Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

FRAKTUR METACARPAL DI RUANG BOUGENVILE

RSUD NGUDI WALUYO WLINGI

OLEH

NAMA : HARTINA. ROLOBESSY


NIM : P17212195011

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PROFESI NERS

KEPERAWATAN MALANG

TAHUN 2019
A. Konsep Teori Chepalgia
1. Defenisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2015).
Fraktur metacarpal adalah fraktur yang terjadi pada ujung jari karena trauma pada
sendi interfalang, atau terjadi pada metacarpal karena tidak tahan terhadap trauma
langsung ketika tangan mengepal dan dislokasi basis metacarpal I (Arief Mansjoer,
2016).

2. Etiologi
a. Trauma (benturan)
Ada dua trauma/ benturan yang dapat mengakibatkan fraktur, yaitu:
1) Benturan langsung
2) Benturan tidak langsung
3) Gaya Puntir
b. Tekanan/stres yang terus menerus dan berlangsung lama
Tekanan kronis berulang dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan fraktur
(patah tulang) yang kebanyakan pada tulang tibia, fibula (tulang-tulang pada betis)
atau metatarsal pada olahragawan, militer maupun penari. Contoh: Seorang yang
senang baris berbaris dan menghentak-hentakkan kakinya, maka mungkin terjadi
patah tulang di daerah tertentu.
c. Adanya keadaan yang tidak normal pada tulang dan usia
Kelemahan tulang yang abnormal karena adanya proses patologis seperti tumor maka
dengan energi kekerasan yang minimal akan mengakibatkan fraktur yang pada orang
normal belum dapat menimbulkan fraktur.

3. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan, tetapi apabila tekanan eksternal yang dating lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontiunitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang
menjadi rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medulla tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi teerjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar proses penyembuhan
nantinya. Adapun factor yang dapat mempengaruhi fraktur, yaitu :

a. Faktor ekstrensik, Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.

b. Faktor intrinsic, Beberapa difat yang terpenting dari tukang yang menentukan
daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorpsi dari tekanan
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

Trauma dapat menyebabkan fraktur yang akan mengakibatkan seseorang


memiliki keterbatasan gerak, ketidakseimbangan dan nyeri pergerakan. Jaringan lunak
yang terdapat di sekitar fraktur seperti pembuluh darah syaraf dan otot serta organ lain
yang berdekatan dapat dirusak karena mencuatnya tulang yang patah. Apabila kulit
sampai robek, hal ini akan menyebabkan potensial infeksi. Tulang memliki banyak
sekali pembuluh darah, akibat dari fraktur pembuluh darah di dalam keluar ke
jaringan lunak atau pada luka yang terbuka sehingga dapat mempercepat pertumbuhan
bakteri (Arief Mansjoer, 20016).
4. Pathway
Etiologi

Trauma (langsung atau tidak langsung), patologi

Fraktur (terbuka atau tertutup)

Kehilangan integritas Perubahan fragmen tulang Fraktur terbuka ujung tulang


tulang kerusakan pada jaringan dan menembus otot dan kulit
pembuluh darah

Ketidakstabilan posisi Luka


fraktur, apabila organ Perdarahan lokal
fraktur digerakkan
Gangguan
Hematoma pada daerah integritas kulit
Fragmen tulang yang patah fraktur
menusuk organ sekitar
Kuman mudah masuk
Aliran darah ke daerah distal
Gangguan rasa berkurang atau terhambat
nyaman nyeri Resiko tinggi
infeksi
(warna jaringan pucat, nadi
lemas, cianosis, kesemutan)
Sindroma kompartemen
keterbatasan aktifitas
Kerusakan neuromuskuler
Defisit perawatan diri
Gangguan fungsi organ distal

Gangguan mobilitas fisik


5. Manifestasi Klinis
a. Baseball finger : pasien tidak dapat menggerakkan ekstensi penuh pada ujung distal
falang karena distal falang selalu dalam posisi fleksi pada sendi interfalang distal dan
terdapat hematoma pada sendi.
b. Fraktur bennet : tampak adanya pembengkakan didaerah karpometakarpal I, nyeri
tekan, dan sakit ketika digerakkan ( arief mansjoer.2000)
c. Pembengkakan. Kecuali frakturnya terjadi jauh didalam seperti pada tulang leher
atau tulang paha.
d. Perubahan bentuk, dapat terjadi angulasi (terbentuk sudut), rotasi (terputar), atau
pemendekan.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), manifestasi klinis fraktur antara lain:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.
Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bias diketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas normal.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya kerena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

6. Pemeriksaan penunjang
a. Foto rontgen biasanya bisa menunjukkan adanya patah tulang. Hal yang perlu
diingat dalam pemeriksaan roentgen adalah hasilnya harus meliputi dua sendi, dua
sisi, dan dua tulang (kanan dan kiri).
b. CT scan atau MRI untuk bisa melihat dengan lebih jelas daerah yang mengalami
kerusakan. Jika tulang mulai membaik, foto rontgen juga digunakan untuk memantau
penyembuhan.
7. Penatalaksanaan
Yang harus diperhatikan dalam mengenal fratur adalah :
a. Recognisi/pengenalan. Di mana riwayat kecelakaannya atau riwayat terjadi
fraktur harus jelas.
b. Reduksi/manipulasi. Usaha untuk manipulasi fragmen yang patah sedapat
mungkin dapat kembali seperti letak asalnya.
c. Retensi/memperhatikan reduksi. Merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk
menahan fragmen
d. Traksi. Suatu proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada bagian tubuh
dengan memakai katrol dan tahanan beban untuk menyokong tulang.
e. Gips. Suatu teknik untuk mengimobilisasi bagian tubuh tertentu dalam bentuk
tertentu dengan mempergunakan alat tertentu.
f. Operation/pembedahan. Saat ini metode yang paling menguntungkan, mungkin
dengan pembedahan. Metode ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka.
Dengan tindakan operasi tersebut, maka fraktur akan direposisi kedudukan
normal, sesudah itu direduksi dengan menggunakan orthopedi yang sesuai.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajia

a. Anamnesa

1) Identitasi klien, meliputi nama, jenis kelamin, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, no.register, tanggal MRS,
diagnosa medis

2) Keluhan utama, pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
nyeri. Nyeri tersebut bias akut atau kronik tergantung lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengakjian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien
digunakan :

 Provking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi factor


prepitasi nyeri
 Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan pasien. Apakh seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.

 Region : radiation, relief, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar,


dan dimana rasa sakit terjadi

 Severity (scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan


pasien, bisa berdasarkan skala nyeri atau pasien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya

 Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah


buruk pada malam atau siang hari
3) Riwayat Penyakit Sekarang, pengumpulan data yang dilakukan untuk
menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat
rencana tindakan terhadap pasien, ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi
dan bagian tubuh mana yang terkena.
4) Riwayat Penyakit Dahulu, pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan
penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit
pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka sangat beisiko
terjadinya osteomyelitis akut maupun kronis dan juga diabetes menghambat
proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga, penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit tulang merupakan salah satu factor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetic
6) Riwayat Psikososial, merupakan respon pasien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruh dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun
masyarakat
7) Pola Fungsi Kesehatan
 Pola nutrisi dan metabolisme, pada pasien fraktur harus
mengkonsumsi nutrisi melebih kebutuhan sehari-harinya seperti
kalsium, zat besi, protein, vit C untuk membantu proses
penyembuhan tulang
 Pola eliminasi, untuk kasus fraktur metacapal tidak ada gangguan
pola eliminasi, tetapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi avi, sedangkan
pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, warna, bau, dan jumlah.
Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak
 Pola tidur dan istirahat, semua pasien fraktur timbul rasa nyeri,
keterbatasan gerak, sehingga hal ini juga dapat menganggu pola dan
kebutuhan istirahat tidue pasien. Selin itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan
tidur, dan kesulitan tidur serta pemnggunaan obat tidur
 Pola aktivitas, timbulnya nyeri pada jari tidak selalu mempengaruhi
aktivitas gerak, pada pola ini tidak terdapat masalah
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kondisi umum
 Kesadaran, apakah pasien apatis, spoor, koma, gelisah, compos
mentis tergantung pada keadaan pasien
 Kesakitan, keadaan penyakit : akit, kronik, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
 TTV, terdapat bradikardia
2) Pemeriksaan sistemik (head to toe)
 Sistem integumen, terdapat erythema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, oedema, nyeri tekan
 Kepala, tidak ada gangguan yaitu normo chepalis, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri tekan
 Leher, tidak ada gangguan, yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada
 Wajah, terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tidak ada oedema
 Mata, terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
pengarahan hebat)
 Telinga, tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal, tidak
ada lesi atau nyeri tekan
 Hidung, tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung
 Mulut dan Faring, tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat
 Thorak, tidak ada pergerakan otot intercostal, gerakan dada
simetrus
 Paru
- inspeksi : pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit pasien yang
berhubungan dengan paru.
- Palpasi : pergerakan sama atau simetris, fremitus teraba
sama
- Perkusi : suara sonor, tidak ada redup atau suara tambahan
lainnya
- Auskultasi : suara nafas normal, tidak ada wheezing atau
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi
 Jantung
- Inspeksi : normal, tidak tampak iktus jantung
- Palpasi : nadi meningkat
- Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur—mur
 Abdomen
- Inspeksi : bentuk datar, simetris
- Palpasi : turgor baik, tidak ada defans muskuler, hepar
tidak teraba
- Perkusi : suara tympanni
- Auskultasi : peristaltic usu normal
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (trauma) ditandai dengan mengeluh nyeri
2) Gangguan integritas kulit b.d factor mekanis ditandai dengan kerusakan jaringan
3) Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer (kerusakan integritas
kulit)

3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi

Keperawatan (SLKI) (SIKI)

1. Nyeri akut b.d stress Setelah dilakukan tindakan SIKI (I.08238)


agen cedera (fisiologis, asuhan keperawatan selama
(D.0077) 1. Manajemen Nyeri :
zat kimia, fisik, 3x24 jam diharapkan nyeri
Observasi :
psikologis) menurun dengan kriteria
1) Identifikasi lokasi,
hasil:
karakteristik,durasi,
a. Keluhan nyeri menurun frekuensi,intensitas nyer
b. Meringis menurun
2) Identifikasi skala nyeri

3) Identifikasi respon nyeri non


verbal

4) Identifikasi factor yang


memperberatdan memperingan
nyeri

Teraupetik :

1) Kontrol lingkungan yang


memperberat nyeri

Edukasi :

1) Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
2) Ajarkan teknik non
farmakologi untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi :

1) Kolaborasi pemberiaan
analgesik, jika perlu

2. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan SIKI (I.14564)


b.d factor mekanis asuhan keperawatan selama
(D.0129) 1. Perawatan Luka :
ditandai dengan 3x24 jam diharapkan Observasi :
kerusakan jaringan integritas kulit dan jaringan 1) Monitor karakteristik luka
membaik dengan kriteria 2) Montor tanda-tanda infeksi
hasil :
Teraupetik :
a. Kerusakan jaringan
1) Lepaskan balutan dan plester
menurun
secara perlahan
b. Kerusakan lapisan kulit
2) Bersihkan dengan Nacl atau
menurun
pembersih nontoksik
c. Nyeri menurun
3) Berikan salep yang sesuai ke
d. Hematoma menurun
kulit, jika perlu
e. Suhu kulit membaik
4) Pasang balutan sesuai jenis luka
5) Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
6) Berikan diet dengan kalori 30-
35 kkal/kgBB/hari dan protein
1,25-1,5g/kgBB/hari
7) Berikan suplemen vitamin dan
mineral sesuai indikasi

Edukasi :

1) Jelaskan tanda dan gjala infeksi


2) Anjrkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein

Kolaborasi :

1) Kolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu

3. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan SIKI (I.14539)

(D.0142) asuhan keperawatan selama 1. Pencegahan Infeksi :


2x24 jam diharapkan tingkat Observasi :
infeksi menurun dengan 1) Monitor tanda dan gejala infeksi
kriteria hasil:
Teraupetik :
a. Demam menurun
1) Batasi jum;ah pengunjung
b. Kemerahan menurun
2) Cuci tangan sebelum dan
c. Kadar sel darah putih
sesudah kontak dengan pasien
membaik
dan lingkungan pasien
3) Pertahankan teknik aseptic pada
pasien berisiko tinggi

Edukasi :

1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi


2) Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3) Anjurkan meningkatkan nutrisi
4) Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah, EGC, Jakarta.

Mansjoer, arief ,2000, Kapita Selekta Kedokteran.edisi II, Aeschepalus, Jakarta

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan Keperawatan.
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan Kriteria Hasil
Keperwatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai