Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kardiovaskuler terdiri dari dua suku kata yaitu cardiac dan vaskuler.
Cardiac berate jantung dan vaskuler yang berarti pembuluh darah. Dalam
hal ini mencakup system sirkulasi darah yang terdiri dari jantung
komponen darah dan pembuluh darah. Pusat peredaran darah atau sirkulasi
darah ini berawal di jantung, yaitu sebuah pompa berotot yang berdenyut
secara ritmis dan berulang 60-100x/menit. Setiap denyut menyebabkan
darah mengalir dari jantung, keseluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup
yang terdiri atas arteri, arteriol, dn kapiler kemudian kembali ke jaringan
melalui venula dan vena.
Dalam mekanisme pemelihara lingkungan internal sirkulasi darah
digunakan sebagai system transport oksigen, karbon dioksida, makanan,
dan hormon serta obat-obatan keseluruh jaringan sesuai dengan kebutuhan
metabolism tiap-tiap sel dalam tubuh. Dalam hal ini, factor perubahan
volume cairan tubuh dan hormone dapat berpengaruh pada system
kardiovaskuler baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam memahami system sirkulasi jantung, kita perlu memahami
anatomi fisiologi yang ada pada jantung tersebut sehingga kita mampu
memahami berbagai problematika berkaitan dengan system kardiovaskuler
tanpa ada kesaalahan yang membuat kita melakukan ngelicent (kelalaian).
Oleh karena itu, sangat penting sekali memahami anatomi fisiologi
kardiovaskuler yang berfungsi langsung dalam mengedarkan obat-obatan
serta oksigen dalam tubuh dlam proses kehidupan.
Dalam melakukan pengkajian dengan baik, maka diperlukan
pemahaman, latihan dan ketarampilan mengenal tanda dan gejala yang
ditampilkan oleh pasien. Proses ini dilakukan melalui interaksi perawatan
klien, observasi, dan pengukuran. Pemeriksaan dalam keperawatan
menggunakan pendekatan yang sama dengan pengkajian fisik kedokteran,
yaitu dengan pendekatan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pengkajian fisik kedokteran dilakukan untuk menegakkan diagnosis yang
berupa kepastian tentang penyakit apa ya ng diderita pasien. Pengkajian
keperawatan pada prinsipnya dikembangkan berdasarkan model
keperawatan yang lebih difokuskan pada respon yang ditimbulkan akibat
masalah kesehatan yang dialami. Pengkajian fisik keperawatan harus
mencerminkan diagnosa fisik secara umum perawat dapat membuat
perencanaan tindakan untuk mengatsinya. Untuk mendapatkan data yang
akurat sebelum pemeriksaan fisik dilakukan pengkajian riwayat kesehatan,
riwayat psikososial, sosek, dll. Hal ini memungkinkan pengkajian yang
focus dan tidak menimbulkan bias dalam mengambil kesimpulan terhadap
masalah yang ditemukan.
Pemeriksaan fisik adalah pemriksaan tubuh untuk menentukan
adanya kelainan-kelainan dari suatu system aaatau suatu organ tubuh
dengan cara melihat melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk
(perkusi), mendengar (auskultasi) umumnya pemeriksaan ini dilakukan
secara berurutan.

B. Masalah
1. Apa anatomi system jantung
2. Bagaimana peredran darah jantung
3. Apa patofisiologi system cardiovaskuler
4. Apa sajakah pemeriksaan fisik yang dilakukan pada sitem
kardiovaskuler
5. Apa sajakah pemeriksaan diagnostic pada system cardiovaskuler

C. Tujuan
Tujuan umum
Dilakukan bertujuan:
1. untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan pasien
2. untuk menambah, menginformasi, atau menyangkal data yang
diperoleh dalam riwayat keperawatan
3. untuk menginformasikan dan menigidentifikasikan diagnose
keperawatan
4. untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan
pasien dan penatalaksanaan

