Anda di halaman 1dari 25

PROSES KEPERAWATAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN NAPZA

Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Intervensi Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu : Ns. Liya Novitasari, M.Kep

Disusun oleh :
1. Anita Puji Rahayu (010115A017)
2. Annisa Nirmala P (010115A018)
3. Dana Dewintasari (010115A026)
4. Fadhilatul Tufaidah (010115A039)
5. Giyastuti Dewi (010115A047)
6. Meisya Dhicki C (010115A072)
7. Puspa (010115A095)
8. Sekar Priska K (010115A0112)
9. Sinta Widyawati (010115A0119)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2017

BAB I

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 1


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah gangguan pengguanaan NAPZA (nakotika, psikotropika dan zat
adiktif lain) merupakan problema kompleks yang penatalaksanaanya melibatkan
banyak bidang keilmuan (medik dan non-medik). Penatalaksanaan seseorang
dengan ketergantungan napza merupakan suatu proses panjang yang memakan
waktu relatif cukup lama dan melibatkan berbagai pendekatan dan latar belakang
profesi. Gangguan pengunaan NAPZA merupakan masalah biopisiko sosial
kultural yang sangat rumit sehingga perlu di tanggulangi secara multidisipliner
dan lintas sektoral dalam suatu program yang menyeluruh (komprehensif) serta
konsisten.
Menurut riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun 2007. Perilaku merokok di
indonesia secara nasional pada kelompok umur 10 tahun ke atas adalah sebesar
29.2%, sedangkan perilaku minum alkohol selama 12 bulan trakhir adalah 4,6%
dan dalam 1 bulan trakhir adalah 3,0%. Sementara itu prevalensi penyalahgunaan
NAPZA lainnya di indonesia sulit unntuk di ketahui besarnya. Namun bedasarkan
hasil perhitungan estimasi yang di lakukan oleh badan narkotika nasional (BNN)
diperkirakan ada 3,2 juta orang (1.5% dari total populasi) di indonesia mempunyai
riwayat menggunakan NAPZA dari jumlah tersebut di perkirakan hanya 10% yang
mendapat layanan dari tenaga kesehatan.
Gangguan penggunaan NAPZA pada pasien jarang ditemukan berdiri sendiri
melainkan terdapat bersama dengan gangguan lain seperti depresi atau ansietas
yang dapat terjasi karena kondisi predisposisi atau sebagia akibat penggunaan
NAPZA dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan pola penggunaan NAPZA itu
sendiri, khususnya penggunaan dengan cara suntik dapat membuat seseorang
menderita penyulit (komplikasi) seperti HIV/AIDS, Infeksi menular seksual
(IMS), hepatitis B atau C dan lain-lain.
Dampak Fisik, Tubuh kita bahkan dapat berubah begitu banyak hingga sel-sel
dan organ-organ tubuh kita menjadi tergantung pada obat itu hanya untuk bias
berfungsi normal. Tetapi, bila penggunaan narkoba dihentikan, ini akan mengubah
semua susunan dan keseimbangan kimia tubuh. Biasanya, hal-hal yang ditekan /
tidak dapat dilakukan tubuh saat menggunakan narkoba, akan dilakukan secara
berlebihan pada masa Gejala Putus Obat (GPO) ini.
Dampak Mental, Selain ketergantungan fisik, terjadi juga ketergantungan
mental. Ketergantungan yang dialami secara fisik akan lewat setelah GPO diatasi,
Intervensi Keperawatan Kritis (6) 2
tetapi setelah itu akan muncul ketergantungan mental, dalam bentuk yang dikenal
dengan istilah ‘sugesti’. Sugesti adalah ketergantungan mental, berupa munculnya
keinginan untuk kembali menggunakan narkoba. Sugesti ini tidak akan hilang saat
tubuh sudah kembali berfungsi secara normal. Dampak mental yang lain adalah
pikiran dan perilaku obsesif kompulsif, serta tindakan impulsive.
Dampak Emosional, Salah satu efek yang diciptakan oleh narkoba adalah
perubahan mood. Narkoba dapat mengakibatkan ekstrimnya perasaan, mood atau
emosi penggunanya contohnya seperti Shabu-shabu, dapat memunculkan perilaku
agresif yang berlebihan darisi pengguna, dan seringkali mengakibatkannya
melakukan perilaku atau tindakan kekerasan.
Dampak Ekonomi, Jumlah penyalah gunaan sebesar1 ,5 % dari populasi (3,2
Juta o rang) dengan kisaran 2,9 sampai 3,6 Juta orang terdiri dari 69 % kelompok
teratur pemakai dan 31 % kelompok pecandu. Biaya ekonomi dan sosial
penyalahgunaan Narkoba yang terjadi diperkirakan sebesar Rp. 23,6 triliun.
Angka kematian pecandu1 ,5 % per tahun (15 ribu o rang mati/ tahun) atau 40
orang per hari.
Dampak Sosial, Para pecandu Narkoba, pada umumnya menjadi orang yang
anti social dan menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban pada
lingkungannya. Kerugian di bidang pendidikan juga terjadi dengan prosentasi
cukup tinggi, yaitu prestasi sekolah merosot 96 %.
Dampak Kultural, Jika penyalahguna dibiarkan maka jumlah penyalahguna
akan berkembang menjadi pecandu-pecandu Narkoba dan akan meliputi semua
lapisan dan golongan masyarakat. Tingkahlaku, perilaku dan norma-norma
mereka, lama kelamaana kanmem budaya sebagai suatu sub kultur yang
membahayakan. Jika sudah menjadi sub kulturmaka sudah berakar di sebagian
masyarakat dan bias saja suatu saat orang menerima bahwa pemimpinnya,
bupatinya, kepala polisinya adalah pecandu.
Dimensi Kesehatan, Penyalahgunaan narkoba merusak / menghancurkan
kesehatan manusia baik secara jasmani, mental, emosional dan kejiwaan
seseorang. Penyalahgunaann narkoba juga merusak susunan syaraf pusat di otak,
organ-organ lainnya seperti hati, jantung, paru-paru, usus dan penyakit komplikasi
lainnya. Penyalahgunaan narkoba menimbulkan gangguanpsikis pada
perkembangan normal remaja, daya ingat, perasaan, persepsi dan kendali diri dan
merusak sistem reproduksi, seperti produksi sperma menurun, penurunan

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 3


hormone testosterone, kerusakan kromosom, kelainan sex , keguguran dan lain-
lain.
1. Terapi pengobatan yang dilakukan untuk pasien NAPZA missal dengan
detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau
menghentikan gejala putus zat dengan dua cara:
a. Detoksifikasi tanpa substitusi
Klien hanya dibiatkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti
sendiri. Klien yang ketergantungan tidak diberikan obat untuk
menghilangkan gejala putus obat ter sebut.
b. Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna
sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya
diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara
bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat
juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya
obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan
gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan
terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, social dan religi agar
pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai
kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan
pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan
spiritual.Saranarehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan
sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2014).Sesudah klien penyalahgunaan /
ketergantungan NAPZA menjalani program terapi (detoksifikasi) dan
konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program
pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang
bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi
(Hawari, 2008).
Menurut Hawari (2008), bahwa setelah klien mengalami perawatan
selama 1 minggu menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan
pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di unit
rehabilitasi (rumahsakit, pusat rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6 bulan.
Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 4


menurut medis bias beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2
tahun.Kenyataanmenunjukkanbahwamereka yang telah selesai menjalani
detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan
NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi
(DepKes, 2010). Jenis program rehabilitasi:
a. Rehabilitasipsikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali
kemasyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi
dengan pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan berbagai kursus
atau balai latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian
diharapkan bila klien selesai menjalani program rehabilitasi dapat
melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja.
b. Rehabilitasi kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang
semua berperilaku maladaptive berubah menjadi adaptif atau dengan kata
lain sikap dan tindakan antisocial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat
bersosialisasi dengan sesame rekannya maupun personil yang membimbing
dan mengasuhnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi NAPZA?

2. Apa saja klasifikasi dari NAPZA?

3. Apa saja faktor pendukung penyalahgunaan NAPZA?

4. Apa tanda dan gejala pengguna NAPZA?

5. Apa saja dampak dan efek dari penyalahgunaan NAPZA?

6. Bagaimanakah penatalaksanaan pengguna NAPZA?

7. Bagaimanakah contoh kasus dan penatalaksanaan dari penyalahgunaan


NAPZA?

8. Askep penyalahgunaan NAPZA?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi NAPZA

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 5


2. Untuk mengetahui klasifikasi dari NAPZA

3. Untuk mengetahui faktor pendukung penyalahgunaan NAPZA

4. Untuk mengetahui tanda dan gejala pengguna NAPZA

5. Untuk mengetahui dampak dari penyalahgunaan NAPZA

6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pengguna NAPZA

7. Untuk mengetahui contoh kasus dan penatalaksanaan dari penyalahgunaan


NAPZA

8. Untuk mengetahui Askep penyalahgunaan NAPZA

BAB II

TINJAUAN KONSEP

A. Definisi
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya. NAPZA berupa zat yang bila masuk kedalam tubuh dapat mempengaruhi
tubuh terutama susunan saraf pusat yang dapat menyebabkan gangguan fisik, psikis
Intervensi Keperawatan Kritis (6) 6
dan fungsi sosial. Istilah lainnya NAPZA adalah narkoba, singkatan dari narkotika
dan obat berbahaya (Keliat dkk, 2011)
Narkotika adalah zat atau obat yang bersal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintesis maupun semisntesis yang dapat menyebabkan penurunan ataupun
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,
dan dapat menimbulkan ketergantungan (UU Nomor 22 tahun 1997 tentang
Narkotika)
Alkohol merupakan cairan yang mengandung zat ethyl alkohol. Alkohol
digolongkan sebagai NAPZA karena mempunyai sifat menenangkan sistem syaraf
pusat, mempengaruhi fungsi tubuh maupun perilaku seeorang, mengubah suasana hati
dan perasaan. Alkohol bersifat menenangkan, walaupun juga dapat merangsang. Efek
alkohol tidak sama pada setiap orang tergantung pada keadaan fisik, mental, dan
lingkungan.
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamian atau sintesis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (UU Nomor 5 tahun
1997 tentang psikotropika)
Zat adiktif : suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat menimbulkan
kecanduan atau ketergantungan. Yang dimaksud disini adalah bahan atau zat yang
berpengaruh psikoaktif di luar yang disebut Narkotika dan Psikotropika.
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan
sampai setelah terjadi masalah. Tetergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah
dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku
psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi
karena kebutuhan biologis terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat
untuk memperoleh efek yang diharapakan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan
tanda ketergantungan fisik (Eko Prabowo, 2014)
B. Klasifikasi
Kategori NAPZA menurut Keliat dkk, 2011 antara lain :
1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang bersal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintesis maupun semisntesis yang dapat menyebabkan penurunan ataupun
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (UU Nomor 22 tahun 1997 tentang
Narkotika).
Narkotika dibedakan dalam golongan-golongan:

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 7


a. Narkotika golongan 1 : narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
ilmu pengetahuan dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi
sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, (contoh : heroin/putau, kokain,
ganja)
b. Narkotika golongan II : narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. (contoh: morfin, petidin)
c. Narkotika golongan III : narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi atau bertujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan, (contoh : codein)
Narkotika yang sering disalahgunakan adalah narkotika golongan 1 :
1) Opiat : morfin, heroin (putauw), petidin, candu dan lain-lain
2) Ganja (kanabis), marihuana, hashis
3) Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, koka
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamian atau sintesis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (UU
Nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika).
Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut:
a. Psikotropika golongan I : psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta
mempunyai potensi amat kuat megakibatkan sindroma ketergantungan (contoh
: ekstasi, shabu, LSD)
b. Psikotropika golongan II : psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalam terapi, dan atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi kuat mengekibatkan sindroma ketergantungan (contoh : amfetamin,
metilfenidat atau ritalin)
c. Psikotropika golongan III : psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantunga (contoh :
pentobarbital, flunitrazepam)
d. Psikotropika golongan IV : psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk bertujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan
(contoh : diazepam, bromazepam, fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide,
nitrazepam, seperti pil KB, pil koplo, rohip, Dum, MG)
Intervensi Keperawatan Kritis (6) 8
3. Zat adiktif : suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat menimbulkan
kecanduan atau ketergantungan. Yang dimaksud disini adalah bahan atau zat yang
berpengaruh psikoaktif di luar yang disebut Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
a. Minuman beralkohol
Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf
pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam
kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran dengan narkotika atau
psikotropika, memperkuat pengaruh obat atau zat itu dalam tubuh manusia.
Ada tiga golongan minuman beralkohol :
1) Golongan A : kadar etanol 1-5% (bir)
2) Golongan B : kadar etanol (5-20%), (berbagai jenis minuman anggur)
3) Golongan C : kadar eatanol 20-45%, (whiskey, vodca, TKW,
Mansonhouse, jhony walker, kambut)
b. Inhalansia
Atau gas yang dihirup dan solfen (zat pelarut ) mudah menguap berupa
senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga,
kantor, dan sebai pelumas mesin. Yang sering disalah gunkan anatara lain :
lem, thiner, pengahpus cat kuku, bensin.
c. Tembakau
Pemakain tembakau yang mengandung nekotin sangat luas di masyarkat. Pada
upaya penaggulangan di NAPZA di masyarkat, pemakain rokok dan alkohol
terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari pada upaya pencegahan,
karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalah gunaan
NAPZA lain yang lebih berbahya.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat
digolongkan menjadi :
a. Golongan depresan (downer)
adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangin aktifitas fungsional tubuh.
Jenis ini membuat pemakainya merasa tenang, pendiam, dan bahkan
membuatnya tertidur bahkan tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk
opioidat (morfin,heroin/putauw, kodein), sedatif (penenang), hopnotik
(ototidur), dan teranquilizer ( anti cemas )dll.
b. Golongan stimulan (upper)
Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan
kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan
bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini adalah amfetamin (sabu,
ekstasi), kafein, kokain.
c. Golongan halusinogen

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 9


Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi nyang bersifat
merubah perasaan dan pikiran dan sering menciptakan gaya pandang yang
berbeda sehingga seluruh persan dapat terganggu. Golonagn ini tidak
digunakan dalam terapi medis. Golongan ini termasuk : kanabis (ganja), LSD,
mescalin.
Macam-macam bahan narkotika dan psikotropika yang terdapat di masyaraka
serta akibat pemakaianya
a. Opiaid
Opiaid dibagi tiga golongan besar yaitu :
1) Opiaid alamiah (opiat) : morfin, cepium, kodein.
2) Opioida semi sintetik : heroin / putaw, hidromorfin
3) Sintetik : meperidin, propoksipen, metadon.
Opiat atau opioid biasanya digunkan dokter untuk menghilangkan rasa
sakit uang sangat (analgenitika). Berupa petidin, methadon, talwin, kodein
dan lain-lain.
Reaksi dari pemakaian ini sangat cepat dan kemudian timbul rasa ingin
yang menyederi untik menikmati efek rasanya dan pada taraf kecanduan
sipeakaiakan kehilangan rasa percaya diri hingga tidak mempunyai
keinginan untuk bersosialisasi. Mereka mulai membentuk dunia mereka
sendiri. Mereka merasa bahwa lingkungannya adalah musuh. Mulai sering
melkukan anifulasi dan akhiranmya menderita kesulitan keuangan yang
mengakibatkan mereka melakukan pencurian atau tindak kriminal lainya.
b. Kokain
Kokain mempunyai dua bebtuk yaitu : kokain hidroklorida dan free base.
Kokain berupa kristal pitih, rasa sedikit pahit dan lebioh mudah laryt dari free
base. Free base tidak berwarna /putih, tidak berbau dan rasanya bau. Nama
jalanan dari kokain adalah koka, coke, heppy dust, dharlie, serepet, snow salju,
putih. Biasanya bebentuk bbubk putih. Efek dari rasa pemakain kokain ibi
membuat pemakai merasa segar, kehilnagn nafsu makan, menambah rasa
percaya diri, juga dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah.
c. Kanabis
Nama jalanan yang sering digunakan adalah graass, cimeng, ganja, dan gelek,
hasish, marijuana, bhang. Ganja bersal dari tanaman kanabis satifa dan
kanabis indica, pada tanaman ganja terkandung tiga zat utama yaitu tetrehido
kanabinol, kanabinol dan kanabidiol. Efeknya : cenderung merasa lebih sanati,
rasa gembira berlebih atau euforia, sering berfantasi, aktif berkominkasi,
selera makan tinggi, sensitif, kering pada mulut dan tenggorokkan
d. Amaphetamin
Intervensi Keperawatan Kritis (6) 10
Nama generik amaphetamin adalah D-pseudo epinefrin berhasil disintesa
tahun 1887 dan dipasarkan tahun 1932 sebagai obat.
Nama jalananya : Seed, metha, crystal, uppers, whizz, soulphate.
Ada dua jenis amphetamin :
1) MDMA (methylene dioxy methamephetamin) dikenal dengan nama
ekstasi, terdiri dari berbagai macam jenis antara lain : white doft, pink
heart, snow white, petir yang dikemas dalam bentuk pil atau kapsul.
2) Methamfitamin ice, dikenal sebagai shabu nama lainnya shabu-shabu, SS,
ice, crystal, crank.
Cara penggunaan : dibakar dengan menggunakan kertas aluminuium
foil dan asapnya dihisap atau dibakar dengan menggunakan botol kaca
yang dirancang khusus (bong).

e. LSD (Lysergic acid)


Nama jalanan : acid, trips, tabs, kertas.
Cara menggunakannya dengan eletakkan LSD pada permukaan lidah bereaksi
setelah 30-60 menit sejak pemakaian dan hilang sejak 8-12 jam.
Efek rasa ini disebut triping, yng digambarkan seperti halusianasi terhadap tempat,
warna, dan waktu. Biasanya halusinasi ini digabung menjdai satu hingga timbul
obsesi terhadap halusianasi yang dia rasakan dan keinginan untuk hanyut
didalamnya menjadi sangat indah atau bahakan menyeramkan dan lama-lama
membuat paranoid.
f. Sedative hipnotik (benzodiazepin)
Digolongkan zat sedatif (obat penenang) dan hipnotika (obat tidur). Nama jalanan
dari benzodiazepin : BK, dum, lexo, NG, rohyp. Pemakainanya dapat melalui oral,
intra vena dan rectal. Penggunaan di bidang medis untuk pengobatan, kecemasan
dan stress serta sebagai hipnotik (obat tidur).
g. Solvent (inhalansia)
Adalah uap gas yang digunakan dengan cara di hirup. Contohnya airosole, aica
aibon, isi korek api gas, cairan untuk dry cleaning, tiner, uap bensin. Efek yang
ditimbulkan muntah, mual, pusing, kepala terasa berputar, halusinasi ringan, liver
dan jantung.
h. Alkohol
Merupakan salah satu zat psikoaktif yang sering digunakan manusia.diperoleh dari
proses fermentasi madu, gula, sari buah dan umbi-umbian, dari proses fermentasi
diperoleh alkohol dengan kadar tidak lebih dari 15% dengan proses penyulingan
di pabrik dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi bahkan mencapai
100%.
Nama jalan alkohol : booze, drink

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 11


Konsentrasi maksimal alkohol dicapai 30-90 menit setelah tegukan terakhir.
Sekali diabsorbsi, etanol didistribusikan keseluruh jaringan tubuh dan cairan
tubuh. Sering dengan peningkatan kadar alkohol dalam darah maka orang akan
menjadi euforia, namun seiring dengan penurunnya pula orang menjadi depresi.
C. Faktor Pendukung
1. Faktor biologis
a) Genetik (tendenensi keturunan).
b) Metabolik etil alkohol bila dimetabolisme lebih lama efisien untuk
mengurangi individu menjadi ketergantungan
c) Infeksi pada organ otak : inetelegensi menjadi rendah (retradasi mental,
misalna ensefhalitis, meningitis).
d) Penyakit kronis : kanker, asthma bronchiale, penyakit menahun lainnya.
2. Faktor psikologis :
a) Tipe kepribadian (dependen, ansietas, depresi, antisosial).
b) Harga diri rendah : depersei terutama karena kondisi sosial ekonomi pada
penyalahgunaan alkohol, sedatif hipnotik yang mencapai tingkat
ketergantungan diikuti rasa bersalah
c) Disfungsi keluarga : kondisi keluarga yang tidak stabil, role model
(ketauladanan) yang negatif, tidak terbina saling percaya antar anggota
keluarga, keluarga yang tidak mampu memeberikan pendidikan yang sehat
pada anggota, orang tua dengan gangguan penggunaan zat adiktif, perceraian.
d) Individu yang mempunyai perasaan tidak aman
e) Cara pemecahan masalah individu yang menyimpang
f) Individu yang mengalami krisis identitas dan kecenderungan untuk
mempraktikkan homoseksual, krisis identitas.
g) Rasa bermusuhan dengan keluarga atau dengan orang tua.
3. Faktor sosial kultural
a) Masyarakat yang ambivalensi tentang penggunaan zat seperti tembkau,
nikotin, ganja, dan alkohol
b) Normal kebudayaan pada suku bangsa tertentu, menggunakan halusinogen
atau alkohol untuk upaara adat dan keagamaan
c) Lingkungan tempat tinggal, sekolah, teman sebaya banyak mendengarkan dan
menggunakan zat adiktif.
d) Persefsi dan penerimaan masyarakat terhadapa penggunaan zat adiktif.
e) Remaja yang lari dari rumah.
f) Penyimpangan seksual usia dini
g) Perilaku tindak kriminal pada usia dini, misalnya mencuri, merampok dalam
komunitas
h) Kehidupan beragama yang kurang.

4. Stressor Pencetus Gangguan Penggunaan Zat Adiktif

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 12


Stressor dalam kehidupan merupakan kondisi pencetus terjadinya gangguan
penggunaan zat adiktif bagi seseorang atau remaja, menggunakan zat merupakan
cara untuk mengatasi stress yang dialami dalam kehidupannya.
Beberapa stressor pencetus adalah :
a. Pernyataan dan tuntutan untuk mandiri dan membutuhkan teman sebaya
sebagai pengakuan
b. Reaksi sebagai cara untuk mencari kesenanga, indivu berupaya untuk
menghindari rasa sakit dan mencari kesenangan, individu berupaya untuk
menghidari rasa sakit dan mencari kesenangan, rileks agar lebih menikmati
hubungan interpersonal.
c. Kehilangan orang atau sesuatu yang berarti seperti pacar,, orang tua, saudara,
drop out dari sekolah atau pekerjaan.
d. Diasingkan oleh lingkungan, rumah, sekolah kelompok teman sebaya,
sehingga tidak mempunyai teman.
e. Kompleksitas dan ketegangan dari kehidupan modern.
f. Pengaruh dan tekanan teman sebaya (diajak, dibujuk, diancam).
g. Kemudahan mendapatkan zat adiktif seperti alkohol dan nikotin.
h. Pesan dari masyarakat bahwa penggunaan zat adiktif dapat menyelesaikan
masalah (Yosep, 2007).

D. Tanda dan gejala


Menurut Keliat dkk (2011) Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi,
terdapat pula sindroma pusat zat, yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan
zat yang dikurangi atau dihentikan.tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat berbda pada
jenis zat yang berbeda.

Opiat Ganja Sedatif- Alkohol amprtamin


hipnotik
Tanda dan gejala intoksikasi
Eforia, Eforia, Pengendalian Mata merah, Selalu
mengantuk, matamerah, diri kurang, bicara cadel, terdorong
bicara cadal, mulut kering, jalan jalan untuk bergerak,
konstipasi, banyak bicara sempoyongan, sempoyongan, berkeringat,
penurunan dan tertawa, mengantuk, perubahan gemetar,
kesadaran nafsu makan memperpanjang persepsi, cemas, depresi,
meningkat, tidur, hlang penurunan paranoid
gangguan kesadaran kemampuan
persepsi menilai

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 13


Tanda dan gejala putus zat
Nyeri, mata Jarang Cemas, tangan Cemas, Cemas, depresi,
dan hidung ditemukan gemetar, depresi, meka kelelahan,
berair, perubahan merah, mudah energi
perasaan persepsi, marah, tangan berkurang,
panas dingin, gangguan daya gemetar, mual kebutuhan tidur
diare, ingat, sulit tidur muntah, sulit meningkat
gelisah, sulit tidur
tidur

E. Karakteristik

Penyalahgunaan NAPZA setiap tahun semakin meningkat, dan pelajar


merupakan salah satu kelompok rawan yang dapat menyalahgunakannya. Pelajar
berada pada usia remaja yang memiliki emosi labil, dan merasa dirinya sudah dewasa
sehingga ingin mencoba hal-hal yang belum mereka ketahui sebelumnya.

Pelajar berada pada usia remaja yang rentan terhadap penyalah gunaan
NAPZA. Pada usia remaja, dorongan keingintahuan akan sesuatu hal sangat besar,
merasa sudah dewasa sehingga ingin mengambil risiko dengan mencoba hal-hal yang
belum diketahui sebelumnya. Selain itu, biasanya para remaja sering berkumpul
dengan teman sebayanya sehingga setiap kegiatan yang dilakukan oleh teman-teman
lainnya akan di contoh (BNN RI, 2012).

Hal tersebut menyebabkan pelajar menjadi sasaran bagi para pengedar


NAPZA. Beberapa alasan remaja dalam menyalahgunakan NAPZA antara lain merasa
tertekan bahkan depresi sehingga membutuhkan NAPZA untuk menghilangkan
perasaan tersebut, pergaulan dengan teman yang juga menyalah gunakan NAPZA,
perkembangan jiwa remaja yang menuntut pemisahan dari aturan orang tua dan
mencari identitas diri dengan mengikuti pola hidup kelompok sebayanya, penggunaan
NAPZA dianggap sebagai pola hidup baru, keingintahuan yang besar dalam
mengeksplorasi dunia sekitarnya, dan mencoba hal baru untuk mencari pengalaman
hidup baru, penyalahgunaan NAPZA dapat dipandang sebagai suatu penyaluran
dorongan untuk melakukan perbuatan yang memiliki risiko besar karena remaja

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 14


berjiwa petualang yang tinggi, penyalahgunaan NAPZA menurut mereka merupakan
simbol kedewasaan.

NAPZA merupakan zat yang sangat menimbulkan adiksi. Menurut BNN RI


(2007), adiksi merupakan suatu kondisi ketergantungan fisik maupun psikologis
terhadap suatu hal yang dapat menimbulkan perubahan perilaku pada orang yang
mengalaminya. Adiksi dapat membuat seseorang untuk menggunakan secara terus
menerus dengan peningkatan dosis serta terdapat ketidakmampuan dalam
menghentikan konsumsi NAPZA. Ketergantungan di bagi menjadi dua yaitu
ketergantungan fisik yaitu suatu keadaan jika penyalahguna mengurangi dosis yang
biasa digunakan akan mengalami gejala putus zat sedangkan ketergantungan se cara
psikologis yaitu suatu keadaan bila berhenti menggunakan NAPZA penyalahguna
akan mengalami kerinduan yang sangat kuat untuk menggunakannya walaupun ia
tidak mengalami gejala fisik.

Pada fase ketergantungan, tubuh memerlukan sejumlah dosis zat yang dipakai
agar ia dapat berfungsi normal. Selama pasokan NAPZA cukup, ia tampak sehat,
meskipun sebenarnya sakit. Akan tetapi, jika pemakaiannya dikurangi atau dihentikan,
timbul gejala sakit. Hal ini disebut gejala putus zat (sakaw). Gejalanya bergantung
pada jenis zat yang digunakan. Orang pun mencoba mencampur berbagai jenis
NAPZA agar dapat merasakan pengaruh zat yang diinginkan, dengan risiko
meningkatnya kerusakan organ-organ tubuh. Gejala lain ketergantungan adalah
toleransi, suatu keadaan di manajumlah NAPZA yang dikonsumsi tidak lagi cukup
untuk menghasilkan pengaruh yang sama seperti yang dialami sebelumnya. Oleh
karena itu, jumlah yang diperlukan meningkat. Jika jumlah NAPZA yang dipakai
berlebihan (overdosis), dapat terjadi kematian (Harlina dan Juwana, 2008).

Tingginya tingkata diksi (ketergantungan) dari suatu NAPZA akan


memengaruhi kualitas hidup penyalahgunanya. Jika seseorang ketagihan, maka
NAPZA akan menjadi bagian dari hidupnya. Tubuhnya tidak akan mampu lagi
menjalankan fungsi-fungsinya tanpa mengonsumsi dalam dosis yang biasanya. Dia
akan merasakan sakit yang luar biasa jika tidak bisa memperolehnya.

Penyalahgunaan NAPZA memiliki karakteristik khusus yang merupakan suatu


hubungan sebab akibat yang saling terkait. Proses tersebut terdiri atas faktor
predisposisi meliputi kepribadian, kehidupan beragama, gangguan ke jiwaan

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 15


sedangkan faktor kontribusi meliputi kondisi keluarga, sekolah, dan lingkungan serta
faktor pencetus.

Faktor predisposisi merupakan faktor bawaan sejak lahir antara lain


kepribadian. Kepribadian merupakan segala kebiasaan dalam dirinya yang digunakan
dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar, kebiasaan tersebut merupakan
corak yang khas dari individu tersebut (Willis, 2008).

Penyalahguna NAPZA menderita disregulasi afektif berupa depresi yang dapat


diringankan dengan zat psikoaktif sehingga dapat dikatakan bahwa penyalahguna
merupakan seseorang yang menderita gangguan pengendalian impuls yang didorong
untuk mencari kenikmatan dan mendominasi berbagai impuls lainnya.

Faktor kontribusi adalah faktor yang ada di luar diri seseorang dan berfungsi
sebagai pendorong sebelum melakukan sesuatu. Faktor-faktor yang berasal dari
keluarga yang dapat menyebabkan remaja terjerumus dalam NAPZA antara lain
keluarga yang kurang harmonis, tidak komunika stif terhadap anak, terlalu otoriter
terhadap anak, selalu menuntut prestasi terbaik pada anak dengan cara memaksa, dan
kurang memberikan perhatian pad anak karena sibuk dengan aktivitas sendiri.

Menurut Hawari (2009), penyalahgunaan NAPZA selain karena pengaruh


teman sebaya juga karena ketidaktahuannya bahwa zat tersebut haram baik dari sisi
agama maupun hukum. NAPZA terutama gangguan susunan saraf pusat yang
mengakibatkan gangguan mental dan perilaku yang bias memengaruhi akademik.
Dijelaskan bahwa pendidikan moral dan agama seharusnya diberikan sesuai dengan
manusia.

Penyalahgunaan NAPZA merupakan kombinasi dari tiga faktor antara lain


factor predisposisi yang mencakup kepribadian, dan keagamaan, factor kontribusi
meliputi interaksi dengan lingkungan atau pergaulan, dan faktor pencetus yaitu
ketersediaan, dorongan dari dalam diri sendiri, dan gaya hidup. Ketiga faktor tersebut
yang dominan adalah faktor kontribusi, dan pencetus.

Beberapa faktor pencetus seseorang menyalahgunakan NAPZA antara lain


mengatasi perasaaan tidak bahagia (anhedonia), pelampiasan nafsu (hedonisme
banal), mencapai kenikmatan sempurna (ultimate aesthetica), meringankan perasaan
kalah terhadap lingkungan (doping), suatu pemberontakan (mind in rebellion),

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 16


identitas yang salah (mal identification), pengalaman spiritual (super natural) serta
untuk mengatasi rasa takut dan bersalah (disinhibisi).

Dampak yang ditimbulkan dari adanya ketergantungan NAPZA tidak hanya


bagi dirinya sendiri namun juga bisa berpengaruh pada lingkungan. Menurut BNN RI
(2010), dampak dari penyalahgunaan NAPZA dikenal dengan istilah 4L yaitu liver,
lover, lifestyle, dan legal. Liver merupakan dampak langsung yang menyerang
penyalah guna NAPZA dan dapat merusak organ vital seperti otak, hati, paru, dan
ginjal. Lover berarti adanya hubungan yang rusak dengan orang yang dicintai
misalnya keluarga. Penyalah guna biasanya selalu dalam pengaruh NAPZA sehingg
aselalu menomor satu kan zat tersebut sehingga membuat dirinya lupa akan kewajiban
dan tidak lagi memperdulikan orang lain. Lifestyle yang rusak ditandai dengan
kondisi dirinya yang merasa malas untuk melakukan sesuatu, sering bolos sehingga
prestasi sekolah menurun yang menyebabkan putus sekolah, dan cita-cita berantakan.

F. Dampak dan efek penyalahgunaan NAPZA


Dampak penyalah gunaan NAPZA sebagai berikut :
1. Opiat : ketergantungan heroin atau putau dapat mengakibatkan timbulnya perilaku
manipulatif misalnya sering berbohong dan mencuri. Perilaku manipulatif
disebabkan oleh sugesti yaitu keinginan yang kuat sekali untuk menggunakan
putau kembali. Heroin atau putau sering digunakan dengan jarum suntik, sehingga
berbahaya untuk penularan penyakit hepatitis C dan HIV-AIDS. Zat ini juga
mengakibatkan kematian karena overdosis.
2. Ganja : penggunaan ganja dapat mengakibatkan gangguan persepsi, sinestesia, dan
sindrom amotivasional. Pada gangguan persepsi misalnya sepuluh menit dirasakan
seperti satu jam dan jarak 10 meter dipersepsikan sebagai jarak 100 meter. Ini
membahayakan pasien jika membawa kendaraan bermotor. Pada sinestesia
misalnya saat mendengarkan musik pasien melihat warna-warna cemerlang
disekitarnya yang membuat pasien lebih menikmati suara musik. Sindroma
amotivasional yaitu sekumpulan gejala yang timbul karena sudah lama
mengguanakan ganja dalam jumlah yang banyak. Penggunaan ganja diisap seperti
rokok. Tanaman ganja yang sudah dirajang dikeringkan kemudian dilinting seperti
tembakau. Zat ini dapat mengakibatkan penyakit paru.
3. Sedatif hipnotik : sedatif hipnitik yang diminum berupa tablet jenis barbiturat dan
benzodiazepin. Benzodiazepin lebih sering disalahgunakan daripada barbiturat.
Penggunaan sedatif (sejenis obat penenang) dan hipnotik (sejenis obat tidur) dapat

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 17


membuat hilangnya kesadaran dan kurangnya pengendalian diri mengakibatkan
terjadinya perkelahian dan yindak kejahatan seperti menipu, mencuri, merampok
sampai membunuh. Perubahan perilaku lainnya yang terjadi adalah pasien bersikap
lebih kasar dibandingka sebelumnya, pola tidur berubah, sering tidak
menyelesaikan tugas, membolos, sehingga prestasi menurun bahkan sampai
dikeluarkan dari sekolah.
4. Alkohol : peminum berat alkohol dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada
lambung, penyakit hati, penyakit jantung, gangguan susunan saraf dan kemunduran
daya ingat. Pasien mabuk mengalami perubahan persepsi, koordinasi, dan
penurunan kemampuan menilai. Berbahaya bila pasien mengendarai kendaraan
bermotor karenanya sering mengakibatkan kecelakaan. Selain itu berbagai tindak
kejahatan dapat terjadi dibawah pengaruh alkohol.

G. Penatalaksanaa
1. Pengobatan dan Pemulihan
Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegaan,
pengobatan sampai pemulihan. Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan:
a. Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA.
b. Deteksi dini perubahan perilaku
c. Menolak tegas untuk mencoba Say No to Drug atau katakan tidak pada
narkoba
Terapi pengobatan bagi pasien NAPZA salah satunya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya mengurangi atau menghentikan putus zat dengan dua
cara antara lain
a. Detoksifikasi tanpa substitusi. Pasien ketergantungan putau (heroin) yang
berhenti menggunakan zat mengalami gejala putus zat, tidak diberi obat untuk
menghilangkan gejala putus zat tersebut. Pasien hanya dibiarkan saja sampai
gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan substitusi. Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan
memberikan jenis opiat, misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon.
Substitusi bagi pengguna sedatip hipnotik dan alkohol dapat berasal dari jenis
antiasietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan
menurunkan dosis secara bertahap sampai berhenti samasekali. Selama
pemberian substitusi, dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala
simpomatik, misal obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur sesuai
gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut. Pengobatan secara

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 18


detoksifikasi saja belum cukup karena tingginya resiko untuk kambuh (relaps).
Detoksifikasi hanya membantu menghilangkan ketergantungan fisik dan
bukan psikologis, sehingga harus dilanutkan dengan upaya pemulihan.
Pemulihan adalah upaya meningkatkan motivasi paien untuk berhenti,
mengontrol keinginan pakai lagi, memperbaiki cara penyelesaian masalah, dan
mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Pemulihan dapat dilakukan di masyarakat.
Waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan, mungkin jangka pendek atau jangka
panjang sesuai dengan kebutuhan pasien. Jangka pendek (misalnya tiga bulan) dan
jangka panjang (misalnya 2 tahun atau seumur hidup). Terdapat macam-macam
bentuk pemulihan antara lain
a. Terapi keagamaan, yaitu terapi yang dilakukan oleh masyarakat dengan
pendekatan keagamaan.
b. Terapi psikososial, misalnya konseling, psikoterapi, terapi kognitif dan
perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, dan terapi lingkugan. Terapi
psikososial ini sudah diberikan sejak pengobatan atau detoksifikasi.
Terapi komunitas, yaitu terapi yang dilakukan oleh sekelompok konselor yang
berasal dari pencandu yang sudah berhenti menggunakan putau atau heroin (Keliat
dkk, 2011).

2. Prinsip Penatalaksanaan Keperawatan


a. Prinsip biopsikospiritual (Stuart Sudeen):
Biologis:
Tindakan biologis dikenal dengan detoksifikasi yang bertujuan untuk:
1) Memberikan asuhan yang aman dalam “withdrawl” (proses penghentian)
bagi klien pengguna NAPZA.
2) Memberikan asuhan yang humanistik dan memelihara martabat klien.
3) Memberikan terapi yang sesuai.
Setelah detoksfikasi tercapai, mempertahankan kondisi dari bebas zat adiktif, dimana
terapi farmakologis harus ditunjang oleh terapi yang lainnya.
Psikologis:
Bersama klien mengevaluasi pengalaman yang lalu dan mengidentifikasi aspek
positifnya untuk dipakai mengatasi kegagalan.
Sosial:
1) Konseling keluarga:
Keluarga sering frustasi menghadapi kien dan tidak mengerti sifat dan proses
adiksi sehingga sering kali melakukan hal yang tidak terapeutik terhadap klien.
Keluarga sering melindungi klien dari dampak adiksi, meminta anggota keluarga
Intervensi Keperawatan Kritis (6) 19
lain untuk memaafkan klien. Menyalahkan diri sendiri, menghindarikonfrontasi
yang semuanya menyebabkan klien meneruskan pemakaian zat adiktif. Masalah
yang dihadapi klien menimbulkan dampak bagi keluarga seperti rasa tidak aman,
malu, rasa bersalah, masalah keuangan, takut dan merasa diisolasi. Oleh karena
itu, perawat perlu mendorng keluarga untuk mengikuti pendidikan kesehatan
tentang proses penggunaan dan keterganungan, gejala putus zat, gejala relapse,
tindakan keperawatan, lingkungan terapeutik, dan semua hal yang terkait dengan
pencegahan relase di rumah.
2) Terapi kelompok:
Terdiri dari 7-10 orang yang difasilitasi oleh terapist, kegiatan yang dilakukan
adalah tiap anggota bebas menyampaikan riwayat sampai terjadi adiksi, upaya
yang dilakukan untuk berhenti memakai zat, kesulitan yang dialami dalam
melakukanprogram perawatan, terapist dan anggota kelompok memberikan
umpan balik dengan jujur dan dapat menambah pengalaman masing-masing.
3) Self help group:
Self help group adalah kelompok yang anggotanya terdiri dari klien yang
berkeinginan bebas dari zat adiktif, dukungan antaranggota akan memberi
kekuatan dan motivasi untuk bebas dari zat adiktif.
b. Prinsip Comunity Therapeutik
Pada tempat ini klien dilatih untuk merubah perilaku kearah yang positif, sehingga
mampu menyeseuaikan dengan kehidupan di masyarakat. Hal ini dapat dilakukan jika
klien diberi kesempatan mengungkapkan masalah pribadi dan lingkungan.
Community teraeutik melakukan intervensi untuk mengatasinya.
Beberapa metode yang dilakukan:
4) Slogan yang berisi nilai atau norma ke arah positif
5) Pertemuan pagi (morning meeting) yang diikuti oleh seluruh staf dan klien untuk
membahas masalah individu, interaksi antar klien dan kelompok.
6) “Talking to”: metode yang digunakan untuk saling memperingatkan dengan cara
yang ramah sampai yang keras.
7) Learning experience yaitu pemberian tugas yang bersifat membangun untuk
mengubah perilaku negatif.
8) Pertemuan kelompok.
9) Pertemuan umum (general meeting)(Yosep Iyus, 2007)

POHON MASALAH
Potensial komplikasi

Resiko mencederai Intervensi Keperawatan Kritis (6) 20


diri
Koping individu tidak efektif. Tidak
mampu mengatasi keinginan
menggunakan zat

INTERNAL : EKSTERNAL :
1. Berhubungan dengan 1. Kerusakan interaksi
gejala putus asa sosial (maladaptif)
2. Kurang aktivitas 2. Koping keluarga tidak
3. Distress spiritual
efektif
4. Perubahan pemeliharaan
3. Penatalaksanaan yang
kesehatan
tidak efektif

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA

A. Pengkajian
1. Anamnesis pasien
2. Identitas pasien : nama lengkap, nama panggilan, tempat dan tanggal lahir,
asal, suku, agama usia
3. Fisik
Data fisik yang mungkin ditemukan pada klien dengan penggunaan NAPZA
pada saat pengkajian adalah sebagai berikut : nyeri, gangguan pola tidur,
menurunnya selera makan, konstipasi, diare, perilaku seks melanggar normal,
kemunduran dalam kebersihan diri, potensial komplikasi jantung, hati, dan
sebagainya, infeksi pada paru, sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah
agar klien mampu untuk teratur dalam pola hidupnya.
4. Emosional
Perasaan gelisah (takut kalau diketahui), tidak percaya diri, curiga dan tidak
berdaya. Sasaran yang ingin dicapai adalah agar klien mampu untuk
mengontrol dan mengendalikan diri sendiri
5. Sosial
Lingkungan sosial yang biasa akrab dengan klien biasanya adalah teman
pengguna zat, anggota keluarga lain pengguna zat di lingkungan sekolah atau
kampus yang digunakan oleh para pendengar.
6. Intelektual
Pikiran yang selalu ingin menggunakan zat adiktif, perasaan ragu untuk
berhenti, aktivitas sekolah atau kuliah menurun sampai berhenti, pekerjaan

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 21


terhenti. Sasaran yang ingin dicapai adalah agar klien mampu untuk
konsentrasi dan meningkatkan daya pikir ke hal-hal yang positif.
7. Spiritual
Kegiatan keagamaan tidak ada, nilai-nilai kebaikan ditinggalkan karena
perubahan perilaku (tidak jujur, mencuri, mengancam dan lain-lain). Sasaran
yang ingin dicapai adalah mampu meningkatkan ibadah, pelaksanaan nilai-
nilai kebaikan.

8. Keluarga
Ketakutan akan perilaku klien, malu pada masyarakat. Penghamburan dan
pengurasan secara ekonomi oleh klien, komunikasi dari pola asuh tidak
efektif, dukungan moril terhadap klien tidak terpenuhi. Sasaran yang hendak
dicapai adalah keluarga mampu merawat klien yang pada akhirnya mencapai
tujuan utama yaitu mengantisipasi terjadinya kekambuhan (relaps).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah kronik berhubungan dengan penguatan negatif berulang
2. Ketidakefektifan koping berhubungan dengan penyalahgunaan zat
3. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan dengan masalah
kesehatan mental (penyalahgunaan obat)

C. Rencana Keperawatan

NO NANDA NOC NIC


1 Harga diri rendah Setelah dilakukan tindakan 1. Peningkatan harga diri
1) Monitor pernyataan
kronik berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam
pasien mengenai harga
dengan penguatan diharapkan klien mampu :
1. Harga diri diri
negatif berulang
Dengan kriteria hasil : 2) Tentukan kepercayaan
- Mepertahankan kontak
diri pasien dalam hal
mata
penilaian diri.
- Tingkat kepercayaan diri
3) Dukung pasien untuk
- Penerimaaan terhadap
bisa mengidentifikasi
kritik yang membangun
- kekuatan
4) Bantu pasien untuk

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 22


menemukan penerimaan
diri
5) Dukung (melakukan)
kontak mata pada saat
berkomunikasi dengan
orang lain
6) Jangan mengkritis
pasien secara negatif
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Peningkatan koping
- Bantu pasien menyelesaikan
koping keperawatan selama 3x24 jam
masalah dengan cara yang
berhubungan diharapkan dengan kriteria
kontruktif
dengan hasil:
- Berikan penilaian mengenai
1. Koping
penyalahgunaan zat
- Mengidentifikasi pola dampak dari situasi
koping yang efektif kehidupan pasien terhadap
- Menyatakan perasaan
peran dan hubungan yang
akan kontrol diri
ada.
- Adaptasi terhadap
- Gunakan pendekatan yang
perubahan hidup
tenang dan memberikan
jaminan.
- Berikan suasana penerimaan
- Dukung kemampuan
mengatasi situasi secara
berangsur-angsur
- Dukung aktivitas-aktivitas
sosial dan komunitas (agar
bisa dilakukan)
- Dukung keterlibatan
keluarga, dengan cara yang
tepat.
- Intuksikan pasien untuk
meggunakan teknik
relaksasi sesuai dengan
kebutuhan.

-
Intervensi Keperawatan Kritis (6) 23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Asuhan keperawatan klien dengan pemakaian NAPZA harus dilakukan secara


holistik(biopsikososiospiritual) serta melibatkan seluruh tim kesehatan yang harus
ditunjang dengan sistem dan perangkat hukum yang memadai. Masalah utama dalam
merawat klien yang menggunakan NAPZA adalah kekambuhan. Upaya untuk
membantu adalah dengan meningkatkan kemampuan untuk berhenti, kontrol diri, dan
perlu dikembangkan bantuan dari keluarga, kelompok, masyarakat serta lingkungan
yang kondusif mencegah kambuh sehingga klien dapat memperpanjang jarak waktu
pakai zat lagi atau dapat berhenti total.

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 24


Daftar Pustaka

Prabowo, Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha
Medika

Khair, Masykur. 2016. “modul keperawatan napza”. Bogor. Al-ikhlas

Keliat, Budi Anna dkk. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. Jakarta : EGC

Bulechek, Gloria dkk. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby: Elsevier
Moorhead, Sue dkk. 2013. Nursing Outcome Clasification(NOC) Pengukuran Outcome
Kesehatan. Mosby : Elsevier
NANDA Internasional. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Aplikasi 20015-2017.
Jakarta: EGC

Intervensi Keperawatan Kritis (6) 25

Anda mungkin juga menyukai