Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

PERPAJAKAN

Penyusutan, Amortisasi dan Revaluasi

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan

Disusun Oleh : KELOMPOK 3


ERNI SRIWANTI 1892040014

ERNAWATI 1892040022

PARIF 1892041011

CHADIJAH JUL PANCAWATI MAULANA 1892041021

SHERLI ALI 1892041038

JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan Makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga Makalah ini dapat digunnakan sebagai
salah satu acuan.

Harapan saya semoga Makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Makalah ini.

Karawang, 21 Februari 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Kata
pengantar ..................................................................................................................

Daftar isi.....................................................................................................................

BAB PENDAHULUAN..................................................................................................

BAB I PENYUSUTAN..................... .........................................................................

BAB II AMORTISASI..................................................... ...............................................

BAB III REVALUASI...................................................................................................

BAB PENUTUP ..................................................................................................


PENDAHULUAN

Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang Undang nomor 7 tahun 1983 dst Undang Undang No. 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) pembebanan biaya atas perolehan harta berwujud dan tidak
berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun harus dilakukan melalui penyusutan atau
amortisasi. Penyusutan aktiva tetap dan amortisasi harta tak berwujud tersebut dapat dibebankan
sebagai pengurang penghasilan (biaya fiskal). Pada dasarnya, tujuan penyusutan dan amortisasi aktiva
tetap menurut UU PPh (fiskal) sama dengan menurut akuntansi /komersial. Tujuan penyusutan dan
amortisasi komersial dimaksudkan untuk mengalokasikan nilai perolehan ke masa manfaat aktiva tetap
dan harta tak berwujud tersebut untuk dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung laba neto.

Metode penyusutan dan amortisasi dalam akuntansi banyak jenisnya. Namun metode penyusutan dan
amortisasi untuk kepentingan penghitungan pajak telah diatur tersendiri dalam UU PPh dengan tujuan
adanya keseragaman.

I. PENYUSUTAN

Pengertian Penyusutan

Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa yang diestimasi.
Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan dan nilai dari aktiva tersebut semakin
berkurang. Pengurangan nilai aktiva dibebankan secara bertahap.

Pengakuan akan adanya penurunan nilai akiva/harta berwujud yang didistribusikan secara
sistematis menjadi biaya (expense) dalam setiap periode akuntansi.

Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta
berwujud melalui penyusutan.

Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak
guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan,
kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh
penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk
memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng,
perusahaan keramik, atau perusahaan batu bata.

Yang dimaksud dengan “pengeluaran untuk memperoleh tanah hak guna bangunan, hak guna
usaha, dan hak pakai yang pertama kali” adalah biaya perolehan tanah berstatus hak guna
bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai dari pihak ketiga dan pengurusan hak-hak tersebut
dari instansi yang berwenang untuk pertama kalinya, sedangkan biaya perpanjangan hak guna
bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai diamortisasikan selama jangka waktu hak-hak
tersebut.

Sesuai dengan pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat
disusutkan dalam satu golongan. Ketentuan mengenai penyusutan aktiva/harta berwujud diatur
dalam pasal 11 undang-undang nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan.

2. Ketentuan tentang Penyusutan menurut pasal 10 UU PPh

a. Harta yang dapat yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang memiliki masa
manfaat lebih dari 1 tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang menjadi objek pajak, kecuai tanah.

b. Harta yang tidak dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
tidak boleh disusutkan secara fiskal, misalnya: bangunan untuk tempat tinggal karyawan bukan
di daerah terpencil yang ditetapkan Menteri Keuangan. Keuntung penjualan harta tersebut
merupakan objek PPh, namun apabila terjadi kerugian tidak dapat dibebankan sebagai biaya
fiskal.

c. Penyusutan aktiva dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang
masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan hrta
tersebut. Dengan persetujuan Direktorat Jenderal Pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan
harta tersebut dipergunakan.
3. Harga/Nilai Perolehan Aktiva Tetap

Penentuan harga prolehan aktiva tetap sangat penting karena harga perolehan menjadi dasar
untuk menghitung besarnya biaya penyusutan tiap-tiap tahun. Adapun ketentuan sesuai dengan
pasal 10 UU PPh, penentuan harga perolehan aktiva tetap sebagai berikut:

a. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yangtidak
dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima
sedangkan apabila terdapat hubungan istemewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan
atau diterima.

b. Nilai perlehan atau niai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah
yang seharusnya dikeluarkan aau diterima berdasarkan harga pasar.

c. Nilai perolehan atau nilai pengalihan hata yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, pleburan pemekaran, pemecahan, atau pengmbilalihan usaha adalah jumlah
yang seharunya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecualiditetapkan lain oleh
Menteri Keuangan.

d. Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah:

1) Yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang meneima pengalihan, sama
dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan Direktur
Jenderal Pajak.

