BAB I
PENDAHULUAN
Fibromialgia berasal dari kata fibro, yaitu jaringan ikat fibrosa, tendon, dan ligamen; myo,
yaitu otot; dan algia, yaitu nyeri sehingga secara harafiah diartikan sebagai nyeri yang berasal
dari otot dan jaringan ikat1. Fibromialgia atau yang sering disebut sindrom fibromialgia
merupakan gangguan kronis dengan gambaran klinis berupa adanya riwayat nyeri menyebar
(widespread pain) yang disertai adanya nyeri tekan pada titik nyeri yang jelas secara
anatomis, serta adanya kelelahan persisten, dan gangguan pola tidur.1,2 Gejala umum lainnya
juga sering didapatkan seperti gangguan kognitif, sakit kepala rekuren, parestesia, gangguan
neuroendokrin serta otonom, intoleransi aktivitas, dan kekakuan pada pagi hari.1,2 Menurut
International Classification of Disease (ICD) yang dikeluarkan oleh WHO, fibromialgia
termasuk kedalam kelas penyakit reumatik non artikuler.1
Pada tahun 1904, dr. William Gowers menemukan beberapa kasus nyeri pada
punggung dan tulang belakang yang menurutnya berbeda dengan nyeri punggung biasa yang
menurutnya merupakan fibrositis, untuk mendeskripsikan nyeri yang berkaitan dengan
jaringan ikat fibrosa.1 Selanjutnya pada tahun 1960-an, fibrositis juga dipakai untuk semua
gejala nyeri muskuloskeletal difus dengan titik nyeri multipel yang disertai dengan kelelahan
dan gangguan tidur.1 Akhirnya, pada tahun 1970-an, Smythe dan Moldofsky dari Kanada
menemukan bahwa sindrom yang ditemukan seperti kelemahan, nyeri otot difus yang sering
ditemukan itu memiliki hubungan dengan perubahan EEG saat tidur dari pasien – pasien
tersebut dan saat itulah kriteria dari fibrositis dengan fibromialgia jelas dibedakan oleh
American College of Rheumatology (ACR).1
Dahulu, akibat belum ditemukannya adanya gangguan organik yang mendasari
terjadinya fibromialgia serta adanya peningkatan gangguan afek pada fibromialgia, gangguan
ini dipertimbangkan sebagai bukan suatu penyakit tertentu atau dengan kata lain merupakan
kelainan psikosomatik.2 Tetapi saat ini telah diketahui bahwa sindrom ini menunjukkan
adanya gangguan regulasi dari rasa nyeri yang disebut sebagai sensitisasi sentral / central
sensitization.2 Gejala – gejala yang ditimbulkan oleh fibromialgia sendiri biasanya
berlangsung untuk jangka waktu yang lama dan cenderung untuk semakin memburuk dan
pada banyak pasien tidak dapat hilang dalam waktu yang lama.1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan studi di Ontario London, 3,3% dari seluruh orang dewasa menderita
fibromialgia dan studi lainnya mengatakan sebesar 10% atau 2.000 – 10.000 kasus per
100.000 orang dalam populasi menderita fibromialgia.1 Sementara sebesar 2% dari seluruh
populasi AS menderita fibromialgia.2 Pada anak – anak didapatkan angka kejadian sebesar
6,2% yang memenuhi kriteria fibromialgia.1
Fibromialgia ini sendiri 2 – 5x lebih sering terjadi dibandingkan dengan reumatoid
artritis (RA).1 Dari segi jenis kelamin, fibromialgia 7x lebih sering menyerang wanita
dibanding pria.2 Dari segi usia, fibromialgia bisa menyerang setiap orang dengan usia berapa
pun, terapi paling sering terjadi pada orang – orang dengan kelompok usia 35 – 50 tahun.1
2.2 ETIOPATOGENESIS
Etiologi dan patogensis dari fibromialgia sampai saat ini belum dimengerti secara
sepenuhnya.3 Beberapa faktor diduga mendasari timbulnya kelainan ini seperti disfungsi dari
sistem saraf pusat, sistem saraf otonom, neurotransmiter, hormon, sistem imun, stresor
eksternal, aspek psikiatrik, dan faktor lainnya.2,3,4 (Gambar 1 dan 2)
Fibromialgia memiliki keterkaitan dengan stres dan kondisi penyakit – penyakit yang
berkaitan dengan stres lainnya seperti chronic fatigue syndrome, post traumatic stress
disorder, dan irritable bowel syndrome (Tabel 1).5,6
Hal lain yang terjadi antara lain adalah gangguan inhibisi dalam penghantaran rasa
nyeri dan ini mengakibatkan eksaserbasi dari proses sensitisasi sentral pada fibromialgia. 3,4
Aktivasi sel – sel glia juga berperan dalam patogenesis fibromialgia karena sel – sel ini
teraktivasi terhadap stimulus – stimulus nyeri yang bervariasi dan akan menghasilkan sitokin
– sitokin proinflamasi, nitric oxide, prostaglandin, dan reactive oxygen species yang akan
menstimulasi dan memperpanjang hipereksitabilitas dari medula spinalis.3,4
Adanya gangguan beberapa neurotransmiter seperti serotonin yang berperan sebagai
modulator rasa nyeri, mood, dan proses tidur.3 Pada beberapa pasien fibromialgia didapatkan
jumlah serotonin lebih rendah dibandingkan dengan kontrol sehingga menjelaskan gejala –
gejala yang timbul pada pasien – pasien fibromialgia.3 Neurotransmiter lainnya seperti
norepinefrin, dopamin, dan substansi P diduga ikut terlibat karena kadarnya ditemukan cukup
tinggi pada pasien – pasien fibromialgia dan neurotransmiter – neurotransmiter ini diinhibisi
oleh serotonin.3 Endorfin dan metenkefalin juga ditemukan pada kadar yang tinggi dan
diduga bersifat hiperaktif tetapi tidak dapat memodulasi nyeri yang ada pada pasien
fibromialgia.3
Pada penelitian – penelitian dengan pemeriksaan Single - Photon - Emission
Computed Tomography (SPECT) didapatkan adanya penurunan aliran darah otak regional
(rCBF) terutama pada talamus dan ganglia basal (nukleus kaudatus dan nukleus lentiformis).3
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wik, et al dengan pemeriksaan Positron Emission
Tomography (PET) pada pasien fibromialgia didapatkan peningkatan rCBF pada korteks
retroplenial bilateral serta penurunan rCBF pada korteks frontal, temporal, parietal, dan
oksipital kiri.3 Hal ini dapat menjelaskan adanya peningkatan atensi terhadap sinyal
somatosensori subnoksial dan adanya disfungsi dari proses kognitif normal terhadap nyeri
pada pasien dengan fibromialgia.3 Pada penelitian yang dilakukan Harris, et al didapatkan
penurunan reseptor opioid μ pada nukleus akumbens kanan dan kiri, amigdala kiri, serta
korteks cingulata dorsoanterior kanan, hal ini menandakan bahwa terjadi pelepasan opioid
endogen berlebih sebagai respon nyeri yang berlangsung terus menerus dan adanya
downregulation dari reseptor – reseptor opioid.3
Pada pemeriksaan MRI fungsional (fMRI) yang dilakukan pada pasien – pasien
fibromialgia didapatkan bahwa terdapat peningkatan respon terhadap rangsang bukan nyeri
yang ditandai dengan peningkatan aktivitas pada korteks insular, prefrontal, motorik
suplemental, dan cingulata anterior serta adanya peningkatan respon terhadap rangsang nyeri
terutama pada bagian insular kontralateral.3 Pada penelitian terbaru, didapatkan pula adanya
peranan dari korteks insular, premotor kanan, area motorik suplemental, midcingulata, dan
girus frontalis inferior kanan pada fibromialgia.3 Pada penelitian yang dilakukan oleh Jensen,
et al didapatkan adanya peningkatan respon nyeri pada korteks cingulata anterior bagian
rostral yang merupakan regio penting dari jaras desendens sistem regulasi nyeri.3
insulin like growth factor 1 (IGF-1) yang berdampak pada gangguan penyembuhan
mikrotrauma pada otot sehingga akan memperpanjang transmisi stimulus sensorik dari sel –
sel otot yang rusak ke sistem saraf pusat dan memperkuat persepsi nyeri akibat kerusakan
otot tersebut.3,4 Gangguan tidur yang dialami ini dapat berupa tidur nonrestoratif, insomnia,
bangun terlalu pagi, dan tidur dengan kualitas yang buruk.4 Biasanya gejala nyeri yang sering
dialami akan memburuk setelah mengalami gangguan tidur ini dan pada pemeriksaan
polisomnografi didapatkan pola tidur alpha-delta yang berkaitan dengan tidur nonrestoratif
(Gambar 4).4 Gejala nyeri yang semakin bertambah ini akan meningkatkan gangguan tidur
yang sudah terjadi dan akan mempertahankan kondisi kelelahan kronis yang dialami serta
gangguan perbaikan sel – sel otot akan terus terganggu.4
Gambar 4. Pola tidur alpha (panah merah) – delta (panah hitam) pada pasien fibromialgia
(Sumber: http://www.swjpcc.com/sleep/2014/6/5/alpha-intrusion-on-overnight-
polysomnogram.html)
stres pada kehidupan pasien tersebut dan pada irritable bowel syndrome (IBS) dengan
gambaran klinis dominan diare.4
Varian yang ada pada gen catechol-O-methyltransferase (COMT) yang mengkode
enzim yang memetabolisme katekolamin (norepinefrin dan dopamin) mempengaruhi
beberapa fenotip kognitif-afektif termasuk pada fenotip nyeri.4 Varian yang didapatkan
berupa substitusi asam amino valin pada kodon 158 dengan metionin yang menghasilkan
penurunan fungsi dari enzim ini.4 Substitusi yang bersifat homozigot memberikan gambaran
hilangnya respon sistem opioid μ terhadap nyeri tonik dibandingkan dengan substitusi
heterozigot dan respon ini disertai dengan peningkatan intensitas nyeri dan keadaan dengan
afek negatif.4 Aktivitas COMT yang rendah atau intermediet lebih sering ditemukan pada
pasien fibromialgia.4
Adanya hubungan fibromialgia dengan gen pada reseptor dopamin D4 (DRD4) juga
diteliti lebih lanjut dan telah terbukti berupa variasi gen pada ekson III memberikan hasil
berupa penurunan bermakna pada metabolisme dopamin presinaptik pada beberapa regio
sistem saraf pusat.4 Dopamin secara normal memberikan kontribusi berupa inhibisi rasa nyeri
seperti pada talamus bagian medial dan korteks cingulata anterior.4
2.3.1 Nyeri
Pasien fibromialgia mendeskripsikan nyeri yang dialaminya sebagai kombinasi dari rasa
terbakar, terpanggang, tingling, seperti tertembak, tertusuk, nyeri yang dirasakan pada tubuh
bagian dalam dan tajam, serta perasaan memar pada tubuh.1 Karakteristik nyeri yang paling
sering dikeluhkan pasien antara lain adalah:
Allodynia, penurunan ambang nyeri dari stimulus yang seharusnya tidak
menimbulkan nyeri,
Hiperalgesia, sensitivitas yang tinggi terhadap nyeri setelah stimulus yang memang
menimbulkan nyeri dan pasien merasa lebih nyeri dibanding orang normal,
Nyeri persisten, nyeri bertahan dalam durasi melebihi normal setelah stimulus nyeri,
Adanya efek sumasi dan after reaction setelah stimulus berulang,
Hiperpatia pada kulit,
Nyeri pada penekanan, yang biasanya timbul setelah diaplikasikan pada 18 titik nyeri
khas pada pasien fibromialgia dengan penekanan sebesar 4 kg/1,4 cm2 (Gambar 5)1
Karakteristik nyeri lainnya yang juga sering ditemukan pada pasien – pasien fibromialgia
antara lain adalah sebagai berikut:
Nyeri yang menyebar (widespread pain), yang dirasakan secara global, bilateral, di
atas dan di bawah pinggang dan nyeri ini bisa didapatkan dari whiplash injury yang
akhirnya menginisasi titik – titik nyeri yang khas pada fibromialgia,
Nyeri terdistribusi secara non anatomis, generalisata, hilang timbul, dan timbul pada
waktu dan tempat – tempat yang tidak diduga dan terus berubah dari hari ke hari
bahkan jam ke jam,
Penundaan onset nyeri setelah adanya cedera atau kejadian yang mempresipitasi,
Nyeri yang dirasakan pada regio dengan defisit sensorik,
Artralgia difus tanpa pembengkakan dan kemerahan pada sendi,
Nafas yang pendek dan nyeri dada,
Nyeri punggung bawah (LBP) yang menyerupai ischialgia,
Keram pada kaki,
Kekakuan sendi generalisata terutama setelah bangun tidur,
Sakit kepala kronis yang sangat berat terutama disertai dengan ketegangan pada otot –
otot leher dan nyeri pada otot leher serta pundak.1
diskus.1 Karakteristik kelelahan ini biasanya berkaitan dengan beratnya beban yang
diberikan kepada pasien.1
Muscular fatigue
Kelelahan ini berkaitan dengan disfungsi otot dengan kelainan paresis atau spastik
yang diawali dengan tonus yang berkurang dan meningkat pada akhirnya.1 Kelelahan
ini memiliki karakteristik biasanya dicetuskan saat pergerakan dan membaik jika
menghentikan gerakan lalu pulih dalam waktu yang cukup panjang.1
Arousal fatigue
Kelelahan ini disebabkan oleh tidak adekuatnya kuantitas dan kualitas tidur yang
dilalui pasien dan dapat pula disebabkan oleh beberapa obat – obatan.1
Motivational fatigue
Menurunnya dorongan emosional pasien dengan fibromialgia ini untuk melakukan
aktivitas sebanyak 30% berkaitan dengan keadaan depresi.1
Oxygenation fatigue
Kelelahan ini disebabkan oleh kegagalan tubuh dalam mengantarkan oksigen ke
jaringan – jaringan tubuh.1 Kelelahan ini berkaitan dengan peningkatan proses
bernapas atau denyut jantung dan biasanya membaik dengan menghentikan segala
aktivitas tanpa mengubah – ubah postur tubuh.1
Metabolic fatigue
Kelelahan ini disebabkan karena ketidakmampuan mengubah substrat untuk
memproduksi energi dan biasanya disebabkan oleh gangguan hormonal seperti
hipotiroidism, insufisiensi adrenal, atau disfungsi mitokondria.1
Sindrom sicca
Pasien – pasien fibromialgia sering ditemukan juga mengalami mata dan mulut yang
kering kronis dan perlu dipertimbangkan pemberian antikolinergik.1
Iregularitas pernapasan dan jantung
Pasien – pasien fibromialgia juga sering mengalami disregulasi pernapasan, regulasi
denyut jantung abnormal, dan aritmia jantung.1
Iregularitas intestinal dan disfungsi kandung kemih
Pada fibromialgia juga sering didapatkan keadaan iregularitas intestinal yang disertai
hipersensitivitas terhadap nyeri dengan kondisi seperti irritable bowel syndrome
(IBS), diare, konstipasi, diare – konstipasi bergantian, keram abdominal, dan perut
kembung.1 IBS berkaitan dengan penyakit diskus atau stenosis spinal terutama pada
L5 – S1.1 Disfungsi kandung kemih yang disertai dengan frekuensi urinasi, disuria,
dan nokturia juga sering ditemukan pada pasien – pasien dengan alodinia dan
hipersensitivitas terhadap nyeri.1
o Lordosis servikal, kifosis torakal, dan lordosis lumbal berlebih yang disertai
dengan pelvic yang maju ke depan,
o Kepala dan pundak terletak lebih depan dibanding pinggang, lutut, dan
pergelangan kaki,
o Bahu kiri terletak lebih anterior dibanding bahu kanan.1
Ketidakseimbangan muskuler dan postural dari bagian posterior
Gangguan yang mungkin didapatkan antara lain adalah:
o Crista iliaca lebih kearah posterosuperior dengan posisi bahu yang lebih
rendah,
o Scapula kiri lebih inferior dibanding kanan dan keduanya mengalami
protraksi.1
Ketidakseimbangan muskuler dan postural dari bagian anterior
Gangguan yang mungkin didapatkan antara lain adalah:
o Clavicula kiri bagian medial lebih posterior dibanding kanan dan costae kanan
pertama lebih tinggi dibanding kiri,
o Bahu kiri lebih rendah dibanding kanan dan crista iliaca kiri lebih tinggi
dibanding kanan,
o Subluksasi C1 dan T12 ke arah crista iliaca yang lebih tinggi dan C2 ke arah
sebaliknya,
o Gangguan pernapasan diafragma karena inhibisi dari ekspansi dinding dada
bagian bawah dan bisa didapatkan restriksi pernapasan menggunakan dinding
dada bagian atas karena m. pectoralis yang tegang dan adduksi dari bahu.1
Ketidakseimbangan muskuler mayor pada tubuh bagian bawah
Gangguan yang mungkin didapatkan antara lain adalah:
o Biasa didapatkan pemenedekan dari m. quadriceps femoris yang
mengakibatkan penurunan gerakan fleksi dari lutut dan terdapat keluhan nyeri
lutut serta kesulitan dalam turun naik tangga dan jongkok – bangun,
o Pemendekan dan ketegangan pada m. iliopsoas dan rectus femoris sehingga
mengakibatkan penurunan gerakan ekstensi sendi panggul,
o Ketidakseimbangan antara otot – otot fleksor panggul yang tegang dan m.
erector spinae yang mengakibatkan kelemahan otot gluteal dan abdomen,
o Ketegangan otot – otot hamstring, triceps surae, dan adduktor.1
2.4 DIAGNOSIS
Berdasarkan American College of Rheumatology (ACR) tahun 2010 disebutkan kriteria
diagnosis untuk fibromialgia adalah sebagai berikut:7
Kriteria
Pasien memenuhi diagnosis fibromialgia jika memenuhi 3 dari kondisi berikut:
o Widespread pain index (WPI) ≥ 7 dan skala symptoms severity (SS) ≥ 5 atau
WPI 3 – 6 dan skala SS ≥ 9.
o Gejala telah muncul dalam intensitas yang serupa selama setidaknya 3 bulan.
o Pasien tidak memiliki gangguan yang dapat menjelaskan gejala yang
dialaminya.
Penilaian
o WPI : pada area mana saja pasien mengalami nyeri pada minggu terakhir?
bahu kiri, pinggul kiri, rahang kiri, punggung atas,
bahu kanan, pinggul kanan, rahang kanan, punggung bawah,
lengan atas kiri, tungkai atas kiri, dada, leher.
lengan atas kanan, tungkai atas kanan, perut,
lengan bawah kiri, tungkai bawah kiri,
lengan bawah kanan, tungkai bawah kanan,
(Skor 0 – 19)
o Skala SS :
Kelelahan
Perasaan tidak segar setelah tidur
Gejala kognitif
Untuk ketiga gejala di atas apabila dirasakan dalam minggu terakhir, gunakan
skala di bawah ini untuk menilainya:
0 : tidak ada masalah
1 : masalah ringan, intermiten
2 : masalah moderat, sering muncul
3 : berat: pervasif, kontinu, menggangu aktivitas sehari – hari
Pertimbangkan gejala somatik secara umum seperti:
Nyeri otot, IBS, kelelahan, mengingat masalah, kelemahan otot, sakit
kepala, nyeri/keram perut, tingling/baal, dizziness, insomnia, depresi,
konstipasi, nyeri pada perut bagian atas, mual, gugup, nyeri dada,
pandangan kabur, demam, diare, mulut kering, gatal, mengi, fenomena
Raynaud, urtikaria, tinitus, muntah, heartburn, ulkus pada mulut,
gangguan pengecapan, kejang, mata kering, napas pendek, hilang
napsu makan, ruam, sensitif terhadap cahaya matahari, gangguan
pendengaran, mudah memar, rambut rontok, berkemih yang sering,
nyeri berkemih, spasme kandung kemih.
Berikan skala di bawah ini :
0 : tidak ada
1 : sedikit gejala
2 : gejala berjumlah moderat
3 : gejala berjumlah banyak
(Skor 0 – 12)
Untuk kriteria diagnostik berdasarkan Canadian Clinical Working Case, maka terdapat 2
kriteria yaitu:1
1. Adanya riwayat berulang dari nyeri menyebar (widespread pain) dan sudah
berlangsung selama 3 bulan yang terdiri dari:
Nyeri pada kedua sisi tubuh.
Nyeri pada bagian atas dan bawah pinggang (termasuk nyeri punggung).
Nyeri sumbu tubuh (vertebra servikal, dada anterior, vertebra torakal atau
punggung bagian bawah). Bahu dan bokong termasuk jika didapatkan pada
sisi tubuh manapun.
2. Adanya riwayat nyeri tekan berulang pada 11 dari 18 titik nyeri, antara lain:
Oksipital [2], pada insersi m. subocipital.
Servikal bawah [2], pada aspek anterior dari spatium intertransversa pada C5 –
C7.
Trapezius [2], pada bagian tengah dari batas atas otot tersebut.
Supraspinatus [2], pada origo otot teresebut, di atas spina scapulae pada batas
medialnya.
Costae kedua [2], pada bagian lateral dari taut costokondral pada permukaan
atas costae tersebut.
Epikondilus lateral [2], pada 2 cm distal dari linea epikondilaris pada m.
brachioradialis.
Gluteal [2], pada kuadran atas lateral pada bokong di lipatan anterior otot
tersebut.
Trochanter mayor [2], pada bagian posterior dari tonjolan trochanter.
Lutut [2], pada bantalan lemak di medial dari persendian lutut.
2.6 TATALAKSANA
Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam tatalaksana fibromialgia antara lain
adalah seperti:8
Konsep umum
o Tidak ada terapi tunggal yang lebih baik dibanding yang lain, pendekatan
multimodal merupakan yang terbaik.
Opioid
Opioid kecuali tramadol memberikan efek hiperalgesia dan efek samping jangka
panjang, oleh karena itu sebaiknya dihindari sedapat mungkin.2 Tramadol dapat
diguanakan karena bekerja dalam memberi efek analgesik sentral dan juga memiliki
efek antidepresan sehingga lebih baik diberikan pada pasien fibromialgia terutama
apabila dikombinasikan dengan asetaminofen.5
BAB III
PENUTUP
Fibromialgia atau yang sering disebut sindrom fibromialgia merupakan gangguan kronis
dengan gambaran klinis berupa adanya riwayat nyeri menyebar (widespread pain) yang
disertai adanya nyeri tekan pada titik nyeri yang jelas secara anatomis, serta adanya kelelahan
persisten, dan gangguan pola tidur. Gejala umum lainnya juga sering didapatkan seperti
gangguan kognitif, sakit kepala rekuren, parestesia, gangguan neuroendokrin serta otonom,
intoleransi aktivitas, dan kekakuan pada pagi hari.
Patogenesis yang mendasari terjadinya fibromialgia adalah akibat adanya proses
sensitisasi sentral yang akhirnya menimbulkan manifestasi seperti manifestasi neurologis,
manifestasi neurokognitif, kelelahan (fatigue), gangguan tidur, manifestasi otonom dan atau
neuroendokrin, serta kekakuan pada otot dan sendi. Tatalaksana baik secara non farmakologis
maupun farmakologis diperlukan bersamaan bagi penderita fibromialgia karena perjalanan
penyakitnya yang bersifat kronis dan menyebabkan gangguan pada kualitas hidup yang
cukup berat apabila tidak ditatalaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA