TINJAUAN PUSTAKA
A. JALAN TAMBANG
Jalan tambang adalah jalan yang digunakan untuk mengangkut manusia,
material, dan peralatan diseluruh daerah tambang. Menurut Manual Hand Book
Haul Road PT Kaltim Prima Coal jalan pada daerah tambang terdiri atas :
Jalan Utama ( Main Road ) merupakan jalan yang menghubungkan jalan raya
ke lokasi penambangan
Jalan produksi ( main hauling road ) merupakan jalan yang dapat
menghubungkan antara lokasi penimbunan ke stock file
Jalan tambang ( mine temporary road ) merupakan jalan yang dibuat menuju
lokasi penambangan, jalan tersebut sewaktu-waktu bisa bisa hilang karna
habis ditambang. Dalam proses pembuatan jalan ini dilakukan saat kegiatan
penambangan akan di mulai.
Dalam pembuatan jalan tambang, baik itu jalan masuk ke dalam tambang
untuk pemuatan bijih/endapan bahan galian yang ditambang atau jalan yang
digunakan untuk penimbunan, memiliki beberapa pertimbangan geometri dalam
merencanakannya. Pertimbangan geometri ini akan mempengaruhi bentuk
geometri daerah penambangan secara umum. Geomerti dari jalan tersebut
meliputi lebar dan kemiringan jalan yang dipengaruhi oleh jenis alat yang
digunakan dalam operasi penambangan.
Pada system penambangan terbuka, sarana jalan merupakan hal yang
sangat penting bagi kelancaran produksi. Untuk itu diperlukan kondisi jalan yang
dapat mendukung beban kendaraan serta material yang dipindahkan. Perencanaan
pembuatan jalan tambang terdiri dari empat tahapan yaitu :
1. Perencanaan geometri jalan.
2. Perencanaan tebal perkerasan jalan.
3. Perencanaan bangunan pelengkap jalan.
4. Metode pelaksanaan konstruksi jalan.
B. PERENCANAAN GEOMETRI JALAN ANGKUT
Fungsi utama jalan angkut secara umum adalah untuk menunjang kelancaran
operasi penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Medan berat yang
mungkin terdapat disepanjang rute jalan tambang harus diatasi dengan mengubah
7
rancangan jalan untuk meningkatkan aspek efisiensi dan keselamatan kerja.
Geometri jalan angkut yang harus diperhatikan sama seperti jalan raya pada
umumnya, yaitu:
1. Alinamen horizontal, yang terdiri dari :
- Situasi jalan
- Lebar jalan lurus
- Lebar jalan tikungan
- Jari-jari tikungan dan superelevasi
2. Alinamen vertikal, yang terdiri dari :
- Potongan memanjang :
Landai positif ( tanjakan )
Landai negative ( turunan )
Landai nol ( datar )
- Potongan melintang :
Kemiringan melintang jalan ( Cross Slope )
Bahu jalan
Selokan
Alat angkut ( Dump Truck ) tambang umumnya berdimensi lebih lebar,
panjang dan lebih berat dibanding kendaraan angkut yang bergerak di jalan raya.
Oleh sebab itu, geometri jalan harus sesuai dengan dimensi alat angkut yang
digunakan agar alat angkut tersebut dapat bergerak leluasa pada kecepatan normal
dan aman
1. Lebar jalan angkut pada jalan lurus
Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau lebih, menurut
AASHTO Manual Rural High Way Design, harus ditambah dengan setengah lebar
alat angkut pada bagian tepi kiri dan kanan jalan. ( lihat Gambar 3.1 ) Dari
ketentuan tersebut dapat digunakan cara sederhana untuk menentukan lebar jalan
angkut minimum, yaitu menggunakan rule of thumb atau angka perkiraan seperti
terlihat pada Tabel 3.1, dengan pengertian bahwa lebar alat angkut sama dengan
lebar lajur.
Tabel. 3.1
Lebar Jalan Angkut Minimum
JUMLAH JALUR PERHITUNGAN LEBAR JALAN
TRUCK ANGKUT MIN.
1 1+(2x ½) 2,00
2 2+(3x ½) 3,50
8
3 3+(4x ½) 5,00
4 4+(5x ½) 6,50
( Sumber : Diktat perencanaan jalan tambang UNISBA )
Dari kolom perhitungan pada Tabel 3.1 dapat ditetapkan rumus lebar jalan
angkut minimum pada jalan lurus. Jika memungkinkan lebar kendaraan dan
jumlah lajur yang direncanakan masing - masing adalah Wt dan n, maka lebar
jalan angkut pada jalan lurus dapat dirumuskan sebagai berikut :
Lmin = n . Wt + ( n + 1 ) ( ½ .Wt ) ………………… ( 3-1 )
9
Dengan menggunakan ilustrasi pada Gambar 3.2. dapat dihitung lebar
jalan minimum pada belokan, yaitu seperti terlihat di bawah ini :
Wmin = 2 ( U + Fa + Fb + Z ) + C ............................ ( 3-2 )
dengan :
Z = ½ ( U + Fa + Fb ) ………….…………………….. ( 3-3 )
Dimana :
Wmin = lebar jalan angkut minimum pada belokan, ( m )
U = lebar jejak roda (center to center tires), ( m )
Fa = lebar juntai (overhang) depan, ( m )
Fb = lebar juntai belakang, ( m )
Z = lebar bagian tepi jalan, ( m )
C = jarak antar kendaraan ( total lateral clearance ), ( m )
10
a Jari - Jari Tikungan
Jari-jari tikungan jalan angkut berhubungan dengan konstruksi alat angkut
yang digunakan, khususnya jarak horizontal antara poros roda depan dan
belakang. Gambar 3.3. memperlihatkan jari - jari lingkaran yang dijalani
oleh roda belakang dan roda depan berpotongan di pusat C dengan besar
sudut sama dengan sudut penyimpangan roda depan.
Dengan demikian jari jari belokan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
W
R ……………………………………….. ( 3-4 )
Sin
di mana :
R = jari jari belokan jalan angkut, ( m )
W = jarak poros roda depan dan belakang, ( m )
β = sudut penyimpangan roda depan, ( ° )
….…(persamaan 3.4)
Dimana :
R min = Jari jari tikungan minimum (m),
11
vn = Jumlah jalur kecepatan rencana (km/j),
emax = Superelevasi maksimum (%),
fmax = Koefisien gesek maksimum,
……..(persamaan 3.5)
Dimana :
D = Jari jari tikungan maksimum (m),
VR = Kecepatan rencana (km/j),
emax = Superelevasi maksimum (%),
fmax = Koefisien gesek maksimum,
b Super Elevasi
Pada jalan yang membelok, badan jalan dimiringkan ke arah titik pusat
belokan yang disebut superelevasi. Superelevasi berhubungan erat dengan
jari-jari belokan, kecepatan kendaraan dan perubahan kecepatan.
Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan normal pada bagian
jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh ( superelevasi ) pada bagian
jalan yang lengkung.
67 .S2
e .............................................. ( 3-6 )
R
Dimana : e = Superlevasi ( % )
S2 = Kecepatan kendaraan ( km/jam )
R = Jari – jari tikungan ( m )
Bila kendaraan melintasi lapangan dengan bentuk lingkaran, kendraan ini akan
didorong secara radial keluar oleh gaya sentrifugal. Gaya ini perlu diimbangi
dengan komponen berat kendraan yang diakibatkan oleh superelevasi dari jalan
dan oleh gesekan samping antara permukaan jalan agar kendraan tidak keluar
jalur. Perkerasan diberi kemiringan sebesar e sedemikian sehingga gaya
sentrifugal yang timbul dapat diimbangi sepenuhnya oleh kemiringan jalan tadi.
12
( Sumber : Diktat perencanaan jalan tambang UNISBA )
H
Grade ( ) x 100 0 0 ............................. ( 3-7 )
X
13
Dimana : ΔH = Beda tinggi antara dua titik yang diukur ( m )
ΔX = Jarak datar antara dua titik yang diukur ( m )
14
tidak berhenti dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini penting karena
air yang menggenang pada permukaan jalan angkut akan membahayakan
kendaraan yang lewat dan mempercepat perusakan jalan.
Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal ( b ) dan
horizontal ( a ) dengan satuan mm/m atau m/m'. Jalan angkut yang baik
memiliki cross slope antara 1/50 sampai 1/25 atau 2 % sampai 4 %, seperti
yang diperlihatkan pada gambar 3.6.
15
FUNGSI KECEPATAN RENCANA, Vᴿ, KM/JAM
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70-120 60-80 40-70
Kolektor 60-90 50-60 30-50
Lokal 40-70 30-50 20-30
Sumber : tata cara perencanaan geometri jalan
2. Jarak Pandang Yang Aman
Jarak pandang henti adalah jarak pandang minimum yang diperlukan oleh
setiap pengemudi ( Driver/Operator ) untuk melihat kedepan secara bebas baik
pandangan pada tikungan atau lurus, sehingga pengemudi melihat suatu
penghalang yang dapat membahayakan pengemudi guna melakukan antisipasi
untuk menghindari bahaya.
Jarak pandang yang aman ( safe sight distance ) adalah minimum sama dengan
jarak berhenti dari kendaraan yang sedang bergerak yang direncanakan secara tiba
– tiba. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan jarak
pandang, yaitu :
Kondisi muka air
Faktor ban
Sistem pengereman dan kendali
Kondisi perkerasan jalan
3,6 2 g ( fm )
Dimana :
d = Jarak pandang henti minimum ( m ) ; V = Kecepatan ( Km / Jam )
16
T = Waktu tanggap ( 2,50 s )
Fm = Koefisien Friksi Menger ( AASHTO = 0,28 – 0,40 )
Tabel. 3.4
Jarak pandang henti minimum
Tabel. 3.5.
Tabel Kofisien Friksi Mengerem
Kecepatan Koefisien friksi
( km / jam ) ( fm )
32 0.40
40 0.38
48 0.35
56 0.34
64 0.32
72 0.31
80 0.30
88 0.30
97 0.29
104 0.29
113 0.28
( Sumber : Data Bina Marga )
17
Dimana : V = volume ( m3 )
L = luas potongan memanjang jalan ( m2 )
D = lebar jalan rencana ( m )
L1, L2 = luas potongan melintang jalan ( m2 )
I = jarak patok ( m )
Luas potongan memanjang jalan di atas dapat dihitung berdasarkan bentuk setiap
segmen jalan profil melintang dengan metode :
Metode Segitiga
L= .......................... ( 3-
10 )
Dimana s =
Dengan : a,b,c = panjang sisi – sisi segitiga ( m )
Metode Persegi Panjang
L= p . l ............................................................ ( 3-11 )
D. BANGUNAN PELENGKAP JALAN
1. Saluran Drainage
Drainage yang baik sangat menentukan terciptanya jalan yang stabil. Untuk
menghindari timbulnya masalah, jalan harus dibuat sedemikian rupa sehingga
mudah kering, air tida boleh dibiarkan menggenangi permukaan jalan, genangan
air tersebut dapat meresap ke permukaan tanah dan merusaknya atau merusak
lapisan bawah, jika hal ini terjadi gerakan dan penyimpangan lapisan permukaan
akan semakin bertambah.
Saluran air di tambang berfungsi untuk menampung limpasan permukaan
pada suatu daerah dan mengalirkannya ke tempat pengumpulan (sumuran) atau
tempat lainnya. Untuk menghitung jumlah air/limpasan permukaan dari suatu
daerah dapat digunakan rumus rasional yaitu ;
Q = 0,278 C . I . A ............……………………… ( 3-
21 )
Dimana ; Q = debit air ( m3/s ) I = intensitas hujan ( mm/h )
18
C = koefisien limpasan A = luas daerah ( km2 )
Beberapa asumsi dalam penggunaan rumus ini adalah ;
Frekuensi hujan = frekuensi limpasan
Hujan terdistribusi secara merata di seluruh daerah
Debit maksimal merupakan fungsi intensitas hujan dan tercapai pada akhir
waktu konsentrasi.
Dengan demikian penggunaan rumus ini hanya terbatas pada suatu daerah
yang relatif kecil dan homogen. Persyaratan ini umumnya dipenuhi oleh daerah-
daerah tambang terbuka.
Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus dari KIRPICH, yakni :
0,77
tc= 0,0195 ……………………………… ( 3-
22 )
Dimana :
tc = waktu konsentrasi
L = jarak terjauh dlm daerah pengaliran ke titik perhitungan (m)
S = gradient
Tabel. 3.9.
19
Beberapa Harga Koefisien Limpasan
Kemiringan Tutupan Koefisien
Limpasan
<3% Sawah, rawa 0,2
Hutan, perkebunan 0,3
Perumahan dengan kebun 0,4
3 % - 15 % Hutan, perkebunan 0,4
Perumahan 0,5
Tumbuhan yang jarang 0,6
Tanpa tumbuhan, daerah 0,7
Penimbunan
> 15 % Hutan 0,6
Perumahan, kebun 0,7
Tumbuhan yang jarang 0,8
Tanpa tumbuhan, daerah tambang 0,9
( Sumber : Diktat perencanaan jalan tambang UNISBA )
Bentuk panampang saluran air umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe
material pembentuk saluran serte kemudahan dalam pembuatannya. Saluran air
dengan penampang segi empat atau segi tiga umumnya untuk debit kecil,
sedangkan penampang trapesium untuk debit yang besar. Perhitungan kapasitas
pengaliran sutau saluran air dilakukan dengan rumus Manning :
23 )
( A5/3 . S1/2 )
Q= ……………………………… ( 3-
24 ) ( n.P2/3 )
Dimana : Q = debit
R = jari-jari hidrolik = A/P
S = gradien
A = luas penampang basah
20
P = keliling basah
n = koefisien kekasaran Manning, yang menunjukkan
kekasaran dinding saluran
Beberapa harga n dapat dilihat pada Tabel. 3.10 berikut :
Tabel. 3.10.
Beberapa Harga Koefisien Manning
Tipe Dinding Saluran Koefisien manning
Semen 0,010 – 0,014
Beton 0,011 – 0,016
Bata 0,012 – 0,020
Besi 0,013 – 0,017
Tanah 0,020 – 0,030
Gravel 0,022 – 0,035
Tanah yang ditanami 0,025 – 0,040
( Sumber : Diktat perencanaan jalan tambang UNISBA )
21
( Sumber : Diktat perencanaan jalan tambang UNISBA )
Dimana :
Kemiringan dinding saluran =α
z = cotg α ....................... ( 3-25 )
Lebar bawah saluran ( b ) = 2 [( Öz2 + 1 ) – z] . h .......... ( 3-26 )
Lebar atas saluran ( B ) = b + 2 ( h/tan α ) ........... ( 3-27 )
Panjang sisi saluran ( a ) = h/sin α ....................... ( 3-28 )
Luas penampang basah ( A ) = [ b + zh ] . h ........... ( 3-29 )
Keliling basah ( P ) = b + 2h ( √z²+1 ) ........... ( 3-30 )
Jari – jari hidrolik ( R ) = A/P ................................... ( 3-31 )
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan yang turun tiap jam (mm/jam), dan
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berukut :
RT24 24 2/3
22
lebih tinggi dan lebih besar dari conventional berm. Dimensi gundukan
pengaman ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai beikut :
TSB = ¾ x Tinggi ban alat angkut ……………… ( 3-33 )
LSB = 2 x TSB ……………………………………… ( 3-34 )
Dimana : TSB = Tinggi Savety Bund ( m )
LSB = Lebar Savety Bund ( m )
23
Kerusakan struktural, yaitu kerusakan yang mencakup perkerasan, atau
kerusakan dari satu atau lebih komponen perkerasan yang mengakibatkan
perkerasan tidak dapat lagi menanggung beban lalu lintas alat angkut,
diantaranya meliputi perubahan bentuk yaitu permukaan jalan menjadi
berlubang, pelepasan butir batuan sehingga memunculkan batuan-batuan
di permukaan jalan serta mengakibatkan banyaknya debu pada permukaan
jalan.
Kerusakan fungsional, yaitu suatu kondisi kerusakan di mana keamanan
dan kenyamanan pengguna jalan menjadi terganggu dan biaya operasi
kendaraan angkut meningkat. Kerusakan fungsional dapat diperbaiki
dengan cara pemeliharaan, sedangkan kerusakan struktural biasanya
diperbaiki dengan membangun tulang perkerasan tersebut. untuk
mengevaluasi kondisi permukaan jalan, perlu dilakukan kegiatan koreksi
untuk mengembalikan nilai kekuatan, tingkat keamanan dan kenyamanan,
kekedapan terhadap air dan kelancaran pengaliran yang tentunya
melibatkan alat-alat mekanis seperti Bulldozer D9N, Motor Grader dan
tanki air.
24