Anda di halaman 1dari 26

DIKATAKAN

MAKALAH

PERKEMBANGAN STUDI AGAMA DI BARAT DAN PENGARUHNYA


TERHADAP STUDI ISLAM

DOSEN PEMBIMBING:

Siti Wasilah Juhra,S.Pd.I.,MA

Disusun

Oleh:

Raihan Amalia (180603163)

Suharni Yustiaka ( 180603163)

UNIVERSITAS NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PERBANKAN SYARIAH
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kehadirat Allah SWT. yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul
“Ulumul Qur’an” telah kami selesaikan.

Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas-tugas mata


kuliah Ulumul Qur’an & hadist. Makalah ini dapat kami selesaikan
berkat bantuan dari berbagai pihak, maka sudah selayaknyalah kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.

Kami yakin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,


meskipun kami sudah berusaha secermat mungkin. Kritik dan saran
sangat kami harapkan. Terima kasih.

Darussalam, 16 Maret 2019

Penulis

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar......................................................................Error! Bookmark not defined.


Daftar isi ................................................................................Error! Bookmark not defined.
1 Bab I pendahuluan ...................................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ..................................................................................................... 2
1.2 Rumusna masalah ............................................................................................... 3
1.3 Tujuan penulisan ................................................................................................. 4
2 Bab ii pembahasan ...................................................................................................... 5
2.1 Pengertian dan asal usul studi kawasan ............................................................. 6
2.2 Orientalisme : meliahat islam kritis .................................................................... 7
2.3 Oksidentalisme : menjawab islam sejati ............................................................. 8
2.4 Dunia islam sebagai objek studi antara timur dan barat .................................... 9
2.5 Problem dan prospek pendekatan studi kawasan ............................................ 10
3 Bab iii penutup .......................................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 12
3.2 Saran ................................................................................................................. 13
4 Daftar pustaka........................................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Banyak dari para ilmuan pengkaji islam yang telah memulai pengkajian-
pengkajian islam dengan beberapa pendekatan studi, terkhusus studi area yang
akan kita bahas dalam makalah. Melirik pada perkembangan politik, sejarah, dan
budaya sangat dinamis, dan juga di sebabkan kurangnya umat islam mengkaji
agamanya, menjadi studi area ini dianggap sangat urgen dan signifikan untuk di
kaji dan juga di kembangkan.

Berdasarkanapa yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang


akan di bahas dalam makalah ini adalah mengenai pendekatan studi area, serta
signifikasi dan kontribusinya dalam studi islam pada komunitas muslim, yang
kajiannya meliputi aspek geografis, realitas social budaya, dan history, di samping
itu dalam makalah ini juga kan di singgung mengenai permasalahan orientalisme

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian dan asal-usul studi kawasan islam?
2. Apa itu Orientalisme : Melihat Islam Kritis?
3. Apa itu Oksidentalisme : Menjawab Islam sejati?
4. Bagaimana dunia Islam sebagai objek studi antara Timur dan Barat?
5. Apa problem dan prospek pendekatan studi kawasan?

1
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui pengertian dan asal-usul studi kawasan islam?
2. Mengetahui Orientalisme : Melihat Islam Kritis?
3. Mengetahui Oksidentalisme : Menjawab Islam sejati?
4. Mengetahui dunia Islam sebagai objek studi antara Timur dan Barat?
5. Mengetahui problem dan prospek pendekatan studi kawasan?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dan Asal Usul Studi Kawaan Islam

Secara Etimologi merupakan dari bahasa Arab Dirasah Islamiyah.


Dalam kajian Islam di Barat di sebut Islamic Studies secara harfiyah adalah
kajian tentang hal-hal yang berkaitan dengan keislaman. Secara terminologis
adalah kajian islam secara sistematis dan terpadu untuk mengetahui, memakai
dan menganalisis secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan agama islam,
pokok-pokok agama islam, sejarah islam maupun realitas pelaksanaanya dalam
kehidupan. Pengertian studi kawasan islam kajian yang tampaknya bias
menjelaskan bagaimana situsai ini terjadi, karena focus materi kajiannya
tentang berbagai area mengenai kawasan dunia islam pertumbuhan,
perkembangan, serta ciri-ciri karakteristik social budaya yang di dalamnya
termaksud tentang factor-faktor pendukung bagi munculnya berbagai ciri
dan karakter serta pertumbuhan kebudayaan di masing-masing dunia
kawasan islam, dengan demikian secara formal objek studinya harus
meliputi aspek-aspek geografis, demografis, historis bahasa serta berbagai
perkembangan social dan budaya yang merupakan ciri-ciri umum dari
keseluruhan perkrmbangan yang ada pada setiap kawasan budaya.

Dalam sejarahnya, persoalan hubungan antar batas-batas wilayah


sebuah Negara sebenarnya sudah sekian lama menjadi perhatian para ahli
kenegaraan sejak zaman Yunani sekitar tahun 450-an Thuucididas,
Hacataeus dan Herodotus merupakan sejarawan yunani yang cukup intens
dengan kajian-kajian wilayah yang ia kenal.