2) Yang tidak memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang menerim pengalihan,
sama dengan nilai pasar dan harta tersebut.

3) Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka penyetoran modal (inbreng) bagi badan
yang menerima pengalihan, sama dengan nilai pasar dari harta tesebut.
4. Waktu Dilakukannya Penyusutan

a. pada bulan dilakukannya pengeluaran; atau

b. pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun pertama
dihitung secara pro-rata; atau

c. dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; atau

d. dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan
yakni saat mulai berproduksi dan bukan saat diterima atau diperolehnya penghasilan

5. Tarif penyusutan dan golongan aktiva berwujud menurut UU PPh

Tarif Penyusutan
Kelompok Harta
Masa Manfaat Metode Garis Lurus Metode Saldo
Berwujud
Menurun

I. Bukan Bangunan

Kelompok 1 4 tahun 25% 50%

Kelompok 2 8 tahun 12,50% 25%

Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,50%

Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

II. Bangunan

Permanen 20 tahun 5% –
Tidak Permanen 10 tahun 10% –

6. Metode Penyusutan

Metode penyusutan menurut ketentuan peundang-undangan perpajakan sebagaimana telah


diatur dalam pasal 11 UU PPh :

Metode garis lurus (straight line method), atau metode saldo menurun (declining balance
method) untuk Aset Tetap Berwujud Bukan Bangunan

Metode garis lurus untuk Aset Tetap Berwujud Berupa Bangunan.

a. Metode garis lurus (straight line method)

Dasar penyusutan adalah harga perolehan. Penyusutan dengan metode garis lurus adalah
penyusutan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi
harta tersebut.

Contoh Penghitungan penyusutan dengan metode garis lurus :

PT. Citruk membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga
Rp.100.000.000 pada tanggal 11 Juli 2012, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva
tersebut berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut :

Tahun Harga Perolehan %Penyusutan Biaya Penyusutan Nilai Sisa Buku

2012 Rp. 100.000.000 25% Rp. 12.500.000 Rp. 87.500.000

2013 25% Rp. 25.000.000 Rp. 62.500.000


2014 25% Rp. 25.000.000 Rp. 37.500.000

2015 25% Rp. 25.000.000 Rp. 12.500.000

2016 25% Rp. 12.500.000 Rp. 0

Keterangan :

Untuk tahun 2012 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena
pembelian dimulai pada bulan Juli 2012 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan
Juli 2012 sampai Desember 2012 yaitu selama 6 bulan.

Untuk tahun 2016 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena
sisa masa manfaat hanya untuk bulan Januari 2014 sampai Juni 2014 yaitu selama 6 bulan.

b. Metode saldo menurun (declining balance method)

Dasar penyusutan adalah nilai sisa buku fiskal. Penyusutan dengan metode saldo menurun
adalah penyusutan dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif
penyusutan atas nilai sisa buku. Cara perlakuan nilai sisa buku suatu aktiva tetap pada akhir
masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun adalah nilai sisa buku suatu
aktiva pada akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun harus
disusutkan sekaligus

Contoh Penghitungan penyusutan dengan metode saldo menurun:

PT. ZekRed membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga
Rp.100.000.000 pada tanggal 9 Juli 2010, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva
tersebut berdasarkan metode saldo menurun adalah sebagai berikut :

Tahun Harga Perolehan %Penyusutan Biaya Penyusutan Nilai Sisa Buku


2010 Rp. 100.000.000 50% Rp. 25.000.000 Rp. 75.000.000

2011 50% Rp. 32.500.000 Rp. 32.500.000

2012 50% Rp. 16.250.000 Rp. 16.250.000

2013 50% Rp. 8.125.000 Rp. 8.125.000

2014 Disusutkan sekaligus 50% Rp. 8.125.000 Rp. 0

Keterangan :

Untuk tahun 2010 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x biaya perolehan, karena
pembelian dimulai pada bulan Juli 2010 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan
Juli 2010 sampai Desember 2010 yaitu selama 6 bulan.

II. AMORTISASI
Pengertian Amortisasi

Pada UU PPh menggunakan istilah harta tak berwujud tidak dengan asset tetapi mempunyai
pengertian yang sama dengan asset dalam SAK. Seperti yang telah dilakukan pada asset tetap
berwujud, nilai asset tetap tah berwujud harus juga dilakukan penyusutan yang disebut juga
dengan Amortisasi.

Pengertian asset tak berwujud adalah asset tak lancar (non-current asset) dan tak berbentuk
yang memberikan hak keekonomian dan hukum kepada pemiliknya dan dalam laporan
keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi asset yang lain (PSAK no 19). Termasuk
dalam asset tak berwujud adalah hak paten, Good Will, hak merk.

Metode Amortisasi
Metode amortisasi yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line method) dan
metode saldo menurun (declining balance method). Wajib pajak diperkenankan untuk memilih
salah satu metode untuk melakukan amortisasi.

