Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Penyakit jantung coroner(PJK) merupakan penyebab kematian no satu
di Negara yang sudah maju.
Di Indonesia, terjadi PJK pada tahun-tahun terakhir ini juga cenderung
meningkat. Hal ini erat hubungannya dengan peningkatan taraf hidup
masyarakat serta perubahan pola makanan.
Pengaruh makanan yang tinggi kolesterol terhadap PJK telah lama
disadari oleh masyarakat, dan berbagai usaha pencegahan pun sudah
dimulai. Namun konsumsi berkebihan dari monosodium glutamate (MSG)
sebagai penyedap masakan, masih belum mendapat perhatian.
Memang belum ada bukti-bukti yang menunjukan bahwa MSG
berpengaruh langsung terhadap PJK. Akan tetapi seperti telah diketahui
bahwa glutamat yang terkandung didalamnya merupakan salah satu
neurotransmitor eksitasi yang memiliki efek meningkatkan tonus simpatis:
sedangkan sodium sendiri menyebabkan retensi air dan meningkatkan
sensitivitas adrenoseptor alfa-1 terhadap berbagai substansi vasoatif. Dengan
demikian konsumsi MSG yang berlebihan secara teoritis dapat memacu
terjadinya hipertensi dan aterosklerotik, yang pada akhirnya meningkatkan
tonus vaskular.
Hasil dari berbagai studi menunjukan bahwa penyebabnya utama PJK
adalah lesi aterosklerotik pada pembuluh darah coroner. Walaupun sebagian
kecil dapat disebabkan oleh sifilis,arteritis, embolus, atau penyakit-penyakit
kolagen pada pembuluh darah koroner.
Klasifikasi PJK yang spesifik sampai saat ini belum ada hal ini
disebabkan karena manifestasi klinisnya kadang-kadang sangat berbeda
antara penderita yang satu dengan yang lain. Saat timbulnya juga tidak
menentu, dan gejala yang ditimbulkan juga tidak selalu sesuai dengan
temuan patologik. Dengan demekian penderita PJK mungkin tampil sebagai
atau berkembang menjadi salah satu kejadian dibawah ini yaitu: tanpa
gejala, mati mendadak, angina pectoris, infark miokard akut, gagal jantung,
atau aritmia.

B. Tujuan Penulisan.
1. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi pengertian dari system
kardiovaskuler yaitu Coronary Artery Disease (CAD) atau disebut juga
penyakit jantung coroner (PJK).
2. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi asuhan keperawatan dari system
kardiovaskuler yaitu Coronary Artery Disease (CAD) atau disebut juga
penyakit jantung coroner (PJK).

C. Manfaat
1. Bagi penulis, sebagai bahan untuk melengkapi tugas perkuliahan KMB
serta menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Coronary Artery
Disease (CAD) atau disebut juga penyakit jantung coroner (PJK).
2. Bagi mahasiswa dan pembaca umumnya, menambah wawasan dan
pengetahuan tentang gagal jantung serta dapat memahami bagaimana
pelaksanaan dan gagal jantung.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep penyakit Coronary Artery Disease (CAD).


Coronary Artery Disease (CAD) atau biasa disebut dengan jantung
coroner adalah penyakit yang terjadi karena penyempitan arteri koronaria
akibat aterosklerosis. Dampak utama penyakit jantung coroner adalah
gangguan pasokan oksigen dan nutrient ke dalam jaringan miokard akibat
penurunan aliran darah coroner. Seiring mangkin panjang usia masyarakat,
pavelensi penyakit jantung coroner juga meningkat. Kurang lebih 11 juta
penduduk amerika menderita penyakit jantung coroner dan penyakit ini
sering terjadi pada kaum pria kulit putih pada usia pertengahan dan lanjut.
Dengan perawatan yang benar, prognosis penykit jantung coroner cukup
baik.

B. Penyebab.
Penyebab Coronary Artery Disease (CAD) adalah kolesterol, kalsium
dan unsur-unsur lain yang dibawa oleh darah disimpan didinding arteri
jantung mengakibatkan penyempitan arteri dan berkurangnya aliran darah
sepanjang pembuluh. Ini menghalangi siplai darah ke otot jantung.
Penumpukan ini awalnya berupa tumpukan lemak dan pada akhirnya
berkembang menjadi plak yang menghalangi darah sepanjang arteri. Kadar
kolesterol naik dan asupan lemak dapat berperan pada terbentuknya plak,
demikian juga dengan hipertensi, diabetes, dan merokok. Ketika plak
terbentuk di dalam arteri, otot jantung kekurangan oksigen dan nutrisi yang
akhirnya merusak otot jantung.

C. Patofisiologi
Plak yang mengandung lemak dan jaringan fibrosa secara progresif
membuat lumen arteri koronaria makin sempit sehingga volume darah yang
mengalir melalui arteri tersebut berkurang sehingga terjadi iskemia miokard.
Ketika proses aterosklerosis berlanjut, penyempitan lumen akan
disertai perubahan vaskuler yang merusak kemampuan arteri koronaria
untuk berdilatasi.keadaan ini menyebabkan gangguan keseimbangan antara
pasokan dan kebutuhan oksigen dalam miokardium sehingga miokardium
yang terletak distal terhadap lesi akan terancang. Kalua kebutuhan oksigen
sudah melampaui jumlah oksigen yang dapat dipasok oleh pembuluh darah
yang mengalami kerusakan maka akan terjadi iskemia miokard setempat.
Sel-sel miokardium akan menjadi iskemik dalam 10 detik sesudah
terjadi oklusi arteri koronaria. Iskemia sepintas menyebabkan perubahan
yang masih reversible pada tingkat seluler dan jaringan. Perubahan ini akan
menekan fungsi miokardium. Apabila tidak diatasi, keadaan ini akan
menyebabkan cedera atau nekrosis jaringan. Dalam tempo beberapa menit,
keadaan kekurangan oksigen tersebut memaksa miokardium untuk beralih
dari metabolisme aerob ke metabolisme anaerob sehingga terjadi
penumpukan asam laktat dan penurunan pH sel.
Kombinasi Hipoksia, penurunan ketersediaan energy, dan asidosis
dengan cepat akan merusak fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada
bagian otot jantung yang terkena akan menurun karena serabut otot tidak
cukup memendek sehingga kekuatan serta pecepatan aliran yang dihasilkan
berkurang. Lebih lanjut, pada dinding ventrikel terjadi gerakan yang
abnormal di daerah iskemia sehingga darah yang diejeksikan pada tiap
kontraksi akan berkurang. Pemulihan aliran darah melalui arteri koronaria
akan mengembalikan metabolisme aerob yang normal dan kontraktilitas
jantung. Akan tetapi, bila aliran darah tidak dapat dipulihkan, maka terjadi
infark miokard.

D. Tanda dan Gejala.


1) Asimtomatik
2) Sakit dada ( angina ) karena aliran darah berkurang ke otot jantung
dana tau meningkatnya permintaan oksigen karena stress.
3) Rasa sakit bias menyebar ke lengan, punggung, dan rahang.
4) Sakit dada muncul setelah tenaga terkuras, senang berlebihan, atau
ketika pasien terpapar hawa dingin karena ada peningkatan dalam
aliran darah ke seluruh tubuh, meningkatkan kecepatannya.
5) Sakit dada berakhir antara 3 sampai 5 menit.
6) Sakit dada dapat terjadi ketika pasien sedang istirahat.

E. Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner.


Tujuan pengobatan (McLaughlin, 2014):
a. Memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark miokard dan
kematian. Upaya yang dilakukan adalah bagaimana mengurangi
terjadinya trombotik akut dan disfungsi ventrikel kiri. Tujuan ini dapat
dicapai dengan modifikasi gaya hidup ataupun intervensi farmakologik
yang akan :
 Mengurangi progresif plak.
 Menstabilkan plak dengan mengurangi inflamasi dan
memperbaiki fungsi endotel.
 Mencegah thrombosis bila terjadi disfungsi endotel atau
pecahnya plak.
 Obat yang digunakan adalah obat antitrombotik yaitu (aspirin
dosis rendah, antagonis reseptor ADP <thienopyridin> yaitu
clopidogrel dan toclopidine, obat penurun cholesterol <statin>,
ACEI, beta blocker, CCB.
b. Untuk memperbaiki simtom dan iskemi

Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis
kemungkinan Sistem Koroner Akut (SKA) atas dasar keluhan angina pasien
di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka
jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen.

Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau
bersamaan (PERKI, 2015).

1. Tirah baring;
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi
O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi;
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6
jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri;
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih
terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih
cepat;
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)

a Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan


dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien ST
ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION (STEMI) yang
direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik atau

b Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis


pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk
terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat
reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel).

6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri


dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. jika
nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang
setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena
diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis
NTG sublingual dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat
(ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti;
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.
F. Tatalaksana farmakologi.
Menurut Marcum et. al., (2013), Terapi obat adalah bagian penting
dari pengobatan penyakit arteri koroner. Untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya pembekuan obstruktif, pasien yang memiliki riwayat penyakit
jantung koroner (PJK) atau berisiko tinggi terkena PJK harus diberikan obat
antiplatelet untuk sehari-hari. Untuk mengurangi kerja jantung, kebanyakan
pasien PJK juga diberikan beta blockers. Sedangkan untuk riwayat angina,
diberikan nitrat.
Terapi obat standar untuk PJK meliputi:
1. ANTI PLATELET.
a. Aspirin
Merupakan agent antiplatelet yang berefek sebagai antitrombotik
dengan menghambat cyclooxygenase dan sintesis platelet
tromboxane A2. Aspirin akan menurunkan adverse
cardiovaskular event. Membantu mencegah bentukan cloth pada
pembuluh arteri dan menurunkan resiko terjadinya serangan
jantung.
Aspirin harus diberikan kepada semua pasien dengan loading
dose 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap
harinya untuk jangka panjang, namun perlu diperhatikan efek
samping iritasi gastrointestinal dan perdarahan, dan alergi.
b. Penghambat reseptor ADP (Thienopyridin clopidogrel dan
Ticlipodine)
Ticlipodine Merupakan derivat thienopiridine yang akan
menghambat agregasi platelet dengan adenosin diphospate dan
penurunan konsentrasi dari trombin, kolagen, tromboxan A2
dan faktor aktivasi platelet. Selain itu akan menurunkan
viskositas darah karena penurunan fibrinogen dalam darah dan
meningkatkan deformaboliti sel darah merah. Ticlopidine akan
menurunkan fungsi platelet untuk pasien angina stabil.tetapi
tidak seperti aspirin dia tidak akan menurunkan adverse
cardiovaskular event
Clopidogrel Merupakan tienopiridine derivat. Efek anti
trombotiknya lebih bagus dari pada ticlopidine. Clopidogrel
mencegah adenosin diphospate yang merupakan media
pengaktivasi platelet dengan secara selektif dan irreversible
menghambat ikatan adenosin diphospate dengan
reseptor platelet dan karena itu mengeblok adenosine
diphosphate- tergantung aktivasi dari complex glycoprotein
IIb/IIc.
Merupakan antagonis ADP dan menghambat agregasi
thrombosis. Clopidogrel lebih di indikasikan pada penderita
dengan resistensi atau intoleransi terhadap aspirin.
c. Pemberian pompa proton inhibitor diberikan bersama DAPT
(dual antipaltelet terapy aspirin dan penghambat reseptor ADP)
direkomendasikan pada pasien dengan riwayat perdarahan
saluran cerna atau ulkus peptikum, dan perlu diberikan pada
pasien dengan beragam factor resiko seperti infeksi H. pylori,
usia >65 th, seta konsumsi bersama dengan antikoagulan atau
steroid.
d. Ticagrelor
Direkomendasikan untuk semua pasien dengan resiko kejadian
iskemik sedang- tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengan
loading dose 180 mg, dilanjutkan 90 mg 2x sehari. Pemberian
dilakukan tanpa memandang strategi pengobatan awal.
Pemberian ini juga dilakukan pada pasien yang sudah
mendapatkan clopidogrel (pemberian clopidogrel kemudian
dihentikan) (PERKI,2015).
2. ANTI ISKEMIA.
a. Beta blocker.
Keuntungan utama pada terapi penyekat beta terletak pada
efeknya terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunya
konsumsi oksigen miokardium. Tetapi hendaknya tidak diberikan
pada pasien dengan gangguan konduksi atrio- ventrikel yang
signifikan, asma bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Beta
blocker direkomendasikan bagi pasien NSTEMI terutama jika
terdapat hipertensi dan/ atau takikardia dan selama tidak terjadi
kontra indikasi. Penyekat beta oral hendaknya diberikan dalam
24 jam pertama. Penyekat beta juga diindikasikan untuk semua
pasien dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak ada kontra
indikasi. Pemberian penyekat beta pada pasien dengan riwayat
pengobatan penyekat beta kronis yang datang dengan SKA tetap
dilanjutkan). Pemberian penyekat beta dilakukan dengan target
denyut jantung 50-60 per menit. Beberapa penyekat beta yang
sering dipakai dalam praktek klinik dapat dilihat pada tabel
(PERKI,2015).
Beta blocker akan menurunkan kejadian angina, dan juga akan
mengurangi kemungkinan infark miokard dan kematian pada
pasien PJK. Perhatian khusus harus diambil ketika meresepkan
beta blocker untuk pasien dengan asma, selain itu kondisi
obstruktif saluran napas (PPOK), klaudikasio intermiten, diabetes
yang membutuhkan insulin, masalah konduksi jantung tertentu,
dan depresi klinis. Ketika efek samping dari beta blocker menjadi
masalah, dapat diganti dengan calcium channel blockers, seperti
diltiazem atau verapamil, atau Ranolazine (Humphreys, 2011;
Mayo Clinic, 2013).

b. Nitrat.
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena
(venodilator) yang mengakibatkan berkurangnya preload dan
volume akhir diastolic ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen
miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi
pembuluh darah koroner baik yang normal atau yang mengalami
aterosklerosis. Menaikan aliran darah kolateral dan menghambat
agregasi thrombosis. Efek samping obat adalah sakit kepala dan
flushing (PERKI,2015).
- Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan
dalam fase akut dari episode angina.
- Pasien dengan NSTEMI yang mengalami nyeri dada
berlanjut sebaiknya mendapat nitrat sublingual tiap 5 menit
sampai maksimal 3 kali pemberian, setelah itu harus
dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika tidak ada
kontra indikasi.
- Nitrat iv di indikasikan pada iskemia yang persisten, gagal
jantung, atau hipertensi dalam 48 jam pertama NSTEMI.
Keputusan menggunakan nitrat iv tidak boleh menghalangi
pengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti
beta blocker atau ACEI.
- Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah
sistolik <90 mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal,
bradikardi berat (<50 kali per menit), takikardi tanpa gejala
gagal jantung, atau infark ventrikel kanan.
- Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah
mengkonsumsi inhibitor fosfodiesterase (sildenafil) dalam
24 jam, tadalafil dalam 48 jam.

c. Calcium Channel Blockers (CCB).


Nifedipine dan amlodipin mempunyai efek vasodilator arteri
dengan sedikit atau tanpa efek pada SA Node (sinoarterial) atau
AV node (atrioventrikular). Sebaliknya verapamil dan diltiazem
mempunyai efek terhadap SA node dan AV node yang menonjol
dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB tersebut
mempunyai efek dilatasi koroner yang seimbang. Oleh karena itu
CCB golongan dihropiridin merupakan obat pilihan untuk
menangani angina vasospastik. Studi menggunakan CCB pada
NSTEMI umumnya memperlihatkan hasil yang seimbang dengan
beta blocker dalam mengatasi keluhan angina (PERKI, 2015).
- CCB dihidropiridin direkomdasikan untuk mengurangi
gejala bagi pasien yang telah mendapatkan nitrat dan beta
blocker.
- CCB non- dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien
NSTEMI dengan kontra indikasi terhadap beta blocker.
- CCB non- dihidropiridin (long acting) dapat
dipertimbangkan sebagai pengganti terapi beta blocker
- CCB direkomendasikan bagi pasien dengan angina
vasospastik.
- Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediate
release) tidak direkomendasikan kecuali bila dikombinasi
dengan beta blocker.

d. Anti Koagulan.
Antikoagulan adalah at-zat yang dapat mencegah pembekuan
darah dengan jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis
dan vitamin K ini digunakan pada keadaan dimana terdapat
kecendrungan untuk membeku yang meningkat, misalnya pada
trombosis. Pada trombosis koroner (infark), sebagian otot jantung
menjadi mati karena penyaluran darah ke bagian ini terhalang
oleh trombus di salah satu cabangnya. Obat-obat ini sangat
penting untuk meningkatkan harapan hidup penderita.Terapi
antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat
mungkin.
- Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien
yang mendapatkan terapi antiplatelet.
- Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan resiko
perdarahan dan iskemia, dan berdasarkan profil afikasi
keamanan agen tersebut.
- Fundafarinuks secara keseluruhan memiliki profil
keamanan berbanding resiko yang paling baik. Dosis yang
diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara subcutan. Bila
antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks,
penambahan bolus UFH (85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau
60 IU untuk mereka yang mendapatkan penghambat
reseptor GP Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP.
- Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk
pasien dengan risiko perdarahan rendah apabila
fondaparinuks tidak tersedia.
- Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70
detik atau heparin berat molekul rendah (LMWH) lainnya
(dengan dosis yang direkomendasikan) diindaksikan
apabila fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia.
- Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian
antikoagulasi perlu dilanjutkan hingga saat pasien
dipulangkan dari rumah sakit.
- Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan
(PERKI,2015)
e. Kombinasi antiplatelet dan antikoagulan.
- Penggunaan warfarin bersama dengan aspirin dan/atau
clopidogrel meningkatkan resiko perdarahan dan oleh
karena itu harus di pantau dengan ketat.
- Kombinasi aspirin, klopidogrel, dan antagonis vitamin K
jika terdapat indikasi dapat diberikan bersama sama dalam
waktu yang sesingkat mungkin dan dipilih target INR
terendah yang masih efektif.
- Jika antikoagulan diberikan bersama aspirin dan
clopidogrel terutama pada pasien geriatric yang resiko
tinggi terjadinya perdarahan,target INR 2-2,5 lebih terpilih
(PERKI, 2015)
f. ACE inhibitor.
Inhibitor angiotensin converting enzyme berguna dalam
mengurangi remodeling dan menurunkan angka kematian
penderita pasca infark miokard yang disertai gangguan fungsi
sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal jantung klinis.
Penggunaanya terbatas pada pasien dengan karakteristik tersebut,
walaupun pada penderita dengan resiko PJK atau yang telah
terbukti menderita PJK, beberapa penelitian memperkirakan
adanya efek antiaterogenik.
1) ACEI diindikasikan penggunaanya untuk jangka panjang,
kecuali ada kontra indikasi pada pasien dengan fraksi ejeksi
ventrikel kiri <40% dan pasien dengan diabetes mellitus,
hipertensi, atau penyakit ginjal kronik.
2) ACEI hendaknya di pertimbangkan pada semua penderita
selain pasien diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit
ginjal kronik. Pilih jenis dan dosis ACEI yang telah
direkomendasikan berdasarkan penelitian yang ada.
3) ACEI diindikasikan bagi pasien infark miokard yang
intoleran terhadap ACEI dan mempunyai fraksi ejeksi
ventrikel <40% dengan atau tanpa gejala klinis gagal
jantung (PERKI, 2015)

g. Penurun kolesterol.
Pengobatan dengan statin digunakan untuk mengurangi resiko
baik pada prevensi primer maupun prevensi sekunder. Berbagai
studi telah membuktikan bahwa statin dapat menurunkan
komplikasi sebesar 39%, ASCOTT-LLA atorvastatin untuk
prevensi primer PJK pada pasca hipertensi.
Statin selain sebagai penurun kolesterol, juga mempunyai
mekanisme lain (pleitropic effect) yang dapat berperan sebagai
antiinflamasi dan antitrombotik. Pemberian atorvastatin 40 mg
satu minggu sebelum PCI dapat mengurangi kerusakan infark
miokard. Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum
pasien keluar dari rumah sakit dengan sasaran terapi untuk
mencapai kadar kolesterol LDL < 100mg/dL dan pada pasien
risiko tinggi, DM, penderita PJK dianjurkan menurunkan LDL
kolesterol <70 mg/dL. (PERKI, 2015)
h. Pengobatan Lainnya
Pasien yang mungkin akan mengalami depresi yang lebih berat,
diresepkan obat sebagai bagian dari program manajemen.
Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), termasuk sertraline
dan citalopram, adalah satu-satunya bentuk terapi antidepresan
aman digunakan dengan pasien yang memiliki riwayat PJK
(Humphreys, 2011).

G. Tatalaksana non farmakologi.


Terapi Non-farmakologi menurut National Heart Foundation of Australia
(NAHU) (2013).
 Berhenti merokok
 Makan makanan sehat
 Kurangi minum alcohol
 Kontrol berat badan
 Kurangi asupan glukosa (untuk yang mempunyai riwayat diabetes)
 Sering berolahraga ±30 menit setiap hari
 Mengatur tekanan darah
 Sering melakukan medical check-up
 Take your medications as directed by your doctor

H. Revaskularisasi Miokard.
Ada dua cara revaskularisasi baik pada PJK stabil yang disebabkan
aterosklerotik koroner yaitu tindakan revaskularisasi pembedahan, bedah
pintas koroner (coronary artery bypass surgery/ CABG) , dan tindakan
intervensi perkutan (percutaneous coronary intervention/PCI). Akhir akhir
ini kedua cara tersebut telah mengalami kemajuan pesat yaitu
diperkenalkanya tindakan off pump surgery dengan invasive minimal dan
drug eluting stent (DES).
Tujuan revaskularisasi adalah meningkatkan survival ataupun mencegah
infark ataupun untuk menghilangkan gejala, tindakan mana yang dipilih,
tergantung pada resiko dan keluhan pasien.

I. Indikasi Untuk Revaskularisasi


Secara umum, pasien yang memiliki indikasi untuk dilakukan arteriography
koroner dan tindakan kateterisasi menunjukan penyempitan arteri koroner
adalah kandidat yang potensial untuk dilakukan tindakan revaskularisasi
miokard. Selain itu, tindakan revaskularisasi dilakukan pada pasien jika :
a. Pengobatan tidak berhasil mengontrol keluhan pasien
b. Hasil uji non-invasif menunjukan adanya resiko miokard
c. Dijumpai resiko tinggi untuk kejadian dan kematian
d. Pasien lebih memilih tindakan intervensi dibanding dengan
pengobatan biasa dan sepenuhnya mengerti akan resiko dari
pengobatan yang diberikan

J. Tindakan Pembedahan Untuk Cabg.


Tindakan pembedahan lebih baik jika dilakukan dibanding dengan
pengobatan pada keadaan :
a. Stenosis yang signifikan (>50%) di daerah left main
b. Stenosis yang signifikan (>70%) di daerah proximal pada 3 arteri
koroner yang utama
c. Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk
stenosis yang cukup tinggi tingkatanya pada daerah proximal dari left
anterior descending arteri coroner

K. Tindakan PCI.
Pada mulanya tindakan percutaneous transluminal angioplasty hanya
dilakukan pada satu pembuluh darah saja, pada pasien dengan PJK stabil
dengan anatomi coroner yang sesuai maka PCI dapat dilakukan pada satu
atau lebih pembuluh darah (multi vessel), resiko kematian oleh tindakan ini
berkisar 0,3-1 % . tindakan PCI pada pasien PJK stabil dibanding dengan
obat medis tidaklah menambah survival berbeda dengan CABG

L. Pemasangan Stent Elektif dan DES.


Pemasangan stent dapat mengurangi restenosis dan ulangan PCI
dibandingkan dengan tindakan ballon angioplasty. Saat ini telah tersedia
stent dilapisi obat (DES) seperti serolimus, paclitaxel, dibandingkan dengan
bare-metal stent pemakaian DES dapat mengurangi restenosis. Studi
RAVEL menunjukan restenosis dapat dikurangi sampai 0%.

M. Tindakan Intervensi Koroner Perkutan Primer (PCI).


Pasien PJK stabil dan mengalami komplikasi serangan jantung mendadak
(SKA) mortalitasnya tinggi sekali >90% yaitu suatu teknik untuk
menghilangkan thrombus dan melebarkan pembuluh darah koroner yang
menyempit dengan memakai kateter balon dan seringkali dilakukan
pemasangan stent tindakan ini dapat menghilangkan penyumbatan dengan
segera, sehingga aliran darah dapat menjadi normal kembali, sehingga
kerusakan otot jantung dapat dihindari. PCI primer adalah pengobatan infark
jantung akut yang terbaik karena dapat mengehntikan serangan infark
jantung akut dan menurunkan mortalitas sampai dibawah 2% (PERKI,
2015).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny. A DENGAN DIAGNOSA MEDIA PENYAKIT

JANTUNG KORONER (PJK) DI RUANG ICU/ICCU

Dr. SOEDONO MADIUN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
 Nama : Ny. A
 Umur : 64 Tahun
 Alamat : Madiun
 Suku/Bangsa : Jawa
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Swasta
 Pendidikan : SD
 Tgl MRS : 14 Mei 2009 pukul 09.25 WIB
 Tgl Pengkajian : 16 Mei 2009 pukul 17.00 WIB
Identitas Penanggung Jawab

 Nama : Tn. I
 Umur : 45 Tahun
 Alamat : Madiun
 Suku/Bangsa : Jawa
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Swasta
 Pendidikan : SMA
 Hub. Dengan Klien : Anak
2. Keluhan Utama
a. Saat MRS
Klien mengeluh nyeri dada hilang timbul seperti ditusuk-tusuk timbul
sebelah melakukan aktivitas sedang seperti menyapu, memasak dan hilng
setelah istirahat. Nyeri dada timbul  5 menit dalam 1 hari, lokasi nyeri
dada sebelah kiri.

b. Saat Pengkajian
Klien mengeluh nyeri dada sebelah kiri berkurang dank lien mengeluh
tidak bisa tidur.

3. NURSING HISTORY
a. Riwayat penyakit sekarang
Tanggal 14 Mei 2009 pukul 09.00 WIB, klien mengeluh nyeri dada
hilang timbul seperti distusuk-tusuk, timbul setelah melakukan aktivitas
sedang seperti memasak, dan menyapu hilang setelah istirahat. Oleh keluarga
dibawa keIRD RSUP Dr. Soedono Madiun dan IRD px mendapat terapi :
 Infus pz 12 tetes/menit
 Injeksi lasix 1 ampul\
 O2 2L/menit
 Dengan TTV :
TD = 170/110 mmHg RR = 24 x/menit
N = 120 x/menit S = 365 oC
Kemudian px di bawa / dipindah ke ruang ICU / ICCU RSUP Dr.
Soedono Madiun.
b. Riwayat Penyakit Dahulu.
Px pernah MRS 3x. yang pertama pernah rawat inap di RS Kalimantan
Timur sekitar 4 tahun yang lalu. Yang kedua rawat inap di RSUP Dr.
Soedono Madiun pada bulan Agustus 2008  8 hari dan yang terakhir di
ruang ICCU/ICU. Px masuk RS, ketiga tiganya dengan keluhan nyeri dada
seperti ditusuk-tusuk. Nyeri datang jika melakukan aktivitas sedang seperti
memasak dan menyapu, hilang setelah beristirahat. Nyeri timbul  5
menit/hari.
Setelah seleai dirawat di WKC RSUP Dr. Soedono Madiun, px rajin
kontrol di dr. Thamrin tap 1 bulan sekali.
Px mempunyai penyakit hipertensi sejak 10 tahun yang lalu. TD yang
biasanya  150
/90 mmHg.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga px ada riwayat penyakit hipertensi yang diturunkan
oleh ibu px, tetapi alam keluarga px tidak ada riwaya DM. dalam keluarga px
juga tidak ada riwayat penyakit menular seperti Hepatitis B atau TBC
d. Genogram

Keterangan :

: laki-laki : perkawinan

: perempuan : keturunan
: menderita hipertensi : dalam 1 rumah

: klien

4. PEMERIKSAAN FISIK DAN OBSERVASI


4.1 Keadaan Umum : baik, kesadaran : composmetis
 TTV
TD : 150/70 mmHg
N : 80 x /menit
Rs : 24 x/menit
S : 36,5 oC
4.2 Body Sistem
 Pernafasan (B1)
 Inspeksi : px memakai O2 tambahan 2L/menit, pola nafas
teratur, Rr = 24 x/menit
 Auskultasi : Tidak ada suara nafas tambahan seperti
wheezing, Ronchi
 Perkusi : Sonor
 Palpasi : Vokal fremitus teraba simetris kanan dan kiri
 Kardio Vaskuler (B2)
 Inspeksi : tidak terlihat ictus cordis
 Auskultasi : bunyi jantung b  I dan b  II tunggal
 Perkusi : pekak
 Palpasi : teraba denyut jantung
 Perkemihan : Eliminasi urin (B4)
 Inspeksi : px memakai Dc, urine tampung tgl 16 Mei
2009 sebanyak  1400 CC
 Auskultasi :-
 Perkusi : timpani
 Palpasi : tidak ada pembesaran kandung kemih
 Pencernaan : Eliminasi Alvi (B5)
 Inspeksi : selama MRS belum BAB
 Auskultasi : bising usus 9 x/menit
 Perkusi : timpani
 Palpasi :-

 Tulang otot integument (B6)


 Inspeksi : tidak ada luka / lesi, turgor kulit baik, keadaan
 Auskultasi :-
 Perkusi :-
 Palpasi :-

 Pengkajian Psikososial
Px ingin mengatakan tidak betah dan berharap ingin cepat pulang
sehingga px mengeluh tidak bisa tidur.
Hubungan px dengan keluarga, perawat baik.

 Pengkajian Spiritual
Selama MRS klien tidak dapat menjalankan sholat 5 waktu
karena keadaan umum klien bedrest, klien hanya dapat berdoa kepada
Tuhan YME agar diberi kesembuhan dan berharap cepat pulang.
Sebelum MRS klien taat beribadah sholat 5 waktu di mushola
terdekat atau kadang-kadang dirumah.
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium tanggal 15 Mei 2009
Pemeriksaan Hasil Nilai Nasional
- Hemoglobin 12,8 11,5 – 16,0 g/dl
- Leukosit 9100 4000 – 11.000/cmm
- Eritrosit 4.440.000 3,0 – 6,0 juta/cmm
- Differensial Count 1/-/-/75/24/- 1-2/0-1/3-5/54-62/25-33/3-7
- LED 60 0-20/jam
- Trombosit 334.000 150.000 – 450.000/cmm
- Hemotocrit 39,7 35 – 47 %
- MCV 89,4
- MCH 26,8
- MCHC 32,2
- CKMB 2,00 0–0
- GOT (AST) 26,3 5 – 34 u/L
- GPT (ALT) 14,7 10 – 35 u/L
- Cholesterol 202 0 – 200 mg/dL
- HDL 35,00 35 – 150 mg/dL
- LDL 140,80 0 – 150 mg/dL
- TG 132 0 – 150 mg/dL
- BUN 9,6 10 – 20 mg/dL
- Creatinine 0,48 0,6 – 1,2 mg/dL
- UA 4,2 2,4 – 5,7 mg/dL
- CA 4,65 4 - 5,2 mg/dL
- KA 3,80 3,6 – 5,5 mmol/L
- NA 142,00 135 – 155 mmol/L
- BSN 102 70 – 110 mg/dL

2. EKG tanggal 15 Mei 2009


3. TERAPI
 Infus pz 12 tetes/menit
 Injeksi per IV (lewat selang infuse)
Lasix 1 ampul (20 mg)
 Oral

 Ticard 250 mg 2 x 1 tablet


 Cardisan 5 mg 1 x ½ tablet
 Spironolactone 100 mg 1 x ½ tablet
 Diazepam 2 2 x 1 tablet
 Maintate 5 1 x ½ tablet
 Isosorbide Dinitrate 5 mg 3 x 1 tablet
 Cardio Aspirin 1 x 1 tablet
 O2 2 L/menit

C. ANALISA DATA

No. Analisa Data Problem Etiologi


1. DS = Pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri Gangguan Rasa Iskemi jaringan akibat
DO = Nyaman (Nyeri) penyumbatan arteri koroner
- TD = 150/170 mmHg, N = 80 x/menit
- RR = 24 x/menit, S=36oC
- Expresi wajah menyeringai/menahan nyeri
- Skala nyeri sedang (3 – 7)
- Hasil EKG terlampir
DS =
- Pasien mengeluh saat bernafas (inspirasi) Nyeri / kelemahan otot
2. dada terasa nyeri Pola Nafas tidak
- Pasien mengatakan berhati – hati saat efektif
bernafas.

DO =
- RR = 24 x/menit, S=36oC
- Inspirasi dan Ekspirasi tidak maksimal (cepat
dan dangkal)
- Saturasi O2

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d Iskemi jaringan akibat penyumbatan arteri
koroner
2. Pola nafas tidak efektif b/d nyeri / kelemahan otot
E. INTERVENSI
Dx1:

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri yang


dikeluhkan pasien berkurang

K. H : 1. Pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang

2. TTV dalam batas normal/stabil

3. Ekspresi wajah rileks

4. Pasien mengatakan bias beristirahat/tidur

5. Kolaborasi dengan medis pemberian vasodilator

Intervensi:

1. Batas aktivitas pasien (bed rest total)

R/ : Untuk berikan O2 melalui kanul O2 ± antara 2 – 4 l/jam

2. Ciptakan Lingkungan yang nyaman dan tenang

R/ : Untuk mengurangi kebutuhan O2

3. Observasi TTV

R/ :

Dx2 : Pola nafas tidak efektif b/d nyeri / kelemahan otot


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam masalah
pola nafas dapat teratasi
K. H : - Pasien mengatakan sesak nafas berkurang / hilang
- Saturasi O2 normal (100%)

- RR dalam batas normal (16 -20 x/menit)

- Inspirasi dan expresi seimbang (Normal)


Intervensi :

1. Observasi TTV
R/ Mengetahui perkembangan pasien dan untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
2. Berikan posisi semi foculer
R/ Merangsang fungsi pernafasan / ekspansi paru
3. Ajarkan pasien untuk latihan nafas dalam
R/ membantu mempertahankan potensi jalan nafas
4. Ajarkan pasien untuk menahan dada dengan bantal selama batuk
R/ menurunkan tegangan pada insisi, meningkatkan ekspansi paru maximal dan
meningkatkan upaya batuk efektif
5. Berikan tambahan O2 dengan kanula / masker sesuai indikasi
R/ meningkatkan pengiriman O2 ke paru untuk kebutuhan sirkulasi
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi
R/
F. IMPLEMENTASI

Tanggal/Jam Dx Implementasi TTd


17 – 5 – 2009 I 1. Mengobservasi TTV
07.00 T= 98/51 mmHg S= 36oC
RR= 22 x / menit N= 46 x/menit
07.15 2. Menciptakan lingkungan yang nyaman dan
tenang
R/ Membatasi pengunjung yang masuk
3. Membatasi aktifitas pasien
07.30 R/ Pasien hanya miring kiri dan miring kanan
4. Memberikan oksigen / O2 melalui kanul O2
R/ O2 = 2 L/menit
07.45 5. Memberikan obat oral : licard, cardisan,
Spironolaktone, diazepain, maintate iso sorbide
dinitrate, cardio aspirin dan injeksi lasix 1
07.50 ampul

11.00 II 1. Mengobservasi TTV


T= 102/58 mmHg S= 365 oC
RR= 27 x / menit N= 128 x/menit
11.15 2. Memberikan posisi semi foculer.
R/ klien kooperatif dengan tindakan
keperawatan
11.25 3. Mengajarkan pasien untuk latihan nafas dalam.
R/ klien mau menikuti untuk latihan nafas
dalam
4. Mengajarkan pasien untuk menahan dada
11.35 dengan bantal selama batuk
R/ klien kooperatif dengan tindakan
keperawatan
5. Memberikan tambahan O2 dengan kanul O2
11.45 R/ O2 = 2 L/menit
6. Memberikan obat oral : bicard, isosorbicle
dinitrate.
G. EVALUASI

Tanggal/Jam Dx Evaluasi TTd


17 – 5 – 2009 I S = Pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri sudah
13.00 berkurang
O=
 TD = 97/43 mmHg RR = 20 x/menit
N = 69 x/menit S= 366 oC
 Skala nyeri ringan (0-3)

A = Masalah teratasi sebagian


D=Lanjutan intervensi no 1-5

13.30 II S= Pasien mengatakan saat bernafas sudah tidak


nyeri.
O=
 RR = 20 x/menit
 Saturasi O2
A = Masalah teratasi sebagian
D = lanjutkan intervensi 1-6
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan.
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yng menyerang
organ jantung. Gejala dan keluhan dari PJK hampir sama dengan gejala yang
dimiliki oleh penyakit jantung secara umum. Penyakit jantung koroner juga
salah satu penyakit yang tidak menular. Kejadian PJK terjadi karena adanya
faktor resiko yang antara lain adalah tekanan darah tinggi (hipertensi),
tingginya kolesterol, gaya hidup yang kurang aktivitas fisik (olahraga),
diabetes, riwayat PJK pada keluarga, merokok, konsumsi alkohol dan faktor
sosial ekonomi lainnya. Penyakit jantung koroner ini dapat dicegah dengan
melakukan pola hidup sehat dan menghindari fakto-faktor resiko.seperti pola
makan yang sehat, menurunkan kolesterol, melakukan aktivitas fisik dan
olehraga secara teratur, menghindari stress kerja.
Kadar kolesterol yang tinggi lebih dominan terjadi pada pekerja
kantoran dibandingkan dengan pekerja kasar. Terdapat perbedaan yang
signifikan kadar kolesterol pada pekerja kantoran dan pekerja kasar. Pada
pekerja dengan aktivitas rendah perlu kiranya melakukan control terhadap
kadar kolesterol darah dan menjaga jenis makanan yang dikonsumsi rendah
kolesterol. Berolahraga secara rutin perlu dilakukan untuk menjaga
kelancaran peredaran darah dan keseimbangan metabolisme.

B. Saran
1. Gaya hidup seimbang dan menghindari risiko stres.
2. Mengonsumsi makanan berserat, jangan makan berlebihan serta kontrol
kolesterol, kontrol tekanan darah dan gula darah, serta kontrollah
kesehatan secara rutin.
3. Hentikan kebiasaan merokok, karena merokok menyebabkan elastisitas
pembuluh darah berkurang sehingga meningkatkan pengerasan pembuluh
DAFTAR PUSTAKA

Mustakqin, Arif.2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesi (PERKI). 2015.


Pedoman Tata Laksana Sindrom Koroner Akut Ed. 3. Penerbit:
Centra Communications.

Kowalak, Jennifer. P. 2003. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran


EGC

M. Robinson, Joan dan Saputra, Dr. lindon. 2014. Buku Ajar: Visual Nursing, Jilid
1 Tanggerang Selatan: Bina Rupa Aksara Publisher.

Digiu Lio, Mary dan Jackson, Dona. 2007. Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta: ANDI

Anda mungkin juga menyukai