Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

MATA KULIAH : KEPERAWATAN BENCANA


“MANAJEMEN KEPERAWATAN BENCANA PADA IBU HAMIL ”

Dosen Pembimbing :
Oswati Hasanah, M.Kep.,Sp.Kep.An

Disusun oleh:
David Alfayed Silalahi (1611115887)

Kelas :
A 2016 1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
“Manajemen Keperawatan Bencana Pada Ibu Hamil”. Penulis berterima kasih pada ibu
Oswati Hasanah, M.Kep.,Sp.Kep.An selaku pembimbing mata kuliah Keperawatan Bencana
yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Manajemen Penanggulangan Bencana pada Fase Bencana .
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan. Oleh
sebab itu penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi pembaca. Sekiranya laporan yang telah
disusun ini dapat berguna bagi penulis maupun orang yang membacanya. Sebelumnya
penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Pekanbaru, 08 Novenber 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ................................................................................................................. 2

D. Manfaat Penulisan ................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Bencana ............................................................................................................................... 3
B. Tahapan Bencana ................................................................................................................ 3
C. Manajemen Bencana ............................................................................................................ 6
D. Pelayanan medis bencana berdasarkan siklus bencana ........................................................ 9
E. Penanggulangan Bencana di Bidang Kesehatan................................................................. 10
F. Dampak Bencana pada ibu hamil dan bayi........................................................................11

G. Keperawatan Bencana pada ibu hamil dan bayi sebelum bencana ..................................... 12

H. Keperawatan Bencana pada ibu hamil dan bayi saat bencana ............................................ 13

I. Keperawawatan Bencana pada ibu hamil dan bayi setelah bencana .................................. 18

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 21
3.2 Saran .......................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 22

\
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak Tsunami Aceh tahun 2004, sampai sepanjang tahun ini Indonesia seakan sedang
melakukan maraton bencana dari satu pulau ke pulau lain dan dari satu provinsi ke provinsi
lain. Pada awal tahun 2010 setelah letusan Gunung Api Merapi mereda, tanah air Indonesia
kembali diguncang bencana alam besar: gempa bumi di Yogyakarta dan tsunami di kawasan
selatan Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah. Sementara itu, bencana yang berkaitan dengan
fenomena geologi, seperti semburan lumpur panas di Porong, Sidoarjo, belum juga berhenti.
Kemudian pada akhir tahun 2010 merapi kembali menyala yang lebih ganas, diikuti oleh
Tsunami Mentawai dan banjir bandang di beberapa wilayah seperti di Wasior Irian Jaya
(BNPB 2010).
Bencana merupakan kejadian luar biasa yang menyebabkan kerugian besar bagi
manusia dan lingkungan dimana hal itu berada diluar kemampuan manusia untuk dapat
mengendalikannya, disebabkan oleh faktor alam atau manusia atau sekaligus oleh keduanya.
Didalam Penanganan bencana terdapat beberapa aspek yaitu aspek mitigasi bencana
(pencegahan), kegawatdaruratan saat terjadinya bencana, dan aspek rehabilitasi. Penanganan
kegawatdaruratan targetnya adalah penyelamatan sehingga risiko tereliminir. Sedangkan
rehabilitasi merupakan upaya mengembalikan pada kondisi normal kembali. Dampak
bencana yang ditimbulkan dapat berupa kematian masal, terganggunya tatanan sosiologis dan
psikologis masyarakat, pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, keterbelakangan, dan
hancurnya lingkungan hidup masyarakat. Begitu besarnya risiko yang ditimbulkan oleh
bencana ini, maka penanganan bencana menjadi sangat penting untuk menjadi perhatian dan
tugas kita bersama.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:11. Bagaimana
Konsep Dasar Manajemen Penanggulangan Bencana ?
2. Bagaimana Dampak bencana pada ibu hamil dan bayi?
3. Bagaimana Manajemen keperawatan bencana pada ibu hamil dan bayi?
4. Bagaimana Manajemen keperawatan bencana pada ibu hamil dan bayi sebelum bencana?
5. Bagaimana Manajemen keperawatan bencana pada ibu hamil dan bayi setelah bencana ?
C. Tujuan
1. Untuk memahami Konsep Dasar Manajemen Penanggulangan Bencana.
2. Untuk memahami Dampak bencana pada ibu hamil dan bayi, anak dan lansia
3. Untuk memahami Manajemen keperawatan bencana pada ibu hamil dan bayi saat
bencana
4. Untuk memahami Manajemen keperawatan bencana pada ibu hamil dan bayi sebelum
bencana
5. Untuk memahami Manajemen keperawatan bencana pada ibu hamil dan bayi setelah
bencana.

D. Manfaat
Manfaat dari setiap makalah apapun dan dengan tema apapun selalu memiliki kesamaan
dalam manfaatnya yakni menambah wawasan bagi penulis sendiri karena dalam
penulisannya, penulis di tuntut untuk mengambil beberapa referensi sebagai bahan
penulisannya dan juga bagi para pembaca. Selain itu, dapat menjadi salah satu acuan untuk
menerapkan ilmu saat proses keperawatan dan diharapkan mahasiswa dapat memahami
Konsep Manajemen Keperawatan Bencana Pada Ibu hamil dan Bayi serta mampu
mengaplikasikannya dengan baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bencana (Disaster)
Menurut UU No. 24 tahun 2007, pengertian bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis (Toha, 2007). Pengertian bencana menurut International Strategy for
Disaster Reduction (2004) adalah suatu gangguan serius terhadap aktivitas di masyarakat
yang menyebabkan kerugian luas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau
ling-kungan dan melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi
dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri. World Health Organization (WHO),
mendefinisikan bencana adalah Kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan
ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan
yang ber-makna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar[10]. Sedangkan
Hodgetts & Jones (2002) mendefinisikan bencana dengan istilah “Major Incident”. “In health
service terms a major incident can be defined as any incident where the location, number,
severity, or type of live casualties requires extraordinary resources”.

B. Tahapan Bencana
Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster, tahap serangan
atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergency dan tahap rekonstruksi.
a. Tahapan Pra Disaster
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai saat
sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini dipandang oleh para
ahli sebagai tahap yang sangat strategis karena pada tahap pra bencana ini masyarakat perlu
dilatih tanggap terhadap bencana yang akan dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan
kepada petugas dan masyarakat akan sangat berdampak kepada jumlah besarnya korban saat
bencana menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat pada tahap pra
bencana. Dengan pertimbangan bahwa, yang pertama kali menolong saat terjadi bencana
adalah masyarakat awam atau awam khusus (first responder), maka masyarakat awam khusus
perlu segera dilatih oleh pemerintah kabapaten kota. Latihan yang perlu diberikan kepada
masyarakat awam khusus dapat berupa : Kemampuan minta tolong, kempuan menolong diri
sendiri, menentukan arah evakuasi yang tepat, memberikan pertolongan serta melakukan
transportasi.
Peran tenaga kesehatan dalam fase pra disaster adalah:
1. Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang berhubungan dengan
penanggulangan ancaman bencana untuk tiap fasenya.
2. Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah, organisasi
lingkungan, palang merah nasional, maupun lembagalembaga kemasyarakatan dalam
memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi bencana kepada
masyarakat.
3. Tenaga kesehatan terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan
kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal berikut ini:
 Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana
 Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota
keluarga yang lain
 Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon
darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan ambulance

b. Tahapan Bencana (Impact)


Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase), waktunya bisa terjadi
beberapa detik sampai beberapa minggu atau bahkan bulan. Tahap serangan dimulai saat
bencana menyerang sampai serang berhenti. Waktu serangan yang singkat misalnya:
serangan angin puting beliung, serangan gempa di Jogyakarta atau ledakan bom, waktunya
hanya beberapa detik saja tetapi kerusakannya bisa sangat dahsyat. Waktu serangan yang
lama misalnya : saat serangan tsunami di Aceh terjadi secara periodik dan berulang-ulang,
serangan semburan lumpur lapindo sampai setahun lebih bahkan sampai sekarang belum
berhenti yang mengakibatkan jumlah kerugian yang sangat besar.
Peran tenaga kesehatan pada fase Impact adalah:
1. Bertindak cepat
2. Do not promise, tenaga kesehatan seharusnya tidak menjanjikan apapun secara pasti
dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban selamat
3. Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan
4. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan untuk setiap kelompok yang
menanggulangi terjadinya bencana
c. Tahapan Emergency
Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang pertama, bila
serangan bencana terjadi secara periodik seperti di Aceh dan semburan lumpur Lapindo
sampai terjadinya rekonstruksi. Tahap emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai
beberapa bulan. Pada tahap emergensi ini, korban memerlukan bantu-an dari tenaga medis
spesialis, tenaga kesehatan gawat darurat, awam khusus yang terampil dan tersertifikasi.
Diperlukan bantuan obat-obatan, balut bidai dan alat evakuasi, alat transportasi yang efisien
dan efektif, alat komunikasi, makanan, pakaian dan lebih khusus pakaian anakanak, pakaian
wanita terutama celana dalam, BH, pembalut wanita yang kadang malah hampir tidak ada.
Diperlukan mini hospital dilapangan, dapur umum dan manajemen perkemahan yang baik
agar kesegaran udara dan sanitasi lingkungan terpelihara dengan baik.
Peran tenaga kesehatan ketika fase emergency adalah :
1. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari
2. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan ketenaga kesehatan harian
3. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan
kesehatan di RS
4. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
5. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan
kesehatan
6. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun
kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya.
7. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang
ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi
psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan
otot)
8. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan
memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
9. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater
10. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan
kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.
d. Tahapan Rekonstruksi
Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti sekolah, sarana
ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap rekonstruksi ini yang dibangun
tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih utama yang perlu kita bangun kembali adalah
budaya. Kita perlu melakukan rekonstruksi budaya, melakukan re-orientasi nilai-nilai dan
norma-norma hidup yang lebih baik yang lebih beradab. Dengan melakukan rekonstruksi
budaya kepada masyarakat korban bencana, kita berharap kehidupan mereka lebih baik bila
dibanding sebelum terjadi bencana. Situasi ini seharus-nya bisa dijadikan momentum oleh
pemerintah untuk membangun kembali Indonesia yang lebih baik, lebih beradab, lebih santun,
lebih cerdas hidupnya, lebih me-miliki daya saing di dunia internasional. Hal ini yang
nampaknya kita rindukan, karena yang seringkali kita baca dan kita dengar adalah
penyalahgunaan bantuan untuk korban bencana dan saling tunggu antara pemerintah daerah
dengan pemerintah pusat.
Peran tenaga kesehatan pada fase rekonstruksi adalah:
1. tenaga kesehatan pada pasien post traumatic stress disorder(PTSD)
2. tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerjasama dengan
unsur lintas sector menangani masalah kesehatan masyarakat pasca gawat darurat
serta mempercepat fase pemulihan (Recovery) menuju keadaan sehat dan aman

C. Manajemen Bencana
Manajemen Bencana adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengendalikan
bencana dan keadaan darurat, sekaligus memberikan kerangka kerja untuk menolong
masyarakat dalam keadaan beresiko tinggi agar dapat menghindari ataupun pulih dari
dampak bencana. Skala dan status bencana menurut UU nomor 24 tahun 2007, ditentukan
oleh presiden. Penentuan skala dan status bencana ditentukan berdasarkan kriteria jumlah
korban dan material yang dibawa oleh bencana, infrastruktur yang rusak, luas area yang
terkena, sarana umum yang tidak berfungsi, pengaruh terhadap sosial ekonomi dan
kemampuan sumber daya lokal untuk mengatasinya.
Tujuan dari manajemen bencana:
1. Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang
dialami oleh perorangan, masyarakat negara.
2. Mengurangi penderitaan korban bencana
3. Mempercepat pemulihan
4. Memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan
tempat ketika kehidupannya terancam.
Didalam siklus manajemen bencana terdapat beberapa tahapan dalam upaya untuk
menangani suatu bencana yaitu:
1. Penanganan Darurat; yaitu upaya untuk menyelamatkan jiwa dan melindungi harta
serta menangani gangguan kerusakan dan dampak lain suatu bencana. Sedangkan
keadaan darurat yaitu kondisi yang diakibatkan oleh kejadian luar biasa yang berada
di luar kemampuan masyarakat untuk menghadapinya dengan sumber daya atau
kapasitas yang ada sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok dan
terjadi penurunan drastis terhadap kualitas hidup, kesehatan atau ancaman secara
langsung terhadap keamanan banyak orang di dalam suatu komunitas atau lokasi.
2. Pemulihan (recovery) adalah suatu proses yang dilalui agar kebutuhan pokok
terpenuhi. Proses recovery terdiri dari:
 Rehabilitasi : perbaikan yang dibutuhkan secara langsung yang sifatnya
sementara atau berjangka pendek.
 Rekonstruksi : perbaikan yang sifatnya permanen
3. Pencegahan (prevension); upaya untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan
timbulnya suatu ancaman. Namun perlu disadari bahwa pencegahan tidak bisa 100%
efektif terhadap sebagian besar bencana.
4. Mitigasi (mitigation); yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk
dari satu ancaman. Misalnya: penataan kembali lahan desa agar terjadinya banjir tidak
menimbulkan kerugian besar.
5. Kesiap-siagaan (preparedness); yaitu persiapan rencana untuk bertindak ketika terjadi
(kemungkinan akan terjadi) bencana. Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap
kebutuhan-kebutuhan dalam keadaan darurat danidentifikasi atas sumber daya yang
ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Perencanaan ini dapat mengurangi dampak
buruk dari suatu ancaman.

Manajemen bencana dapat dibagi menjadi beberapa fase:


1. Fase Mitigasi
Mitigasi merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengurangi resiko dan
potensi kerusakan akibat keadaan darurat. Analisa demografi populasi rentan dan
kemampuan komunitas harus dianalisa. Mitigasi mencakup pendidikan kepada publik
tindakan untuk menyiapkan bencana pada individu, keluarga, dan komunitas. Dimulai
dengan mengidentifikasi hazard potensial yang mempengaruhi operator organisasi.
Indonesia kini tengah menuju mitigasi/tindakan preventif. Mitigasi yang
dilakukan adalah dengan pembangunan struktural dan non struktural di daerah rentan
gempa dan bencana alam lainnya. Tindakan mitigasi struktural contohnya dengan
pemasangan sistem informasi peringatan dini tsunami, yang bekerja setelah terjadi
gempa. Mitigasi non struktural adalah penataan ulang tata ruang area rentan bencana.
2. Fase kesiapsiagaan dan pencegahan (Prevention phase)
Fase kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik dengan
berbagai tindakan untuk meminamalisir kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya
bencana dan menyusun perencanaan agar dapat melakukan kegiatan pertolongan serta
perawatan yang efektif saat terjadi bencana. Tindakan terhadap bencana menurut PBB
ada 9 kerangka: pengkajian terhadap kerentanan; membuat perencanaan;
pengorganisasian; sistem informasi; pengumpulan sumber daya; sistem alarm;
mekanisme tindakan; pendidikan dan pelatihan penduduk; gladi resik.
Beberapa langkah yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanganan Bencana
baik tingkat Nasional dan Daerah telah diusahakan sekeras mungkin. Contohnya
pemetaan daerah rawan bencana gempa, regionalisasi daerah bencana gempa,
penetapan daerah yang menjadi wilayah basis pencapaian lokasi bencana gempa, serta
penetapan daerah lokasi evakuasi saat dilakukan penanganan korban gempa bumi.
3. Fase tindakan (Respon phase)
Fase tindakan merupakan fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang
nyata untuk menjaga diri sendiri atau harta kekayaan. Tujuan dari fase tindakan
adalah mengontrol dampak negatif dari bencana. Aktivitas yang dilakukan: instruksi
pengungsian; pencarian dan penyelamatan korban; menjamin keamanan dilokasi
bencana; pengkajian terhadap kerugian akibat bencana; pembagian dan penggunaan
alat perlengkapan pada kondisi darurat; pengiriman dan penyerahan barang material;
dan menyediakan tempat pengungsian. Fase tindakan dibagi menjadi fase akut dan
fase sub akut. Fase akut, 48 jam pertama sejak bencana terjadi disebut fase
penyelamatan dan pertolongan medis darurat sedangkan fase sub akut terjadi sejak 2-
3 minggu. Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih dipersempit lagi
dengan membaginya menjadi fase akut dan fase sub akut. Dalam fase akut, 48 jam
pertama sejak bencana terjadi disebut fase penyelamatan dan pertolongan / pelayanan
medis darurat terhadap orang orang yang terluka pada saat mengungsi atau dievakuasi,
serta dilakukan tindakan-tindakan terhadap munculnya permasalahan kesehatan dalam
pengungsian.
4. Fase pemulihan
Fase pemulihan merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan
kemampuannya sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti kondisi sebelumnnya.
Pada fase ini orang-orang mulai melakukan perbaikan darurat tempat tinggal, mulai
sekolah atau bekerja, memulihkan lingkungan tempat tinggalnya. Fase ini merupakan
masa peralihan dari kondisi darurat ke kondisi tenang.
5. Fase Rehabilitasi
Fase Rehabilitasi merupakan fase dimana individu atau masyarakat berusaha
mengembalikan fungsi fungsi-fungsinya seperti sebelum bencana dan merencanakan
rehabilitasi terhadap seluruh komunitas. Keadaannya mengalami perubahan dari
sebelum bencana.

D. Pelayanan medis bencana berdasarkan siklus bencana


1. Fase Akut pada siklus bencana
Prioritas di lokasi bencana, pertolongan terhadap korban luka dan evakuasi
dari lokasi berbahaya ke tempat yang aman. 3 T (triage, treatment, dan transportation)
penting untuk menyelamatkan korban luka sebanyak mungkin. Pada fase ini juga
dilakukan perawatan terhadap mayat dan keluarga yang ditinggalkan, baik di rumah
sakit, lokasi bantuan perawatan darurat maupun ditempat pengungsian yang
menerima korban bencana.
2. Fase menengah dan panjang pada siklus bencana
Fase perubahan pada lingkungan tempat tinggal. Pada fase ini harus
memperhatikan segi keamanan, membantu terapi kejiwaan korban bencana,
membantu kegiatan untuk memulihkan kesehatan hidup dan membangun kembali
komunitas sosial.
3. Fase tenang pada siklus bencana
Fase tidak terjadi bencana, pada fase ini diperlukan pendidikan
penanggulangan bencana saat bencana terjadi, pelatihan pencegahan bencana pada
komunitas dengan melibatkan penduduk setempat, pengecekan dan pemeliharaan
fasilitas peralatan pencegahan bencana baik di daerah maupun fasilitas medis, serta
membangun sistem jaringan bantuan.
E. Penanggulangan Bencana di Bidang Kesehatan

Dengan melihat faktor resiko yang terjadi akibat bencana, maka penanggulangan
bencana sector kesehatan bisa dibagi menjadi aspek medis dan aspek kesehatan
masyarakat. Pelaksanaanya tentu harus melakukan koordinasi dan kloaborasi dengan
sector dan program terkait. Berikut ini merupakan ruang lingkup bidang pengendalian
penyakit dan penyehatan lingkungan, terutama saat tanggap darurat dan pasca
bencana.
1. Sanitasi darurat.
Kegiatannya adalah penyediaan serta pengawasan air bersih dan jamban :kualitas
tempat pengungsian, serta pengaturan limbah sesuai standard. Kekurangan jumlah
maupun kualitas sanitasi ini akan meningkatkan resiko penularan penyakit.
2. Pengendalian vector.
Bila tempat pengungsian dikategorikan tidak ramah, maka kemungkinan terdapat
nyamuk dan vector lain disekitar pengungsi. Ini termasuk timbunann sampah dan
genagan air yang memungkinkan tejadinya perindukan vector. Maka kegiatan
pengendalian vector terbatas saat diperlukan baik dalam bentuk spraying, atau
fogging, larvasiding, maupun manipulasi lingkungan.
3. Pengendalian penyakit.
Bila dari laporan pos pos kesehatan diketahui terdapat peningkatan kasus penyakit,
terutama yang berpotensi KLB, maka dilakukan pengendalian melalui intensifikasi
penatalaksanaan kasus serta penanggulangan faktor resikonya. Penyakit yang
memerlukan perhatian adalah diare dan ISPA.
4. Imunisasi terbatas.
Pengungsi pada umumnya rentan terhadap penyakit, terutama orang tua, ibu hamil,
bayi dan balita. Bagi bayi dan balita perlu imunisasi campak bila dalam catatan
program daerah tersebut belum mendapatkan crash program campak. Jenis imunisasi
lain mungkin diperlukan ssuai dengan kebutuhan setempat seperti yang dilakukan
untuk mencegah kolera bagi sukarelawan di Aceh pada tahun 2005 dan imunisasi
tetanus toksoid (TT) bagi sukarelawan di DIY dan jateng apda tahun 2006.
5. Surveilanse Epidemologi.
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi epidemologi penyakit potensi
KLB dan faktor resiko.atas informasi inilah maka dapat ditentukan pengendalian
penyakit, pengendalian vector, dan pemberian imunisasi, informasi epidemologi yang
harus diperoleh melalui kegiatan surveilens epidemologi adalah :
a. Reaksi social
b. Penyakit menular
c. Perpindahan penduduk

F. DAMPAK BENCANA PADA IBU HAMIL DAN BAYI

Kejadian bencana akan berdampak terhadap stabilitas tatanan masyarakat. Kelompok


masyarakat rentan (vulnerability) harus mendapatkan prioritas. Salah satu kelompok rentan
dalam masyarakat yang harus mendapatkan prioritas pada saat bencana adalah ibu hamil, ibu
melahirkan dan bayi.Penelitian di beberapa negara yang pernah mengalami bencana,
menunjukan adanya perubahan pada kelompok ini selama kejadian bencana. Bencana bom
World Trade Center (September, 2000) berdampak terhadap kejadian BBLR (berat bayi lahir
rendah) pada ibu-ibu melahirkan di New York.

Di bawah ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan dampak bencana
pada ibu hamil, melahirkan dan bayi. Dampak bencana yang sering terjadi adalah abortus dan
lahirprematur disebabkan oleh ibu mudah mengalami stres, baik karena perubahan hormon
maupun karena tekanan lingkungan/stres di sekitarnya. Efek dari stres ini diteliti dengan
melakukan riset terhadap ibu hamildi antara korban gempa bumi. Penelitian mengambil
tempat di Cili selama tahun 2005, di saat gempa bumi Tarapaca sedang mengguncang daerah
tersebut. Penelitian sebelumnya telah mengamati efek stres pada wanita hamil, namun yang
berikut ini memfokuskan pada dampak stres pada waktu kelahiran bayi serta dampaknya
pada kelahiran bayi perempuan atau laki-laki. Hasilnya, ibu hamil yang tinggal di area pusat
gempa, dan mengalami gempa bumi terburuk pada masa kehamilan dua dan tiga bulan,
memiliki risiko melahirkan prematur yang lebih besar dari kelompok lainnya. Pada ibu hamil
yang terekspos bencana alam di bulan ketiga kehamilan, peluang ini meningkat hingga 3,4%.
Tidak hanya itu, stres juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan keguguran.

Selain itu, saat bencana ibu hamil bisa saja mengalami benturan dan luka yang
mengakibatkan perdarahan atau pelepasan dini pada plasenta dan rupture uteri. Keadaan ini
dapat mengakibatkan gawat janin dan mengancam kehidupan ibu dan janin. Itulah sebabnya
ibu hamil dan melahirkan perlu diprioritaskan dalam penanggulangan bencana alasannya
karenadi situ ada dua kehidupan.

G. KEPERAWATAN BENCANA PADA IBU HAMIL DAN BAYI SEBELUM


BENCANA

Melihat dampak bencana yang dapat terjadi, ibu hamil dan bayi perlu dibekali
pengetahuan dan ketrampilan menghadapi bencana. Beberapa hal yang dapat dilakukan
antara lain:
1. Membekali ibu hamil pengetahuan mengenai umur kehamilan, gambaran proses
kelahiran, ASI eksklusif dan MPASI
2. Melibatkan ibu hamil dalam kegiatan kesiapsiagaan bencana, misalnya dalam simulasi
bencana.
3. Menyiapkan tenaga kesehatan dan relawan yang trampil menangani kegawat daruratan
pada ibu hamil dan bayi melalui pelatihan atau workshop.
4. Menyiapkan stok obat khusus untuk ibu hamil dalam logistik bencana seperti tablet Fe dan
obat hormonal untuk menstimulasi produksi ASI.

H. KEPERAWATAN BENCANA PADA IBU HAMIL DAN BAYI SAAT BENCANA

Ibu hamil dan melahirkan perlu diprioritaskan dalam penanggulangan bencana


alasannya karena ada dua kehidupan dan adanya perubahan fisiologis. Perawat harus ingat
bahwa dalam merawat ibu hamil adalah sama halnya dengan menolong janinnya. Sehingga,
meningkatkan kondisi fisik dan mental wanita hamil dapat melindungi dua kehidupan.

1. Pengkajian
Pengkajian kesehatan yang harus dilakukan pada ibu hamil dan bayi atau janin saat
terjadi bencana, meliputi:

Ibu Hamil

Ibu hamil harus dikajiberat badan, pembengkakan kaki, dan darah. Berat badan diukur
dengan timbangan badan. Hasil pengukuran saat ini dibandingkan dengan pengukuran
sebelumnya untuk mengkaji peningkatan berat badan yang dihubungkan dengan ada atau
tidak adanya oedema. Kalau tidak ada timbangan, mengamati oedema harus selalu dicek
dengan menekan daerah tibia. Ibu hamil yang mengalami oedema juga sulit menggenggam
tangannya, atau menapakkan kakinya ke dalam sepatu karena adanya oedema di tangan, lutut
dan telapak kaki harus diperiksa. Selain itu, sindrom hipertensi karena kehamilan juga harus
dikaji dengan persepsi perabaan oleh petugas penyelamatan dengan melihat gejala-gejala
yang dirasakan oleh ibu hamil yaitu seperti sakit kepala dan nadi meningkat, apabila
tensimeter tidak tersedia. Anemia dapat dikaji dengan melihat warna pembuluh darah kapiler
ibu hamil. Pada kasus warna konjungtiva atau kuku pucat, dapat diperkirakan merupakan
tanda anemia.

Pengkajian pada ibu hamil harus juga mengkaji janin dalam kandungannya. Kondisi
kesehatan janin dikaji dengan mengukur gerakan dan denyut jantungnya. Denyut jantung
janin dideteksi dengan menggunakan Laennec, alat yang ditunjukkan di bawah ini

Gambar 6.1. Laennec

Apabila Laennec tidak tersedia maka dapat digunakan kertas silinder sebagai
pengganti Laennec. Setelah mengetahui posisi punggung janin maka denyut jantung janin
dapat didengar dengan cara mendekatkan telinga menggunakan LaennecLeneck pada perut
ibu.

Gambar 6.2 Mengecek denyut jantung janin dengan Laennec


Pertumbuhan janin juga perlu dikaji.Masa kehamilan dapat diperkirakan melalui hari
terakhir menstruasi. Jika hari terakhir menstruasi tidak diketahui maka usia kehamilan dapat
ditentukan melalui ukuran uterus, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 6.3 Pemeriksaan tinggi uterus

Tinggi fundus uterus dapat diukur denganmenggunakan jari. Mengenali ukuran jari
membantu dalam mengukur tinggi uterus.Pertumbuhan uterus mengikuti masa kehamilan
dalam hitungan minggu seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.1. Pertumbuhan tinggi uterus pada masa kehamilan

Minggu ke-11 (bulan ke-3) tidak terukur

Minggu ke-27( bulan ke-7) 21~24cm

Minggu ke-15 (bulan ke-4) 12cm

Minggu ke-31( bulan ke-8) 24~28cm

Minggu ke-19 (bulan ke-5) 15cm

Minggu ke-35( bulan ke-9) 27~31cm

Minggu ke-23 (bulan ke-6) 18~21cm

Minggu ke-39(bulan ke-10) 32~35cm

(pada pusar)(di bawah tulang rusuk)

Bayi
Suhu tubuh pada bayi baru lahir belum stabil. Suhu tubuh bayi perlu dikaji karena
permukaan tubuh bayi lebih besar dari pada tubuh orang dewasa sehingga suhu tubuhnya
mudah turun.Pakaian bayi juga harus tertutup dan hangat agar mengurangi perpindahan suhu
yang ekstrim. Kebutuhan cairan juga perlu dikaji dengan seksama karena bisa saja bayi
terpisah dari ibunya sehingga menyusui ASI terputus. Bayi yang kehilangan atau terpisah dari
ibunya karena ibu sakit atau meninggal bisa dicarikan donor ASI dengan syarat keluarga
menyetujui pemberian ASI donor, identitas donor ASI maupun bayi penerima tercatat, ibu
susu dinyatakan sehat oleh tenaga kesehatan serta ASI donor tidak diperjualbelikan.

Masalah kesehatan yang bisa terjadi pada ibu hamil, janin dan bayi, serta
penanganannya.

Tekanan darah rendah

Wanita hamil dapat mengalami tekanan darah rendah karena tidur dengan posisi
supinasi dalam waktu lama (Gambar 6.4). Keadaan ini disebut Sindrom Hipotensi Supinasi,
karena vena cava inferior tertekan oleh uterus dan volume darah yang kembali ke jantung
menjadi menurun sehingga denyut jantung janin menjadi menurun. Dalam hal ini, tekanan
darah rendah dapat diperbaiki dengan mengubah posisi tubuh ibu menghadap ke sebelah kiri
sehingga vena cava superior dapat bebas dari tekanan uterus. Ketika wanita hamil
dipindahkan ke tempat lain, maka posisi tubuhnya juga menghadap ke sebelah kiri (Gambar
6.5).

Gambar 6.4: Vena cava inferior tertekan oleh uterus Gambar 6.5: Menjaga posisi tubuh
menghadap ke kiri

Janin kurang Oksigen


Penyebab kematian janin adalah kematian ibu. Tubuh ibu hamil yang mengalami
keadaan bahaya secara fisik berfungsi untuk membantu menyelamatkan nyawanya sendiri
daripada nyawa janin dengan mengurangi volume perdarahan pada uterus. Untuk pemberian
Oksigen secukupnya kepada janin harus memperhatikan bahwa pemberian Oksigen ini tidak
hanya cukup untuk tubuh ibu tetapi juga cukup untuk janin.
Hipotermi
Suhu tubuh pada bayi baru lahir belum stabil,karena permukaan tubuh bayi lebih besar
dari pada tubuh orang dewasa sehingga suhu tubuhnya mudah turun.Cairan amnion dan darah
harus segera dilap supaya bayi tetap hangat. Perhatikan suhu lingkungan dan pemakaian baju
dan selimut bayi. Harus sering mengganti pakaian bayi karena bayi cepat berkeringat.
Persediaan air yang cukup karena bayi mudah mengalami dehidrasi, perlu diberikan ASI
sedini mungkin dan selama bayi mau.

Menyusui tidak efektif


Ibu yang menyusui anaknya harus diberikan dukungan dan bantuan praktis untuk
meneruskan menyusui, mereka tidak boleh sembarangan diberikan bantuan susu formula dan
susu bubuk. Ibu yang tidak bisa menyusui, misalnya ibu yang mengalami gangguan
kesehatan karena bencana, seperti mengalami luka atau perdarahanharus didukung untuk
mencari ASI pengganti untuk bayinya. Jika ada bayi yang berumur lebih dari 6 bulan tidak
bisa disusui, bayi tersebut harus diberikan susu formula dan perlengkapan untuk menyiapkan
susu tersebut dibawah pengawasan yang ketat dan kondisi kesehatan bayi harus tetap
dimonitor. Botol bayi sebaiknya tidak digunakan karena risiko terkontaminasi, kesulitan
untuk membersihkan botol, gunakan sendok atau cangkir untuk memberikan susu kepada
bayi.

I. KEPERAWATAN BENCANA PADA IBU HAMIL DAN BAYI SETELAH


BENCANA
Setelah masa bencana, ibu dan bayi menjalani kehidupan yang baru. Pengalaman
menghadapi bencana menjadi pelajaran untuk ibu untuk memperbaiki hidupnya. Ibu yang
masih dapat dipertahankan kehamilannya dipantau terus kondisi ibu dan janinnya agar dapat
melahirkan dengan selamat pada waktunya. Bagi ibu yang sudah melahirkan, fungsi dan
tugas ibu merawat bayi harus tetap dijalankan, baik di tempat pengungsian atau pun di
lingkungan keluarga terdekat.
Sumber:nurlienda, 2014
Gambar 6.6. Ibu dan bayi di tempat pegungsian
Tujuan keperawatan bencana pada fase setelah bencana adalah untuk membantu ibu
menjalani tugas ibu seperti uraian dibawah ini.

Pemberian ASI (Air Susu Ibu)


Pemberian ASI eksklusif bagi bayi yang berusia 0-6 bulan dan tetap menyusui hingga 2
tahun pada kondisi darurat.Pemberian susu formula hanya dapat diberikan jika ibu bayi
meninggal, tidak adanya ibu susuan atau donor ASI. Selain itu, pemberian susu formula harus
dengan indikasi khusus yang dikeluarkan dokter dan tenaga kesehatan terampil. Seperti
halnya obat, susu formula tidak bisa diberikan sembarangan, harus diresepkan oleh dokter.
Pendistribusian susu formula dalam situasi bencana pun harus dengan persetujuan dinas
kesehatan setempat. Bukan berarti ketika terjadi bencana, kita bebas mendonasikan susu
formula maupun susu bubuk, UHT yang bisa menggantikan pemberian ASI hingga berusia 2
tahun.

Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) Berkualitas

Intervensi terbaik untuk menyelamatkan hidup bayi dan anak. ASI dan MPASI
berkualitas bukan hanya sebagai pemenuhan kebutuhan tubuh bayi dan anak, akan tetapi
merupakan “life saving” untuk keberlangsungan hidup jangka pendek maupun jangka
panjang. Tetaplah menyusui hingga 2 tahun. Adapun syarat MPASI berkualitas adalah
sebagai berikut:

1. MPASI disediakan berdasarkan bahan lokal dengan menggunakan peralatan makan yang
higienis.
2. MPASI harus yang mudah dimakan, dicerna dan dengan penyiapan yang higienis.
3. Pemberian MPASI disesuaikan dengan umur dan kebutuhan gizi bayi.
4. MPASI harus mengandung kalori dan mikronutrien yang cukup (energi, protein, vitamin
dan mineral yang cukup terutama Fe, vitamin A dan vitamin C).
5. MPASI pabrikan hanya alternatifdarurat. Penggunaannya setidaknya tidak lebih dari 5 hari
pasca bencana
Sumber: nurlienda, 2014

Gambar 6.7. Makanan Pendamping ASI

Makanan siap saji untuk Ibu menyusui pada 5 hari pertama pasca bencana

Dengan memberikan makanan yang baik bagi Ibu, sama artinya dengan menjamin
pemberian ASI kepada bayi dan anak. Ketersediaan ASI yang mencukupi dan melimpah pada
dasarnya tidak terpengaruh oleh makanan dan minuman secara langsung, namun paparan
makanan dan minuman yang menunjang akan menentramkan ibu dalam menyusui dan
menghilangkan kekhawatiran mereka. Hal inilah yang mempengaruhi pemberian ASI pada
kondisi bencana.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bencana dapat mengakibatkan masalah


fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan ekonomi. Manajemen bencana perlu dilakukan secara
cepat dalam mengatasi bencana. Manajemen yang dilakukan dapat dilakukan sesuai fase.
Manajemen yang cepat dan tepat dapat meminimalisir masalah dan kerugian yang terjadi
akibat bencana. Peranan pelayanan medis juga penting dalam manajemen bencana. Perawat
memilki peranan dan kontribusi pada setiap fase dalam manajemen bencana. Oleh karena itu,
manajemen bencana merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam mengatasi bencana.
Salah satu syarat sukses penanganan emergency bencana adalah kepemimpinan.
Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan adalah kebingungan, kehancuran, kerugian, dan
malapetaka. Kepemimpinan yang dimaksud tentu selayaknya dari unsur pemilik otoritas
(pemerintah). Keberhasilan semua elemen masyarakat dalam kancah bencana sangat
tergantung keberadaan pemimpin. Kepemimpinan dalam penanganan emergency bencana
haruslah mampu dengan cepat, tepat, dan berani mengambil keputusan, bersikap tegas,
menjalankan sistem instruksi bukan diskusi.

B. Saran
Perawat adalah tenaga kesehatan yang sangat berkompeten untuk melakukan
pelayanan kesehatan di daerah yang sedang mengalami bencana, oleh karena itu diharapkan
bagi mahasiswa keperawatan maupun perawat yang sudah berpengalaman dalam praktik
pelayanan kesehatan mau untk berperan dalam penanggulangan bencana yang ada di sekitar
kita. Karena ilmu yang didapat di bangku perkuliahan sangat relevan dengan yang terjadi di
masyarakat, yaitu fenomena masalah kesehatan yang biasanya muncul di tempat yang sedang
terjadi bencana. Dan di harapkan mahasiswa bisa mengaplikasikan nya di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Akiko Saka, 2007. Long-term nursing needs during the disaster that is different from Acute
American Collage of Emergency Physicians. 2010. Basic Trauma Cardiac Life Support :
For Paramedics And Other Advanced Providers, Brady
Anneahira. Korban Bencana . http://www.anneahira.com/korban-bencana.html
diunduh pada 07 November 2019
BNPB. 2010. Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di

Indonesia.

Clark, M.J. (1999). Nursing in the community: dimension of community health nursing. 3rd e

dition. Stamford, Connecticut: Appleton & Lange.

Efendi, F & Makfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam

keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Forum keperawatan bencana Keperawatan Bencana, Banda Aceh PMI, Japanese Red Cross.

Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada volume 01/nomor 01/Agustus 2012

Kumiko Ii, 2007. Discovery and Assessment of the Nursing Needs (Community Assessment).

Hiroko Minami, Aiko Yamamoto (Editorial Supervision): A Disaster Nursing

Learning Text. Japan Nursing Association Publication Society, hlm.28.

Nies, M.A & McEwen, M. (2007). Community/public health nursing: promoting the health

of population. 4th edition. St.Louis, Missouri: Elselvier.

Nurlienda, 2014. Donasi untuk bayi dan anak saat bencana.


Palang Merah Indonesia. (2009). Keperawatan bencana.
Phase. Mariko Ohara, Akiko Sakai. (Editorial Supervision): Disaster Nursing, Nanzandou,
hlm.79.
Science. Manajemen bencana. http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/1932953-

manajemen-bencana/ diunduh pada 25 September 2019


Seiko Matsushita, 2004. Characteristics of the damages according to disaster cycle, kinds of
disasters, and objectives for care.Yuko Kuroda, Akiko Sakai (Editorial Supervision):
Disaster Nursing Text – to protect human life and security , Medika Publication,
hlm.28.

Tatsue Yamasaki, 2007. The nursing to people who need much support at disaster. Yasushi
Yamamoto (Editorial Supervision): Health promotion at the time of the disaster.
Soudousya, hlm.28-36.
Tim INTC. 2014. Buku Panduan Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) in Disaster.
Jakarta : CV. Sagung Seto
Yuko Ushio, 2007. Care for victims of the disaster in revival period.Hiroko Minami, Aiko
Yamamoto (Editorial Supervision): A Disaster Nursing Learning Text. Japan

Anda mungkin juga menyukai