3
2.2 Orientalisme : Melihat Islam Kritis

a. pengertian Orientalisme

Orientalisme berasal dari bahasa Perancis, Orient yang


berarti Timur atau bersifat Timur dan isme yang berarti paham,
ajaran, cita-cita, atau sikap.[1]

Menurut seorang penulis Turki, Abdul Haq Ediver


dalamTurkish Account Orientalism sebagaimana dikutip oleh
Musthalah Maufur, bahwa “ Orientalisme is an organic whole
which is composed of the knowledge derived from the original
source concerning the language religion, culture, geography,
history, literature, and art of orient” (Orientalisme adalah suatu
pengertian sempurna yang terkumpul dari pengetahuan yang
berasal dari sumbernya yang asli mengenai bahasa, agama, budaya,
geografi, sejarah, kesastraan, dan seni bangsa-bangsa Timur).[2]

Sedangkan menurut penulis orientalisme adalah pengkajian


semua aspek yang dilakukan orang barat terhadap bangsa Timur.
Yang disebut Timur disini yaitu Timur meliputi kawasan yang
luas, termasuk timur jauh (negara-negara Asia yang jauh dengan
Benua Eropa, seperti Jepang dan China), Timur Dekat (negara-
negara Asia yang dekat dengan Benua Eropa, seperti Turki), dan
Timur Tengah (negara-negara Asia yang terletak dikeduanya,
seperti negara-negara Arab).

Orang yang mempelajari masalah-masalah ketimuran


(termasuk keislaman) disebut orientalis. Para orientalis adalah
ilmuwan barat yang mendalami bahasa-bahasa, kesastraan, agama,
sejarah, adat-istiadat dan ilmu-ilmu dunia Timur. Dunia Timur
yang dimaksud disini adalah wilayah yang terbentang dari Timur
Dekat sampai ke Timur Jauh dan negara-negara yang berada di
Afrika Utara

4
Para tokoh-tokoh Orientalis yakni; Arthur John Arberry
(1905-1969), Thomas Arpenius (1584-1624), Albert Schultens
(1686-1750), Joseph Scaliger (1540-1609), Celestino Schiaparelli
(1841-1919)[4].

Periode yang Melatar belakangi Perkembangan


Orientalisme

a. Masa sebelum meletusnya perang salib


b. Masa perang Salib sampai masa pencerahan di Eropa
c. Munculnya Masa pencerahan di Eropa sampai
sekarang
b. Perkembangan Orientalisme
Pada saat Islam berada pada zaman keemasan, khususnya Baghdad
dan Andalusia menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahuan. Bangsa
Eropa yang menjadi bangsa Eropa memakai bahasa Arab dan adat-istiadat
Arab dalam kehidupan sehari-hari. Peradaban Islam itu bukan hanya
berpengaruh pada bagi bangsa Eropa yang berada dibawah atau bekas
kekuasaan Islam, tetapi juga Eropa di luar daerah itu. Penuntut ilmu dari
Perancis, Inggris, Jerman datang belajar ke Andalusia dan Sicilia.

Dalam suasana inilah muncul orientalisme dikalangan Barat.


Bahasa Arab menjadi bahasa yang harus dipelajari dalam bidang ilmiah
dan filsafat. Dan dalam fase ini, tujuan orientalisme ialah memindahkan
ilmu pengetahuan dan filsafat dari dunia Islam ke Eropa.

Pada saat itu terjadi kekalahan dan dalam Perang Salib dan
jatuhnya Konstantinopel. Maka muncullah semangat orang-orang Eropa
untuk mengkritik, mengecam, dan menyerang Islam dari berbagai
kepentingan, salah satunya dengan menulis buku-buku yang memberi
gambaran yang salah dalam Islam. Jadi kesalahpahaman yang ditimbulkan
tentang Islam yang ditimbulkan para orientalis ketika itu lebih parah
daripada kesalahpahaman tentang Kristen yang ditimbulkan tulisan-tulisan
orang Islam.

Permusuhan Antara Kristen mulai mereda, setelah memasuki Masa


Pencerahan di eropa, yang diwarnai oleh mencari kebenaran. Pada masa
ini kekuatan rasio mulai meningkat. Dalam tulisan yang diperlukan

5
bersifat obyektif, bukan mengada-ngada. Mulailah muncul tulisan-tulisan
mengenai Islam yang mencoba bersifat positif. Tidak semua tulisan
mengenai Islam mengandung hal-hal yang menjelekkan, akan tetapi mulai
telah mulai berisi penghargaan, terhadap Nabi Muhammad dan Al-Quran.
Jadi mereka mengadakan studi mengenai Islam untuk mengetahui Islam
yang sebenarnya.

Pada abad ke-20, juga ditandai dengan munculnya para orientalis


yang berusaha menulis dunia Islam secara ilmiah dan obyektif.
Orientalisme dijadikan sebagai usaha pemahaman terhadap dunia Timur
secara mendalam. Dalam tradisi ilmiah yang baru ini, bahasa Arab dan
pengenalan teks-teks klasik mendapat kedudukan yang utama.

Tetapi tidak semua pendapat yang dimajukan para orientalis


modern tentang Islam dapat diterima oleh rasa keagamaan umat Islam,
meskipun secara rasional pendapat tersebut mungkin benar. Beberapa
diantara mereka tidak luput dari kesalahan ajaran Islam, disamping banyak
juga yang benar.

