kurang harmonis. Saat mendapat
peringatan lewat e-mail yang dikirim Rissa, Satya menyadari bahwa ia harus berubah.
Menjadi ayah dan suami yang lebih baik, seperti Bapak.
Cakra adalah adik Satya. Nama panggilan masa kecilnya adalah Saka. Usianya baru
lima tahun saat Bapak meninggal. Seringkali ia merasa sedih dan penuh kerinduan setelah
menonton rekaman Bapak. Dalam novel ia diceritakan sosok yang pekerja keras dan bertugas
sebagai Deputy Direktur di Bank POD. Ibu Itje seringkali merasa khawatir kepadanya sebab
Cakra belum memiliki pacar, apalagi pendamping hidup untuk berumah tangga. Sikapnya
yang kaku dan kurang percaya diri saat berurusan dengan pendekatan kepada wanita
membuat dirinya sering ditolak. Namun, pemikirannya yang sangat menghargai wanita dan
prinsipnya dalam hubungan pernikahan membuat Ayu akhirnya lebih memilihnya menjadi
pacar dibandingkan Salman. Kisah novel pun diakhiri dengan dilangsungkannya pernikahan
mereka berdua.
Ibu Itje sudah digambarkan menjadi sosok yang tegar dan mendukung suaminya,
termasuk membantu suaminya merekam pesan-pesan dalam video yang ia tayang setiap
sabtu sore. Menjadi orang tua tunggal bukanlah hal yang mudah. Namun menjadi orang tua
tunggal bagi seorang wanita merupakan hal yang tersulit baik secara psikologis maupun segi
sosial. Di dalam novel, Ibu Itje juga terpaksa mulai mandiri, berhitung, dan merencanakan
strategi untuk bertahan hidup dan membesarkan anak-anaknya sendirian. Dengan bekal yang

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


diberikan Bapak, Ibu Itje pun mulai merintis warung makan yang kini telah berkembang
menjadi beberapa restaurant dan membuatnya jadi juragan rumah makan. Ibu Itje memiliki
prinsip bahwa dalam hidup yang ia pegang teguh yaitu tidak bergantung dan merepotkan
orang lain, meskipun itu anak-anaknya sendiri. Hal itu dilakukan karena ia telah berjanji
ketika tua ia tidak merepotkan anak-anaknya.
Setelah menjelaskan tokoh utama yang terdapat dalam novel Sabtu Bersama Bapak,
penulis akan memaparkan tentang tokoh bawahan. Tokoh bawahan dalam novel ini, yaitu
Rissa, Ayu, Ryan, Miku, Dani, dan Salman. Rissa merupakan istri dari Satya, dia wanita
yang cerdas. Saat merantau ke luar negeri, ia masih mampu mencari tambahan penghasilan
bagi keluarganya dan sanak saudara di Bandung sebagai trading saham. Ia bekerja di rumah
sambil menjadi ibu rumah tangga yang baik bagi ketiga anaknya Ryan, Miku, dan Dani.
Kelemahan yang ia miliki adalah masakannya kurang enak.
Ryan, Miku, dan Dani adalah buah hati dari pasangan Satya dan Rissa. Ryan berusia 7
tahun dan belajar di sebuah sekolah dasar di Denmark. Di sekolahnya Ryan sering jadi
sasaran gangguan temannya di sekolah.
Ayu adalah karyawan baru yang berhasil mencuri hati Cakra pada hari pertama ia
bekerja. Wanita ini berusia 24 tahun, wajahnya terlihat cantik bahkan dengan dandanan yang
tipis. Pada mulanya, Ayu tidak menyukai pertemuannya dengan Cakra. Baginya Cakra
membosankan dan membuatnya mengingat kejadian buruk di masa lampau. Setelah menolak
pernyataan cinta Cakra, betapa kagetnya Ayu, ketika ia dipertemukan dengan pria itu
kembali di acara perjodohan yang disusun oleh Ibunya dan Ibu Itje. Awalnya suasana di
antara mereka terasa canggung, namun perlahan keduanya mulai membuka diri. Ayu pun
mulai menyukai Cakra dan pemikirannya yang hebat mengenai konsep pernikahan.
Akhirnya, Ayu pun memilih Cakra sebagai kekasihnya.
Salman merupakan pesaing terberat Cakra dalam mendapatkan hati Ayu. Sama-sama
masih muda dan menjabat sebagai Deputy Director dalam bidang legal. Salman mampu
memenangkan hati Ayu dan banyak wanita yang lainnya di awal. Ia memang terkenal
perayu. Tampilannya pun terlihat mewah berbeda dari Cakra. Namun, pada akhirnya Ayu
lebih memilih Cakra sebagai kekasih dan calon suami.
Sebagai salah satu karya sastra, Novel Sabtu Bersama Bapak memiliki nilai-nilai
moralitas yang di kemukakan berdasarkan pandangan pengarang melalui tokoh atau cerita
mengenai bagaimana tingkah laku manusia dalam bermasyarakat. Melalui tokoh-tokoh dan
beragam rangkaian cerita, pembaca diharapkan dapat mengambil pesan-pesan yang
disampaikan atau diamanatkan tersebut. Pengarang berusaha agar pembaca mampu

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


memperoleh nilai-nilai tersebut dan bisa merefleksikannya dalam kehidupan. Novel Sabtu
Bersama Bapak merupakan sebuah karya sastra yang mengandung amanat atau ajaran moral
pada isi cerita di dalamnya. Novel ini terdapat nilai-nilai moral mengenai beberapa hal, yaitu
kejujuran, rasa bertanggung jawab, kesetiaan, keberanian, dan pengorbanan.
a. Nilai Kejujuran
Kejujuran berhubungan dengan ketulusan hati dan kelurusan hati. Suseno (1987:142-
143) mengemukakan bahwa bersikap terhadap orang lain tanpa kejujuran adalah
kemunafikan dan sering beracun. Kejujuran merupakan salah satu aspek moral yang muncul
dalam cerita novel Sabtu Bersama Bapak. Seseorang yang jujur akan dengan mudah
mendapatkan kesuksesan sebab apa yang dikatakan dan diperbuat sesuai dengan yang
diharapkan orang lain. Sikap jujur ditampilkan dalam novel yaitu pada saat Cakra dan Ayu
membahas mengenai perkawinan. Bersikap jujur merupakan perbuatan yang adil dan
menghormati orang lain. Dengan perasaan jujur tidak akan lagi muncul rasa ketakutan akan
ketahuan telah berbohong ataupun merasa telah merugikan orang lain. Bagi pelaku yang
bersikap tidak jujur biasanya senantiasa dalam pelarian, lari dari orang lain yang dianggap
ancaman, serta lari dari diri sendiri karena takut menghadapi kenyataan hidup. Hal ini dapat
memunculkan kesulitan baru dalam hidupnya kelak. Kejujuran akan menyebabkan harga diri
seseorang bernilai tinggi dan disukai orang lain, bukan dilihat dari barang ataupun pakaian
yang mereka kenakan. Kutipan ini mengajarkan salah satu bentuk ajaran moral kejujuran
yang dapat dicontoh dalam pola pengasuhan anak yang baik.
b. Nilai Kesediaan Bertanggung Jawab
Kesediaan untuk bertanggung jawab adalah yang pertama, kesediaan untuk melakukan
apa yang harus dilkukan dengan sebaik mungkin. Bertanggung jawab berarti suatu sikap
terhadap tugas yang membebani kita (Suseno, 1987: 145). Setiap orang harus bersedia untuk
mempertanggung jawabkan segala perkataan dan perbuatan yang ia telah lakukan. Dalam
novel Sabtu Bersama Bapak, bertanggung jawab digambarkan melalui sikap berani meminta
maaf. Satya yang telah bersikap pemarah berani meminta maaf kepada Rissa, istrinya, dan
ketiga anaknya, Ryan, Miku, dan Dani dan berjanji untuk merubah sikapnya. Satya teringat
bahwa berani meminta maaf adalah sikap bertanggung jawab dan menghargai orang lain atas
ketidaknyamanan yang ia rasakan akibat tingkah laku kita dan orang yang tidak berani
meminta maaf adalah orang yang arogan.
c. Nilai Kesetiaan
Kesetiaan memiliki arti bahwa jika orang tersebut telah percaya bahwa dirinya tidak
akan mengkhianati. Nilai kesetiaan ini merupakan nilai yang diberikan kepada pihak yang

