MAKALAH
DOSEN PEMBIMBING:
Disusun
Oleh:
Penulis
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Banyak dari para ilmuan pengkaji islam yang telah memulai pengkajian-
pengkajian islam dengan beberapa pendekatan studi, terkhusus studi area yang
akan kita bahas dalam makalah. Melirik pada perkembangan politik, sejarah, dan
budaya sangat dinamis, dan juga di sebabkan kurangnya umat islam mengkaji
agamanya, menjadi studi area ini dianggap sangat urgen dan signifikan untuk di
kaji dan juga di kembangkan.
1
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui pengertian dan asal-usul studi kawasan islam?
2. Mengetahui Orientalisme : Melihat Islam Kritis?
3. Mengetahui Oksidentalisme : Menjawab Islam sejati?
4. Mengetahui dunia Islam sebagai objek studi antara Timur dan Barat?
5. Mengetahui problem dan prospek pendekatan studi kawasan?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Orientalisme : Melihat Islam Kritis
a. pengertian Orientalisme
4
Para tokoh-tokoh Orientalis yakni; Arthur John Arberry
(1905-1969), Thomas Arpenius (1584-1624), Albert Schultens
(1686-1750), Joseph Scaliger (1540-1609), Celestino Schiaparelli
(1841-1919)[4].
Pada saat itu terjadi kekalahan dan dalam Perang Salib dan
jatuhnya Konstantinopel. Maka muncullah semangat orang-orang Eropa
untuk mengkritik, mengecam, dan menyerang Islam dari berbagai
kepentingan, salah satunya dengan menulis buku-buku yang memberi
gambaran yang salah dalam Islam. Jadi kesalahpahaman yang ditimbulkan
tentang Islam yang ditimbulkan para orientalis ketika itu lebih parah
daripada kesalahpahaman tentang Kristen yang ditimbulkan tulisan-tulisan
orang Islam.
5
bersifat obyektif, bukan mengada-ngada. Mulailah muncul tulisan-tulisan
mengenai Islam yang mencoba bersifat positif. Tidak semua tulisan
mengenai Islam mengandung hal-hal yang menjelekkan, akan tetapi mulai
telah mulai berisi penghargaan, terhadap Nabi Muhammad dan Al-Quran.
Jadi mereka mengadakan studi mengenai Islam untuk mengetahui Islam
yang sebenarnya.
a. Pengertian Oksidentalisme
6
mempertimbangkan ekses-ekses negatifnya. Kerangka berfikir
Barat digunakan untuk memahami Islam dan masyarakatnya.
Kelompok ini beranggapan bahwa ada aspek-aspek Islam yang
harus disesuaikan dengan Barat. Dalam hal ini, kita tidak perlu
khawatir terhadap sarjana-sarjana muslim yang belajar dari
keilmuan Barat, karena yang diterapkan dalam memahami Islam
lebih lanjut adalah metodologinya dan tentunya harus disesuaikan
dengan Islam di dunia muslim sendiri. Kedua, mereka yang
mengambil aspek-aspek tertentu saja dari Barat, misalnya
metodologinya untuk memahami Islam. Kelompok ini berusaha
melakukan akulturasi dan asimilasi antara Islam dan Barat Hal ini
diambil dengan pertimbangan adanya perbedaan sistem nilai yang
berlaku dalam dua latar kebudayaan tersebut. Pada kelompok in
berlaku adanya suatu filter sehingga tidak semua ide-ide Barat
diterima. Ketiga, setelah bersentuhan dan sudah lama makan asam
garam Barat, Bahkan menetap disana, tetapi justru menjadi
penentang world view Barat dan ceanderung menjadi
“fundamentalis”. Kelompok ketiga ini tidak henti-hentinya
melakukan kritik terhadap Barat dan enggan melakukan kompromo
dan mengharmonisasikan Islam yang bersumber dari inspirasi
Illahi dengan world view Barat, bahkan mengkonfrontasikan antara
world view Islam dan Barat.
7
Kajian tentang orientalisme sudah memiliki akar tradisi
yang cukup panjang di dunia akademik Barat. Namun orientalisme
yang sudah berkembang berpuluh-puluh tahu atau bahkan ratusan
tahun cenderung dijadikan alat ideologis Barat untuk melakukan
hegemoni dan imperalisme baru di dunia Timur terutama dunia
Islam. Hegemoni dan penguasaan Barat atas Timur menciptakan
kebencian rasial yang semakin memuncak. Kebencian tersebut
tidak hanya diekspresikan sebatas sikap pasif, tetapi usaha-usaha
menjawab dan membongkara kepalsuan Barat sudah banyak
dilakukan. Misalnya Edward Said, intelektual keturunan Palestina,
meluncurkan bukunya yang berjudul Orientalis.
8
imperalisme terhadap dunia Timur terutama Islam ataupun
oksidentalisme yang juga memiliki muatan ideologis, namun yang
menjadi persoalan adalah sejauh manakah keduanya berpengaruh
terhadap studi Islam.
9
Maxime Rodinson sebagaimana dikutip oleh Muh. Natsir menerangkan
bahwa orientalisme mula-mula mempelajari Islam, “mempelajari” bukan sekedar
mengenal tetapi mempelajari secara sistematis, profesional, dan terorganisir.
Adapun orientalisme, dengan menambahkan “isme” dibelakang kata “orientalis”
berarti ajaran atau paham tentang dunia Timur yang dibentuk oleh opini Barat
Walaupun orientalisme mengandung konotasi negatif dikalangan para penulis
Timur, tetapi dalam paper ini menggunakan pengertian secara definitif yaitu
sarjana Barat yang mempelajari dunia Timur termasuk dunia Islam dan agama
Islam.
10
C. Akar dan Tujuan Orientalisme dan Oksidentalisme
11
belahan Timur, maka pada tahapan kedua ini setelah gelombang perang
salib di jantung kota Arab-Islam, ilmuwan-ilmuwan dan sarjana-sarjana
Barat yang menyertai “misi suci” tersebut dengan leluasa berkenalan dekat
dengan sumber-sumber asli peradaban Islam. Lalu pada akhir abad ke-
15 dan awal abad ke-16, dimulailah gerakan orientalisme yang sebenarnya.
12
yang patut dibanggakan, bahkan sebaliknya. Para pengkaji ketimuran dari
Barat ada yang merasa risih untuk disebut dirinya sebagai orientalis,
karena istilah tersebut sangat prejoratif. Mereka lebih senang disebut
sebagai “Islamiolog dan sejenisnya”.[15] Kritik yang sering dilontarkan
kepada kaum orientalis adalah bahwa keahlian dan kecakapan
mereka hanya terbatas pada aspek eksternalitas (lahiriah) dari agama.
Mereka tidak dapat memahami wilayah “internal’ dari agama yang
diteliti.[16]
13
Hanafi menulis mengenai oksidentalisme sebagaimana di kutip
oleh Asy Syaukanie bahwa :
14
kebenaran dari realitas empiris, secara metodologis, penelitian
agama akan mengalami kesulitan untuk memosisikan antara
dirinya dengan masyarakat yang diteitinya meskipun ia bagian dari
masyarakat dan nilai sosial yang diteliti tersebut. Adanya jarak
inilah yang menentukan bahwa sesuatu yang dijadikan subject
matter, sasaran yang diteliti. Jadi penelitian agama sebagai usaha
akademis berarti menjadikan agama sebagai sasaran penelitian.
Secara metodologis, agama haruslah dijadikan fenomena riil,
walaupun agama itu mungkin terasa abstrak.
15
e. Lembaga atau organisasi keagamaan tempat para penganut
agama berkumpul
16
dan Akh Minhaji. Para alumni Barat ini memiliki pengaruh dan
kontibusi besar dalam Studi Islam di Indonesia.
Studi Islam di negeri Belanda dilakukan di beberapa Universita
pada fakultas tertentu. Memang disana tidak ada fakultas khusus yang
mempelajari agama Islam, tetapi Isam dipelajari dalam kerangka berbagai
disiplin ilmu. Ada enam fakultas yang menjadikaan Isam sebagai bidang
studi yang terbesar di berapa fakultas dan vak grup, antara lain : (1)
Universitas Leiden (2) Universitas Khtolik Nijimigen (3) Universitas
Asterdam (4) Universitas Portestan (5) Universitas Groningen (6)
Universitas Utrecht
17
Pertama islam sebagai Islam dikaji dalam fakultas ushuluddin yang
mempunyai dua jurusan; jurusan madzab Ahli sunnah dan Syi’ah. Kedua,
Islam sebagai sejarah dikaji pada fakultas humaniora dalam jurusan
Islamic studi yang berdiri sejajar dengan jurusan politik, sejarah, dan lain-
lain. Di Jamiah Miliah Islamiah, New Delhi, Islamic studi program berada
pada fakultas humaniora, bersama dengan Arabic studies, Persian studies,
dan Political science.
18
makanan, genetika, pertahanan, insektisida, holticutura, dan masyarakat
pedesaan.
19
Karena setiap masyarakat memiliki kebudayaan yang digunakan
sebagai pedoman untuk memanfaatkan lingkungan hidupnya guna
kelangsungan hidupnya yang mencakup kebutuhan biologi, kebutuhan
sosial, dan kebutuhan adab yang integratif. Jadi pendekatan studi area
adalah pendekatan yang meliputi bidang kesejarahan, pertumbuhan
dan perkembangan peradaban dan kebudayaan terhadap keadaan
masyarakat disuatu wilayah atau kawasan. Problematika yang dialami
para peneliti dengan menggunakan pendekatan studi area dalam studi
Islam berbanding lurus besarnya dengan obyek dan luas wilayah yang
diselidiki. Semakin kompleks obyek yang diselidiki, semakin luas pula
wilayah yang dijangkaunya, maka semakin besar pula persiapan yang
diperlukan untuk menerapkan studi area.
20
Hasan ibn Mas’ud Al-Yusi di Maroko yang menyebarkan Islam
dengan pemahaman yang murni dan cenderung tidak kompromistis.
Namun mereka tetap diakui sebagai wakil yang sah oleh masyarakat
dengan corak keislaman yang berbeda-beda. Di indonesia pengakuan
tersebut diberi gelar Wali Songo, sedangkan di Maroko pengakuan
tersebut diberi gelar Sidi.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
22
DAFTAR PUSTKA
Hasnanadip.blogspot.co.id/2015/01/tokoh-pemikiran-oksidalis.html
www.almanhaj.or.id
http://abasawatawalla01.blogspot.com/2013/01/metodologo-studi-islam.html , di
unduh 16 Oktober 2016
[2] Sulaiman Rusydi, 2014, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam,
Jakarta: Rajawali Pers, 125
3 www.almanhaj.or.id
23