NIM : 1811015034
Mata Kuliah : Pengelolaan Air
Dosen Pengampu : Bapak Akhmad Fahruddin, SKM., M.Kes
A. Jamur Kapang
Jamur benang atau Kapang (mold, mould) atau fungi berfilamen merupakan fungi
multiseluler yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar kita. Struktur umumnya yaitu
berupa hifa (filamen) yang berbentuk tabung, dinding sel rigid (kaku), dan terlihat ada
pergerakan protoplasma didalamnya. Kapang adalah jamur renik yang mempunyai miselia
dan massa spora yang jelas. Contoh species yang termasuk kelompok kapang adalah
Aspergillus niger, A. oryzae, Rhizopus oryzae, Trichoderma harzianum, dan lain
sebagainya7.
Berbagai macam bahan makanan yang dijual di pasar tidak selalu berkualitas baik dan
aman untuk dikonsumsi. Sebagai contoh: jagung, beras, kacang tanah, kemiri, lada dll yang
telah mengalami kerusakan tetap dijual kepada para konsumen dengan harga yang lebih
murah. Apabila bahan makanan tersebut disimpan di tempat yang lembab, maka sangat
rentan terkontaminasi oleh kapang kontaminan yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
Masyarakat konsumen yang kurang memperhatikan kualitas bahan makanan akan memilih
bahan makanan yang murah harganya, walaupun telah mengalami kerusakan4.
Bahan makanan yang telah terkontaminasi oleh kapang akan mengalami perubahan
tesktur, misalnya: berserbuk pada permukaannya, berserabut halus, hancur sebagian.
Warna bahan makanan juga dapat mengalami perubahan karena tertutup oleh spora-spora
kapang yang berwarna-warni. Aroma bahan makanan ataupun makanan hasil olahan juga
dapat mengalami perubahan akibat pertumbuhan kapang kontaminan yang menghasilkan
senyawa-senyawa tertentu. Adapun jenis makanan yang dapat menghasilkan jamur kapang
sebagai berikut:
1. Biji-bijian
Berbagai macam biji-bijian, contoh: kacang tanah, kedelai, jagung, beras, dll
dapat mengalami kerusakan. Kerusakan dapat terjadi pada masa pertumbuhan, karena
diserang oleh serangga hama atau pada saat pasca panen akibat pemanenan yang kurang
cermat, sehingga mengakibatkan kerusakan pada kulit biji. Kerusakan pada biji-bijian
juga dapat terjadi pada saat disimpan dalam gudang penyimpanan, karena dimakan oleh
serangga hama gudang; sehingga biji-bijian menjadi berlubang-lubang atau kulit biji
terkelupas4.
Kerusakan pada biji-bijian tersebut secara tidak langsung dapat menjadi jalan
masuk bagi spora-spora kapang kontaminan. Di dalam biji, spora-spora kapang
berkecambah membentuk hifa-hifa dan anyaman miselium. Selanjutnya kapang-
kapang tumbuh dan berkembangbiak serta melakukan metabolisme. Salah satu macam
metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang ialah mikotoksin. Apabila mikotoksin
tertelan bersama-sama makanan yang telah terkontaminasi oleh kapang kontaminan
penghasil mikotoksin, maka dapat menyebabkan keracunan, yang disebut
mikotoksikosis. Kualitas makanan yang tercemar oleh kapang penghasil mikotoksin
akan berkurang sehingga tidak layak dikonsumsi 4.
Upaya pencegahan dan pengendalian yang dapat dilakukan dengan mengurangi
kelembaban tempat penyimpanan di bawah 70%. Dinding permukaan bangunan
penyimpan bahan pakan harus rata dan pada cat tembok ditambahkan zat anti kapang
untuk mengurangi pertumbuhan kapang pada dinding. Pembersihan tempat
penyimpanan bahan pakan dengan air harus dilakukan hingga benar-benar kering.
Untuk mengurangi cemaran kapang pada bangunan penyimpan bahan pakan,
lingkungan, serta pakan dan bahan penyusun pakan dapat digunakan fungisida.
Gambar 1 Jagung (Kiri) dan Beras Merah (Kanan) yang Terkontaminasi Kapang
2. Buah-buahan
Kapang penghasil mikotoksin dapat dengan mudah menginfeksi produk
pangan, termasuk aneka buah. Penanganan pascapanen buah yang tidak memadai
mengakibatkan kerusakan fisik, misalnya memar akibat benturan atau jatuh selama
transportasi. Buah memar atau yang mengalami kerusakan fisik lainnya akan mudah
terinfeksi kapang, khususnya kapang penghasil mikotoksin, sehingga buah menjadi
terkontaminasi mikotoksin dan cepat rusak5.
Kapang yang menginfeksi buah biasanya berasal dari spora yang menempel
pada kulit buah. Infeksi kapang dapat terjadi saat buah belum dipanen maupun setelah
dipanen. Proses infeksi akan dipercepat oleh kerusakan buah karena jatuh, perlakuan
mekanis, dan infestasi serangga selama penanganan pascapanen sehingga kapang
mampu menginfeksi sampai kedalam daging buah4.
Ciri kerusakan buah oleh jamur kapang berbeda-beda tergantung jenis kapang
yang mencemari. Tanda-tanda pada umumnya yang sering dijumpai ialah lunak,
lembek, kapang berbentuk kapas-kecil berbintik hitam, sporangia menutupi permukaan
air, terdapat spot/bintik hitam, bintik coklat kehijauan, spora kapang hijau kebiruan, dll.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan, menurut FAO (1981) pemetikan pada
ujung tangkai buah atau menyisakan sedikit tangkai merupakan salah satu cara
pemanenan yang sederhana, tetapi mampu mencegah infeksi kapang. Namun, cacat
maupun luka pada buah akibat jatuh sering kali tidak dapat dihindari sehingga menjadi
jalan masuk bagi infestasi serangga dan kapang 3. Selain itu dapat melakukan upaya
pengendalian seperti pada jenis makanan lain yaitu sterilisasi udara dan menjaga agar
buah selalu ditempat yang kering.
Tabel 1 Genus kapang yang teridentifikasi pada buah dari pasar tradisional dan swalayan
1
Alexopoulus CJ, Mims CW, Blackwell M. 1996–Introductory to Mycology. 4th Ed. JOHN
WILEY and SONS. INC., New York-Chichester-Brisbane-Toronto-Singapore.
2
Aminah, N.S. dan Supraptini. 2003. Jamur pada buah-buahan, sayuran, kaki lalat dan ling-
kungan di pasar tradisional dan swalayan. Jurnal Ekologi Kesehatan 2(3): 299−305.
3
FAO. 1981. Food Loss Prevention in Perishable Crops: II. Postharvest losses in perishable
crops. FAO and UNEP, Rome, Italy. www.fao.org.
4
Hastuti, Utami Sri. 2010. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Mikrobiologi
pada FMIPA Universitas Negeri Malang (UM). Aula Utama, Gd. A3 Lt. II UM, Jalan
Semarang Malang. Diakses dari
http://library.um.ac.id/images/stories/pidatogurubesar/gurubesar/okt2010/Prof%20Utami
%20Sri%20Hastuti%201.pdf, pada 16 Maret 2021.
5
Miskiyah, Winarti, C., & Broto, W. (2010). Kontaminasi Mikotoksin pada Buah Segar dan
Produk Olahannya serta Penanggulangannya. Litbang Pertanian, 29(3), 79–85.
https://doi.org/10.21082/jp3.v29n3.2010.p79-85.
6
Rahayu, W.P. 2006. Mikotoksin dan Mikotoksis: Mikrobiologi keamanan pangan. Depar-
temen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
7
Rakhmawati, Anna. 2010. Materi Keanekaragaman Hayati (Kegiatan PPM). Diakses dari
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132296143/pengabdian/ppm-2010-kehati.pdf, pada 16
Maret 2021.