Anda di halaman 1dari 18

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. JALAN TAMBANG
Jalan tambang adalah jalan yang digunakan untuk mengangkut manusia,
material, dan peralatan diseluruh daerah tambang. Menurut Manual Hand Book
Haul Road PT Kaltim Prima Coal jalan pada daerah tambang terdiri atas :
Jalan Utama ( Main Road ) merupakan jalan yang menghubungkan jalan raya
ke lokasi penambangan
Jalan produksi ( main hauling road ) merupakan jalan yang dapat
menghubungkan antara lokasi penimbunan ke stock file
Jalan tambang ( mine temporary road ) merupakan jalan yang dibuat menuju
lokasi penambangan, jalan tersebut sewaktu-waktu bisa bisa hilang karna
habis ditambang. Dalam proses pembuatan jalan ini dilakukan saat kegiatan
penambangan akan di mulai.
Dalam pembuatan jalan tambang, baik itu jalan masuk ke dalam tambang
untuk pemuatan bijih/endapan bahan galian yang ditambang atau jalan yang
digunakan untuk penimbunan, memiliki beberapa pertimbangan geometri dalam
merencanakannya. Pertimbangan geometri ini akan mempengaruhi bentuk
geometri daerah penambangan secara umum. Geomerti dari jalan tersebut
meliputi lebar dan kemiringan jalan yang dipengaruhi oleh jenis alat yang
digunakan dalam operasi penambangan.
Pada system penambangan terbuka, sarana jalan merupakan hal yang
sangat penting bagi kelancaran produksi. Untuk itu diperlukan kondisi jalan yang
dapat mendukung beban kendaraan serta material yang dipindahkan. Perencanaan
pembuatan jalan tambang terdiri dari empat tahapan yaitu :
1. Perencanaan geometri jalan.
2. Perencanaan tebal perkerasan jalan.
3. Perencanaan bangunan pelengkap jalan.
4. Metode pelaksanaan konstruksi jalan.
B. PERENCANAAN GEOMETRI JALAN ANGKUT
Fungsi utama jalan angkut secara umum adalah untuk menunjang kelancaran
operasi penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Medan berat yang
mungkin terdapat disepanjang rute jalan tambang harus diatasi dengan mengubah

7
rancangan jalan untuk meningkatkan aspek efisiensi dan keselamatan kerja.
Geometri jalan angkut yang harus diperhatikan sama seperti jalan raya pada
umumnya, yaitu:
1. Alinamen horizontal, yang terdiri dari :
- Situasi jalan
- Lebar jalan lurus
- Lebar jalan tikungan
- Jari-jari tikungan dan superelevasi
2. Alinamen vertikal, yang terdiri dari :
- Potongan memanjang :
 Landai positif ( tanjakan )
 Landai negative ( turunan )
 Landai nol ( datar )
- Potongan melintang :
 Kemiringan melintang jalan ( Cross Slope )
 Bahu jalan
 Selokan
Alat angkut ( Dump Truck ) tambang umumnya berdimensi lebih lebar,
panjang dan lebih berat dibanding kendaraan angkut yang bergerak di jalan raya.
Oleh sebab itu, geometri jalan harus sesuai dengan dimensi alat angkut yang
digunakan agar alat angkut tersebut dapat bergerak leluasa pada kecepatan normal
dan aman
1. Lebar jalan angkut pada jalan lurus
Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau lebih, menurut
AASHTO Manual Rural High Way Design, harus ditambah dengan setengah lebar
alat angkut pada bagian tepi kiri dan kanan jalan. ( lihat Gambar 3.1 ) Dari
ketentuan tersebut dapat digunakan cara sederhana untuk menentukan lebar jalan
angkut minimum, yaitu menggunakan rule of thumb atau angka perkiraan seperti
terlihat pada Tabel 3.1, dengan pengertian bahwa lebar alat angkut sama dengan
lebar lajur.
Tabel. 3.1
Lebar Jalan Angkut Minimum
JUMLAH JALUR PERHITUNGAN LEBAR JALAN
TRUCK ANGKUT MIN.
1 1+(2x ½) 2,00
2 2+(3x ½) 3,50

8
3 3+(4x ½) 5,00
4 4+(5x ½) 6,50
( Sumber : Diktat perencanaan jalan tambang UNISBA )

Dari kolom perhitungan pada Tabel 3.1 dapat ditetapkan rumus lebar jalan
angkut minimum pada jalan lurus. Jika memungkinkan lebar kendaraan dan
jumlah lajur yang direncanakan masing - masing adalah Wt dan n, maka lebar
jalan angkut pada jalan lurus dapat dirumuskan sebagai berikut :
Lmin = n . Wt + ( n + 1 ) ( ½ .Wt ) ………………… ( 3-1 )

Dimana : Lmin = lebar jalan angkut minimum ( m )


n = jumlah lajur
Wt = lebar jalan angkut ( m )

( Sumber : Diktat perencanaan jalan tambang UNISBA )


Gambar 3.1 lebar jalan angkut dua jalur pada jalan lurus
2. Lebar jalan angkut pada belokan
Lebar jalan angkut pada belokan atau tikungan selalu lebih besar dari pada
lebar jalan lurus. Untuk jalur ganda, maka lebar jalan minimum pada belokan
didasari atas :
a. Lebar jejak ban
b. Lebar juntai atau tonjolan ( overhand ) alat angkut bagian depan dan
belakang pada saat membelok
c. Jarak antar alat angkut atau kendaraan pada saat bersimpangan
d. Jarak dari kedua tepi jalan.

9
Dengan menggunakan ilustrasi pada Gambar 3.2. dapat dihitung lebar
jalan minimum pada belokan, yaitu seperti terlihat di bawah ini :
Wmin = 2 ( U + Fa + Fb + Z ) + C ............................ ( 3-2 )
dengan :
Z = ½ ( U + Fa + Fb ) ………….…………………….. ( 3-3 )
Dimana :
Wmin = lebar jalan angkut minimum pada belokan, ( m )
U = lebar jejak roda (center to center tires), ( m )
Fa = lebar juntai (overhang) depan, ( m )
Fb = lebar juntai belakang, ( m )
Z = lebar bagian tepi jalan, ( m )
C = jarak antar kendaraan ( total lateral clearance ), ( m )

( Sumber : Diktat perencanaan jalan tambang UNISBA )

Gambar 3.2. Lebar Jalan angkut Dua Belokan Pada Tikungan

3. Jari – Jari Tikungan dan Superelevasi


Pada saat kendaraan melalui tikungan atau belokan dengan kecepatan
tertentu akan menerima gaya sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak
stabil. Untuk mengimbangi gaya sentrifugal tersebut, perlu dibuat suatu
kemiringan melintang ke arah titik pusat tikungan yang disebut super elevasi
(e). Gaya gesek (friksi) melintang yang cukup berarti antara ban dengan
permukaan jalan akan terjadi pada daerah super elevasi. Implementasi
matematisnya berupa koefisien gesek melintang ( f ) yang merupakan
perbandingan antara besar gaya gesek melintang dengan gaya normal.

10
a Jari - Jari Tikungan
Jari-jari tikungan jalan angkut berhubungan dengan konstruksi alat angkut
yang digunakan, khususnya jarak horizontal antara poros roda depan dan
belakang. Gambar 3.3. memperlihatkan jari - jari lingkaran yang dijalani
oleh roda belakang dan roda depan berpotongan di pusat C dengan besar
sudut sama dengan sudut penyimpangan roda depan.
Dengan demikian jari jari belokan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

W
R ……………………………………….. ( 3-4 )
Sin 

di mana :
R = jari jari belokan jalan angkut, ( m )
W = jarak poros roda depan dan belakang, ( m )
β = sudut penyimpangan roda depan, ( ° )

( Sumber : Diktat perencanaan jalan tambang UNISBA )


Gambar 3.3. Sudut Maksimum Penyimpangan Kendaraan
Agar terhindar dari kemungkinan kecelakaan maka untuk kecepatan tertentu
dapat dihitung dengan jari-jari minimum ( Rmin ) untuk super elevasi maksimum
( Emax ) dan koefesien gesek maksimum ( Fmax ) menggunakan rumus :

….…(persamaan 3.4)

Dimana :
R min = Jari jari tikungan minimum (m),

11
vn = Jumlah jalur kecepatan rencana (km/j),
emax = Superelevasi maksimum (%),
fmax = Koefisien gesek maksimum,

……..(persamaan 3.5)
Dimana :
D = Jari jari tikungan maksimum (m),
VR = Kecepatan rencana (km/j),
emax = Superelevasi maksimum (%),
fmax = Koefisien gesek maksimum,
b Super Elevasi
Pada jalan yang membelok, badan jalan dimiringkan ke arah titik pusat
belokan yang disebut superelevasi. Superelevasi berhubungan erat dengan
jari-jari belokan, kecepatan kendaraan dan perubahan kecepatan.
Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan normal pada bagian
jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh ( superelevasi ) pada bagian
jalan yang lengkung.

67 .S2
e .............................................. ( 3-6 )
R
Dimana : e = Superlevasi ( % )
S2 = Kecepatan kendaraan ( km/jam )
R = Jari – jari tikungan ( m )
Bila kendaraan melintasi lapangan dengan bentuk lingkaran, kendraan ini akan
didorong secara radial keluar oleh gaya sentrifugal. Gaya ini perlu diimbangi
dengan komponen berat kendraan yang diakibatkan oleh superelevasi dari jalan
dan oleh gesekan samping antara permukaan jalan agar kendraan tidak keluar
jalur. Perkerasan diberi kemiringan sebesar e sedemikian sehingga gaya
sentrifugal yang timbul dapat diimbangi sepenuhnya oleh kemiringan jalan tadi.

12
( Sumber : Diktat perencanaan jalan tambang UNISBA )

Gambar 3.4. Superelevasi


Keterangan :
e = Superelevasi R = Jari –jari tikungan
W = Gaya berat kendaraan Fm = Gaya gesek
Fs = Gaya sentrifugal
4. Kemiringan memanjang jalan ( Grade jalan )
Kemiringan jalan berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut
baik dalam pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan jalan
umumnya dinyatakan dalam persen ( % ). Kemiringan jalan maksimum yang
dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut truck berkisar antara 10% - 15%
atau sekitar 6° - 8,5°.
Akan tetapi untuk jalan naik atau turun pada lereng bukit lebih aman
bila kemiringan jalan maksimum sekitar 8% = 4,50°. Tabel. 3.3.
memperlihatkan kemiringan atau kelandaian maksimum pada kecepatan truck
yang bermuatan penuh di jalan mampu bergerak dengan kecepatan tidak
kurang dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
Kemiringan Jalan Tambang dihitung dengan menggunakan rumus :

H
Grade ( )  x 100 0 0 ............................. ( 3-7 )
X

13
Dimana : ΔH = Beda tinggi antara dua titik yang diukur ( m )
ΔX = Jarak datar antara dua titik yang diukur ( m )

( Sumber : Diktat perencanaan jalan tambang UNISBA )

Gambar 3.5. Grade Jalan


Keterangan :
θ = Grade jalan P1 = Patok 1 ΔX = Jarak datar
ΔH = Beda tinggi P2 = Patok 2
Tabel. 3.3
Kemiringan maksimum dan kecepatan

( Sumber : Data Bina Marga )


5. Kemiringan melintang jalan ( Cross Slope )
Kemiringan melintang normal jalan ( Cross slope ) adalah kemiringan
( slope ) yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan terhadap bidang
horizontal. Pada umumnya jalan angkut mempunyai bentuk penampang
melintang cembung ( lihat Gambar 3.4. ). Dibuat demikian dengan tujuan
untuk memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau sebab lain, maka air
yang ada pada permukaan jalan akan segera mengalir ke tepi jalan angkut,

14
tidak berhenti dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini penting karena
air yang menggenang pada permukaan jalan angkut akan membahayakan
kendaraan yang lewat dan mempercepat perusakan jalan.
Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal ( b ) dan
horizontal ( a ) dengan satuan mm/m atau m/m'. Jalan angkut yang baik
memiliki cross slope antara 1/50 sampai 1/25 atau 2 % sampai 4 %, seperti
yang diperlihatkan pada gambar 3.6.

( Sumber : Diktat perencanaan jalan tambang UNISBA )

Gambar 3.6. Penampang potongan melintang jalan angkut


C. Kecepatan Rencana dan Jarak Pandang Aman
1. Kecepatan recana
Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih
sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-
kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah,
lalu lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti. V R untuk
masing masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel 3.4. Untuk kondisi medan
yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa
penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.
Tabel 3.4
Kecepatan Rencana ( VR ) sesuai klasifikasi fungsi dan kiasifikasi medan jalan.

15
FUNGSI KECEPATAN RENCANA, Vᴿ, KM/JAM
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70-120 60-80 40-70
Kolektor 60-90 50-60 30-50
Lokal 40-70 30-50 20-30
Sumber : tata cara perencanaan geometri jalan
2. Jarak Pandang Yang Aman
Jarak pandang henti adalah jarak pandang minimum yang diperlukan oleh
setiap pengemudi ( Driver/Operator ) untuk melihat kedepan secara bebas baik
pandangan pada tikungan atau lurus, sehingga pengemudi melihat suatu
penghalang yang dapat membahayakan pengemudi guna melakukan antisipasi
untuk menghindari bahaya.
Jarak pandang yang aman ( safe sight distance ) adalah minimum sama dengan
jarak berhenti dari kendaraan yang sedang bergerak yang direncanakan secara tiba
– tiba. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan jarak
pandang, yaitu :
 Kondisi muka air
 Faktor ban
 Sistem pengereman dan kendali
 Kondisi perkerasan jalan

Untuk menghitung jarak pandang dapat digunakan rumus :


Vr . t (Vr/3,6)2
d = ------------- + -------------- ..…........................... ( 3-8 )

3,6 2 g ( fm )

Dimana :
d = Jarak pandang henti minimum ( m ) ; V = Kecepatan ( Km / Jam )

16
T = Waktu tanggap ( 2,50 s )
Fm = Koefisien Friksi Menger ( AASHTO = 0,28 – 0,40 )
Tabel. 3.4
Jarak pandang henti minimum

VR. Km / Jam 120 100 80 60 50 40 30 20


Jh min.m 250 175 120 75 55 40 27 16
( Sumber : Data Bina Marga

Tabel. 3.5.
Tabel Kofisien Friksi Mengerem
Kecepatan Koefisien friksi
( km / jam ) ( fm )
32 0.40
40 0.38
48 0.35
56 0.34
64 0.32
72 0.31
80 0.30
88 0.30
97 0.29
104 0.29
113 0.28
( Sumber : Data Bina Marga )

3. Volume Galian dan Timbunan


Berdasarkan data gambaran tentang bentuk anyilemen vertikal terhadap
permukaan tanah asli dari profil melintang akan diketahui ketinggian
permukaan rencana jalannya. Informasi ini selanjutnya digambarkan dalam
bentuk profil melintang dan mernanjang jalan setiap station. Dari gambaran,
selanjutnya dapat dihitung volume galian dan timbunan dengan menggunakan
rumus berikut :

V=L.d atau V= ............................. ( 3-9 )

17
Dimana : V = volume ( m3 )
L = luas potongan memanjang jalan ( m2 )
D = lebar jalan rencana ( m )
L1, L2 = luas potongan melintang jalan ( m2 )
I = jarak patok ( m )
Luas potongan memanjang jalan di atas dapat dihitung berdasarkan bentuk setiap
segmen jalan profil melintang dengan metode :
 Metode Segitiga

L= .......................... ( 3-

10 )

Dimana s =
Dengan : a,b,c = panjang sisi – sisi segitiga ( m )
 Metode Persegi Panjang
L= p . l ............................................................ ( 3-11 )
D. BANGUNAN PELENGKAP JALAN
1. Saluran Drainage
Drainage yang baik sangat menentukan terciptanya jalan yang stabil. Untuk
menghindari timbulnya masalah, jalan harus dibuat sedemikian rupa sehingga
mudah kering, air tida boleh dibiarkan menggenangi permukaan jalan, genangan
air tersebut dapat meresap ke permukaan tanah dan merusaknya atau merusak
lapisan bawah, jika hal ini terjadi gerakan dan penyimpangan lapisan permukaan
akan semakin bertambah.
Saluran air di tambang berfungsi untuk menampung limpasan permukaan
pada suatu daerah dan mengalirkannya ke tempat pengumpulan (sumuran) atau
tempat lainnya. Untuk menghitung jumlah air/limpasan permukaan dari suatu
daerah dapat digunakan rumus rasional yaitu ;
Q = 0,278 C . I . A ............……………………… ( 3-
21 )
Dimana ; Q = debit air ( m3/s ) I = intensitas hujan ( mm/h )

18
C = koefisien limpasan A = luas daerah ( km2 )
Beberapa asumsi dalam penggunaan rumus ini adalah ;
 Frekuensi hujan = frekuensi limpasan
 Hujan terdistribusi secara merata di seluruh daerah
 Debit maksimal merupakan fungsi intensitas hujan dan tercapai pada akhir
waktu konsentrasi.
Dengan demikian penggunaan rumus ini hanya terbatas pada suatu daerah
yang relatif kecil dan homogen. Persyaratan ini umumnya dipenuhi oleh daerah-
daerah tambang terbuka.
Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus dari KIRPICH, yakni :

0,77
tc= 0,0195 ……………………………… ( 3-

22 )
Dimana :
tc = waktu konsentrasi
L = jarak terjauh dlm daerah pengaliran ke titik perhitungan (m)
S = gradient

(S= ; ΔH : beda tinggi dai titik terjauh ke tempat berkumpulnya air )

Koefisien limpasan dipengaruhi oleh faktor-faktor tutupan tanah kemiringan,


intensitas dan lamanya hujan. Koefisien ini merupakan suatu konstanta yang
menggambarkan dapak proses infiltrasi, penguapan, ‘retention’, dan intersepsi
pada daerah tersebut. Beberapa harga C dapat dilihat pada Tabel. 3.9.
Dalam merancang bentuk dan dimensi saluran air, perlu dilakukan analisis
sehingga saluran air tersebut memenuhi hal-hal sebagai berikut :
 Dapat mengalirkan debit air yang direncanakan
 Kecepatan air sedemikian sehingga tidak terjadi pengendapan
 Kecepatan air sedemikian sehingga tidak merusak saluran
 Kemudahan dalam penggalian

Tabel. 3.9.

19
Beberapa Harga Koefisien Limpasan
Kemiringan Tutupan Koefisien
Limpasan
<3% Sawah, rawa 0,2
Hutan, perkebunan 0,3
Perumahan dengan kebun 0,4
3 % - 15 % Hutan, perkebunan 0,4
Perumahan 0,5
Tumbuhan yang jarang 0,6
Tanpa tumbuhan, daerah 0,7
Penimbunan
> 15 % Hutan 0,6
Perumahan, kebun 0,7
Tumbuhan yang jarang 0,8
Tanpa tumbuhan, daerah tambang 0,9
( Sumber : Diktat perencanaan jalan tambang UNISBA )

Bentuk panampang saluran air umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe
material pembentuk saluran serte kemudahan dalam pembuatannya. Saluran air
dengan penampang segi empat atau segi tiga umumnya untuk debit kecil,
sedangkan penampang trapesium untuk debit yang besar. Perhitungan kapasitas
pengaliran sutau saluran air dilakukan dengan rumus Manning :

Q = . R2/3 . S1/2 . A ……………………………… ( 3-

23 )
( A5/3 . S1/2 )
Q= ……………………………… ( 3-

24 ) ( n.P2/3 )

Dimana : Q = debit
R = jari-jari hidrolik = A/P
S = gradien
A = luas penampang basah

20
P = keliling basah
n = koefisien kekasaran Manning, yang menunjukkan
kekasaran dinding saluran
Beberapa harga n dapat dilihat pada Tabel. 3.10 berikut :
Tabel. 3.10.
Beberapa Harga Koefisien Manning
Tipe Dinding Saluran Koefisien manning
Semen 0,010 – 0,014
Beton 0,011 – 0,016
Bata 0,012 – 0,020
Besi 0,013 – 0,017
Tanah 0,020 – 0,030
Gravel 0,022 – 0,035
Tanah yang ditanami 0,025 – 0,040
( Sumber : Diktat perencanaan jalan tambang UNISBA )

Dimensi penampang yang paling efisien, yaitu dapat mengalirkan debit


yang maksimum untuk suatu luas penampang basah tertentu, diperoleh jika P
minimum. Salah satu dimensi penampang saluran drainase yang efisien adalah
penampang trapezium.

21
( Sumber : Diktat perencanaan jalan tambang UNISBA )

Gambar 3.9. Penampang saluran drainase bentuk trapesium

Dimana :
Kemiringan dinding saluran =α
z = cotg α ....................... ( 3-25 )
Lebar bawah saluran ( b ) = 2 [( Öz2 + 1 ) – z] . h .......... ( 3-26 )
Lebar atas saluran ( B ) = b + 2 ( h/tan α ) ........... ( 3-27 )
Panjang sisi saluran ( a ) = h/sin α ....................... ( 3-28 )
Luas penampang basah ( A ) = [ b + zh ] . h ........... ( 3-29 )
Keliling basah ( P ) = b + 2h ( √z²+1 ) ........... ( 3-30 )
Jari – jari hidrolik ( R ) = A/P ................................... ( 3-31 )
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan yang turun tiap jam (mm/jam), dan
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berukut :

RT24 24 2/3

Itc = -------- x --------- …………………………… ( 3-32 )


24 tc

Dimana : RT24 = curah hujan harian ( mm )


tc = Waktu konsentrasi ( jam )
Itc = Intensitas curah hujan ( mm/jam )
2. Gundukan pengaman
Gundukan pengaman adalah timbunan di sisi atau tengah jala yang dibuat
untuk menghentikan/menahan laju kecepatan alat angkut. Median berm dibuat

22
lebih tinggi dan lebih besar dari conventional berm. Dimensi gundukan
pengaman ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai beikut :
TSB = ¾ x Tinggi ban alat angkut ……………… ( 3-33 )
LSB = 2 x TSB ……………………………………… ( 3-34 )
Dimana : TSB = Tinggi Savety Bund ( m )
LSB = Lebar Savety Bund ( m )

( Sumber : Diktat perencanaan jalan tambang UNISBA )


Gambar 3.10. Median dan konvensional berm
3. Jalur pengalih ( Escape lane )
Jalur pengalih ( Escape lane ) adalah jalan yang dibuat khusus untuk
kendaraan truk yang melaju tak terkendali pada kondisi jalan turun. Jalan ini
dibuat menanjak untuk mengurangi kecepatan truk tersebut dan merupakan
sambungan dari jalan turun dimana truk melaju dengan kecepatan yang tinggi.
4. Lampu penerangan dan rambu peringatan
Lampu penerangan dan rambu peringatan perlu dipasang karena aktivitas
penambangan juga berlangsung pada malam hari. Pemasangannya ini
didasarkan pada jarak dan tingkat bahayanya. Lampu dan rambu tersebut
terutama dipasang pada belokan jalan, turunan jalan, dan perempatan jalan atau
pertigaan.
E. PEMELIHARAAN JALAN
Pada dasarnya, untuk melakukan pemeliharaan jalan, biasanya terutama
difoskuskan pada masalah struktur kekerasan permukaan jalan. Jalan akan
mengalami proses pengrusakan secara progresif sejak pertama kali jalan
tersebut dibuka untuk lalu lintas. Perlu diperhatikan bahwa berat beban yang
diakibatkan oleh kendaraan angkut ditambah dengan alat angkut yang melintasi
jalan dengan kecepatan yang tinggi akan menggangu keadaan permukaan jalan.
Kerusakan jalan dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :

23
 Kerusakan struktural, yaitu kerusakan yang mencakup perkerasan, atau
kerusakan dari satu atau lebih komponen perkerasan yang mengakibatkan
perkerasan tidak dapat lagi menanggung beban lalu lintas alat angkut,
diantaranya meliputi perubahan bentuk yaitu permukaan jalan menjadi
berlubang, pelepasan butir batuan sehingga memunculkan batuan-batuan
di permukaan jalan serta mengakibatkan banyaknya debu pada permukaan
jalan.
 Kerusakan fungsional, yaitu suatu kondisi kerusakan di mana keamanan
dan kenyamanan pengguna jalan menjadi terganggu dan biaya operasi
kendaraan angkut meningkat. Kerusakan fungsional dapat diperbaiki
dengan cara pemeliharaan, sedangkan kerusakan struktural biasanya
diperbaiki dengan membangun tulang perkerasan tersebut. untuk
mengevaluasi kondisi permukaan jalan, perlu dilakukan kegiatan koreksi
untuk mengembalikan nilai kekuatan, tingkat keamanan dan kenyamanan,
kekedapan terhadap air dan kelancaran pengaliran yang tentunya
melibatkan alat-alat mekanis seperti Bulldozer D9N, Motor Grader dan
tanki air.

24

Anda mungkin juga menyukai

  • Training Auditor SMK3 - PP 50
    Training Auditor SMK3 - PP 50
    Dokumen12 halaman
    Training Auditor SMK3 - PP 50
    Mario Hezkeea
    Belum ada peringkat
  • Berita Acara Pengukuran Material
    Berita Acara Pengukuran Material
    Dokumen1 halaman
    Berita Acara Pengukuran Material
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • 1 Sampul
    1 Sampul
    Dokumen1 halaman
    1 Sampul
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • 2014
    2014
    Dokumen7 halaman
    2014
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Surat Lamaran Rian Anugrah
    Surat Lamaran Rian Anugrah
    Dokumen22 halaman
    Surat Lamaran Rian Anugrah
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • 2014
    2014
    Dokumen7 halaman
    2014
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • 1 Sampul
    1 Sampul
    Dokumen1 halaman
    1 Sampul
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Biodata Alumni & Bukti Penyerahan Skripsi-1-1
    Biodata Alumni & Bukti Penyerahan Skripsi-1-1
    Dokumen2 halaman
    Biodata Alumni & Bukti Penyerahan Skripsi-1-1
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Lembar Konsultasi
    Lembar Konsultasi
    Dokumen1 halaman
    Lembar Konsultasi
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • 1 Sampul
    1 Sampul
    Dokumen1 halaman
    1 Sampul
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Data Fill Faktor Eksavator
    Data Fill Faktor Eksavator
    Dokumen6 halaman
    Data Fill Faktor Eksavator
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Format
    Format
    Dokumen2 halaman
    Format
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii Ok
    Bab Ii Ok
    Dokumen13 halaman
    Bab Ii Ok
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • 2 Lembar Pengesahan
    2 Lembar Pengesahan
    Dokumen1 halaman
    2 Lembar Pengesahan
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii Ok
    Bab Ii Ok
    Dokumen13 halaman
    Bab Ii Ok
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Hasil Ta
    Hasil Ta
    Dokumen15 halaman
    Hasil Ta
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii Ok
    Bab Ii Ok
    Dokumen13 halaman
    Bab Ii Ok
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Bab VI
    Bab VI
    Dokumen2 halaman
    Bab VI
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen6 halaman
    Bab Iv
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen1 halaman
    Bab Iv
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen1 halaman
    Bab V
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • 2 Lembar Pengesahan
    2 Lembar Pengesahan
    Dokumen1 halaman
    2 Lembar Pengesahan
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Data Fill Faktor Eksavator
    Data Fill Faktor Eksavator
    Dokumen6 halaman
    Data Fill Faktor Eksavator
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen1 halaman
    Bab V
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen1 halaman
    Bab V
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen1 halaman
    Bab V
    Rhian Gdbzc
    Belum ada peringkat