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


disayangi dan merupakan salah satu nilai yang wajib. Dalam novel ini digambarkan bentuk
kesetiaan antara pasangan kekasih dan suami istri. Kesetiaan dari pasangan kekasih
digambarkan melalui hubungan Cakra dan Ayu. Cakra yang menyukai Ayu tetap mendekati
Ayu walaupun pada mulanya Ayu menyukai pria lain yaitu Salman. Sikap Cakra yang tetap
mempertahankan perasaannya meskipun ada halangan serta pemikiran Cakra yang meminta
Ayu untuk menjadi perhiasan dunia dan akhirat baginya membuat Ayu akhirnya luluh dan
menyukai Cakra. Sedangkan bentuk kesetiaan pasangan suami-istri diperlihatkan oleh Satya
dan istrinya, Rissa.
d. Nilai Keberanian
Keberanian adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam
kesedianan untuk mengambil resiko konflik (Suseno, 1987:147). Namun, keberanian harus
datang pada saat kita membela sesuatu yang benar dan ketidak adilan. Keberanian dalam
novel Sabtu Bersama Bapak diperlihatkan dari Satya yang pemberani namun ditegur karena
membela Cakra mengambil barang teman oleh ayahnya. Namun, Bapak menegurnya karena
perbuatannya salah. Berani itu bukan hanya untuk melindungi saudara, tetapi berani itu jika
kita membela yang benar. Keberanian sangat diperlukan agar kita mampu menjalani
tantangan hidup yang sulit agar bisa berhasil. Keberanian untuk mengalahkan rasa takut, rasa
malas, rasa menyerah. Namun keberanian juga tidak boleh dilakukan sesuka hati misalnya
dengan mencari masalah, berkelahi, dll. Pengajaran mengenai moral keberanian ini amat
diperlukan pada masa kini agar anak-anak, orang tua, keluarga dan masyarakat tidak salah
kaprah dalam mengartikan nilai-nilai keberanian tersebut.
e. Nilai Pengorbanan
Pengorbanan merupakan perbuatan tulus ikhlas kepada seseorang tanpa mengharapkan
imbalan apapun. Pengorbanan sangatlah diperlukan dalam hubungan antara sesama manusia
sebab perbuatan ini menjadikan kita manusia yang berakhlak mulia dan berguna. Dalam
novel Sabtu Bersama Bapak pengorbanan diperlihatkan dari sikap Rissa yang digambarkan
memiliki sikap rela berkorban sebagai bentuk pengabdiannya sebagai istri dan ibu. Rissa rela
meninggalkan karir pekerjaannya yang cemerlang setelah menikah demi mengikuti Satya
yang bekerja di luar negeri. Ketika ia ingin kembali bekerja kantoran, ia hamil lalu
melahirkan sehingga ia memutuskan untuk bekerja di rumah sehingga tidak mengganggu
kesibukannya mengurus rumah dan keluarga. Meskipun Rissa telah mengorbankan waktu
dan keinginannya untuk mengurus Ryan, Miku, dan Dani, Rissa tidak merasa keberatan. Ia
merasa apa yang dilakukannya bukanlah pengorbanan tapi sebagai perwujudan kasih
sayangnya. Pengorbanan adalah mengerjakan sesuatu dengan ketulusan tanpa mengharapkan

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


pamrih atau imbalan dan balas budi atas hal yang telah ia lakukan. Ajaran moral yang
terkandung dari interaksi keluarga Garnida yang dapat menjadi pelajaran dan diterapkan
dalam keluarga pada masa kini.

KESIMPULAN

Novel Sabtu Bersama Bapak karangan Adhitya Mulya berkisah mengenai kehidupan
keluarga, saat kepala keluarga meninggal dunia, dan bagaimana nasib keluarganya dapat
mempertahankan kehidupan selanjutnya. Tokoh Bapak meninggal dunia, karena penyakit
kanker. Namun, sosoknya tidak pernah hilang, sebab sebelum kematiannya, Bapak
menyiapkan banyak rekaman untuk menggantikan kehadirannya menemani dan mengasuh
anak-anak yang diputar setiap sabtu sore.
Struktur novel Sabtu Bersama Bapak ini dibuat dengan baik sehingga pembaca dengan
mudah dapat memahaminya. Adapun empat unsur struktur yang menonjol dalam novel ini
adalah tema, tokoh, latar, dan alur.
Tema yang diangkat dalam novel ini adalah kekeluargaan. Tema ini tak lepas dari
penggambaran hubungan antar tokoh yang terjalin dalam cerita. Alur yang digunakan dalam
novel ini adalah maju yang dimulai dengan pengenalan para tokoh, rangsangan, konflik, dan
penyelesaian. Akhir novel ini pun berujung pada bahagi, saat semua permasalahan yang
terjadi diselesaikan dengan baik dan semua anggota keluarga Garnida baik Ibu Itje, Satya,
Cakra, Rissa, Ayu, dan ketiga anak Satya yaitu Ryan, Miku, dan Dani dapat berkumpul
bersama kembali di acara perkawinan Cakra dan Ayu. Latar dalam novel ini terdiri atas latar
waktu, tempat, dan suasana. Waktu yang digunakan dalam novel ini berkisar antara tahun
1991-2016. Pemilihan tempat yang digunakan sebagai latar dalam novel ada tiga tempat yaitu
Jakarta, Bandung, dan Denmark. Sedangkan suasana yang dibangun oleh pengarang adalah
keluarga yang modern namun tidak meninggalkan jati diri sang pengarang yang berasal dari
Bandung, dan menggunakan etnis Sunda dalam novel ini. Hal ini terlihat dalam penggunaan
kata sapaan seperti Kang, Neng, Bageur, dll yang berasal dari bahasa Sunda. Tokoh utama
yang memiliki peranan dalam cerita adalah Satya, Cakra, dan Ibu Itje. Meskipun Bapak,
merupakan tokoh utama dan digunakan sebagai nama judul novel, namun Bapak tidak
dihadirkan secara langsung dalam cerita melainkan lewat rekaman kamera yang Satya dan
Cakra putar setiap mereka rindu sosok Bapak ataupun saat membutuhkan jawaban dari
permasalahan yang membingungkan. Tokoh bawahan ada yang bersikap protagonis dan
antagonis. Tokoh bawahan protagonis adalah Rissa dan Ayu. Sedangkan tokoh bawahan

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


antagonis adalah Salman, saingan Cakra. Kehadiran tokoh bawahan ini makin menghidupkan
konflik dan jalinan cerita yang terdapat dalam novel.
Selain itu novel ini cukup menghibur, dan memiliki beberapa ajaran moral yang
terkandung dari interaksi keluarga Garnida yang dapat menjadi pelajaran dan diterapkan
dalam keluarga pada masa kini. Nilai-nilai moral yang tercermin dalam Novel Sabtu Bersama
Bapak di antaranya, yaitu nilai kejujuran, rasa bertanggung jawab, nilai kesetiaan dalam
keluarga, keberanian, kesetiaan, dan pengorbanan.
Nilai Kejujuran ini diperlihatkan dari sikap tokoh Cakra saat bercakap-cakap dengan
Ayu mengenai perkawinan. Menurut pendapatnya, banyak orang yang tidak jujur dan
menyembunyikan rahasia dari pasangannya karena takut hilang kepuasan dan kekuasaan
dalam berumah tangga, padahal kejujuran itu sangat penting dalam membina hubungan
perkawinan. Selain dalam hubungan perkawinan, kejujuran juga penting diterapkan dalam
berbagai hal. Nilai Kesetiaan ini tercermin dalam hubungan Gunawan Garnida (Bapak)-Ibu
Itje, Satya-Rissa, dan Cakra-Ayu. Dalam novel, kesetiaan dalam hubungan Bapak-Ibu Itje
diperlihatkan dengan keputusan Ibu Itje yang tidak menikah lagi setelah ditinggal wafat oleh
suaminya dan mulai bekerja keras untuk membesarkan kedua buah hatinya, Satya dan Cakra
dengan menggunakan bekal yang telah disiapkan mendiang suami. Ibu Itje juga rajin
mengunjungi makam Bapak sebagai bentuk rasa cinta dan kesetiaannya. Pada hubungan
Satya-Rissa, nilai kesetiaan ini diperlihatkan lewat keputusan Rissa yang meninggalkan karir
nya demi mengikuti Satya, suaminya, bekerja di luar negeri. Meskipun, ia harus membesarkan
anak-anaknya di negara lain dan jauh dari sanak-saudara, ia tak pernah mengeluh. Rissa
bahkan masih tetap berusaha menyenangkan hati suaminya dengan tetap menjaga badan dan
keharmonisan perkawinan mereka. Nilai Keberanian tercermin dari sikap tokoh Satya. Satya
yang merupakan anak sulung terbiasa menjaga adiknya, Cakra. Sedari kecil ia memiliki sikap
berani. Satya pernah terlibat pertengkaran lantaran membela adiknya. Nilai Kesediaan
Bertanggung Jawab diperlihatkan dalam sikap tokoh Bapak dan Satya. Dalam novel tersebut,
Bapak menegaskan bahwa selalu merencanakan hal-hal dengan baik adalah suatu bentuk
pertanggung jawaban untuk melindungi orang-orang yang disayang dari segala kemungkinan
terburuk yang dapat terjadi. Nilai Pengorbanan yang dilakukan orang tua kepada anaknya ini
tercermin dari sikap Ibu Itje kepada anak-anaknya dan tergambar dalam tokoh Rissa juga.
Novel Sabtu Bersama Bapak ini syarat akan pesan-pesan moral dalam setiap bab yang
ditulis pengarangnya. Selain sebagai sarana hiburan, novel ini juga dapat dijadikan media
untuk menanamkan kembali nilai-nilai moral dalam sebuah keluarga Indonesia yang kini
mulai memudar akibat modernisasi saat ini. Sebagai bahan pengingat dan perenungan, bahwa

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


pembaca bisa berprilaku sesuai dengan nilai-nilai moral yang baik khususnya dalam
kehidupan keluarga dan berumah tangga.

KRITIK DAN SARAN

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini dan
memohon maaf jika terdapat beberapa kesalahan baik dalam penulisan pada skripsi ini. Dalam
penyusunan, penulis menemukan beberapa hal yang menjadi catatan yang dapat dikoreksi dan
diperbaiki untuk penelitian selanjutnya.
Buku ini bisa menjadi rekomendasi karena selain menghibur terdapat juga muatan nilai-
nilai moral yang baik ditanamkan dalam pengasuhan orang tua dan pendidikan anak. Bukan
hanya itu, pembaca dan masyarakat yang belum berkeluarga pun juga masih bisa
menikmatinya serta dapat mengambil pengajaran dari nilai-nilai moral yang tergambar dalam
novel Sabtu Bersama Bapak.
Saran penulis, untuk penelitian lebih lanjut diperbanyak dalam menganalisis novel
populer, karena sangat penting untuk pembaca agar mengetahui makna yang terkandung di
dalam karya sastra populer. Penelitian untuk mengetahui nilai moral atau amanat yang
terkandung dalam karya sastra, tidak harus selalu dari karya sastra serius, tetapi bisa dari
karya sastra populer seperti novel Sabtu Bersama Bapak ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.


Daradjat, Zakiah. 1975. Membina nilai-nilai moral di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: MedPress.
Koentjaraningrat. 1989. Antropologi Sosial. Jakarta: Aksara Baru.
Leslie, Gerald R. 1982. The Family in Social Context. New York: Oxford University Press.
Mulya, Adhitya. 2015. Sabtu Bersama Bapak. Jakarta: Gagas Media.
Noor, Redyanto. 2004. Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang: Fasindo.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Ritzer, George, dan Douglas J. Goodman. 2003. Teori Sosiologi Modern (edisi ke-6). Jakarta:
Prenada Media
Satoto, Soediro. 1993. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: UNS Press.
Semi, M. Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
Semi, M. Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015


Silalahi, Karlinawati. 2010. Keluarga Indonesia: Aspek dan Dinamika Zaman. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Sudarna. 1991. “Pola Asuh Orangtua dan Pengaruhnya Terhadap Pribadi Anak”, Artikel
dalam Majalah Semesta, Edisi 07/XVIII/Oktober 1991. hal 17.
Sudjiman, Panuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sumardjo, Jakob. 1991. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.
Suroto. 1989. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Suseno, Franz Magnis. 1987. Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral.
Yogyakarta: Kanisius.
Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: Pustaka Jaya.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1992. Teori Kesusasteraan Terj. Melani Budianta. Jakarta:
Gramedia.

Nilai-nilai moral..., Kemala Arum Dityasih, FIB UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai