EPILEPSI
OLEH
Sofiyan Djainuddin
R014191030
(……………….…………………….) (……………….…………………….)
2. Etiologi
Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :
o Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu
menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami
infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.
o Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang
mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
o Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
o Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada
anak-anak.
o Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
o Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
o Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
o Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan
karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan
pada anak
1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan
kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan
keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang
abnormal. Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui
(Idiopatik). Sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah
2. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan
otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya
jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa
perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum
kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi,
fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol,
uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.
3. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta
neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas
listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps
terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah
neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid)
bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan
epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus
epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit
ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan
demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar
ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat
merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan
terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf,
sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya
influx natrium ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar
membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang
mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi
neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus
kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik.
Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut.
Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat
apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu
kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut :
1). Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
2). Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun
dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
Diazepam.
Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status
konvulsi.).
Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat.
Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.
Nitrazepam (Inogadon).
Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.
Ethosuximide (zarontine).
Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal
Na-valproat (dopakene)
Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai. Obat ini dapat meninggikan kadar
GABA di dalam otak. Efek samping mual, muntah, anorexia
Acetazolamide (diamox).
Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi.
Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun,
influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.
ACTH
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.
Status epileptikus
Adalah serangan kejang kontinu dan berlangsung lebih dari 30 menit atau
serangkaian serangan epilepsi yang menyebabkan anak yang tidak sadar kembali.
Terapi awal diarahkan untuk menunjang dan mempertahankan fungsi-fungsi vital,
meliputi mempertahankan fungsi-fungsi vital, meliputi mempertahankan jalan napas
yang adekuat, pemberian oksigen, dan terapi hidrasi, serta dilanjutkan dengan
pemberian diazepam (Valium) atau fenobarbitol per IV. Diazepam per rektum
merupakan preparat yang sederhana, efektif, dan aman, untuk penatalaksanaan
epilepsi sebelum masuk rumah sakit. Lorazepam (Ativan) dapat menggantikan
diazepam IV sebagai obat pilihan. Preparat ini memiliki masa kerja yang lebih
panjang dan lebih sedikit menyebabkan gawat napas pada anak-anak di atas usia 2
tahun. Merupakan keadaan kedaruratan medis yang memerlukan intervensi segera
untuk mencegah cedera permanen pada otak, gagal napas, dan kematian.
Penatalaksanaan gawat darurat
Kejang tonik-klonik
Selama kejang :
Waktu episode kejang
- lakukan pendekatan dengan tenang
- jika anak berada dalam posisi berdiri atau duduk, baringkan anak
- letakkan bantal atau lipatan selimut di bawah kepala anak. Jika tidak
tersedia kepala anak bisa disangga oleh kedua tangannya sendiri.
Yang perlu dihindari:
1. Menahan gerakan anak atau menggunakan paksaan
2. Memasukkan apapun ke dalam mulut anak
3. Memberikan makanan atau minuman
Jika anak muntah miringkan tubuh anak sebagai satu kesatuan ke salah satu sisi
Setelah kejang :
- Hitung lamanya periode postiktal (pasca kejang)
- Periksa pernapasan anak. Periksa posisi kepala dan lidah.
- Reposisikan jika kepala anak hiperekstensi. Jika anak tidak bernapas, lakukan
pernapasan buatan dan hubungi pelayanan medis darurat.
- Periksa sekitar mulut anak untuk menemukan gejala luka bakar/kimia atau
kecurigaan zat yang mengindikasikan keracunan
- Pertahankan posisi tubuh anak berbaring miring
- Tetap dampingi anak sampai pulih sepenuhnya
- Jangan memberi makanan atau minuman sampai anak benar-benar sadar dan
refleks menelan pulih
- Hubungi pelayanan kedaruratan medis jika diperlukan
- Kaji faktor-faktor pemicu awitan kejang (kolaborasi)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien
ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan
alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji: Apakah ada keterbatasan
yang ditimbulkan oleh gangguan kejang? Apakah pasien mempunyai program
rekreasi? Kontak sosial? Apakah pengalaman kerja? Mekanisme koping apa yang
digunakan?
1. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian
dan diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Biasanya anak sering kejang
3. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan hebatnya
keluhan, mulai timbul.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan
keadaan penyakit sekarang perlu ditanyakan.
Intervensi Rasional
1. Tanggalkan pakaian pada daerah 1. Memfasilitasi usaha
leher/dada, abdomen bernapas/ekspansi dada
2. Masukkan spatel lidah/jalan napas 2. Dapat mencegah tergigitnya
buatan lidah, dan memfasilitasi saat
melakukan penghisapan
lendir, atau memberi
sokongan pernapasan jika
diperlukan
3. Lakukan penghisapan sesuai sesuai 3. Menurunkan risiko aspirasi
indikasi atau asfiksia
Kolaborasi Kolaborasi
4. Berikan tambahan O2 4. Dapat menurunkan hipoksia
serebral
2. Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien
secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang
dialami,menangis wajah meringis
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan, nyeri klien berkurang
kriteria hasil:
- Klien secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili penurunan
rasa nyeri yang dialami
- Klien tidak menangis lagi
- Wajah klien tampak ceria
-
Intervensi Rasional
1. Kaji PQRST dengan menggunakan 1. Karakteristik nyeri yang dialami
media gambar sebagai tindakan intervensi
selanjutnya
2. Berikan posisi yang nyaman sesuai
2. Dengan posisi yang nyaman
kebutuhan
sesuai kebutuhan dapat
menurunkan stimulasi yang
3. Berikan lingkungan yang nyaman berlebihan yang dapat
bagi klien mengurangi nyeri yang dirasakan
4. Kehadiran keluarga
memberikan efek psikologis
pada anak untuk mengurangi
nyeri
5. Pemberian obat analgesik untuk
mengurangi nyeri
3. Resiko cedera
Kriteria hasil :
- Dapat mengurangi risiko cidera pada pasien
- Kriteria pengkajian fokus makna klinis
- Riwayat kejang
- Tingkatan kejangnya
Intervensi Rasional
1. Kaji karakteristik kejang Untuk mngetahui seberapa besar
tingkatan kejang yang dialami
pasien sehingga pemberian
intervensi berjalan lebih baik
2. Jauhkan pasien dari benda benda tajam/ Benda tajam dapat melukai dan
membahayakan bagi pasien mencederai fisik pasien
3. Segera letakkan sendok di mulut pasien Dengan meletakkan sendok
yaitu diantara rahang pasien diantara rahang atas dan rahang
bawah, maka resiko pasien
menggigit lidahnya tidak terjadi
dan jalan nafas pasien menjadi
lebih lancer
4. Kolaborasi dalam pemberian obat anti Obat anti kejang dapat
kejang mengurangi derajat kejang yang
dialami pasien, sehingga resiko
untuk cidera pun berkurang
Proses infeksi
Moorhead, S., et.al. (2015). Nursing outcomes classification (NOC). United States of
America: Elsevier.
Wong, D et al. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Volume 2. EGC:
Jakarta.