Kelompok Aset Tetap Tak Berwujud Dan Tarif Amortisasi

Dalam menghitung amortisasi asset tetap tidak berwujud terlebih dahulu harus dikelompokkan
sesuai dengan masa manfaatnya. Untuk lebih jelasnya pengelompokkan masa manfaat dan tarif
penyusutan terlihat sebagai berikut:

Kelompok Harta Masa Tarif Amortsasi berdasarkan Tarif Amortsasi berdasarkan


Tak Berwujud Manfaat metode garis lurus metode saldo menurun

Kelompok 1 4 tahun 25% 50%

Kelompok 2 8 tahun 12,50% 25%

Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,50%

Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

Penetapan masa manfaat dan tarif amortisasi diatas dimaksudkan untuk memberikan
keseragaman dalam melakukan amortisasi. Metode yang digunakan sesuai dengan metode yang
dipilih berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya. Kemungkinan dapat terjadi masa manfaat
asset tetap tak berwujud tidak tercantum pada kelompok masa manfaat, sehingga wajib pajak
menggunakan masa manfaat terdekat. Sebagai contoh asset tetap tak berwujud masa manfaat
sebenarnya 6 tahun, dapat menggunakan masa manfaat 4 tahun atau 8 tahun. Apabila masa
manfaat sebenarnya 5 tahun maka menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun.

Contoh Perhitungan Amortisasi

PT Asti Jaya pada tanggal 4 November 2001 mengeluarkan uang sebanyak Rp. 100.000.000,00
untuk memperoleh hak lisensi dari Phoenixcyle Ltd. selama 4 tahun untuk memproduksi Sepeda
Phoenix. Perhitungan amortisasi hak lisensi tersebut adalah sebagai berikut:

Alternatif I : Metode Garis Lurus

Amortisasi tahun 2001:

25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00

Amortisasi tahun 2002:

25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00


Amortisasi tahun 2003:

25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00

Amortisasi tahun 2004:

25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00

Alternatif II : Metode Saldo Menurut

Amortisasi tahun 2001:

50% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 50.000.000,00

Amortisasi tahun 2002:

50% x (Rp. 100.000.000,00 – Rp. 50.000.000,00)

50% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00

Amortisasi tahun 2003:

50% x (Rp. 50.000.000,00 – Rp. 25.000.000,00)

50% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 12.500.000,00

Amortisasi tahun 2004:

Karena tahun 2004 merupakan akhir masa manfaat, maka pada tahun 2004 seluruh sisa nilai
buku diamortisasikan sekaligus sehingga amortisasi tahun 2004 adalah:

(Rp. 25.000.000,00 – Rp. 12.500.000,00) = Rp. 12.500.000,00

Amortisasi Berdasar Metode Satuan Produksi

Hak atau Pengeluaran di bidang Penambangan minyak dan gas bumi

Amortisasi dengan metode satuan produksi diterapkan pada amortisasi atas pengeluaran untuk
memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun di
bidang penambangan minyak dan gas bumi. Dalam hal ini, metode satuan produksi dilakukan
dengan menerapkan persentase tarif amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan
persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang
bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi dilokasi tersebut
yang dapat diproduksi.

Contoh:

Pada tahun 2001 PT Dira Oil mengeluarkan uangnya sebesar Rp. 1.000.000.000,00 unutk
memperoleh hak penambangan minyak bumi. Kandungan minyak bumi ditaksir sebesar
5.000.000 barel. Produksi bumi tahun 2002 mencapai 1.500.000 barel. Besarnya amortisasi
untuk tahun 2002 adalah:

Tarif amortisasi = (realisasi penambangan : taksiran kandungan) x 100%

= (1.500.000 : 5.000.000) x 100%

= 30%

Amortisasi 2002 = 30% x Rp 1.000.000.000,00

= Rp. 300.000.000,00

Seandainya jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih
terdapat sisa pengeluaran yang belum diamortisasi, maka atas sisa tersebut boleh dibebankan
sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, hak pengusahaan
sumber, dan hasil alam lainnya

Amortisasi dengan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% setahun, diterapakan pada
amortisasi atas:

Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi

Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan

Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan sumber dan hasil alam lainnya, yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun.
Contoh:

PT DiraWood pada tahun 2002 mengeluarkan uang sebesar Rp. 1.000.000.000,00 untuk
memperoleh hak pengusahaan hutan. Potensi hak pengusahaan hutan adalah 20.000.000 ton.
Jumlah produksi pada tahun 2002 adalah sebesar 8.000.000 ton. Jumlah yang diamortisasi
dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun 2002 adalah sebesar:

(8.000.000 : 20.000.000) ton x Rp. 1.000.000.000,00 =

40% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 400.000.000,00

Jumlah yang telah diamortisasi maksimum adalah 20% dari pengeluaran, maka amortisasi yang
diperkenankan hanyalah sebesar 20% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp. 200.000.000,00

III. PENILAIAN KEMBALI (REVALUASI) AKTIVA TETAP


Revaluasi Aktiva Tetap Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan

Revaluasi aktiva tetap dalam akuntansi pada umumnya tidak diperkenankan kecuali ditentukan
berdasarkan ketentuan pemerintah, misalnya peraturan pajak. Dalam PSAK 16 disebutkan
bahwa penilaian kembali aktiva tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena standar
akuntansi keuangan menganut penilaian aktiva berdasarkan harga perolehan atau harga
pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan
pemerintah. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan dari
konsep harga perolehan di dalam penyajian aktiva tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut
terhadap gambaran keuangan perusahaan. Selisih revaluasi dengan buku (nilai tercatat) aktiva
tetap dibukukan dalam akun modal dengan nama “selisih penilaian kembali aktiva tetap”.

Revaluasi atau pernyataan kembali (restatement) aktiva dan kewajiban menimbulkan kenaikan
atau penurunan ekuitas. Meskipun memenuhi definisi penghasilan dan beban, menurut konsep
pemeliharaan modal tertentu, kenaikan dan penurunan ini tidak dimasukkan dalam laporan
laba rugi. Sebagai alternative pos ini dimasukkan ke dalam ekuitas sebagai penyesuaian
pemeliharaan modal atau cadangan revaluasi.

Revaluasi Aktiva Tetap Berdasarkan Undang-Undang Pajak

Berdasarkan Kepmenkeu No.384/KMK.04/1998 tanggal 14 Agustus 1998 dan Surat Edaran


Dirjen. Pajak No. 29/PJ.42/1998, diatur mengenai:

Yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap adalah Wajib Pajak Badan dalam negeri
yang telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum
masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Kewajiban pajak tersebut adalah semua kewajiban
dari Wajib Pajak yang bersangkutan, seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Bumi dan Bangunan yang telah terutang sampai
dengan masa pajak sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali.

Aktiva tetap yang dapat dilakukan penilaian kembali adalah semua aktiva berwujud dalam
bentuk tanah, kelompok bangunan dan bukan bangunan yang tidak dimaksudkan untuk
dialihkan atau dijual (bukan barang dagangan) yang terletak atau berada di Indonesia. Penilaian
kembali harus dilakukan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui oleh Pemerintah.

Penilaian kembali aktiva tetap dihitung/dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar yang
berlaku pada saat dilakukannya penilaian kembali. Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang
ditetapkan oleh perusahaan penilai ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya,
maka dalam rangka perhitungan pajak. Direktur Jendral Pajak dapat menetapkan kembali nilai
pasar atau nilai wajar aktiva yang bersangkutan.
Perlakuan Pajak Atas Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva

Selisih lebih antara nilai pasar atau nilai wajar dengan nilai buku fiskal aktiva tetap yang dinilai
kembali, terlebih dahulu wajib dikompensasikan dengan kerugian fiskal tahun berjalan. Jika
masih terdapat sisa lebih, dapat dikompensasikan dengan sisa kerugian fiskal tahun-tahun
sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan. Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
setelah dilakukan kompensasi kerugian, dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 10%.

Contoh:

Pada akhir tahun 2002, PT Sukses melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya. Nilai buku fiskal
aktiva yang dinilai kembali per 31 Desember 2002 adalah Rp. 100.000.000,00. Nilai wajar aktiva
tersebut adalah Rp 175.000.000,00. Sisa kerugian fiskal tahun sebelumnya yang masih dapat
dikompensasikan adalah Rp 25.000.000,00. Besarnya PPh atas selisih lebih penilaian kembali
aktiva adalah sebesar:

Nilai wajar aktiva Rp. 175.000.000,00

Nilai buku fiskal aktiva 100.000.000,00

Selisih lebih penilaian kembali aktiva Rp. 75.000.000,00

Kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan 25.000.000,00

Selisih lebih setelah kompensasi Rp. 50.000.000,00

PPh = Rp. 50.000.000,00 x 10%

= Rp. 5.000.000,00 (bersifat final)


DAFTAR PUSTAKA

Gunadi, 2001, Restrukturisasi Perusahaan dalam Berbagai Bentuk dan


Pemajakannya, Jakarta: Salemba Empat.

Mardiasmo, 2009, Perpajakan, Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.

Suandy Erly, 2001, Perencanaan Pajak, Jakarta: Salemba Empat.

Waluyo, 2008, Perpajakan Indonesia, Jakarta: Salemba Empat

http://wistonmanihuruk.blogspot.com/2011/03/penyusutan-dan-amortisasi_23.html

Diposting 15th October 2017 oleh Shiki Gaming

0
Tambahkan komentar

OCT

15

Makalah Penyusutan Amortisasi dan Revaluasi

MAKALAH

TAXATION II

Penyusutan, Amortisasi dan Revaluasi

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Taxation II

Disusun oleh :

RIZAL FADILAH 1510631020190

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMENT

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan Makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga Makalah ini dapat digunnakan sebagai salah satu acuan.

Harapan saya semoga Makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Makalah ini.

Karawang, 21 Februari 2017

Rizal Fadilah

(1510631020190)
DAFTAR ISI

Judul ................................................................................................................................................
..................... 1

Kata
pengantar ........................................................................................................................................
............ 2

Daftar
isi ......................................................................................................................................................
......... 3

BAB PENDAHULUAN........................................................................................................................
.................... 4

BAB I
PENYUSUTAN....................................................................................................................................
.......... 4
BAB
II AMORTISASI...................................................................................................................................
............ 8

BAB
II REVALUASI.....................................................................................................................................
.......... 12

DAFTAR
ISI .....................................................................................................................................................
.... 14

PENDAHULUAN

Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang Undang nomor 7 tahun 1983 dst Undang Undang No. 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) pembebanan biaya atas perolehan harta berwujud dan tidak
berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun harus dilakukan melalui penyusutan atau
amortisasi. Penyusutan aktiva tetap dan amortisasi harta tak berwujud tersebut dapat dibebankan
sebagai pengurang penghasilan (biaya fiskal). Pada dasarnya, tujuan penyusutan dan amortisasi aktiva
tetap menurut UU PPh (fiskal) sama dengan menurut akuntansi /komersial. Tujuan penyusutan dan
amortisasi komersial dimaksudkan untuk mengalokasikan nilai perolehan ke masa manfaat aktiva tetap
dan harta tak berwujud tersebut untuk dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung laba neto.

Metode penyusutan dan amortisasi dalam akuntansi banyak jenisnya. Namun metode penyusutan dan
amortisasi untuk kepentingan penghitungan pajak telah diatur tersendiri dalam UU PPh dengan tujuan
adanya keseragaman.

I. PENYUSUTAN

Pengertian Penyusutan

Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa yang diestimasi.
Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan dan nilai dari aktiva tersebut semakin
berkurang. Pengurangan nilai aktiva dibebankan secara bertahap.

Pengakuan akan adanya penurunan nilai akiva/harta berwujud yang didistribusikan secara
sistematis menjadi biaya (expense) dalam setiap periode akuntansi.

Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta
berwujud melalui penyusutan.

Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak
guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan,
kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh
penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk
memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng,
perusahaan keramik, atau perusahaan batu bata.

Yang dimaksud dengan “pengeluaran untuk memperoleh tanah hak guna bangunan, hak guna
usaha, dan hak pakai yang pertama kali” adalah biaya perolehan tanah berstatus hak guna
bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai dari pihak ketiga dan pengurusan hak-hak tersebut
dari instansi yang berwenang untuk pertama kalinya, sedangkan biaya perpanjangan hak guna
bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai diamortisasikan selama jangka waktu hak-hak
tersebut.
Sesuai dengan pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat
disusutkan dalam satu golongan. Ketentuan mengenai penyusutan aktiva/harta berwujud diatur
dalam pasal 11 undang-undang nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan.

2. Ketentuan tentang Penyusutan menurut pasal 10 UU PPh

a. Harta yang dapat yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang memiliki masa
manfaat lebih dari 1 tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang menjadi objek pajak, kecuai tanah.

b. Harta yang tidak dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
tidak boleh disusutkan secara fiskal, misalnya: bangunan untuk tempat tinggal karyawan bukan
di daerah terpencil yang ditetapkan Menteri Keuangan. Keuntung penjualan harta tersebut
merupakan objek PPh, namun apabila terjadi kerugian tidak dapat dibebankan sebagai biaya
fiskal.

c. Penyusutan aktiva dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang
masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan hrta
tersebut. Dengan persetujuan Direktorat Jenderal Pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan
harta tersebut dipergunakan.

3. Harga/Nilai Perolehan Aktiva Tetap

Penentuan harga prolehan aktiva tetap sangat penting karena harga perolehan menjadi dasar
untuk menghitung besarnya biaya penyusutan tiap-tiap tahun. Adapun ketentuan sesuai dengan
pasal 10 UU PPh, penentuan harga perolehan aktiva tetap sebagai berikut:
a. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yangtidak
dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima
sedangkan apabila terdapat hubungan istemewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan
atau diterima.

b. Nilai perlehan atau niai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah
yang seharusnya dikeluarkan aau diterima berdasarkan harga pasar.

c. Nilai perolehan atau nilai pengalihan hata yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, pleburan pemekaran, pemecahan, atau pengmbilalihan usaha adalah jumlah
yang seharunya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecualiditetapkan lain oleh
Menteri Keuangan.

d. Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah:

1) Yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang meneima pengalihan, sama
dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan Direktur
Jenderal Pajak.

2) Yang tidak memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang menerim pengalihan,
sama dengan nilai pasar dan harta tersebut.

3) Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka penyetoran modal (inbreng) bagi badan
yang menerima pengalihan, sama dengan nilai pasar dari harta tesebut.

4. Waktu Dilakukannya Penyusutan


a. pada bulan dilakukannya pengeluaran; atau

b. pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun pertama
dihitung secara pro-rata; atau

c. dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; atau

d. dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan
yakni saat mulai berproduksi dan bukan saat diterima atau diperolehnya penghasilan

5. Tarif penyusutan dan golongan aktiva berwujud menurut UU PPh

Tarif Penyusutan
Kelompok Harta
Masa Manfaat Metode Garis Lurus Metode Saldo
Berwujud
Menurun

I. Bukan Bangunan

Kelompok 1 4 tahun 25% 50%

Kelompok 2 8 tahun 12,50% 25%

Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,50%

Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

II. Bangunan

Permanen 20 tahun 5% –

Tidak Permanen 10 tahun 10% –

6. Metode Penyusutan

Metode penyusutan menurut ketentuan peundang-undangan perpajakan sebagaimana telah


diatur dalam pasal 11 UU PPh :
Metode garis lurus (straight line method), atau metode saldo menurun (declining balance
method) untuk Aset Tetap Berwujud Bukan Bangunan

Metode garis lurus untuk Aset Tetap Berwujud Berupa Bangunan.

a. Metode garis lurus (straight line method)

Dasar penyusutan adalah harga perolehan. Penyusutan dengan metode garis lurus adalah
penyusutan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi
harta tersebut.

Contoh Penghitungan penyusutan dengan metode garis lurus :

PT. Citruk membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga
Rp.100.000.000 pada tanggal 11 Juli 2012, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva
tersebut berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut :

Tahun Harga Perolehan %Penyusutan Biaya Penyusutan Nilai Sisa Buku

2012 Rp. 100.000.000 25% Rp. 12.500.000 Rp. 87.500.000

2013 25% Rp. 25.000.000 Rp. 62.500.000

2014 25% Rp. 25.000.000 Rp. 37.500.000

2015 25% Rp. 25.000.000 Rp. 12.500.000

2016 25% Rp. 12.500.000 Rp. 0

Keterangan :
Untuk tahun 2012 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena
pembelian dimulai pada bulan Juli 2012 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan
Juli 2012 sampai Desember 2012 yaitu selama 6 bulan.

Untuk tahun 2016 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena
sisa masa manfaat hanya untuk bulan Januari 2014 sampai Juni 2014 yaitu selama 6 bulan.

b. Metode saldo menurun (declining balance method)

Dasar penyusutan adalah nilai sisa buku fiskal. Penyusutan dengan metode saldo menurun
adalah penyusutan dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif
penyusutan atas nilai sisa buku. Cara perlakuan nilai sisa buku suatu aktiva tetap pada akhir
masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun adalah nilai sisa buku suatu
aktiva pada akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun harus
disusutkan sekaligus

Contoh Penghitungan penyusutan dengan metode saldo menurun:

PT. ZekRed membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga
Rp.100.000.000 pada tanggal 9 Juli 2010, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva
tersebut berdasarkan metode saldo menurun adalah sebagai berikut :

Tahun Harga Perolehan %Penyusutan Biaya Penyusutan Nilai Sisa Buku

2010 Rp. 100.000.000 50% Rp. 25.000.000 Rp. 75.000.000

2011 50% Rp. 32.500.000 Rp. 32.500.000

2012 50% Rp. 16.250.000 Rp. 16.250.000

2013 50% Rp. 8.125.000 Rp. 8.125.000

2014 Disusutkan sekaligus 50% Rp. 8.125.000 Rp. 0


Keterangan :

Untuk tahun 2010 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x biaya perolehan, karena
pembelian dimulai pada bulan Juli 2010 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan
Juli 2010 sampai Desember 2010 yaitu selama 6 bulan.

II. AMORTISASI
Pengertian Amortisasi

Pada UU PPh menggunakan istilah harta tak berwujud tidak dengan asset tetapi mempunyai
pengertian yang sama dengan asset dalam SAK. Seperti yang telah dilakukan pada asset tetap
berwujud, nilai asset tetap tah berwujud harus juga dilakukan penyusutan yang disebut juga
dengan Amortisasi.

Pengertian asset tak berwujud adalah asset tak lancar (non-current asset) dan tak berbentuk
yang memberikan hak keekonomian dan hukum kepada pemiliknya dan dalam laporan
keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi asset yang lain (PSAK no 19). Termasuk
dalam asset tak berwujud adalah hak paten, Good Will, hak merk.

Metode Amortisasi

Metode amortisasi yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line method) dan
metode saldo menurun (declining balance method). Wajib pajak diperkenankan untuk memilih
salah satu metode untuk melakukan amortisasi.

Kelompok Aset Tetap Tak Berwujud Dan Tarif Amortisasi

Dalam menghitung amortisasi asset tetap tidak berwujud terlebih dahulu harus dikelompokkan
sesuai dengan masa manfaatnya. Untuk lebih jelasnya pengelompokkan masa manfaat dan tarif
penyusutan terlihat sebagai berikut:

Kelompok Harta Masa Tarif Amortsasi berdasarkan Tarif Amortsasi berdasarkan


Tak Berwujud Manfaat metode garis lurus metode saldo menurun
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%

Kelompok 2 8 tahun 12,50% 25%

Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,50%

Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

Penetapan masa manfaat dan tarif amortisasi diatas dimaksudkan untuk memberikan
keseragaman dalam melakukan amortisasi. Metode yang digunakan sesuai dengan metode yang
dipilih berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya. Kemungkinan dapat terjadi masa manfaat
asset tetap tak berwujud tidak tercantum pada kelompok masa manfaat, sehingga wajib pajak
menggunakan masa manfaat terdekat. Sebagai contoh asset tetap tak berwujud masa manfaat
sebenarnya 6 tahun, dapat menggunakan masa manfaat 4 tahun atau 8 tahun. Apabila masa
manfaat sebenarnya 5 tahun maka menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun.

Contoh Perhitungan Amortisasi

PT Asti Jaya pada tanggal 4 November 2001 mengeluarkan uang sebanyak Rp. 100.000.000,00
untuk memperoleh hak lisensi dari Phoenixcyle Ltd. selama 4 tahun untuk memproduksi Sepeda
Phoenix. Perhitungan amortisasi hak lisensi tersebut adalah sebagai berikut:

Alternatif I : Metode Garis Lurus

Amortisasi tahun 2001:

25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00

Amortisasi tahun 2002:

25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00

Amortisasi tahun 2003:

25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00

Amortisasi tahun 2004:

25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00

Alternatif II : Metode Saldo Menurut

Amortisasi tahun 2001:


50% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 50.000.000,00

Amortisasi tahun 2002:

50% x (Rp. 100.000.000,00 – Rp. 50.000.000,00)

50% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00

Amortisasi tahun 2003:

50% x (Rp. 50.000.000,00 – Rp. 25.000.000,00)

50% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 12.500.000,00

Amortisasi tahun 2004:

Karena tahun 2004 merupakan akhir masa manfaat, maka pada tahun 2004 seluruh sisa nilai
buku diamortisasikan sekaligus sehingga amortisasi tahun 2004 adalah:

(Rp. 25.000.000,00 – Rp. 12.500.000,00) = Rp. 12.500.000,00

Amortisasi Berdasar Metode Satuan Produksi

Hak atau Pengeluaran di bidang Penambangan minyak dan gas bumi

Amortisasi dengan metode satuan produksi diterapkan pada amortisasi atas pengeluaran untuk
memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun di
bidang penambangan minyak dan gas bumi. Dalam hal ini, metode satuan produksi dilakukan
dengan menerapkan persentase tarif amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan
persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang
bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi dilokasi tersebut
yang dapat diproduksi.

Contoh:

Pada tahun 2001 PT Dira Oil mengeluarkan uangnya sebesar Rp. 1.000.000.000,00 unutk
memperoleh hak penambangan minyak bumi. Kandungan minyak bumi ditaksir sebesar
5.000.000 barel. Produksi bumi tahun 2002 mencapai 1.500.000 barel. Besarnya amortisasi
untuk tahun 2002 adalah:
Tarif amortisasi = (realisasi penambangan : taksiran kandungan) x 100%

= (1.500.000 : 5.000.000) x 100%

= 30%

Amortisasi 2002 = 30% x Rp 1.000.000.000,00

= Rp. 300.000.000,00

Seandainya jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih
terdapat sisa pengeluaran yang belum diamortisasi, maka atas sisa tersebut boleh dibebankan
sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, hak pengusahaan
sumber, dan hasil alam lainnya

Amortisasi dengan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% setahun, diterapakan pada
amortisasi atas:

Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi

Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan

Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan sumber dan hasil alam lainnya, yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun.

Contoh:

PT DiraWood pada tahun 2002 mengeluarkan uang sebesar Rp. 1.000.000.000,00 untuk
memperoleh hak pengusahaan hutan. Potensi hak pengusahaan hutan adalah 20.000.000 ton.
Jumlah produksi pada tahun 2002 adalah sebesar 8.000.000 ton. Jumlah yang diamortisasi
dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun 2002 adalah sebesar:

(8.000.000 : 20.000.000) ton x Rp. 1.000.000.000,00 =

40% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 400.000.000,00

Jumlah yang telah diamortisasi maksimum adalah 20% dari pengeluaran, maka amortisasi yang
diperkenankan hanyalah sebesar 20% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp. 200.000.000,00
III. PENILAIAN KEMBALI (REVALUASI) AKTIVA TETAP

Revaluasi Aktiva Tetap Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan

Revaluasi aktiva tetap dalam akuntansi pada umumnya tidak diperkenankan kecuali ditentukan
berdasarkan ketentuan pemerintah, misalnya peraturan pajak. Dalam PSAK 16 disebutkan
bahwa penilaian kembali aktiva tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena standar
akuntansi keuangan menganut penilaian aktiva berdasarkan harga perolehan atau harga
pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan
pemerintah. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan dari
konsep harga perolehan di dalam penyajian aktiva tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut
terhadap gambaran keuangan perusahaan. Selisih revaluasi dengan buku (nilai tercatat) aktiva
tetap dibukukan dalam akun modal dengan nama “selisih penilaian kembali aktiva tetap”.

Revaluasi atau pernyataan kembali (restatement) aktiva dan kewajiban menimbulkan kenaikan
atau penurunan ekuitas. Meskipun memenuhi definisi penghasilan dan beban, menurut konsep
pemeliharaan modal tertentu, kenaikan dan penurunan ini tidak dimasukkan dalam laporan
laba rugi. Sebagai alternative pos ini dimasukkan ke dalam ekuitas sebagai penyesuaian
pemeliharaan modal atau cadangan revaluasi.

Revaluasi Aktiva Tetap Berdasarkan Undang-Undang Pajak

Berdasarkan Kepmenkeu No.384/KMK.04/1998 tanggal 14 Agustus 1998 dan Surat Edaran


Dirjen. Pajak No. 29/PJ.42/1998, diatur mengenai:

Yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap adalah Wajib Pajak Badan dalam negeri
yang telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum
masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Kewajiban pajak tersebut adalah semua kewajiban
dari Wajib Pajak yang bersangkutan, seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Bumi dan Bangunan yang telah terutang sampai
dengan masa pajak sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali.

Aktiva tetap yang dapat dilakukan penilaian kembali adalah semua aktiva berwujud dalam
bentuk tanah, kelompok bangunan dan bukan bangunan yang tidak dimaksudkan untuk
dialihkan atau dijual (bukan barang dagangan) yang terletak atau berada di Indonesia. Penilaian
kembali harus dilakukan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui oleh Pemerintah.
Penilaian kembali aktiva tetap dihitung/dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar yang
berlaku pada saat dilakukannya penilaian kembali. Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang
ditetapkan oleh perusahaan penilai ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya,
maka dalam rangka perhitungan pajak. Direktur Jendral Pajak dapat menetapkan kembali nilai
pasar atau nilai wajar aktiva yang bersangkutan.

Perlakuan Pajak Atas Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva

Selisih lebih antara nilai pasar atau nilai wajar dengan nilai buku fiskal aktiva tetap yang dinilai
kembali, terlebih dahulu wajib dikompensasikan dengan kerugian fiskal tahun berjalan. Jika
masih terdapat sisa lebih, dapat dikompensasikan dengan sisa kerugian fiskal tahun-tahun
sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan. Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
setelah dilakukan kompensasi kerugian, dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 10%.

Contoh:

Pada akhir tahun 2002, PT Sukses melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya. Nilai buku fiskal
aktiva yang dinilai kembali per 31 Desember 2002 adalah Rp. 100.000.000,00. Nilai wajar aktiva
tersebut adalah Rp 175.000.000,00. Sisa kerugian fiskal tahun sebelumnya yang masih dapat
dikompensasikan adalah Rp 25.000.000,00. Besarnya PPh atas selisih lebih penilaian kembali
aktiva adalah sebesar:

Nilai wajar aktiva Rp. 175.000.000,00

Nilai buku fiskal aktiva 100.000.000,00

Selisih lebih penilaian kembali aktiva Rp. 75.000.000,00

Kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan 25.000.000,00

Selisih lebih setelah kompensasi Rp. 50.000.000,00

PPh = Rp. 50.000.000,00 x 10%

= Rp. 5.000.000,00 (bersifat final)


DAFTAR PUSTAKA

Gunadi, 2001, Restrukturisasi Perusahaan dalam Berbagai Bentuk dan


Pemajakannya, Jakarta: Salemba Empat.

Mardiasmo, 2009, Perpajakan, Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.

Suandy Erly, 2001, Perencanaan Pajak, Jakarta: Salemba Empat.

Waluyo, 2008, Perpajakan Indonesia, Jakarta: Salemba Empat

http://wistonmanihuruk.blogspot.com/2011/03/penyusutan-dan-amortisasi_23.html

Anda mungkin juga menyukai