Anda di halaman 1dari 17

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

ALAM DAN MANUSIA

DISUSUUN OLEH KELOMPOK 4 :

MIRZA AL FALAH
TRI REZKI PAHDONI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana
yang telah memberi hamban-nyapetunjuk. Shalawat serta salam senantiasa tercurah
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SA berserta para sahabat dan pengikutnya
hignga akhir zaman. Segala syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
rahmat- nya kita dapat diberikan kesempatan dan pemikiran untuk dapat
menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini berisi pembahasan mengenai Manusia dan Alam, dengan bahasa
yang labih mudah dipahami. Sistematika makalah ini dimulai dari pengantar,
selanjutnya akan masuk pada inti pembahasan dan di akhiri dengan kesimpulan.
Akhirul kalam, kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna.
Karena itu kami mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi perbaikan makalah
ini dimasa mendatang. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan memenuhi
harapan berbagai pihak. Aamiin.

Samarinda, 25 September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i


KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang ............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
A. Pengertian Islam, Iman, Ihsan……………………………………………..3
B. Hubungan antara Islam, Iman, Ihsan……………………………………...7
C. Perbedaan Islam, Iman, dan Ihsan………………………………………....7
D. Kesalahan dalam Memahami Konsep Islam, Iman, Ihsan………………...8
E. Islam dan Cakupannya…………………………………………………….9
BAB III PENUTUP..................................................................................................11
A. Kesimpulan..................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agama yang diturunkan tuhan dengan perantaraan rasul-rasulnya, ialah memberi
pimpinan bagi manusia di dalam usahanya memberi nilai hidupnya sendiri. Karena
dasar yang asli daripada jiwa manusia itu, karena dia berakal dan berfikir, ialah
mencari rahasia yang tersembunyi di belakang kenyataan itu.
Banyak sudah bukti bahwa tuhan menciptakan manusia itu secara sempurna.
Salah satunya terdapat dalam surah at-tin.
Tetapi walaupun sudah banyak tuhan memberikan bukti yang amat sangat nyata,
masih saja kita dapati manusia yang seakan-akan mereka tidak mempunyai akal dan
fikiran.
Oleh karena itu ALLAH mengutus seorang pemimpin yang paling sempurna dari
pemimpin-peminpin yang lain, paling luar biasa kegigihannya yang bahkan sampai-
sampai imam bushiri pengarang syair yanng berjudul qasidah burdah menulis tentang
kehidupan beliau yang amat sangat menyayat hati apabila kita menyelami kalimat
demi kalimatnya dengan seksama.
ALLAH ta’ala mengutus nabi yang luar biasa tersebut dikarenakan umat manusia
sudah terlalu banyak yang lalai terhadap tuhannya, terlalu banyak penyimpangan
yang mereka perbuat, dan yang lebih memprihatinkan, mereka sudah tidak
mempunyai akhlak yang baik.
Disinilah bukti nyata kasih sayang tuhan terhadap hambaNYA. Disampaikan
perjalanan itu kepada ujungnya, tidak lagi terhenti di tengah jalan karena tidak ada
kesanggupan lagi. DiberiNYA manusia itu pimpinanan. Pimpinan yang membawa
mereka kembali menjadi manusia yang diciptakan sesuai dengan kodratnya.
Di utusnya nabi akhir zaman tidak lain adalah untuk membentuk dan
mengembalikan manusia menjadi manusia yang berakhlak kembali.
Memiliki imanyang akan membawa mereka kepada keselamatan, islam sebagai jalan
dan ihsan hasil dari keduanya tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari iman islam dan ihsan dari segi bahasa dan istilah?
2. Apa perbedaan dan keterkaitan antara Iman Islam dan Ihsan?
3. Apa saja cakupan islam?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mendalami dan memahami tentang iman, islam dan Ihsan.
2. Untuk memahami perbedaan dan keterkaitan antara iman islam dan ihsan.
3. Untuk mengetahui Islam dan cakupannya.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Dapat dijadikan sebagai acuan belajar bagi siapapun yang ingin belajar lebih
dalam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman Islam dan Ihsan


1. Iman

Iman dari bahasa Arab yang artinya percaya. Selain itu menurut istilah
pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan di
amalkan dengan tindakan (perbuatan).

Menurut para ahli kalam yang termaktub (tercantum) dalam kitab al-a’lamah
as-syayid husein affandi al-jisri at-tharabilisi yang berjudul al husunul hamidiyyah,
pengertian iman adalah sebagai berikut :
“membenarkan apa-apa yang dibawa Rasulullah SAW. Yang diketahui
kedatangannya secara pasti, maksudnya tekad membenarkan apa-apa yang dibawa
nabi itu dari sisi Allah SWT, yang diketahui secara yakin kedatangannya disertai
ketundukan hati.
‫اليمان قول وعمل يزيد وينقص‬:Menurut imam bukhari sendiri, iman adalah
ucapan dan amalan (pekerjaan), bertambah dan berkurang.
Menanggapi pernyataan beliau tersebut tentang bertambah serta berkurangnya
iman di jawab berbeda oleh ulama yang masuk dalam pembahasan ilmu kalam.
Apakah benar iman itu bisa bertambah serta bisa pula berkurang?
Senada dengan pernyataan tersebut imam al-asy’ari menyatakan bahwa iman
itu bisa naik serta bisa pula turun. Dapat bertambah akan tetapi dapat pula berkurang.
Pernyataan beliau tersebut menyatakan bahwa bukan pengertian iman secara
esensi yang dapat bertambah serta berkurang akan tetapi yang disebutkan beliau itu
adalah pengertian iman secara sifat.
Kemudian menurut al-bazdawi iman tidak bisa naik maupun turun atau tidak
dapat bertambah maupun berkurang. Hanya saja beliau mencontohkan bahwa iman
tersebut adalah suatu benda yang terkena cahaya yang mana cahaya tersebut akan
membuat bayangan, bayangan benda tersebut dapat berupa bayangan yang sedikit
bisa pula berupa bayangan yang banyak sesuai dengan cahaya yang di berikan kepada
benda tersebut. Nah jika benda tersebut dimisalkan dengan iman, apakah benda tadi
dengan sendirinya bisa bertambah serta bisa berkurang? Tentu tidak bukan, karena
yang dapat bertambah serta berkurang adalah bayangan dari benda tersebut dan
bayangan itulah yang dimaksudkan sebagai iman yang bisa bertambah dan berkurang.
Seseorang yang telah beriman wajib menjaga keimanannya dari segala
perbuatan buruk yang akan mengakibatkan rusaknya iman tersebut.
Iman itu belumlah cukup apabila hanya diucapkan dengan lidah saja, tetapi
harus disertai dengan amal saleh, yaitu melaksanakan semua perintah syari’ah agama.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW.:
“Iman ialah kepercayaan (diyakini) di dalam hati, ditetapkan (diucapkan)
dengan lidah, dan dilaksanakan dengan anggota badan (perbuatan).”
Ada pula riwayat hadits yang menjelaskan tentang keagungan iman, seperti riwayat
berikut.
Dikeluarkan oleh Bukhari (6443) dan Muslim (94) dari Abi Dzar r.a. ia
berkata: “pada suatu malam aku keluar rumah, tba-tiba kulihat Rasulullah s.a.w.
berjalan sendirian tidak ada seorangpun yang bersamanya, lalu aku berkata dalam
hati: mungkin Rasulullah saw. Ingin sendirian, “ Abu Dzar r.a. berkata “ aku
kemudian berjalan di bawah bayang-bayang rembulan, Rasulullah saw. Menoleh dan
melihatku, “kemudian berkata: “siapakah ini?”, aku menjawab: ” aku Abu Dzar, “
beliau berkata: “ wahai Abu Dzar kemarilah,” abu dzar r.a. berkata: “ lalu aku
berjaalan bersamanya sejam lamanya, “ maka beliau bersabda: “ sesungguhnya orang
yang memperbanyakharta didunia mereka itulah yang akan kemiskinan pada hari
kiamat, kecuali orang yang diberi kebaikan oleh Allah subhanahu wa taala, hingga ia
membelanjakan hartanya dari samping kanan, kiri, dari depan, belakang dan selalu
berbuat kebaikan, : Abu Dzar berkata: “ aku berjalan bersama beliau sejam lamanya”,
kemudian beliau berkata kepadaku: “duduklah di sini! “, Abu Dzar berkata:
“Rasulullah saw. Menyuruhku duduk di sebuah tempat luas yang dipenuhi dengan
batu, “ beliau berkata: “ tunggu di sini sampai aku kembali,” Abu Dzar r.a. berkata:
“Rasulullah saw. Pergi ke sebuah tempat yang dipenuhi batu hitam, hingga aku tidak
melihatnya, dan akupun lama menunggu beliau, tidak lama kemudian aku mendengar
suaranya ketika hendak dekat padaku, “ setelah datang dan aku tidak sabar aku
langsung bertanya kepadanya: “wahai nabi Allah ! dengan siapa kau berbicara
disana?: ”, aku tidak mendengar seorangpun yang menjawabmu?, beliau menjawab: “
itu Jibril yang sedang datang dengan membawa wahyu “, ia berkata kepadaku: “
Wahai Muhammad! Berilah kabar gembira umatmu dengan surga bagi siapapun yang
mati dan tidak berbuat syirik kepada Allah sekalipun,“ lalu aku bertanya: “ Wahai
Jibril! Meski ia melakukan zina dan mencuri? “, Jibril menjawab: “Ya”, aku (Abu
Dzar) bertanya: “ wahai Rasulullah! Meski berzina dan mencuri?”, beliau menjawab:
“Benar”, aku bertanya lagi:” meski berzina dan mencuri?”, kemudian beliau
menjawab: “ Ya, meskipun ia meminum khomer (minuman keras)”. (demikian
disebutkan dalam jam’ul fawaid jilid 1 hal 7, dan ada tambahan dalam Riwayat
Bukhari, Muslim Dan Tarmidzi dalam pertanyaan keempat: “ meski kau tidak bisa
menerimanya wahai Abu Dzar”)
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa setiap orang beriman harus
mengamalkan keimanannya dalam perbuatan lahiriah dan batiniah (keyakinan hati
yang didasari oleh keikhlasan). Bila tidak demikian, maka keimannya belum
sempurna.
2. Islam
Islam berasal dari kata Arab Aslama-Yuslimu-Islaman yang secara kebahasaan
berarti 'Menyelamatkan'. beberapa istilah terpenting dalam pemahaman mengenai
keislaman, yaitu Islam dan Muslim. Kesemuanya berakar dari kata Salam yang
berarti kedamaian. Kata Islam lebih spesifik lagi didapat dari bahasa Arab Aslama,
yang bermakna "untuk menerima, menyerah atau tunduk" dan dalam pengertian yang
lebih jauh kepada Tuhan.
Pengertian Islam bisa kita bedah dari dua aspek, yaitu aspek kebahasaan dan
aspek peristilahan. Dari segi kebahasaan, Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari
kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima
selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam
kedamaian. Oleh sebab itu orang yang berserah diri, patuh, dan taat kepada Allah swt.
disebut sebagai orang Muslim.
Dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kata Islam dari segi
kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada Allah swt.
dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hal
itu dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-
pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak
dalam kandungan telah menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah.
Adapun pengertian Islam dari segi istilah, banyak para ahli yang
mendefinisikannya di antaranya Prof. Dr. Harun Nasution. Ia mengatakan bahwa
Islam menurut istilah (Islam sebagai agama) adalah agama yang ajaran-ajarannya
diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad saw.
sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya
mengenal satu segi, tetapi menganal berbagai segi dari kehidupan manusia.
Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah
agama perdamaian; dan dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah dan kesatuan atau
persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata bahwa agama Islam selaras benar
dengan namanya. Islam bukan saja dikatakan sebagai agama seluruh Nabi Allah,
sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an, melainkan pula pada segala sesuatu yang
secara tak sadar tunduk sepenuhnya pada undang-undang Allah.
Kemudian menurut Hamka setelah manusia menerawang, berfikir, merenung,
membanding, mengukur, menjangka, pendeknya memfilosof, akhirnya sampailah dia
di ujung perjalanan. Di dinding yang tidak tersebrangi itu. Segala macam telah
dicobanya. Akhirnya yakinlah dia bahwa memang ada sesuatu itu, dialah yang
Mutlak, Dialah Yang Maha Kuasa, Dialah puncak (kata plato). Dialah Tao, yang tak
dapat diberi nama (kata Lao Tze). Maka insyaflah manusia akan kelemahan dirinya,
dan insyaf akan kemaha besarnya yang ada itu. Maka menyerahlah dia dengan segala
rela hati. Penyerahan yang demikian dalam bahasa arab dinamaiIslam.
Dari pengertian Islam tersebut, adanya 3 aspek, yaitu:
a. Aspek vertikal
Mengatur antara makhluk dengan kholiknya (manusia dengan Tuhannya).Dalam hal
ini manusia bersikap berserah diri pada Allah.
b. Aspek horizontal
Mengatur hubungan antara manusia dengan manusia. Islam menghendaki agar
manusia yang satu menyelamatkan, menentramkan dan mengamankan manusia yang
lain.
c. Aspek batiniah
Mengatur ke dalam orang itu sendiri, yaitu supaya dapat menimbulkan kedamaian,
ketenangan batin maupun kemantapan rohani dan mental.

Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetian islam adalah sebuah agama
yang tidak membebani tidak pula memanjakan pemeluknya ( agama pertengahan)
yang mana tanpa ada paksaan untuk pemeluknya menyerah atau tunduk sesuai
dengan fitrahnya dan selamatlah mereka yang taat serta benar-benar memegangnya.
3. Ihsan
Kataa Ihsan berasal dari bahasa Arab yaitu ahsan-yuhsinu-ihsanan yang artinya
kebaikan atau berbuat baik. Dan pelakunya disebut muhsin.
Sedangkan menurut istilah ihsan adalah perbuatan baik yang dilakukan oleh
seseorang dengan niat hati beribadah kepada Allah swt.
Ihsan atau kebaikan tertinggi adalah seperti yang di sabdakan Rasulullah Saw.
“Ihsan hendaknya kamu beribadah kepada Allah swt seolah-olah kamu melihatnya,
dan jika kamu tidak dapat melihatnya, sesungguhnya dia melihat kamu.” (HR.
Bukhari).
Seseorang tidak akan merasakan nikmatnya ibadah apabila dia tidak merasa
melihat dengan tuhannya. Bila kita ingkar kepada Allah, maka akan mengalami
kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan dalam
hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan
manusia.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, disebutkan
bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
“sesungguhnya Allah mewajibkan al-Ihsan dalam segala masalah, oleh
karena itu jika kalian berperang harus dengan satria, dan jika menyembelih binatang
pun harus dengan cara yang baik (tidak sadis)”.
Syaikh ‘Abdurrahman as Sa’di Rahimahullah menjelaskan bahwa ihsan mencakup
dua macam, yakni ihsan dalam beribadah kepada Allah dan ihsan dalam menunaikan
hak sesama makhluk. Ihsan dalam beribadah kepada Allah maknanya beribadah
kepada Allah seolah-olah melihat-Nya atau merasa diawasi oleh-Nya.
Sedangkan ihsan dalam hak makhluk adalah dengan menunaikan hak-hak mereka.
Ihsan kepada makhluk ini terbagi dua, yaitu:
a. Wajib
Yang hukumnya wajib, misalnya berbakti kepada orang tua dan bersikap adil
dalam bermuamalah.
b. Sunnah
Yang hukumnya sunnah, misalnya memberikan bantuan tenaga atau harta yang
melebihi batas kadar kewajiban seseorang.

Salah satu bentuk ihsan yang paling utama adalah berbuat baik kepada orang yang
berbuat jelek kepada kita, baik dengan ucapan atau perbuatannya.

B. Hubungan antara Iman, Islam dan Ihsan


Islam, Iman dan Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu
dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah. Keyakinan
tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan
pelaksanaan rukun Islam dilakukan dengan cara ihsan, sebagai upaya pendekatan diri
kepada Allah.
Untuk mempelajari ketiga pokok ajaran agama tersebut, para ulama
mengelompokkannya lewat tiga cabang ilmu pengetahuan. Rukun Islam berupa
praktek amal lahiriah disusun dalam ilmu Fiqh, yaitu ilmu mengenai perbuatan amal
lahiriah manusia sebagai hamba Allah. Iman dipelajari melalui ilmu Tauhid (teologi)
yang menjelaskan tentang pokok-pokok keyakinan. Sedangkan untuk mempelajari
ihsan sebagai tata cara beribadah adalah bagian dari ilmu Tasawuf.
QS Ali-Imran ayat 19 :

Artinya:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada
berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya.”
Di dalam ayat tersebut dijelaskan kata Islam dan selalu diikuti dengan kata
addin yang artinya agama. Addin terdiri atas 3 unsur yaitu, iman, Islam, dan ihsan.
Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa iman merupakan keyakinan yang membuat
seseorang ber-Islam dan menyerahkan sepenuh hati kepada Allah dengan
menjalankan syareatnya dan meninggalkan segala yang dilarang oleh syariat Islam.
Selain itu iman, islam, dan ihsan sering juga diibaratkan hubungan diantara
ketiganya adalah seperti segitiga sama sisi yang sisi satu dan sisi lainya berkaitan
erat. Segitiga tersebut tidak akan terbentuk kalau ketiga sisinya tidak saling mengait.
Jadi manusia yang bertaqwa harus bisa meraih dan menyeimbangkan antara iman,
islam dan ihsan.

C. Perbedaan Iman, Islam dan Ihsan


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan yang maknanya, Bila
dibandingkan dengan iman maka Ihsan itu lebih luas cakupannya bila ditinjau dari
substansinya dan lebih khusus daripada iman bila ditinjau dari orang yang sampai
pada derajat ihsan. Sedangkan iman itu lebih luas daripada islam bila ditinjau dari
substansinya dan lebih khusus daripada islam bila ditinjau dari orang yang mencapai
derajat iman. Maka di dalam sikap ihsan sudah terkumpul di dalamnya iman dan
islam. Sehingga orang yang bersikap ihsan itu lebih istimewa dibandingkan orang-
orang mu’min yang lain, dan orang yang mu’min itu juga lebih istimewa
dibandingkan orang-orang muslim yang lain… (At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali,
Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 63)

Muslim, Mu’min dan Muhsin

Oleh karena itulah para ulama’ muhaqqiq/peneliti menyatakan bahwa setiap


mu’min pasti muslim, karena orang yang telah merealisasikan iman sehingga iman itu
tertanam kuat di dalam hatinya pasti akan melaksanakan amal-amal islam/amalan
lahir. Dan belum tentu setiap muslim itu pasti mu’min, karena bisa jadi imannya
sangat lemah sehingga hatinya tidak meyakini keimanannya dengan sempurna
walaupun dia melakukan amalan-amalan lahir dengan anggota badannya, sehingga
statusnya hanya muslim saja dan tidak tergolong mu’min dengan iman yang
sempurna. Sebagaimana Alloh Ta’ala telah berfirman, “Orang-orang Arab Badui itu
mengatakan ‘Kami telah beriman’. Katakanlah ‘Kalian belumlah beriman tapi
hendaklah kalian mengatakan: ‘Kami telah berislam’.” (Al Hujuroot: 14). Dengan
demikian jelaslah sudah bahwasanya agama ini memang memiliki tingkatan-
tingkatan, dimana satu tingkatan lebih tinggi daripada yang lainnya. Tingkatan
pertama yaitu islam, kemudian tingkatan yang lebih tinggi dari itu adalah iman,
kemudian yang lebih tinggi dari tingkatan iman adalah ihsan (At Tauhid li shoffil
awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 64)
D. KESALAHAN DALAM MEMAHAMI KONSEP IMAN ISLAM DAN
IHSAN
ada dua kelompok besar yang menyimpang dari jalan yang benar, yaitu
murji’ah dan khawarij atau wa’idiyah. Kaum murji’ah mengeluarkan amal dari
hakikat iman. Sehingga menurut mereka keimanan itu cukup dengan pembenaran hati
atau ditambah dengan ucapan lisan, sementara amal bukan bagian dari iman.
Konsekuensi pendapat mereka ini adalah imannya orang yang paling salih sama
dengan imannya orang yang paling bejat dan paling jahat. Hal ini karena mereka
mengatakan amal tidak mempengaruhi keimanan. Tentu ini keliru.
Adapun kaum khawarij atau wa’idiyah menganggap bahwa orang yang
melakukan dosa besar maka dia akan kekal di neraka kalau mati dan tidak bertaubat.
Mereka tidak meyakini adanya orang-orang yang masuk ke neraka lalu dikeluarkan
darinya dan masuk surga. Tentu keyakinan mereka ini bertentangan dengan dalil-dalil
Al Kitab dan As Sunnah. Diantara ciri kelompok ini juga adalah gemar mengkafirkan
kaum muslimin selain kelompoknya terutama pemerintahnya.
Diantara perkara yang sering dilalaikan oleh mereka yang terpengaruh
pemikiran khawarij ini adalah bahwa tidaklah setiap penafian (peniadaan) iman di
dalam dalil Al Qur’an dan As Sunnah itu menunjukkan kekafiran pelakunya. Seperti
misalnya, di dalam hadits disebutkan ‘Tidak beriman orang yang tetangganya tidak
aman dari gangguannya’, maka makna ‘Tidak beriman’ di sini bukanlah kafir, akan
tetapi dia telah meninggalkan salah satu kewajiban iman.
Demikian pula, diantara perkara yang sering dilupakan oleh mereka, bahwa
pengkafiran itu bukanlah perkara yang ringan -sebab ia mengandung konsekuensi
yang sangat berat-, dan membutuhkan penegakan hujjah (argument/dalil),
terpenuhinya syarat-syarat pengkafiran dan tidak dijumpainya penghalang-
penghalang vonis kekafiran.

E.ISLAM DAN CAKUPANNYA


1 Ajarannya bersumber dari wahyu Allah yang tertulis dalam Al-
Qur’an serta Hadis. Al-Qur’an yang terdiri atas 6.236 ayat, 30 juz, 114 surat
menyampaikan ajaran yang luas, yang disebut ayat-ayat Qur’aniyah. Selain itu, yang
tercantum di alam semesta juga ayat-ayat Tuhan, yang disebut ayat-ayat Kauniyah.
Hadis, selain menjelaskan isi umum dan globar dari Al-Qur’an juga menyampaikan
hukum yang merupakan kewenangan Nabi saw atas izin Allah Swt.
2 Ajarannya turun dalam masa sekitar 23 tahun, sehingga dapat
menjawab banyak peristiwa dalam kehidupan masyarakat. Dengan masa 22
tabun 9 bulan 13 hari itu, banyak ajaran yang dapat ditulis oleh masyarakat pada masa
Nabi, yang dikenal dengan sahabat. Selain menulis ajaran, sahabat menghafalkan
ajaran, serta mengamalkan ajaran Islam pada masa Nabi. Bahkan, jika ada persoalan
yang terjadi pada masa itu mereka dapat menanyakan langsung kepada Nabi saw.
3 Pokok-pokok ajarannya selain berisi akidah, ibadah,
mu’amalah, juga akhlak. Empat bidang inilah yang menjadikan Islam benar-benar
tidak hanya berupa pengetahuan keagamaan, tetapi mencakup bidang yang luas yakni
sosial-kemasyarakatan atau sosial politik, bahkan juga etika dalam kehidupan. Maka
tidak heran jika pada masanya, Nabi Muhammad selain menjadi Rasul juga pernah
menjadi Kepala Negara.
4 Nabi Muhammad saw selain menyampaikan ajaran, juga teladan
bagi umat manusia. Mantapnya Islam terlihat dari pribadi penyampai ajaran. Nabi
Muhammad selain seorang Rasul yang menyampaikan ajaran Rahmat bagi seluruh
alam, pribadinya merupakan profil teladan bagi kehidupan ini. Dari pribadinya,
banyak contoh perilaku baik yang dapat dipetik di dalam kehidupan ini.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Iman, Islam dan Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan
satu dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah. Keyakinan
tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan
pelaksanaan rukun Islam dilakukan dengan cara ihsan, sebagai upaya pendekatan diri
kepada Allah.
Setiap pemeluk agama islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak
abasah tanpa Iman, dan Iman tidak sempurna tanpa Ihsan. Sebaliknya, ihsan adalah
mustahil tanpa iman, dan iman juga tidak mungkin tanpa inisial islam. Dari
penjelasan tersebut memiliki arti masing-masing istilah terkait satu dengan yang lain.
Bahkan tumpang tindih sehingga satu dari ketiga istilah tersebut mengandung makna
dua istilah yang lainnya. Dari pengertian inilah kita mengerti bahwa islam, iman dan
ihsan adalah trilogy ajaran Ilahi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dosen Agama Islam MPK. 2010. Pendidikan Agama Islam. Samarinda: MPK
Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur
2. Asmaran AS, Pengantar Study Tauhid, Jakarta : Rajawali Prees, 1992
3. Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (Terjemahan) H. Firdaus, Jakarta : Bulan
Bintang, 1976
4. https://muslim.or.id/425-islam-iman-ihsan.html

Anda mungkin juga menyukai