2.3 Oksidentalisme : Menjawab Islam Sejati

a. Pengertian Oksidentalisme

Oksidentalisme adalah sebuah disiplin ilmu yang


membahas tentang dunia Barat.[1] Dalam konteks ini Barat menjadi
objek, sedangkan Timur adalah subyeknya.[2] Tidak seperti kajian
tentang Timur (orientalisme) yang marak dilakukan, kajian tentang
Barat (oksidentalisme) masih tidak populer di lingkungan
masyarakat umum atau pun kalangan akademisi sekalipun.[1] Barat
dalam konteks oksidentalisme bukan mengarah pada Barat dalam
arti secara geografis, melainkan kebudayaan atau kultur, terutama
meliputi bidang pemikiran, filsafat, sosiologi, antropologi, sejarah,
agama, dan geografinya

Abstraksi : Bagaimana respon sarjana muslim ketika


bersentuhan dengan Barat? Ada tiga respon, yaitu pertama,
mengambil model-model Barat apa adanya, tanpa

6
mempertimbangkan ekses-ekses negatifnya. Kerangka berfikir
Barat digunakan untuk memahami Islam dan masyarakatnya.
Kelompok ini beranggapan bahwa ada aspek-aspek Islam yang
harus disesuaikan dengan Barat. Dalam hal ini, kita tidak perlu
khawatir terhadap sarjana-sarjana muslim yang belajar dari
keilmuan Barat, karena yang diterapkan dalam memahami Islam
lebih lanjut adalah metodologinya dan tentunya harus disesuaikan
dengan Islam di dunia muslim sendiri. Kedua, mereka yang
mengambil aspek-aspek tertentu saja dari Barat, misalnya
metodologinya untuk memahami Islam. Kelompok ini berusaha
melakukan akulturasi dan asimilasi antara Islam dan Barat Hal ini
diambil dengan pertimbangan adanya perbedaan sistem nilai yang
berlaku dalam dua latar kebudayaan tersebut. Pada kelompok in
berlaku adanya suatu filter sehingga tidak semua ide-ide Barat
diterima. Ketiga, setelah bersentuhan dan sudah lama makan asam
garam Barat, Bahkan menetap disana, tetapi justru menjadi
penentang world view Barat dan ceanderung menjadi
“fundamentalis”. Kelompok ketiga ini tidak henti-hentinya
melakukan kritik terhadap Barat dan enggan melakukan kompromo
dan mengharmonisasikan Islam yang bersumber dari inspirasi
Illahi dengan world view Barat, bahkan mengkonfrontasikan antara
world view Islam dan Barat.

Agama Islam telah menjadi obyek studi sarjana Barat,


bahkan Islam sudah menjadi karir sarjana Barat yang melahirkan
orientalisis dan islamolog Barat dalam jumlah yang besar. Sarjana
Barat menaruh perhatian yang besar pada studi Islam karena
mereka memandang Islam bukan sekedar agama tetapi jug
merupakan sumber peradaban dan kekuatan sosial, politik dan
kebudayaan yang patut diperhitungkan.

7
Kajian tentang orientalisme sudah memiliki akar tradisi
yang cukup panjang di dunia akademik Barat. Namun orientalisme
yang sudah berkembang berpuluh-puluh tahu atau bahkan ratusan
tahun cenderung dijadikan alat ideologis Barat untuk melakukan
hegemoni dan imperalisme baru di dunia Timur terutama dunia
Islam. Hegemoni dan penguasaan Barat atas Timur menciptakan
kebencian rasial yang semakin memuncak. Kebencian tersebut
tidak hanya diekspresikan sebatas sikap pasif, tetapi usaha-usaha
menjawab dan membongkara kepalsuan Barat sudah banyak
dilakukan. Misalnya Edward Said, intelektual keturunan Palestina,
meluncurkan bukunya yang berjudul Orientalis.

Menurut Komarudin Hidayat, dalam karya tersebut Said


tidak hanya menyajikan kajian baik tentang Timur, tetapi sekaligus
juga menyeruak selubung-selubung ideologis negatif yang selama
ini menhinggapi Barat dalam melihat Timur. Bahkan dalam kadar
tertentu Said telah membuka jalan bagi munculnya kesadaran baru
tentanag perlunya menjadikan Barat sebagai bahan kajian yang
disebut oksidentalisme.

Oksidentalisme atau usaha untuk mengkaji Barat menjadi


sebuah pendekatan dan konsep membuka selubung ketidakjujuran
Barat dalam melihat Islam. Orientalisme maupun oksidentalisme
keduanya merupakan produk sejarah yanga memiliki muatan
ideologis yang memberikan respon dan kritik balik terhadap
serangan orientalisme terhadap Islam. Oksidentalisme masih
merupakan wacana yang sangat baru, namun menurut Hasan
Hanafi sebagaimana dikutip oleh Komaruddin Hidayat, secara
historis prototip Oksidentalisme sebenarnya dapat dilacak sejak
terjadinya pertemuan antara Barat dan Timur, antara masyarakat
Kristen di Barat dan Muslim di Timur. Lepas dari orientalisme
dipandang sebagai ideologi Barat untuk melakukan hegemoni dan

8
imperalisme terhadap dunia Timur terutama Islam ataupun
oksidentalisme yang juga memiliki muatan ideologis, namun yang
menjadi persoalan adalah sejauh manakah keduanya berpengaruh
terhadap studi Islam.

Apakah hal itu hanya sebuah wacana ilmiah yang memang


harus disikapi secara serius sebagai bagian dari perkembangan
intelektual di dunia akademik. Atau harus dilakukan sesuatu untuk
membendung arus perkembangan keilmuan tersebut dalam rangka
menghilangkan prasangka negatif terhadap Islam. Sebab
kebearadaan orientalisme dan oksidentalisme telah menimbulkan
stigma dikalangan umat islam bahwa apapun yang dikatakan
sarjana Barat tentang Islam selalu dicurigai. Lebih dari itu,
beberapa sarjana alumni IAIN yang memperoleh kesempatan
mengambil program lanjutan di perguruan tinggi Barat dan bidang
Islamic Studies ketika kembali ke tanah air seringkali dicurigai
sebagai telah berpengaruh atau terkaminasi oleh pemikiran
orientalis.

b. Pengertian Orientalisme dan Oksidenatalisme

Ada beberapa definisi mengenai pengertian orientalisme dan


oksidentalisme, diantaranya menurut Dr. Muh. Natsir Mahmud, M.A., ia
mendefinisikan orientalisme sebagai sarjana Barat yang berusaha mempelajari
masalah-masalah ketimuran, menyangkut agama, adat istiadat, bahasa, sastra dan
masalah lain yang menarik perhatian mereka tentang soal ketimuran. Sedangkan
menurut Ismail Yakub, bahwa orientalisme adalah:

“Ahli tentang soal-soal Timur, yakni segala sesuatu megenai negeri-negeri


Timur, terutama, negeri Arab-Islam, yaitu kebudayaanya, keagamaanya,
peradabannya, kehidupannya dan lain-lain dari bangaasa adan negeri Timur”.

9
Maxime Rodinson sebagaimana dikutip oleh Muh. Natsir menerangkan
bahwa orientalisme mula-mula mempelajari Islam, “mempelajari” bukan sekedar
mengenal tetapi mempelajari secara sistematis, profesional, dan terorganisir.
Adapun orientalisme, dengan menambahkan “isme” dibelakang kata “orientalis”
berarti ajaran atau paham tentang dunia Timur yang dibentuk oleh opini Barat
Walaupun orientalisme mengandung konotasi negatif dikalangan para penulis
Timur, tetapi dalam paper ini menggunakan pengertian secara definitif yaitu
sarjana Barat yang mempelajari dunia Timur termasuk dunia Islam dan agama
Islam.

Oksidentalisme lahir tanpa ada yang membidani, pada mulanya hanyalah


gagasan yang lebih bersifat reaksi daripada sebuah produk peradaban yang
mempunyai tujuan tertentu. Oksidentalisme adalah wajah lain dan tandingan
bahkan berlawanan dengan orientalisme. Secara lebih jelas Hassan Hanfi
memberikan pemahaman oksidentalisme sebagai berikut :

“Apabila orientalisme ego (Timur) melalui The Other (Barat), maka


oksidentalisme bertujuan mengurangi simpul sejarah yang mendua antara ego
dengan the other, dan dialektika antara kompleksitas inferoritas (Murikab al-
Naqish) pada ego dengan kompleksitas superioritas (Murokab al Uzhma) pada
pihak the other”

Lebih lanjut menurut Asyaukanie, secara harfiah oksidentalisme berarti


hal-hal yang berhubungan dengan Barat, baik itu budaya, ilmu dan aspek sosial
lainnya. Secara historis studi tentang keberatan sudah mulai sejak awal era
kebangkitan Islam atau dunia ketiga lainnya. Tetapi studi-studi tersebut masih
sarat dengan analisis diskriptif yang sumbernya utamanya adalah Barat sendiri
yang pada akhirnya kajian-kajian Barat. Model seperti ini belum
mempresentasikan apa yang dimaksud dengan format oksidentalisme diskursif
(discusive formation), yaitu satu wacana yang melihat dan mengkaji Barat dari
luar Barat, seperti para orientalis yang mengkaji Timur dengan perpspektif Barat.

10
C. Akar dan Tujuan Orientalisme dan Oksidentalisme

Sejarah orientalisme adalah sejarah dendam dan niat penguasaan


terhadap budaya lain yang sebelumnya dianggap sebagai ancaman buat
ekstensi Barat khususnya yang menyangkut dunia Arab Islam. Ssejarah
orientalis bermula dari kajian atas karya-karya ilmiah dari karya budaya
kaum muslim setelah adanyta interaksi dan pergantian kuasa wilayah
Islam di belahan Barat (Andalus) kepada kuasa Kristen dan perang salib di
kota-kota suci Islam di daerah Syam dan Palestina.[11]Sebagai dua bangsa
yang bertentangan berada dalam suasana konflik perang dengan sendirinya
akan sulit melahirkan persepsi yang positif satu sama lain. Akibat perang
salib bangsa Barat mengenal Islam dalam pandangan yang negatif.
Pandangan negatif tersebut disebabkan dua faktor, pertama, memandang
Timur khususnya Islam sebagai bangsa dan agama inferior. Bangsa Barat
yang merasa sebagai superior menimbulkan pandangan bahwa selain
bangsa, budaya dan agama Barat tergolong bangsa, ideologi dan agama
yang inferior. Mereka melihat Islam sebagai agama teror, agama
perusuhan dan gerombolan orang-orang yang patut dibenci. Kedua, sikap
apologis, yang bertujuan menyerang keyakinan dasar Islam dan untuk
memperkuat kedudukan Kristen. Ketiga, Islam dipandang sebagai salah
satu sekte Yahudi / Kristen yang sesat.

Ada tiga tahapan penting dalam sejarah terbentuknya orientalisme,


pertama, tahapan diolah antara bangsa Barat dengan bangsa Timur (Arab –
Islam, India dan Persia) baik secara langsung maupun tidak. Dalam level
penerjemahan karya kaum muslimin, buku-buku filsafat dan kedokteran
merupakan karya yang paling diminati dan terus diselidiki, buku tentang
optik karya Ibnu Kaitham, merupakan buku pertama para ilmuan muslim
yang diterjemahkan kedalam bahasa latin. Tokoh-tokoh penting gerakan
orientalisme ini adalah John of Servile, Romanus, Agustinus dan Adilard.
Tahapan kedua adalah era pasca perang salib. Kalau pada tahapan pertama
para penyelidik Barat masih mempunyai jarak dengan kaum muslim di

11
belahan Timur, maka pada tahapan kedua ini setelah gelombang perang
salib di jantung kota Arab-Islam, ilmuwan-ilmuwan dan sarjana-sarjana
Barat yang menyertai “misi suci” tersebut dengan leluasa berkenalan dekat
dengan sumber-sumber asli peradaban Islam. Lalu pada akhir abad ke-
15 dan awal abad ke-16, dimulailah gerakan orientalisme yang sebenarnya.

Setelah tahapan kedua ini, datang era kolonisme dan imeperalisme


eropa kehampir seluruh negeri dan bangsa non-barat, dunia Islam
khususnya. Pada tahapan ketiga, merupakan “ajudan” apara kolonialis dan
alat yang palinga ampuh untuk mendalami kondisi sosial-historis negeri-
negeri jajahan baru. Dalam tahapan ini orientalisme bertukar peran, kalau
sebelumnya sebagai pengkaji dan peneliti Timur dan ketimuran dengan
sedikit banyak adanya nilai obyektif dan keilmuan, kini perannya telah
bertukar menjadi penguasaan dalam perampasan hak-hak Timur
dilegitimasi lewat kolonialisme. Timur telah menjadi obyek kekuasaan dan
kesemena-menaan bangsa yang lebih kuat bukan lagi menjadi obyek studi
yang harusnya.[13]

Namun dalam hal ini, tidak bisa disimpulkan bahwa seluruh


orientalis adalah “jahat” mempunyai niat buruk dalam mengkaji timur
terutama Islam. Tetapi ada juga para oprientalis yang mempunyai niat
murni untuk mempelajari Islam dan Ketimuran. Berkaitan dengan tujuan
orientalis melakukan kajian mengenai Islam dan ketimuran, Ismail Jakub
mengklasifikasi menjadi beberapa macam tujuan. Yaitu, ada yang
didorong oleh rasa keagaamaan, ada yang karena dorongan jajahan,
dorongan perniagaan, politik dan ada pula yang karena dorongan
keilmuan.[14]

Menurut Asy Syaukanie, orientalisme pada akhirnya setelah


mendapatkan kritik dari beberapa sarjana Islam atau Timur, misalnya,
Tibawi, Anwar Abdul Malik, Abdullah Latovi dan said, dan dari barat
sendiri seperti Faucoult, Recour dan Bordeouw tidak lagi menjadi karir

12
yang patut dibanggakan, bahkan sebaliknya. Para pengkaji ketimuran dari
Barat ada yang merasa risih untuk disebut dirinya sebagai orientalis,
karena istilah tersebut sangat prejoratif. Mereka lebih senang disebut
sebagai “Islamiolog dan sejenisnya”.[15] Kritik yang sering dilontarkan
kepada kaum orientalis adalah bahwa keahlian dan kecakapan
mereka hanya terbatas pada aspek eksternalitas (lahiriah) dari agama.
Mereka tidak dapat memahami wilayah “internal’ dari agama yang
diteliti.[16]

Secara garis besar terdapat dua bentuk pendekatan dalam kajian


Islam, yaitu teologis dan sejarah agama-agama.[17] Pendekatan dalam
kajian teologis yang bersumber dari tradisi dalam kajian tentang Kristen
di Eropa, menyodorkan pemahaman normatif ini semakin cenderung
ditinggalkan para pengkaji agama-agama. Sedangkan pendekatan sejarah
agama-agama berangkat dari pemahaman masyarakat-masyarakat agama.
Penggambaran dan analisa dalam kajian bentuk kedua ini tidak atau
kurang mempertimbangkan klaim-klaim. Keimanan dan kebenaran
sebagaimana dihayati para pemeluk agama itu sendiri. Dan sesuai dengan
perkembangan keilmuan di Barat, maka pendekatan sejarah agama ini
menjadi paradigma dominan dalam kajian-kajian agama, termasuk Islam,
di Barat. Dengan dapat dipahami bahwa wajar kalau hasil kajian para
orientalis tersebut tidak menyentuh pada aspek internal pemeluknya,
karena memang pendekatan yang dipakai adalah pendekatan sejarah
agama-agama (jika memakai pendekatan menurut Asyumardi Azra).

Pada perkembangan selanjutnya, setelah orientalis dikritik baik


secara pendekatan keilmuan maupun keburukan-keburukan (niat jahat)
menjadi terbongkar, kini orientalisme menjadi obyek kajian. Kajian
orientalisme sebagai obyek yang dilakukan dibeberapa universitas Muslim
pada tahapan-tahapan selanjutnya mengilhami studi lebih lanjut akan
budaya Barat yang dilihat dari sudut pandang persepektif “selain Barat”.

13
Hanafi menulis mengenai oksidentalisme sebagaimana di kutip
oleh Asy Syaukanie bahwa :

“Oksidentalisme adalah lawannya orientalisme. Ilmu yang sangat


penting diwujudkan buat masa sekarang, setelah Barat untuk yang kedua
kalinya mulai menancapkan lagi kuku-kolonialismenya…Bagaimanapun,
oksidentalisme merupakan imbangan buat kebudayaan manusia, karena
dengan ini kelak akan tidak ada lagi bangsa yang mendakwa dirinya
sebagai bangsa yang superior.”[18]

Oksidentalisme bukan sekedar kebalikan orientalisme, atau


orientalisme terbalik, atau orientalisme berlawanan, tetapi merupakan
reaksi atas westernisasi. Oksidentalisme bertujuan untuk mengakhiri
mitos Barat sebagai representasi seluruh umat manusia dan sebagai pusat
kekuatan serta meluruskan istilah-istilah yang mengisyaratkan sentrisme
Eropa untuk kemudian di lakukan penulisan ulang sejarah dunia dengan
kacamata lebih obyektif dan netral serta lebih bersikap adil terhadap andil
seluruh peradaban manusia dalam sejarah dunia.

D. Dunia Islam Sebagai Objek Studi Antara Timur dan Barat

a. Objek Studi Islam

Pertanyaan secara kritis berkaitan dengan posisi Islam yang


dijadikan objek studi masih banyak dikembangkan secara lebih
luas dan lebih mendalam lagi. Pertanyaan-pertanyaan semacam ini
memiliki peran penting untuk melihat posisi yang jelas terhadap
aspek ini, diharapkan menjadi jelas mengenai aspek apa saja dari
islam yang dapat menjadi objek studi.

Keagamaan ini terletak pada sifat mendua dari penelitian


agama: penelitian agama sebagai cara mencari kebenaran dari
agama dan sebagai usaha untuk menemukan dan memahami

14
kebenaran dari realitas empiris, secara metodologis, penelitian
agama akan mengalami kesulitan untuk memosisikan antara
dirinya dengan masyarakat yang diteitinya meskipun ia bagian dari
masyarakat dan nilai sosial yang diteliti tersebut. Adanya jarak
inilah yang menentukan bahwa sesuatu yang dijadikan subject
matter, sasaran yang diteliti. Jadi penelitian agama sebagai usaha
akademis berarti menjadikan agama sebagai sasaran penelitian.
Secara metodologis, agama haruslah dijadikan fenomena riil,
walaupun agama itu mungkin terasa abstrak.

Menurut Taufik Abdulah, agama sebagai doktrin, dinamika


dan struktur masyarakat yang dibentuk oleh agama, dan sikap
masyarakat pemeluk terhadap doktrin.

Kategori pertama mempersoalkan substansi ajaran agama.


Namun yang menjadi sasaran penelitian agama sebagai doktrin
adalah pemahaman manusia terhadap doktrin-doktrin tersebut.
Kategori kedua meninjau agama dalam kehidupan sosial dan
dinamika sejarah. Sementara kategori ketiga merupakan usaha
untuk mengetahui corak penghadapan masyarakat terhadap simbol
dan ajaran islam.

Secara lebih terperinci, dalam mempelajari suatu agama,


ada lima bentuk fenomena agama sebagai bentuk kebudayaan yang
perlu diperhatikan. Lima hal tersebut adalah :

a. Naskah-naskah (scripture) atau simbol simbol agama.


b. Sikap, perilaku dan penghayatan para penganut atau tokoh-
tokoh agama.
c. Lembaga-lembaga dan ibadat-ibadat agama, seperti shalat,
haji, puasa, zakat, nikah dan sebagainya.
d. Alat-alat atau sarana peribadatan, seperti masjid dan
sebagainya.

15
e. Lembaga atau organisasi keagamaan tempat para penganut
agama berkumpul

b. Studi Islam di Barat


Ditinjau dari perspektif sejarah, studi yang dilakukan oleh orang
Indonesia di Barat berlangsung cukup lama. Namun demikian, fokus studi
yang dilakukan belum menyentuh secara laangsung dalam bidang kajian
Islam.
Fokus studi Isam baru mulai dilakukan setelah Indonesia merdeka.
Dan orang Indonesia yang pertama kali yang melakukan studi Islam di
Barat adalah M. Rasjidi, menteri pertama Indonesia ini menanamkan
program doctor di Universitas Sarbone Perancis. Sebaga doctor pertama
dari Universitas di Barat menjadikan Rasjidi sebagai idola dan sumber
ilham bagi generasi muda Indonesia.. sebagai seorang intelektual, Rasjidi
telah mengambil bagian terpenting dalam usaha dalam menghidupkan
kembali api islam ( Istilah Bung Karno), yang api itu sepanjang ajaran,
atau lebih tepatnya penemuan kembali, Jamaluddin al-afgani, ialah
keimanan yang teguh namun tetap memberi kebebasan berfikir serta
kesediaan untuk mempelajari dan mengambil “hikmah” dari mana saja.
Tokoh lain yang terpenting menjadi generasi awal yang melakukan studi
Islam Di Barat pasca Rasjidi adalah Harun Nasution.
Harun menempuh perguruan tingginya di Kairo dan di Kanada.
Jadi perpaduan Timur Tengah dan Barat. Namun demikian, sebagaimana
diakuinya, studi di Mcgill Kanada yang menorehkan pengaruh mendalam
dalam karir akademiknya.
Tiga Tokoh diatas, yaitu Rasjidi, Harun Nasution dan Mukti Ali
adalah generasi awal sejarah Islam Indonesia yang melakukan studi Islam
di negeri Barat. Setelah generasi mereka banyak bermunculan intelektual
yang juga menempuh studi Islam di Barat. Beberapa di antaranya adalah
Nurcholish Majid, A Syafi’i Ma’ari, Azyumardi Azra, M. Attho’ Muhzar,
M. Dien Syamsuddin, Safiq A, Mughni, Achmad Jainuri, Thoha Hamim,

16
dan Akh Minhaji. Para alumni Barat ini memiliki pengaruh dan
kontibusi besar dalam Studi Islam di Indonesia.
Studi Islam di negeri Belanda dilakukan di beberapa Universita
pada fakultas tertentu. Memang disana tidak ada fakultas khusus yang
mempelajari agama Islam, tetapi Isam dipelajari dalam kerangka berbagai
disiplin ilmu. Ada enam fakultas yang menjadikaan Isam sebagai bidang
studi yang terbesar di berapa fakultas dan vak grup, antara lain : (1)
Universitas Leiden (2) Universitas Khtolik Nijimigen (3) Universitas
Asterdam (4) Universitas Portestan (5) Universitas Groningen (6)
Universitas Utrecht

C. Studi Islam di Timur

Hampir sama yang terjadi di Barat, studi Islam negeri-negeri Timur


tengah juga bervariasi. Antara satu negara dengan negara lainnya terdapat
perbedaan . Ini merupakan hal yang wajar karena karakteristik studi Islam
dipengaruhi oeh beberapa faktor, diantaranya faktor kebijakan politik
dinamika sosial budaya latar belakang pemegang kebijakan pendidikan
perkembangan ekonomi, dan berbagai faktor lainnya. Di Universitas
Teheran Iran, misalnya ada ruang khusus yang menyimpan naskah-naskah
kuno, yang ditulis oleh para pemikir klasik dan ditulis oleh bahasa Persia.
Maka pantas kalau Marshal Hudgson mengatakan dalam bukunya, the
Venture of Islam, bahwa dalam pemikiran Islam ada Islam, ada Islamicate,
dan ada Islam dom, yakni kebudayaan Islam setelah berinteraksi dengan
berbagai budaya dari negeri-negeri yang kemudian disebut negeri-negeri
muslim. Di Teheran, ada juga universitas Imam Sadiq yang mempelajari
Islam dan ilmu umum sekaligus. Di universitas Damaskus Syria, yang
memiliki banyak fakultas umum, studi Islam ditampung dalam Kuliatu Al-
Syari’ah (Fakultas Syari’ah), yang didalamnya ada program studi
ushuluddin, taswwuf, tafsir dan sejenisnya. Jadi pengertian syari’ah disitu
lebih luas daripada pengertian syari’ah sebagai hukum Islam, seperti yang
ada di IAIN. Di Aligarch university India studi Islam dibagi menjadi dua.

17
Pertama islam sebagai Islam dikaji dalam fakultas ushuluddin yang
mempunyai dua jurusan; jurusan madzab Ahli sunnah dan Syi’ah. Kedua,
Islam sebagai sejarah dikaji pada fakultas humaniora dalam jurusan
Islamic studi yang berdiri sejajar dengan jurusan politik, sejarah, dan lain-
lain. Di Jamiah Miliah Islamiah, New Delhi, Islamic studi program berada
pada fakultas humaniora, bersama dengan Arabic studies, Persian studies,
dan Political science.

Di Universitas Islam Internasional Malaysia, program studi Islam


berada dibawah kulliah of revealate, knowledge and human sciencies
(fakultas ilmu kewahyuan dan kemanusiaan). Selain jurusan kewahyuan
dan warisan Islam, dalam fakultas ini juga ada jurusan-jurusan psikologi,
sosiologi, filsafat, ilmu politik, dan lain-lain. Di Universitas al-Azhar
Mesir, yang menjadi imam bagi IAIN dari sebagai metodologi mendekati
islam, paling kurang pada awal-awalnya, studi islam telah berubah bentuk
pengorganisasinya. Al-Azhar sampai tahun 1961 memiliki fakultas-
fakultas yang dimiliki IAIN. Setelah tahun 1961, Al-Azhar tidak lagi
membatasi diri pada fakultas-fakultas agama, tapi juga membuka fakultas-
fakultas ain al-azhar, disamping ada di Kairo, juga ada di daerah-daerah
dan mempunyai program khusus untuk wanita dan laki-laki. Dikairo
sendiri ada bebrapa fakultas, yakni fakultas ushuludin, fakultas hukum
(Islamic Jurisprudence and Laukauliatu Al Syari’ah Wa Al-Hukum).
Fakutas Bahasa Arab (Faculty of Arabic Language/Kuliah Al-Arabiyah),
Fakultas Studi Islam dan Arab (Faculty of Islamic and Arabic
Studies/Kuliah Al-Dirashah Al Islamiyyah Wal Arabiyah), fakultas
dakwah, fakultas tarbiyah, kulliyah lughah wa altarjamaah (fakutas bahas
adan tarjamaah), faculty of science (fakutas science), fakultas kedokteran
(faculty of medicine), fakutas pertanian, ekonomi, dan tehnik. Pada
fakultas sains terdapat jurusan-jurusan kimia, geologi, micro biology,
anatomi, astronomi, fisika dan zoology. Sedangkan pada fakultas
peternakan terdapat jurusan peternakan, ekonomi pertanian, industri

18
makanan, genetika, pertahanan, insektisida, holticutura, dan masyarakat
pedesaan.

Didaerah-daerah seperti di al-Suyut, pada fakultas ushuluddin,


dakwah, syariah wal huquq, bahasa arab kedokteran umum, kedokteran
gigi dan farmasi. Di Zakasyi ada fakultas Ushuluddin, Dakwah, bahasa
Arab. Di Tanta ada fakultas ushuluddin, Dakwah, Bahasa Arab dan
seterusnya. Melihat peran ini kita simpulkan bahwasanya Studi Islam
ditimur tengah, sebagaiman studi islam dibarat dan berbagai negara
lainnya, juga tidak seragam ada karakteristik yabg khas dari masing-
masing negara dan perguruan tinggi. Hal ini menajdikan kekayaan warnma
dalam studi islam dimasing-masing lembaga dan negara. Konstruksi
semacam ini justru akan memperkaya warna studi Islam.

6. Problem dan Prospek Pendekatan Studi Kawasan


Menurut Parsudi Suparlan makna dari istilah “Pendekatan” sama
dengan “Metodologi” yaitu “Sudut pandang atau cara melihat atau
memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau masalah yang
dikaji”. Tetapi menurut Ngainun Naim dalam bukunya Pengantar Studi
Islam “Perbedaan keduanya berada pada perlakuan atas obyek. Metode
cenderung menganggap sebuah obyek sebagai entitas pasif. Sementara
Pendekatan cenderung mengaggap sebuah obyek sebagai suatu obyek
yang aktif”[5]. Adapun pendekatan yang dimaksud disini adalah cara
pandang atau paradigma yang terdapat di dalam suatu bidang ilmu
yang selanjutnya digunakan untuk memahami agama. Dalam
hubungan ini, Jalaluddi Rahmad sebagaimana yang dikutip oleh
Abuddin Nata mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan
menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang
diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka
paradigmanya. Untuk dapat hidup dan berkembang dan lestari dalam
masyarakat, agama harus menjadi kebudayaan dalam masyarakat.

19
Karena setiap masyarakat memiliki kebudayaan yang digunakan
sebagai pedoman untuk memanfaatkan lingkungan hidupnya guna
kelangsungan hidupnya yang mencakup kebutuhan biologi, kebutuhan
sosial, dan kebutuhan adab yang integratif. Jadi pendekatan studi area
adalah pendekatan yang meliputi bidang kesejarahan, pertumbuhan
dan perkembangan peradaban dan kebudayaan terhadap keadaan
masyarakat disuatu wilayah atau kawasan. Problematika yang dialami
para peneliti dengan menggunakan pendekatan studi area dalam studi
Islam berbanding lurus besarnya dengan obyek dan luas wilayah yang
diselidiki. Semakin kompleks obyek yang diselidiki, semakin luas pula
wilayah yang dijangkaunya, maka semakin besar pula persiapan yang
diperlukan untuk menerapkan studi area.

Prospek pendekatan studi kawasan bisa di katakan baik, hanya perlu


dibangunnya pengertian dan kerjasama yang baik, mengingat
banyaknya komunitas muslim di seluruh dunia yang meliputi luas

komunitas Islam mencapai 31,8 juta atau sebanding dengan 25%


dunia dengan jumlah populasi Islam 1.334 juta yang memanjang
mulai dari Indonesia sebelah timur hingga negara sebelah barat antara
Turkistan sampai keselatan Mozambik. Sedangkan minoritas Islam
terbanyak berada di wilayah India dan China.

Pada penelitian kasus Islam dan budaya lokal, persoalan akulturasi


timbal balik antara lingkungan budaya dan ekspresi keagamaan
seseorang, maka ada perbadaan penyebaran agama antara Indonesia
dan Maroko. Di Indonesia penyebaran agama cenderung damai dan
bersifat akomodatif, berbeda dengan di Maroko. Di Maroko
penyebaran agama lebih bersifat agresif, oposisional, dan tegas. Hal ini
dapat kita lihat dari tokoh penyebar Islam di Indonesia seperti Sunan
Kalijaga, Sunan Giri yang cenderung damai dan tekun dalam
menyebarkan agama islam, sedangkan Sidi Lahsen Lyusi atau Ali

20
Hasan ibn Mas’ud Al-Yusi di Maroko yang menyebarkan Islam
dengan pemahaman yang murni dan cenderung tidak kompromistis.
Namun mereka tetap diakui sebagai wakil yang sah oleh masyarakat
dengan corak keislaman yang berbeda-beda. Di indonesia pengakuan
tersebut diberi gelar Wali Songo, sedangkan di Maroko pengakuan
tersebut diberi gelar Sidi.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Islam berkembang melalui proses perjalanan sejarah yang panjang


dan culture yang berbeda melihat dimana Islam itu berkembang. Perbedaan
latar belakang sejarah dan budaya mempunyai ukuran yang sama tentang ke-
Islaman.

Pandangan agama dapat berubah dan dibenarkan berbeda karena


perbedaan waktu, zaman, lingkungan, stuasi dan sasaran serta tradisi yang sesuai
dengan suatu kaidah.

Maka studi ke-Islaman di wilayah-wilayah secara objekti


akan menghasilkan pandangan dan aplikasi Islam yang benar dan tidak harus
sama dengan apa yang dilakukan dan diterapkan di wilayah lainnya. Oleh karena
itu, sangat didambakan untuk munculnya pusat-pusat studi Islam untuk dapat
menyahuti persoalan yang terus berkembang di masa mendatang

3.2 Saran

Dengan sangat menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari


kesempurnaan, untuk itu kami menyarankan kepada pembaca untuk memberikan
sumbangan saran serta kritikan dalam memperbaiki makalah kami untuk yang
akan datang.

22
DAFTAR PUSTKA

Download.portalgaruda.org>article/oksidentalisme, 10 oktober 2016, 12.00

Hasnanadip.blogspot.co.id/2015/01/tokoh-pemikiran-oksidalis.html

www.slideshare.net/mobile/fonnamikamahuly/ppkn-bab-2-4348687 (7.00 pm)

Naim Ngainun, 2009, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta:Teras

Ensiklopedi Islam,2001, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru van


Hoeve

Sulaiman Rusydi, 2014, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban


Islam, Jakarta: Rajawali Pers

www.almanhaj.or.id

Badawi Abdurrahman , 2003, Ensiklopedi Tokoh Orientalis, Yogyakarta: LkiS


Yogyakarta

Metodologi Studi Islam, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,1999.

http://abasawatawalla01.blogspot.com/2013/01/metodologo-studi-islam.html , di
unduh 16 Oktober 2016

1 Ensiklopedi Islam,2001, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 55

[2] Sulaiman Rusydi, 2014, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam,
Jakarta: Rajawali Pers, 125

3 www.almanhaj.or.id

[4] Badawi Abdurrahman , 2003, Ensiklopedi Tokoh Orientalis, Yogyakarta: LkiS


Yogyakarta

5 Naim Ngainun, Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: Teras, 2009), 10

23

Anda mungkin juga menyukai