Tujuan khusus
1. Mengetahui tentang anatomi system jantung
2. Mengetahui peredaran darah jantung
3. Mengetahui patofisiologi dari system cardiovaskuler
4. Mengetahui pemeriksaan fisik yang dilakukan pada system
cardiovaskuler
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostic pada system cardiovaskuler
6. Pemeriksaan umum dada
7. Pemeriksaan dada dengan metode :palpasi, inspeksi, auskultasi dan
perkusi
D. Manfaat

Pemeriksaan tubuh untuk menenetukan adanya kelainan-kelaianan dari


suatu system atau seatu organ bagian tubuh dengan cara inspeksi (melihat),
palpasi (meraba), perkusi (mengetuk), dan auskultasi (mendengarkan).
BAB II
TUJUAN TEORI

A. ANATOMI FUNGSIONAL JANTUNG

Sistem kardiovaskuler terdiri dari jantung dan system pembuluh darah termasuk
otot jantung, atrium, ventrikel, katup, arteri koronaria,vena jantung, struktur
konduksi listrik dan pernapasan jantung. Sedangkan system pembuluh darah
(vaskuler) dibentuk oleh pembuluh darah tubuh meliputi arteri, arteriol, vena,
venula, dan kapiler. Fungsi utama system cardiovaskuler adalah transportasi
nutrisi dan oksigen bagi tubuh, pengeluaran zat sisa dan karbondioksida,
pertahankan perfusi yang adekuat pada organ dan jaringan. Jantung merupakan
suatu otot yang dibentuk oleh empat rongga terpisah yaitu atrium tipis,
tekanannya rendah dan lebih berfungsi sebagai tempat persediaan daraah untuk
masing-masing ventrikel dalam fungsi pompa jantung.

Vertikel terdiri dari otot lebih tebal dibandingkan dengan atrium. Pada bagian
dalam vertikel di derah aspek terdapat benjolan otot palpilaris, di dearah basis
dan sekitar lubang katup artioventrikular terdapat otot tebal yang berfungsi
mengecilkan ukuran lingkaran ventrikel ketika terjadi injeksi darah. Jantung
memiliki empat katup terpisah yang mengalirkan darah ke satu arah dan
mencegahnya mengalir balik. Terdapat dua macam katup yaitu katup
atrioventrikular (katup AV) dan katup semilunaris, katup atriventrikular yang
terletak pada atrium kanan dan ventrikal kanan, terdiri tiga daun katup (katup
tricuspid) sedangkan antara atrium kiri dan ventrikel kiri terdiri dari dua katup
(katup bikuspidalis).

Peningkatan tekanan ventrikel tersebut akan membuat penutup katup AV sedikit


cenderung ke arah atrium. Katup seminular terdapat antara ventrikel kiri dan aorta
serta antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Menutupnya katup akan
menimbulkan suara jantung ketika dilakukan auskultasi.

Penutupan katup atrioventrikular menyebabkan fungsi jantung satu (S1). Bunyi


jantung satu : tumpul, nada rendah, lebih panjang dari bunyi dua (S2), suara
terdengar “lub”. Penutupan katup seminular menyebabkan bunyi jantung dua.
Bunyi jantung dua : nada tinggi, tajam, suara terdengar “dub”. Waktu antara S1
dan S2 adalah sistol ventrikel dan waktu antara S2 dan S1 adalah diastol ventrikel.

Bunyi jantung yang lain adalah bunyi jantung tiga (S3) dan bunyi jantung empat
(S4). Bunyi jantung tiga dapat didengar pada anak-anak dan dewasa muda,
kondisi ini masih dikatakan normal terjadi pada awal diastole setelah suara S2.
Suara yang terdengar “lub-dub-dee” (S1-S2-S3). Bunyi jantung empat (S4) dapat
didengar pada lansia, kondisi ini dikatakan normal terjadi akhir diastole. Suara
yang terdengar dee-lub-dub (S4-S1-S2). Jantung diperdarahi oleh arteri koronaria
yang berfungsi untuk mentransport darah, nutrien, dan oksigen bagi
mikrokardium. System vena jantung di bentuk oleh vena besar, vena oblig, vena
kecil, vena sedang, vena minimalis cordis, dan vena posterior. Jantung memiliki
system konduksi yang memulai kegiatan listrik dan mentransmisikanya melalui
serat otot jantung menuju jaringan miokardium. Struktur system konduksi utama
terdiri dari nodus sidari nodus sinoatrial (SA Node), nodus atrioventrikular (AV
Node). Berkas hias, berkas cabang kanan, kiri dan serabut purkinye. Jantung
mendapat persarafan dari susunan saraf simpatis dan maupun saraf parasimpatis
yang bekerja secara resiprokal. Saraf simpatis merangsang jantung, meningkatkan
denyut jantung dan daya kontruksi jantung, sebaliknya saraf parasimpatis bekerja
berlawanan.

B. Pemeriksaan fisik sitem kardiovaskular


Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk memenuhi adanya
kelaina-kelainan dari suatu system atau organ bagian tubuh dengan cara
melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi), dan
mendengarkan (auskultasi). Urutan pemeriksaan berjalan secara logis dari
kepala ke kaki dan bila telah terlatih dapat dilakukan hanya dalam waktu
sekitar 10 menit:
1. Keadaan umum
2. Tekanan darah
3. Nadi
4. Tangan
5. Kepala dan leher
6. Jantung
7. Paru
8. Abdomen dan kaki serta tungkai

Dalam pemeriksaan selanjutnya pada jantung disamping ditemukan


adanya hsilnya pemeriksaan normal, juga bisa kita dapati kelainan-
kelainan hasil pemeriksaan fisik yang meliputi antar lain : bats jantung
yang melebar, adanya berbagai variasi abnormal bunyi jantung dan bunyi
tambahan berupa bising (murmur).

1. Keadaan umum
Observasi tingkat distress pasien. Tingkat kesadaran harus dicatat dan
dijelaskan. Evaluasi terhadap kemampuan pasien untuk berfikir secara
logis sangat penting dilakukan karena merupakan caraa untuk
menentukan apakah oksigen mampu mencapai otak (perfusi otak).
Kesadaran klien perlu dinilai secara umum yaitu compos mentis,
apatis, somnolen, sopor, soporokomatou, atau koma.
2. Pemeriksaan tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkanpada dinding arteri.
Tekanan ini dipengaruhi oleh beberapa factor seperti curah jantung,
ketegangan arteri, dan volume, laju serta kekentalan (viskositas) darah.
Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik
terhadap tekanan diastolic, dengan nilai dewasa normal nya berkisar
dari 100/60 sampai 140/90. Teknik pengukuran tekanan darah meliputi
:
 Manset spignomanometer diikatkan pada lengan atas, stetoskop
ditempatkan pada arteri brakialis pada permukaan vetral siku
agak bawah manset spigmomanometer.
 Tekanan dalam spigmomanometer dinaikkan dengan menompa
udara ke dalam manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai
30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial kemudian
tekanan didalam.
 Pada saat denyutan nadi mulai terdengar kembali, baca tekanan
yang tercantum pada skala spigmomanometer, tekanan ini
adalah tekanan sistolik.
 Saat denyutan nadi selanjutnya agak keras dan tetap terdengar
sekeras itu sampai saat denyutan melemah atau menghilang
sama sekali. Suara denyutan terakhir tekanan distolik.

3. Pemeriksaan nadi
Palpasi
Penilaian palpasi meliputi frekjuensi, irama, kualitas, konfigurasi,
gelombang, dan keadaan pembuluh darah. Frekuensi jantung normal.

Usia Frekuensi jantung (denyut/menit)


Bayi 120-160/mnt
Toddler 90-140/mnt
Prasekolah 80-110/mnt
Usia sekolah 75-100/mnt
Remaja 60-90/mnt
dewasa 60-100/mnt

a. Irama
Secara normal irama merupakan interval regular yang terjadi antarasetiap
denyut nadi atau jantung. Bila irama nadi tidak teratur, maka frekuensi
jarus dihitung dengan melakukan auskultasi denyut apical selama satu
menit penuh sambil meraba denyut nadi. Setiap perbadaan antara kontraksi
yang terdengar dan nadi yang yang meraba harus dicatat. Gangguan irama
(disritmia) sering mengakibatkan defisit nadi, suatu perbedaan antara
frekuensi apeks (frekuensi jantung yang terdengar di apeks jantung) dan
frekuensi nadi. Defisit nadi biasanya terjadi pada fibrilasi atrium, flutter
atrium, kontraksi ventrikel premature dan berbagai derajat blok jantung.
b. Kekuatan nadi
Kekuatan atau amplitude dari nadi menunjukkan volume darah yang
diejeksikan ke dinding arteri pada setiap kontraksi jantung dan kondisi
system pembuluh darah arteri yang mengarah pada nadi. Secara normal,
kekuatan nadi tetap sama pada setiap denyut jantung

0 tidak ada, tidak dapat di palpasi


1+ nadi hilang, sangat sulit dipalpasi, mudah hilang
2+ mudah dipalpasi, nadi normal
3+ nadi penuh, meningkat
4+ kuat, nadi memantul, tidak dapat hilang

4. Tangan
Pada pasien jantung, yang berikut merupakan temuan yang paling
penting untuk dipehatikan saat ekstremitas atas :
 Sianosis perifer, dimana kulit tampak kebiruan, menunjukkan
penurunan kecepatan aliran darah ke perifer, sehingga perlu
waktu yang lebih lama bagi hemoglobin mengalami desaturasi.
Normal terjadi pada vasokonstriksi perifer akibat udara dingin,
atau pada penurunan aliran darah patologis, misalnya, syok
jantung.
 Pucat, dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan
vascular sistenik.
 Waktu pengisian kapiler (CRT= capilar refill time), merupakan
dasar memperkirakan kecepatan aliran darah perifer. Untuk
menguji pengisian kapiler, tekanlah dengan kuat ujung jari dan
kemudian lepaskan dengancepat. Secara normal, reperfusi
terjadi hamper seketika dangan kembalinya warna pada jari.
Reperfusi yang lambat menunjukkan kecepatan aliran darah
perifer yang melambat, seperti terjadi pada gagal jantung.
 Temperature dan kelembapan tangan dikontrol oleh system
saraf otonom. Normalnya tangan terasa hnagat dan kering.
Pada keadaan stress, akan terasa dingin dan lembah. Pada syok
jantung, tangan sangat dingin dan basah akibat stimulasi
system saraf simpati dan mengakibatkan vasokontriksi.
 Edema meregangkan kulit dan membuatnya susah dilipat.
 Penurunan turgor kulit terjadi pada dehidrasi dan penuaan.
 Penggadaan (clubbing) jari tangan dan jari kaki menunjukkan
desaturasi.
Hemoglobin kronis, seperti pada penyakit jantung congenital.
5. Pemeriksaan vena jugularis
Perkiraan fungsi jantung kanan dapat dibuat dengaan mengamati
denyutran vena jugularis di leher. Merupakan cara memperkiraan
tekanan vena sentral, yang mencerminkan tekanan akhir diastonic
atrium kanan atau ventrikel kanan (tekanan sesaat sebelum kontraksi
ventrikel kanan). Vena jugularis diinfeksi untuk mengukur tekanan
vena yang mempengaruhi oleh volume darah, kapasitas atrium kanan,
dan kemampuan ventrikel kanan untuk menerima darah dan
mengirimkannya ke ventrikel kanan, dan kemampuan ventrikel kanan
untuk berkontraksi dan mendorong darah ke arteri pulmoner. Teknik :
 Minta klien berbaring telanjang dengan kepala di tinggikan 30
sampaik 45 derajat (posisi semi fowler)
 Pastikan bahwa leher dan toraks atas sudah terbuka. Gunakan
bantal untuk meluruskan kepala.
 Hindari hiperekstensi atau fleksi leher untuk memastikan
bahwa vena tidak teregang atau keriting
 Biasanya pulpasi tidak terlihat jika klien duduk. Pada saat klien
kembali ke posisi telentang dengan perlahan tinggi pulsasi vena
mulai meningkat diatas tinggi manubrium, yaitu 1 atau 2 cm
disaat klien mencapai sudut 44 derajat. Mengukur tekanan vena
dengan mengukur jarak vertical antara sudut Louis dan tingkat
tertinggi titik pulsasi vena jugularis interna yang dapoat lihat.
 Gunakan dua pengaris. Buat garis dari tepi bawah penggaris
biasa dengan ujung area pulsasi vena jugularis. Kemudian
ambil penggaris sentimeter dan buat tegak lurus dengan
penggaris pertama setinggi sudut stermum.
 Ulangi pengukuran yang sama disisi yang lain. Tekanan
bilateral lebih dari 2,5 cm dianggap meningkat dan merupakan
tanda gagal jantung kanan. Peningkatan tekanan di satu sisi
disebabkan oleh obstruksi.
BAB III
FORMAT LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM

Judul tindakan

Pemeriksaan fisik system kardiovaskuler

A. Pengertian
Pemeriksaan system vascular adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui gangguan pada masing-masing system yang dimanifestasikan
sebagai perubahan pada system lainnya.

Sistem kardiovaskuler terbagi 2, yaitu :


 Jantung
 Dua sistem vaskuler (sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal)

Fungsi dan ukuran

 Fungsi : sebagai pompa darah agar terjadi aliran dalam pembuluh


darah yang disebabkan adanyan pergantian antara kontraksi
(sistolik) dan relaksasi (distolik).
 Ukuran : 250-350 gram (kira-kira sebesar kepalan tangan).

Lokasi jantung

 Di dalam pericardium di rongga mediastinum dalam rongga toraks


 Tepat di belakang tulang dada ( sternum)
 Kurang lebih 2/3 bagian terlatak di sebelah kiri dari garis tegah

Anatomy of the heart

Heart chambers :
Left & right atria
Left & right ventricles
Heart valves :
Atrioventricular valves :
Right : Tricuspid
Left : Bicuspid/Mitral
Semilunar valves
Right : Pulmonary valve
Left : Aortic valve
B. Tujuan
1. Menjelaskan tanda-tanda normal / gejala umum yang berkaitan dengan
system kardiovaskular.
2. Mengidentifikasi persiapan yang diperlukan dalam pengkajian system
kardiovaskular.
3. Mengidentifikasi aspek-aspek riwayat kesehatan atau pengkajian
system kardiovaskular.
4. Mendemostrasikan teknik inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
dalam system kardiovaskular.
5. Mengevaluasi hasil pengkajian.
C. Indikasi
1. Pasien yang mengalami gangguan system kardiovaskular.
2. Pada saat tes kesehatan.
3. Mengetahui perkembangan sertakemjaun terapi pada pasien.
4. Mengetahui diagnosis penyakit dari seorang pasien.
5. Kelengkapan dari rangkaian anamnesis dilakuakan pada pasien.
6. Dipakai sebagai standar pelayanan dalam memberikan pelayanan
paripurna terhadap pasien.

D. Kontraindikasi
Tidak ada

E. Pengkajian
Cara pengkajian
a. Anamneses
- Keluhan utama
Keluhan terpenting yang dirasakan klien sehingga perlu
pertolongan
- Riwayat penyakit sekarang
Perjalanan sejak timbul keluhan hingga pasien minta pertolongan
- Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan penyakit yang pernah dialami sebelumnya
- Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami keluarga
- Riwayat pekerjaan
Situasi tempat bekerja dan lingkungan nya
- Riwayat geografi
Lingkungan tempat tinggal
- Riwayat alergi
- Kebiasaan social
- Kebiasaan merokok

Hal-hal yang perlu ditanyakan

1. sesak napas

- Tekipneu
- Dispneu
- Ortopneu
- Kesukaran bernapasan saat beraktifitas

2. edema

- Edema dependen
- Edema unilateral
- Edema menyeluruh
- Edema setempat

3. sianosi

Adalah keadaan kebiruan pada selaput lender dan kulit

Penyebab sianosi:

 Kelainan Hb
 Kelian jantung bawaan
 Respiratory distress
 Sirkulasi penifer yang tidak memadai

b. Pemeriksaan fisik
Pertimbangan umum
o Pasien tidur berbaring
o Pakaian atas pasien harus disiapkan dalam keadaan terbuka
o Ruang pemeriksaan harus tenang untuk menampilkan
auskultasi yang adekuat
o Pencahayaan yang terang
o Tetap selalu menjaga privasi
o Perioritaskan dan perhatikan untuk tanda-tanda kegawatan

Keadaaan umum

1. kelainan dan usia pasien


2. Tampak sakit atau tidak
3. Kesadran dan keadaan emosi
4. Dala keadaan comfort atau distress
5. Sikap dan tingkah laku pasien
Postur tubuh
o berat tubuh
o tinggi badan
o bentuk badan secara keseluruhan
o tekstur jaringan ? warna kulit
 turgor
 tonus jaringan
 siaonis
 anemia
 icterus

pemeriksaan pada beberpa bagian:

A. kepala

 mata

konjungtiva, sklera, pupil, gerakan bola mata,

kelopak mata , fundoskopi )

 mulut

selaput lendir bibir dan lidah, gigi geligi ,gusi

rahang,palatum , orofaring, tonsil

 kuping

bentuk dan sekret dalam telinga

 muka /wajah

expresi ( sianotik, pucat, puffy face)

B. Leher

 JVP (jugularis vena pressure)

 Arteri karotis

 Kelenjar thyroid

 Kelenjar getah bening

C. Dada

 funnel chest

 pigeon breast

 voussure cardiaque

 Flat chest
 pulsasi apex

ABDOMEN

Perhatikan besar, bentuk, konsistensi, serta mencari ada tidaknya nyeri tekan

1. asites

- penimbunanan cairan dalam rongga intraperotoneal

- dalam sikap baring perut akan membuncit kesegala arah

- cara memeriksa dengan shiffting dullness

2. perabaan pembesaran hati dan limpa

- perhatikan besarnya, permukaan , konsisitensi

- pulsasi hati terjadi pada insufisiensi tricuspid caranya kedua telapak tangan ,
satu dibagian dorsal dan satu diventral hati dipermukaan perut

3. hepato jugular reflux

- Menekan perut dikwadran atas, maka akan menambah bendungan vena

4. Pitting edema sub cutan

- Terjadi pada asites yang besar

extrimitas kiri dan kanan

 Lengan tangan

- Bentuk , gerakan , reflek fisiologis maupun patologis

- Kondisi persendian (peradangan sendi)

- Warna dan texture kulit (edema sub cutis)

- Kelenjar getah bening sub kutan (benjolan granulasi)

- Pemeriksaan jari (deformitas jari, persendian jari, sianosis, clubing finger)

- Bandingkan denyut nadi arteri radialis kiri dan kanan

 Tungkai – Kaki

- Bentuk , gerakan , reflek fisiologis dan patologis


- Tanda peradangan

- Warna dan texture kulit

- Edema tungkai, edema pretibial, edema pergelangan kaki (ankle edema)

- Jari kaki

- Perabaan denyut nadi arteri femoralis, a.Politea , a. dorsalis pedis.

- Tanda fenomena trombo emboli pada tungkai

- Vena tungkai bawah (varises, trombo flebitis)

Tanda-tanda vital

Tekanan darah

• Tekanan pada dinding arteri (arteri bracial)

• Sikap berbaring tenang(keadaan basal)

• Manset dipompa 20-30 mmhg . Lebih tinggi dari tekanan maximal(dalam


keadaan ini tidak teraba denyut dibagian distal manset)

• Stetoskop diletakkan tepat distal dari manset

• Tekanan darah dalam manset kemudian dikempiskan perlahan –lahan 2-3


mmhg. Perdetik

• Tekanan systole , saat bunyi pertama terdengar (fase1)


• Dyastolik diambil saat bunyi yang terdengar hilang (fase V)

NADI

Kriteria keadaan nadi:

1. Frekuensi

2. Regularitas

3. Amplitudo

4. Bentuk/contour

5. isi/volume

6. Perabaan arteri

Pernafasan

 Untuk menilai nafas perlu diperhatikan

 Posisi badan , untuk menilai ortopnea

 Ekspresi muka, untuk menilai keadaan emosi atau stress pada pernapasan

 Tanda-tanda obyektif dyspneu

 Pernapasan pada saat aktifitas dan istirahat

Pemeriksaan fisik kardiovaskuler

INSPEKSI

Raut muka

Ekspresi tampak sesak, gelisah, kesakitan

Mata :

 konjungtiva : pucat  anemia


petekhie  endokarditis bakterial
 sklera : ikterik  gagal jantung kanan
 Kornea : arkus senilis  hiperkolesterol / PJK
 Fundus mata : untuk melihat pembuluh darah retina  pasien
hipertensi
 Bibir /kulit : sianosis  penyakit jantung bawaan
curah jantung rendah

Mencerminkan fungsi jangtung bagian kanan

Cara mengukur JVP:

• pasien berbaring setengah duduk ( 45°)

• perhatikan pengembangan vena jugularis

• Bila > 3 cm di atas sudut sternum / sudut louis ( pertemuan klavikula


kanan dan kiri) berarti JVP meningkat / abnormal

• JVP meningkat : 

gagal jantung kongesti, tamponade cardis

Ictus cordis

• Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali terlihat dengan
mudah pada sela iga V, linea medioclavicularis kiri.

• Pulsasi ini letaknya sesuai dengan apeks jantung.

• Diameter pulsasi kira-kira 2cm, dengan punctum maksimum di tengah-


tengah

• Pulsasi timbul pada waktu sistolis ventrikel.

• Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan adanya


pembesaran ventrikel kiri.

 Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi harus dipalpasi untuk lebih


memperjelas
 Letakkan telapak tangan diatas prekordium dan lakukan perabaan
diatas iktus kordis , punctum maksimum teraba atau tidak, apakah
kuat ? Frekuensi?,kualitas dari pulsasi yang teraba?
 Bila teraba, normal diameter + 2 cm.
- Bila kuat dan bergeser ke kiri  LVH.
- Bila naik turun pada linea sternalis kiri  RVH.
- Hitung Heart Rate (HR)
- Amati keteraturan iramanya.
- Bandingkan HR dengan nadi, bila ada perbedaan  Atrial Fibrilasi
(AF).
- Periksa adanya Thrill (getaran iktus kordis  murmur

1. Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung

o Batas kiri jantung

o Batas kanan jantung

2. Pada orang gemuk atau berotot agak sulit menentukannya

3. Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu
efusi pericardium dan aneurisma aorta

Batas kanan jantung

• Perkusi dilakukan dari arah lateral ke medial.

• Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari
dinding depan thorak

• Normal :

• Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-


IV kanan,di linea parasternalis kanan

• Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea


parasternalis kanan

• Abnormal

Pada RVH, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan dan/atau ke kiri atas

Batas kiri jantung

• Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.

• Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan
sebagai batas jantung kiri

• Normal

Atas : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)


Bawah : SIC V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri ( t4 iktus)

• Abnormal :

Dilatasi ventrikel kiri /LVH menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-


bawah.

Auskultasi jantung

• Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop duplek, yang memiliki


dua sisi yang dapat dipakai bergantian ( bel & diafragma)

• untuk mendengarkan suara dengan frekuensi tinggi (apeks)  sisi bel

• Bunyi dengan nada rendah  sisi diafragma

• Askultasi meliputi:

Bunyi jantunng

Bising jantung

A. bunyi jantung

Perhatikan :

• 1. lokalisasi dan asal bunyi jantung

• 2. menentukan bunyi jantung I dan II

• 3. intensitas bunyi dan kualitasnya

• 4. ada tidaknya unyi jantung III dan bunyi jantung IV

• 5. irama dan frekuensi bunyi jantung

• 6. bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung

Bunyi jantung I dan II

BJ I :

Terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikularis, yang terjadi pada


saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole

BJ II :
Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katup aorta dan a. pulmonalis
pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole.

BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I

BJ I  “ LUB”

BJ II  "DUB”

Jarak BJ I -BJ II  1 detik

Bunyi jantung I

• Daerah auskultasi untuk BJ I :

• Pada ruang interkosta II kiri : tempat mendengarka katup


pulmonal

• Ruang interkosta II kanan pada tepi sternum: tempat katub aorta

• Pada ruang interkostal IV kiri pada tepi sternum : katub


trikuspidalis terdengar disini

• Pada ruang interkosta V medioklafikula kiri ( tempat iktus kordis):


untuk mendengarkan katub mitral

• Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:

• stenosis mitral

• interval PR (pada EKG) yang begitu pendek

• pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat
misalnya pada kerja fisik, emosi, anemia, demam dll.

• Intensitas BJ I melemah pada apeks pada :

• shock hebat
• interval PR yang memanjang

• decompensasi cordis

lokasi auskultas

Bising jantung

Penyebab :

• aliran darah bertambah cepat

• penyempitan di daerah katup atau pembuluh darah

• getaran dalam aliran darah oleh pembuluh yang tidak rata

• aliran darah dari ruangan yang sempit ke ruangan yang besar

• aliran darah dari ruangan yang besar ke ruangan yang sempit.

Jenis :

Bising sistolik  pd fase sistolik ( antara BJ I – BJ II) : AS,MI

Bising diastolik  fase diastolik (antara BJ II – BJ I ): MS, AI


Pemeriksaaan pembuluh darah perifer

• Pada pemeriksaan pembuluh darah perifer hal yang biasa dilakukan adalah
palpasi nadi.

• Pada pemeriksaan yang rutin yang dilakukan adalah palpasi nadi dari a.
radialis.

Perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini :

• Frekuensi nadi

• Tegangan nadi

• Irama nadi

• Macam denyut nadi

• Isi nadi

• Bandingkan nadi a. radialis ka & ki

• Keadaan dinding arteri

Evaluasi
Evaluasi merupakan tahapan terakhir proses keperawatan dengan cara menilai
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tecapai atau tidak. Daldam
mengevaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk
memehami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan pada keteria hasil.

Tahap evaluasi ini terdiri atas dua kegiatan, yaitu evaluasi hasil dan evaluasi
proses, evaluasi proses dilakukan selama proses keperawatan berlangsung atau
menillai respon pasien, sedangkan evaluasi target tujuan yang dihasilkan.

Dokumentasi

Perawat dapat memilih untuk mmencatat hasil dari pengkajian fisik pada
pemeriksaan atau pada akhir pemeriksaan. Sebbagian besar instusi memiliki
format khusus yang mempermudah pencatat data pemeriksaan. Perawat
mmeninjau semua hasil sebelum membantu pasien berpakaian, untuk menjaga-
menjaga seandainya perlu memeriksa kembali informasi ke dalam rencana
asuhan. Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama
dengan langkah-langkah proses keperawatan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh pasien secara keseluruhan atau hanya
bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh dat yang sistematif dan
kompresesif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalalh
dan merencanakan tindakan kerewatan yang bagi pasien.

Pemeriksaaan fisik mutlak dilakukan pada setiap pasien, terutama pada pasien
yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk dirawat, secara rutin pada
pasien yang sedang dirawat , sewaktu-waktu sesuai kebutuhan pasien. Jadi
pemeriksaan fisik yang pentimg dan harus di lakukan pada kondisi tersebut, baik
pasien dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.

Pemeriksaaa fisik menjadi sngat penting karena sangat bermanfaat, baik untuk
menengakkan diagnose keperawatan, memilih intervensi yang tepat untuk
memproses keperawatan, maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan
keperawatan.

B. Saran

Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus
memahami ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini
harus dilakukan secara berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur yang
benar.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz H. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku 1. Jakarta :


selemba,Medika

Brunner dan Suddarth.2002,Bku Keperawatan Bedah Medikal Bedah Vulume 2


Edisi 8. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.

Setiawati, Santun.2007. Pandaun Praktis Pengkajian FIsik Keperawatan Edisi 3.


Jakarta :Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai