Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka


2.1.1 Definisi Lansia

Menurut UU No. 13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang Kesejahteraan Lansia


menyatakan bahwa lansia atau lanjut usia adalah seseorang yang sudah berumur lebih
dari 60 tahun dan lansia dikatakan sebagai proses alamiah kehidupan seseorang yang
sudah ditentukan oleh Tuhan, atau sering juga disebut proses akhir perkembangan
pada daur kehidupan manusia (Dewi, 2015).

2.1.2 Klasifikasi Lansia

Depkes RI (2003) menjelaskan lansia dalam beberapa kategori berikut ini :


1. Pralansia, berusia dari 45 sampai 59 tahun.
2. Lansia, berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia resiko tinggi, berusia 70 tahun atau lebih/ berusia 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan.
4. Lansia potensial, yang masih mampu bekerja dan dapat menghasilkan baran dan
jasa.
5. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak dapat bekerja maupun menafkahi diri
sendiri sehingga hidup bergantung kepada orang lain.
Sedangkan menurut WHO klasifikasi nya adalah :
1. Middle age : lansia berusia 45 sampai 59 tahun.
2. Elderly: lansia berusia 60 sampai 74 tahun.
3. Old : lansia berusia 75 hingga 89 tahun.
4. Very old : lansia berusia lebih dari 90 tahun.

2.1.3 Proses Menua


Menua atau menjadi tua merupakan keaadaan dimana kehidupan yang akan di
alami manusia. Proses menua adalah proses alamiah kehidupan yang tidak dimulai
pada waktu tertentu tetapi sejak awal kehidupan. 60 tahun merupakan usia awal dari
tua. Menua bukan disebut sebagai suatu penyakit, tetapi merupakan tahap yang terus-
menerus menyebabkan perubahan yang kumulatif, merupakan tahap dari penurunan
daya tahan tubuh dalam melawan rangsangan dari luar maupun dalam tubuh yang akan
berakhir dengan kematian (WHO & UU No 13/Tahun 1998).
Proses Menua adalah gabungan dari berbagai faktor yang saling berkaitan.
Hingga saat ini banyak teori-teori yang menerangkan tentang bagaimana proses menua
yang tidak sama. Secara garis besar, proses menua dapat di artikan sebagai perubahan
yang berhubungan dengan waktu, bersifat umum, intrinsik, profesif, detrimental.
Dengan keadaan tersebut bisa mengakibatkan menurunnya kemampuan beradaptasi
terhadap lingkungan untuk bertahan hidup. Proses menua yang terjadi besifat
individual yang artinya tahap proses menua terjadi pada usia yang berbeda, lansia
memiliki perbedaan kebiasaan dan tidak aka nada yang dapat mencegah terjadinya
proses menua (Dewi, 2015).

2.1.4 Penyakit yang sering terjadi pada lansia

Riset Kesehatan Dasar adalah salah satu riset kesehatan berskala nasional yang
dikerjakan setiap lima bahkan enam tahun sekali. Riset ini menjelaskan sekumpulan
jumlah kondisi kesehatan pada berbagai kelompok masyarakat di Indonesia, termasuk
pada lansia.

Berikut ini adalah penyakit yang paling banyak menjangkit lansia di Indonesia,
menurut Riskesdas 2013:

1. Hipertensi

Hipertensi atau sering disebut juga darah tinggi menjadi penyakit nomor satu yang
paling sering bahkan banyak terjadi pada lansia. Semakin tua usia maka tekanan darah
akan cenderung lebih meningkat. Tapi ini adalah proses yang alami ketika usia mulai
menua. Namun tekanan darah tinggi tetap jadi ancaman bagi lansia karena dapat
menyebabkan penyakit stroke bahkan penyakit jantung.

2. Artritis (Radang Sendi)

Ini penyakit nomor dua yang sering terjadi pada lansia di Indonesia. Artritis
merupakan peradangan di salah satu sendi atau bahkan lebih. Penyakit ini di tandai
dengan rasa nyeri, bengkak, kekakuan pada sendi. Sehingga, dapat menyebabkan
pergerakan lansia menjadi terbatas. Semakin bertambah nya usia lansia penyakit ini
bahkan bisa lebih buruk.

3. Stroke

Stroke merupakan keadaan yang sangat berbahaya dan butuh pertolongan cepat
untuk mengurangi atau meminimalkan kerusakan pada otak. Stroke terjadi pada saat
suplai darah ke otak tidak terpenuhi. Sehingga jaringan otak tidak mendapatkan nutrisi
maupun oksigen yang cukup untuk melakukan fungsinya.

Lansia merupakan kelompok usia yang sering mengalami stroke. Beberapa gejala
stroke adalah mati rasa pada bagian wajah, tangan, atau kaki di salah satu sisi tubuh.
Penurunan penglihatan di salah satu atau kedua mata, kesulitan bicara atau memahami
perkataan orang lain, sakit kepala mendadak tanpa tahu penyebabnya, dan kehilangan
keseimbangan saat berjalan.

4. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

Penyakit yang menempati urutan ke empat ini adalah penyakit yang banyak terjadi
pada lansia. PPOK adalah istilah yang mengacu pada sekelompok penyakit paru yang
menghalangi aliran udara sehingga membuat penderitanya sulit untuk bernafas.
Emfisema dan bronchitis kronis merupakan dua kondisi paling umum yang
menyebabkan PPOK.

5. Diabetes Melitus
Diabetes yang berada di urutan kelima dalam penyakit pada lansia, usia yang
semakin tua membuat tubuh banyak perubahan, termasuk perubahan dalam cara tubuh
menggunakan gula darah. Akibatnya, banyak lansia yang menderita diabetes karena
tubuhnya tidak bisa mengguanakan gula darah dengan efisien.

Diabetes merupakan penyakit yang dijuluki sebagai “Ibu dari segala penyakit”.
Sehingga perawatan perlu dilakukan jika mengalami diabetes. Mengontrol asupan
makanan dan olahraga yang teratur merupakn dua cara yang penting untuk mengontrol
kadar gula dalam darah.

2.2.1 Defiisi Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun yang


mengakibatkan peradangan kronis pada sendi. Penyakit autoimun adalah penyakit
yang terjadi ketika jaringan-jaringan tubuh diserang oleh sistem imunnya sendiri yang
keliru (Aletha et al., 2010). RA juga merupakan inflamasi non-bakterial yang bersifat
sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi
secara simetris. (chairuddin ,2003 dalam nurarif & Kusumah, 2015).

Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan “itis”
yang berarti peradangan. Secara umum, arthritis berarti adanya radang pada sendi.
Sedangkan Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya kaki dan tangan) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi (Febriana,
2015).
Penyakit ini sering mengakibatkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyak terkena
penduduk pada usia produktif sehingga dapat memberi dampak sosial dan ekonomi
yang besar. Diagnosis dini sering menghadapi kendala karena pada masa dini sering
belum didapatkan gambaran karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan
waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang adekuat
(Febriana, 2015)

2.2.2 Etiologi
Penyebab utama dari reumathoid arthritis belum diketahui pasti. Tetapi ada
beberapa teori yang mengatakan penyebab dari reumathoid arthritis adalah infeksi
stretokokus non-hemolitikus, endokrin, autoimun, metabolik, dan faktor genetic serta
berbagai faktor pemicu lingkungan.
Pada saat ini, rheumatoid arthritis diduga di akibatkan oleh faktor autoimun dan
infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor injeksi mungkin
disebabkan oleh virus dan organisme mikroplasma atau group difterioid yang
menghasilkan antigen kolagen tipe II dari tulang rawan sendi penderita (Nurarif &
Kusumah, 2015).

2.2.3 Patofisiologi

Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama


terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam
sendi. Enzim-enzim ini yang akan memecah kolagen sehingga terjadi edema,
proliferasi membran synovial dan nanti pada akhirnya pembentukan pannus. Pannus
akan menghancurkan tulang rawan dan menyebabkan erosi tulang. Akibatnya adalah
menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut
terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).

2.2.4 Manifestasi Klinik

Tanda-tanda pada penyakit RA adalah nyeri, kekauan pagi (biasanya kurang lebih
satu jam), pembengkakan, hangat, kemerahan, dan keterbatasan fungsi. Ada tanda-
tanda yang sering muncul tambahan adalah kelelahan, malaise, nodul rheumatoid, dan
nyeri pada saat malam hari. Apabila penyakit ini berlanjut maka, tanda-tanda sinovitis
kronis menjadi lebih sering muncul. Sinovitis kronis dengan proliferasi sinovial
atenden dan efusi sendi dapat membawa kepada instabilitas sendi. Pada waktu yang
sama, pannus destruktif memusnahkan kartilago dan tulang subkondral yang
mengakibatkan terjadinya deformitas sendi. (Dubey, S., Adebajo, A., 2008).
2.2.5 Klasifikasi Reumatik

Ditinjau dari lokasi patologis maka jenis rematik tersebut dapat dibedakan dalam
dua kelompok besar yaitu reumatik artikular dan Non artikular. Reumatik artikular
atau arthritis (radang sendi) adalah gangguan rematik yang berada di persendiaan.
Diantaranya meliputi arthritis rheumatoid, osteoarthritis dan gout arthritis. Rematik
non artikular atau ekstra artikular yaitu gangguan rematik yang disebabkan oleh proses
diluar persendian diantaranya bursitis,fibrositis dan sciatica (hembing,2006 dalam
Iwayan:9). Reumatik dapat dikelompokan dalam beberapa golongan yaitu sebagai
berikut :

1. Osteoartritis.
Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri,
deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi-sendi tangan dan sendi
besar yang menanggung beban.
2. Artritis Rematoid.
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ
tubuh.Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini
berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga
menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.
3. Olimialgia Reumatik.
Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri dan kekakuan
yang terutama mengenai otot ekstremitas proksimal, leher, bahu dan panggul.
Terutama mengenai usia pertengahan atau usia lanjut sekitar 50 tahun ke atas.
4. Artritis Gout (Pirai).
Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran khusus,
yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria dari pada wanita. Pada
pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita biasanya mendekati
masa menopause.
2.3.1 Klasifikasi dan Menilai Derajat Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran seberapa parah byeri yang dirasakan oleh
seseorang, pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual dan kemungkinan
nyeri dalam intensitas yang sama di rasakan sangat berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan obyektif yang paling memungkinkan adalah memakai respon fisiologik tubuh
terhadap nyeri itu tersendiri. Namun gambaran tentang nyeri belum dapat tergambarkan
(Anas Tamsuri, 2006).
Nyeri berdasarkan jenisnya yaitu terbagi menjadi dua :
1. Nyeri akut
Adalah nyeri yang datang secara tiba-tiba dan cepat mereda, tidak sampai melebihi 6
bulan dan sering di tandai adanya peningkatan tegangan otot (Hidayat, 2010).
2. Nyeri Kronis
Adalah nyeri yang datangnya secara perlahan, biasanya berlangsung dalam waktu
yang cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan yang termasuk kriteria ini merupakan nyeri
terminal, syndrome nyeri kronis, nyeri psikosomatik (Hidayat, 2010).

2.3.2 Mengatasi Nyeri

Secara farmakologik lebih sering di pakai dalam penatalaksanaan rasa nyeri, tapi
non farmakologik adalah pengobatan yang efektif untuk rasa nyeri yang ringan dan
sedikit terjadi efek samping, dan lebih terjangkau (Suharko, 2006). Massage, relaksasi
dan guide imagery, kompres panas, kompres dingin, stimulasi saraf dengan listrik
transkutan, sentuhan terapeutik, meditasi, akupresur, hipnotis , TENS (Transcuntanes
Electrical Nerve Stimulation). Cara-cara ini pada dasarnya aman, dapat dengan mudah
dan bisa dilakukan di rumah maupun lingkungan fasilitas perawatan akut (Mickey S dan
Patricia GB, 2007).
1. Teknik distraksi merupakan teknik yang dilakukan untuk mengalihkan focus klien
dari nyeri seperti : melakukan sesuatu yang sangat disukai, bernafas lembut dan
berirama secara teratur.
2. Terapi musik merupakan proses interpersonal dipakai untuk mempengaruhi keadaan
fisik, mental, estetik, emosional dan spiritual, untuk mendukung proses belajar dari
meningkatkan rasa percaya diri.
3. Massage atau pijatan adalah memanipulasi yang dipakai pada jaringan lunak yang
bertujuan untuk mengatasi masalah fisik, fungsional atau bahkan psikologi. Teknik
massage yang bisa diberikan antara lain : remasan, gesekan, eflurasi, selang seling
tangan, petriasi, tekanan.
4. Guide imaginary adalah upaya yang dikerjakan untuk mengalihkan persepsi rasa
nyeri dengan cara mendorong pasien untuk mengkhayal dengan membimbing.
5. Relaksasi merupakan keadaan dimana seseorang di perintahkan membayangkan
dirinya dalam keadaan damai dan tenang.
6. Akupuntur adalah tehnik pengobatan dari negeri cina untuk menghadang chi dengan
jarum dan menusuknya ke titik-titik tubuh tertentu bertujuan untuk menciptakan
keseimbangan yin dan yang.
7. Termal terapi adalah terapi dengan memanaskan bagian tubuh yang nyeri , otot yang
lelah akan membuka pembuluh darah sehingga meningkatkan aliran oksigen dan
menghilangkan iritasi kimia yang terjadi (Turk & Winter, 2005).

2.4.1 Definisi Back Massage

1. Massage
yaitu tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak, bisanya otot, tendon
atau ligamen, tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan posisi sendi,
menghasilkan relaksasi, dan meningkatkan sirkulasi (Henderson, 2006).
2. Manfaat Massage
Massage akan membantu memperlancar metabolisme dalam tubuh.
Treatmentmassage akan mempengaruhi proses kontraksi dinding kapiler sehingga
terjadi keadaan vasodilatasi atau melebarnya pembuluh darah kapiler dan pembuluh
getah bening. Aliran oksigen dalam darah meningkat, pembuangan sisa-sisa metabolic
semakin lancar sehingga memacu hormone endorphin yang berfungsi memberikan
rasa nyaman.
3. Back Massage
Back massage adalah tindakan massage yang dilakukan pada bagian punggung
dengan usapan yang perlahan selama 3-10 menit (Potter & Perry, 2005). Massage
punggung ini dapat menyebabkan timbulnya mekanisme penutupan terhadap impuls
nyeri saat melakukan gosokan penggung yang dilakukan dengan lembut.
Massage yaitu tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak, bisanya otot,
tendon atau ligamen, tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan posisi sendi,
menghasilkan relaksasi, dan meningkatkan sirkulasi (Henderson, 2006). Sedangkan
Back massage itu sendiriadalahtindakan massageyang dilakukan pada bagian
punggung dengan usapan yang perlahan selama 3-10 menit (Potter & Perry, 2005).

2.5.1 Pengaruh Terapi Back Massage

Penelitian yang telah dilakukan oleh Dessty Intan Permata Sari dengan judul
“Efektifitas Senam Rematik dan Terapi Back Massage Terhadap Penurunan Nyeri
Osteoarthritis Pada Lanjut Usia di Panti Werdah Dhama Bhakti Surakarta Tahun
2016”. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, desain quasi experiment.
Rancangan penelitian menggunakan cross over design. Jumlah populasi yang di teliti
adalah seluruh Panti yang berjumlah 22 lansia. Sampel sebanyak 18 responden dan
pengumpulan sampel menggunakan purposive sampling. Hasil perhitungan,
disimpulkan bahwa beda efektivitas bahwa terapi Back massage lebih efektif dari
senam rematik.
Penelitian yang telah dilakukan Thomas Kristanto dengan judul “Pengaruh Terapi
Back Massage terhadap Intensitas Nyeri Reumatik Pada Lansia Di Wilayah
Puskesmas Pembantu Karang Asem pada Tahun 2011. Rancangan penelitian
menggunakan metode pre eksperimental dengan pendekatan one group pretes-
prosttest, Populasi penelitian ini ada 122 lansia, tetapi hanya 13 yang menderita
reumatik. Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah dengan menggunakan
teknik total sampling dan analisa data menggunakan uji statistic non parametric
Wilcoxon Signed Ranks Test. Ada pengaruh antara terapi back massage terhadap
penurunan intensitas nyeri reumatik pada lansia di wilayah Puskesmas pembantu
Karang Asem.
2.6.1 Kerangka Teori

Lansia < 60

Hipertensi PPOK Radang Sendi STROKE DM


(RA)

Osteoarthritis Athitis Gout athitis Olimialgia


remathoid reumatik

Farmakologi Non
Farmakologi

Terapi Teknik Massage Guide Relaksasi Akupuntur Termal


Musik Distraksi imaginary Terapi

Anda mungkin juga menyukai