Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

“PENDIDIKAN AGAMA ISLAM”

Disusun Oleh :

1. INDAH CAHYANI NPM: 1740604004

2. ZAIDA AINURFITRI NPM: 1740604032

3. SULASTRI HANDAYANI NPM: 1740604046

Kelompok 1

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2017
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena dengan rahmat,
karunia serta taufik dan hidayah-Nya, saya dapat menyusun makalah ini yang didalamnya
terdapat beberapa judul untuk menjadi pembelajaran untuk kita semua. Saya juga berterima
kasih kepada Ibu Wati Ningsih selaku pengajar mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang
telah memberikan tugas ini.

Harapan saya, makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kepada pembaca dan yang terpenting yaitu kepada saya sendiri. saya juga
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata yang sempurna.
Oleh karena itu, saya mengharapkan adanya kritikan dan saran serta usulan demi perbaikan
makalah ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya.
Sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan mohon kritikan dan sarannya yang membangun.

Lubuklinggau, 7 November 2019

[Type text] Page i


DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ………………….................……………………………….……… i
DAFTAR ISI ………..…………………………..................……………….……………… ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………........................…………………………. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................………....… 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................……….…... 1
C. Tujuan .....................................................................................................…….……... 2
D. Manfaat ....................................................................................................……….…... 2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................... 3
A. Pendidikan Agama Islam dalam perguruan tinggi ...................................………......... 3
B. Islam Dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi ……….……………………..….. 5
C. Islam Membangun persatuan dalam keagamaan ……………….……………...…...12
D. Kontribusi Islam dalam mengembangkan peradaban dunia ……………………….. 15
E. Peran Dan Fungsi masjid kampus dalam pembangunan budaya islam…………...... 16
F. Pandangan islam tentang zakat dan pajak ……………………………...………….. 18
G. Agama Islam menjamin kebahagiaan …. ……………………………...………….. 18

BAB III PENUTUP .............................................................................................................22


A. Kesimpulan ..............................................................................................……….….. 22
B. Saran ........................................................................................................……….….. 23

DAFTAR PUSTAKA

[Type text] Page ii


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama "ditantang" untuk bisa hidup secara eksistensial. Agama pun
diharapkan memiliki signifikansi moral dan kemanusiaan bagi keberlangsungan hidup
umat manusia. Secara realistik, tugas semacam itu masih dibenturkan dengan adanya
kehadiran modernitas yang terus- menerus berubah dan menari-nari di atas pusaran dunia
sehingga menimbulkan gesekan bagi agama.
Dalam penampakan dunia yang sangat kompleks ini, peran agama tidak bisa
dipandang sebelah mata. Kehidupan yang sangat dinamis ini merupakan realitas yang
tidak bisa dihindarkan dan perlu direspon dalam konstruksi pemahaman agama yang
dinamis pula. Tarik-menarik antara tradisi (agama) dan modernitas menjadi wacana yang
masih hangat untuk selalu diperdebatkan. Ada kesan bahwa agama itu bertolak belakang
dengan modernitas.
Agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, terdapat berbagai
petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan.
Islam yang diakui pemeluknya sebagai agama terakhir dan penutup
dirangkaikan petunjuk Tuhan untuk membimbing kehidupan manusia, mengklaim dirinya
sebagai agama yang paling sempurna. Peradaban Islam dipahami sebagai akumulasi
terpadu antara normanitas Islam dan historitas manusia di muka bumi yang selalu
berubah-ubah. Maka setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan
reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan dengan tingkat pemikiran manusia zaman
ini. Nasib agama Islam di zaman modren ini sangat ditentukan sejauh mana kemampuan
umat Islam merespon secara tepat tuntutan dan perubahan sejarah yang terjadi di era
modern ini.
Secara teologis, Islam merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat ilahiah
(transenden). Pada posisi ini Islam adalah pandangan dunia (weltanschaung) yang
memberikan kacamata pada manusia dalam memahami realitas. Secara sosiologis, Islam
merupakan fenomena peradaban, realitas sosial kemanusiaan.

[Type text] Page 1


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan kami angkat
dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:

A. Pendidikan Agama Islam dalam perguruan tinggi


B. Islam Dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi
C. Islam Membangun persatuan dalam keagamaan
D. Kontribusi Islam dalam mengembangkan peradaban dunia
E. Peran Dan Fungsi masjid kampus dalam pembangunan budaya islam
F. Pandangan islam tentang zakat dan pajak
G. Agama Islam menjamin kebahagiaan
C. Tujuan
1. Mengetahui apa Manfaat Pendidikan Agama Islam dalam perguruan tinggi
2. Mengetahui bagaimana Islam Dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi
3. Mengetahui bagaimana Islam Membangun persatuan dalam keagamaan
4. Mengetahui apa Kontribusi Islam dalam mengembangkan peradaban dunia
5. Mengetahui apa Peran Dan Fungsi masjid kampus dalam pembangunan budaya
islam
6. Mengetahui bagaimana Pandangan islam tentang zakat dan pajak
7. Mengetahui bagaimana Agama Islam menjamin kebahagiaan

D. Manfaat
Agar penulis beserta pembaca dapat mengetahui apa manfaat pendidikan agama
islam dalam perguruan tinggi , bagaimana islam dalam menghadapi tantangan
modernisasi , Mengetahui bagaimana Islam Membangun persatuan dalam
keagamaan , Mengetahui apa Kontribusi Islam dalam mengembangkan peradaban
dunia , Mengetahui apa Peran Dan Fungsi masjid kampus dalam pembangunan
budaya islam , Mengetahui bagaimana Pandangan islam tentang zakat dan pajak
Mengetahui bagaimana Agama Islam menjamin kebahagiaan
sehingga dapat menumbuhkan generasi yang bermutu dan sesuai syariat islam.

[Type text] Page 2


BAB II
PEMBAHASAN

A. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA PERGUTUAN TINGGI


UMUM

1. Kedudukan Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum

Sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia telah mencatat bahwa pada tahun


1910, pendapat umum masih menyatakan bahwa Indonesia belum layak memiliki perguruan
tinggi. Namun ada pula suara-suara yang menyatakan bahwa pada suatu saat nanti Indonesia
harus mempunyai perguruan tinggi untuk melatih para ahli dan pekerja pada kedudukan yang
lebih tinggi. Sebaliknya ada pula pendapat bahwa pendidikan tinggi bagi orang Indonesia
akan merusak pribadinya karena tidak sesuai lagi dengan lingkungan dan akan mengalami
konflik untuk mengasimilasikan diri dengan masyarakat Belanda.1

Ada pula keragu-raguan apakah orang Indonesia dapat dididik dalam ilmu
pengetahuan yang setaraf dengan orang Barat, sekalipun orang Indonesia telah menunjukkan
prestasi yang luar biasa dalam mencapai gelar akademik. Secara historis sosial politik, pada
saat itu Indonesia adalah negara jajahan Belanda. Salah satu ciri Belanda dalam menjajah
ialah melakukan pembodohan terhadap negara jajahannya. Jadi tidaklah mengherankan jika
situasi seperti ini yang muncul pada saat itu.2 Cara Belanda menjajah sangat berbeda dengan
cara Inggris. Kalau Inggris justru mencerdaskan negara jajahannya. Apabila negara
jajahannya mulai ‘cerdas’ mereka memberi kemerdekaan. Seiring itu pula waktu terus
berjalan dan dukungan terhadap perguruan tinggi di Indonesia bertambah kuat.

Pada tahun 1919 dimulai pembangunan gedung perguruan tinggi teknik di Bandung
yang secara resmi dibuka pada tahun 1920. Dengan ini lengkaplah sistem pendidikan di
Indonesia yang memungkinkan seorang anak bangsa menempuh pendidikan dari sekolah

[Type text] Page 3


rendah sampai pendidikan tertinggi melalui suatu rangkaian sekolah yang saling berkaitan.
Bagi anak-anak Indonesia jalan ini masih sempit, akan tetapi jalan itu telah ada.

Ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil dari peristiwa ini antara lain jangan
pernah menyerah sebelum mencoba. Karena Allah SWT sendiri telah mengingatkan kita
bahwa Dia tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali oleh kaum itu sendiri.

Kemudian dalam perjalan sejarah pendidikan di Indonesia, pada tanggal 2 April 1950
tepatnya di Yogyakarta muncullah UU No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan
Pengajaran di Sekolah untuk seluruh Indonesia. Jika kita tinjau dari segi politik pada saat itu
bentuk negara Indonesia adalah Republik Indonesia Serikat (RIS) dan ibukota negara berada
di Yogyakarta. Kedudukan pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum dalam UU
No. 4 tahun 1950 belum dibicarakan secara spesifik. Baik itu dalam tujuan umum pendidikan
maupun dalam tujuan pendidikan tinggi. Berikut kutipan bunyi pasal 3, pasal 7 ayat 4 dan
pasal 20 yang menunjukkan hal tersebut:

1. Pasal 3
Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan
masyarakat dan tanah air.
2. Pasal 7
Ayat 4, Pendidikan dan pengajaran tinggi bermaksud memberi kesempatan kepada
pelajar untuk menjadi orang yang dapat memberi pimpinan di dalam masyarakat dan
yang dapat memelihara kemajuan ilmu dan kemajuan hidup kemasyarakatan.
3. Pasal 20.
Ayat 1, Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid
menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
Ayat 2, Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur
dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.3

Dari rumusan pasal-pasal di atas, dapat dinyatakan bahwa tidak tercermin adanya
perhatian terhadap usaha pembinaan mental spiritual dan keagamaan secara terus menerus
melalui proses pendidikan. Dengan kata lain kedudukan pendidikan agama Islam dalam
Undang-Undang ini masih sangat lemah. Kondisi ini bisa dipahami jika kita meninjau
perjalanan hadirnya Undang-Undang ini, bahwa Undang-Undang No. 4 tahun 1950 tidak

[Type text] Page 4


lahir dengan begitu saja, tapi melalui proses panjang seperti halnya pembentukan UU
Sisdiknas tahun 2003 yang sulit untuk disahkan karena banyak kepentingan, baik secara
politik, sosial, budaya, ekonomi dan emosi keagamaan turut ikut serta di dalamnya.

Selanjutnya Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi baru dimulai sejak tahun 1960
dengan adanya ketetapan MPRS No. II/ MPRS/1960 yang berarti pendidikan agama sebelum
itu secara formalnya baru diberikan di Sekolah Rakyat sampai dengan Sekolah Lanjutan
Tingkat atas saja. Adapun dasar operasionalnya, pelaksanaan pendidikan Agama di
Perguruan Tinggi tersebut ditetapkan dalam UU No. 22 Tahun 1961 tentang Perguruan
Tinggi. Dalam Bab III Pasal 9 ayat 2 sub b, terdapat ketentuan sebagai berikut: ”Pada
Perguruan Tinggi Negeri diberikan Pendidikan Agama sebagai mata pelajaran dengan
pengertian bahwa mahasiswa berhak tidak ikut serta apabila menyatakan keberatan”.4

Jika merujuk pada sejarah, dapat dipahami bahwa sebelum tahun 1965 salah satu
organisasi politik yang berpengaruh di parlemen adalah Partai Komunis Indonesia. Maka
tidak heran jika dalam mengambil kebijakan tentang pendidikan di parlemen, mereka tentu
berusaha memasukkan misi-misinya. Agar segala sesuatunya tetap terlihat ‘bijak’, unsur
pendidikan agama tetap dimasukkan dalam mata kuliah, namun diberi kebebasan jika tidak
berkenan untuk mengikutinya.5

Kemudian setelah meletusnya G. 30 S. PKI. pada tahun 1965, diadakan sidang umum
MPRS pada tahun 1966, maka mulai saat itu status pendidikan agama di sekolah-sekolah
berubah dan bertambah kuat. Dengan adanya ketetapan MPRS XXVII/MPRS/1966 Bab I
pasal 1 berbunyi: “Menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah
mulai dari SD sampai dengan Universitas-Universitas Negeri.”6

Berikutnya pada tanggal 27 Maret 1989 hadirlah UU No. 2 tahun 1989. Kedudukan
Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi dalam Undang-Undang ini secara umum
tertuang dalam tujuan Pendidikan Nasional tercantum dalam Bab II pasal 4 yang berbunyi:

[Type text] Page 5


“Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”7 Kemudian dari segi kurikulum, telah dinyatakan
dalam pasal 39 ayat 2, yaitu:
Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikah wajib memuat:

a. Pendidikan Pancasila
b. Pendidikan agama dan
c. Pendidikan kewarganegaraan.

Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi dalam proses belajarnya
menggunakan sistem kredit semester yang masing-masing perguruan tinggi menggunakan
jumlah dan besar SKS yang bervariasi. Rata-rata pendidikan agama Islam di perguruan tinggi
hanya mendapat 2 SKS dalam satu semester awal yang dimasukkan dalam komponen mata
kuliah MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum).8

Kemudian muncul SK Mendiknas No. 232/U/2000 pada tanggal 20 Desember 2000


tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar
Mahasiswa, pada Bab I. Ketentuan Umum, yaitu pada pasal 1 ayat 7 dinyatakan bahwa
Kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK) adalah kelompok bahan kajian
dan pelajaran untuk mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap dan
mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Selanjutnya Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi umum, menurut Keputusan


Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor: 43/DIKTI/Kep/2006 Tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi menjelaskan Visi dan Misi
Mata kuliah Pengembangan Kepribadian serta Kompetensi MPK sebagai berikut: Pasal 1.
Visi Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) Visi kelompok MPK di
perguruan tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan

[Type text] Page 6


penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan
kepribadiannya sebagai manusia Indonesia seutuhnya. Pasal 2. Misi Kelompok Mata kuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK) Misi kelompok MPK di perguruan tinggi membantu
mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-
nilai dasar keagamaan dan kebudyaan, rasa kebangsaan dan cinta tanah air sepanjang hayat
dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
yang dimilikinya dengan rasa tanggungjawab. Pasal 3. Kompetensi Kelompok Matakuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK).

2. Problem Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum

Dinamika pendidikan agama Islam dalam arti secara luas di perguruan tinggi umum
tidak terlepas dari beberapa faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung adalah
adanya sarana ibadah (Masjid/Musallah), tenaga kependidikan Islam, lembaga-lembaga
kerohanian Islam, tersedianya sumber pendanaan, situasi dan lingkungan yang kondusif,
pernik-pernik simbol Islam, dukungan pimpinan, baik moril maupun materil. Sementara
faktor penghambatnya adalah manakala komponen-komponen tersebut tidak ada di kampus.

Adapun faktor eksternal yang dipandang sebagai penghambat kehidupan keagamaan,


khususnya di kampus adalah situasi politik negara pada tahun 1970-an hingga 1980-an.
Memang sejak awal kelahirannya sikap pemerintah Orde Baru terhadap umat Islam
mengikuti pola kebijakan yang diterapkan Belanda, yaitu sikap toleran dan bersahabat
terhadap Islam sebagai kelompok sosial-keagamaan, akan tetapi tanda-tanda sebagai
kekuatan politik yang menentang kehendak penguasa.9 Pada masa-masa itu selain terjadi
marjinalisasi Islam politik, rezim pemerintahan Orde Baru juga melakukan usaha-usaha
untuk menetralisir pengaruh Islam dalam ranah politik.

Para pemimpin awal Orde Baru bukan hanya berkepentingan untuk mengekang
pengaruh kultural Islam, melainkan juga berusaha untuk memperbesar otonomi varian
keagamaan “abangan” sebagai sebuah penyeimbang politik. Rezim Orde Baru juga menolak

[Type text] Page 7


untuk menggunakan bahkan simbol Islam di lingkungan negara (the official sphere)... Rezim
Orde Baru mulai mengagung-agungkan politik dan budaya Jawa neo-klasik dan
mengembangkan bahasa yang sangat didominasi Sansekerta. Kerajaan Hindu Majapahit yang
besar dijadikan sebagai pusat teladan. Istana presiden diberi nama Bina Graha, butir-butir
Pancasila disebut Eka Prasetya Pancakarsa, dan seterusnya. Pada tahun 1973, para pemimpin
Orde Baru yang berorientasi “abangan” melangkah lebih jauh dengan mengakui kebatinan
sebagai agama tersendiri. Upaya yang dilegalisaskan lewat Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN) tersebut akhirnya mendapat tantangan kuat dari kaum Muslim.10

Selain itu, depolitisasi dunia akademis juga berlangsung secara nyata sejak akhir
tahun 1970-an. Setelah terjadinya serangkaian demonstrasi mahasiswa selama tahun 1974-
1978, yang memprotes semakin dalamnya penetrasi para investor asing, para pemodal
keturuan Cina, para pejabat pemerintah, dan keluarga Soeharto dalam aktivitas bisnis,
akhirnya Kopkamtib menanggapinya dengan membubarkan semua Dewan Mahasiswa pada
Januari 1978. Setelah itu politik di kampus dianggap sebagai

“abnormal”. Untuk “menormalisasi” kehidupan kampus, tangan kanan Ali Murtopo di Center
for Srategic and International studies (CSIS), Daud Jusuf diangkat sebagai Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan yang baru (1978-1983). Di bawah kebijakannya yang represif,
forum akademis dan organisasi-organisasi mahasiswa didepolitisasi lewat sebuah kebijakan
yang dikenal sebagai “Normalisasi Kehidupan Kampus” (NKK). Konsekuensinya, forum
akademis, organisasi mahasiswa, dan kelompokkelompok keagamaan mahasiswa dari
generasi ini dikontrol sangat ketat oleh aparatur keamanan.11

Berdasarkan uraian-uraian di atas, ditemukan juga beberapa problem lain yang masih
menjadi batu sandungan. Bagaimana mewujudkan tujuan-tujuan tersebut seefektif mungkin.
Beberapa problem tersebut antara lain:

1. Beban SKS yang minimalis (hanya 2 SKS)


Frekuensi perkuliahan agama yang hanya 2 SKS dirasa kurang memadai
mengingat harapan yang demikian besar kepada pendidikan agama. Oleh karena itu
bobotnya dipandang perlu untuk ditingkatkan menjadi 4 SKS. Kecuali tenaga

[Type text] Page 8


pendidik di perguruan tinggi umum mampu mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan
agama Islam dalam mata kuliah lain. Begitu juga dosen untuk mata kuliah pendidikan
agama Islam, namun skill ini masih sulit didapat.

2. Pola pembelajaran yang berkelanjutan


Perlunya menjabarkan pendidikan agama di perguruan tinggi, sebagai
kelanjutan dari materi pendidikan agama dari TK sampai dengan SLTA. Apabila pada
tingkat TK materi pendidikan agama tekanannya kepada akhlak, tingkat SD kepada
ibadah, tingkat SLTP kepada muamalat, tingkat SLTA kepada munakahat, maka pada
perguruan tinggi materi pendidikan agama diarahkan kepada pengenalan terhadap
perkembangan pemikiran dalam Islam. Penyusunan program seperti ini secara
berkelanjutan dapat pula disusun pada mata kuliah agama lain.

Namun pola ini lah yang belum muncul, bahkan terkadang kita jumpai ada
tenaga pendidik yang menganggap pembelajaran pendidikan agama islam itu itu-itu
saja dari SD sampai perguruan tinggi. Paradigma tenaga pendidik yang seperti ini
menunjukkan betapa Pendidikan Agama Islam cenderung dinilai dari segi simbolis-
kuantitatif, dan bukan substansial-kualitatif. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga
pendidiknya pun belum mampu menumbuhkan kesinambungan pendidikan itu.

3. Pola pengembangan pendidikan agama Islam


Fenomena pengembangan pendidikan agama Islam di sekolah atau Perguruan
Tinggi Umum tampaknya sangat bervariasi. Dalam arti ada yang cukup puas dengan
pola horizontal lateral (independent), yakni bidang studi (non-agama) kadang-kadang
berdiri sendiri tanpa dikonsultasikan dan berinteraksi dengan nilai-nilai agama, dan
ada yang mengembangkan pola relasi lateral-sekuensial, yakni bidang studi (non
agama) dikonsultasikan dengan nilai-nilai agama. Ada pula yang mengembangkan
pola vertical linier, mendudukkan agama sebagai sumber nilai atau sumber konsultasi
dari berbagai bidang studi. Namun demikian, pada umumnya dikembangkan ke pola
horizontal-lateral (independent), kecuali bagi lembaga pendidikan tertentu yang
memiliki komitmen, kemampuan, atau political will dalam mewujudkan
relasi/hubungan lateral-sekuensial dan vertical linier.

Dari kutipan di atas dapat dinyatakan bahwa masih banyak perguruan tinggi
umum yang menjadikan Pendidikan Agama Islam sebagai mata kuliah yang berdiri
sendiri. Tidak terintegrasi dengan mata kuliah yang lain.

[Type text] Page 9


4. Tenaga pendidik/Dosen agama Islam
Faktor inilah yang memegang central core (intinya) pelaksanaan pelajaran
agama Islam di Perguruan Tinggi. Bagaimanapun dosen yang mengajar di Perguruan
Tinggi harus sarjana dari suatu Perguruan Tinggi. Selain dari itu, kesediaan dari para
pengasuh pendidik agama di perguruan tinggi untuk mengembangkan kemampuan
penalaran akademisnya. Misalnya, untuk mengikuti program S-2 dan S-3 merupakan
hal yang sangat dianjurkan. Karena dengan demikianlah diharapkan munculnya
kemampuan untuk mengembangkan memahami ajaran-ajaran agama secara
komprehensif, dan atas dasar itu tumbuhlah rasa kebanggaan terhadap ajaran agama
yang dianutnya. Karena mengikuti kuliah agama diharapkan tidak hanya bagi
mahasiswa sekedar mengejar target 2 (dua) SKS, tetapi yang lebih penting lagi
semakin meyakini akan kebenaran ajaran agama yang dianutnya.

Namun kebijakan ini terkadang ditanggapi sebagai suatu pemaksaan. Sehingga


tidak jarang, banyak dosen yang melanjutkan jenjang pendidikannya, tetapi tidak
mengikuti proses pembelajaran yang semestinya. Dosen-dosen seperti ini cenderung
beranggapan ijazah lebih penting daripada proses tersebut. Inilah yang menyebabkan
banyak sarjana-sarjana ‘mandul’ di Indonesia. Sarjana-sarjana yang motivasi
belajarnya telah mati, namun masih tergiur dengan iming-iming tahta. Mereka tak
ubahnya sebagai penyembah berhala di era digital ini. Maka jika kita sekarang
meributkan tentang pendidikan karakter, muncullah suatu pertanyaan; dari manakah
pendidikan karakter itu harus dimulai? Fenomena ini tak ubahnya bagaikan lingkaran
setan.

5. Perilaku mahasiswa yang menyimpang dari nilai-nilai akademik


Melalui media cetak atau pun media elektronik kita selalu mendapati berita
yang menunjukkan berbagai perilaku mahasiswa yang jauh dari nilai-nilai akademik.
Misalnya saja banyak mahasiswa yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa amoral, sex
bebas, aksi tawuran, perkelahian, tindak kriminalitas, geng motor dan lain-lain.

Fenomena di atas menunjukkan betapa pendidikan agama di perguruan tinggi


nyaris ‘tidak tepat sasaran’. Problem pendidikan agama ini tidak lain cerminan
problem hidup keberagamaan di Tanah Air yang telah terjebak ke dalam formalisme
agama. Pemerintah merasa puas sudah mensyaratkan pendidikan agama sebagai mata
kuliah wajib dalam kurikulum. Guru agama merasa puas sudah mengajarkan materi
pelajaran sesuai kurikulum. Peserta didik merasa sudah beragama dengan menghafal

[Type text] Page 10


materi pelajaran agama. Semua pihak merasa puas dengan obyektifikasi agama dalam
bentuk kurikulum dan nilai rapor atau nilai mata kuliah, namun jauh dari
implementasinya. Perlu juga kita cermati, semata-mata menyalahkan pendidikan
agama untuk kasus seperti ini adalah tidak bijak. Tetapi itulah image yang terkadang
hadir di masyarakat.

6. Lingkungan kampus
Lingkungan perguruan tinggi berada harus juga dijadikan perhatian pendidik
yang bersangkutan dalam arti lingkungan sosio-kulturil; yang menjadi persoalan
dalam hubungan ini ialah: apakah dosen dan mahasiswa harus menyesuaikan diri?
Juga masih dalam masalah lingkungan yaitu yang langsung berpengaruh pada
mahasiswa dalam kampus, atau bahkan dalam kelas perlu diciptakan religious
environment seperti adanya Musholla dalam kampus, peringatan-peringatan hari besar
Islam, tatasusila dalam pergaulan, berpakaian, bertingkah laku sopan, dan sebagainya.

Sehubungan dengan hal ini Azyumardi Azra juga mengemukakan bahwa


pendidikan memberikan kepada anak didik dorongan dan rasa berprestasi melalui
penguasaan pelajaran dengan sebaik-baiknya.12 Prestasi akademis yang mereka capai,
pada gilirannya, juga mendorong munculnya rasa elitisme, yang kemudian
memunculkan sikap dan gaya hidup tersendiri, termasuk dalam kehidupan politik.
Semakin terpisah lingkungan sekolah dari lingkungan masyarakat pada umumnya,
maka semakin tinggi pula sikap elitisme tersebut. Elitisme yang bersumber dari
sekolah ini kemudian memunculkan elitisme “terpisah” dari masyarakat; tetapi pada
saat yang bersamaan, mereka memegang pendapat bahwa dengan keunggulan dan
priveleges yang mereka miliki, mereka mempunyai “hak” alamiah untuk memerintah
masyarakat.
Mengacu pada beberapa kutipan di atas, lingkungan kampus juga mendukung
keberhasilan pendidikan agama Islam di perguruan tinggi umum.

Beberapa problem yang dipaparkan di atas hanyalah segelintir dari berbagai problem
kompleks yang hadir di sekitar kita. Kekhawatiran akan fenomena problem tersebut yang
nantinya berujung pada kegagalan pendidikan agama di perguruan tinggi. Ini dikhawatirkan
akan menimbulkan problem yang serius bagi jalannya pembangunan di masa depan karena

[Type text] Page 11


dikhawatirkan munculnya ilmuan yang disatu sisi memiliki tingkat keahlian yang tinggi
dalam disiplin ilmu yang ditekuninya tetapi mengalami kekosongan batin yaitu landasan etik,
moral dan dari ketinggian profesionalisme itu membawa dampak negatif yaitu tidak
diimbanginya penemuan itu dengan kokohnya prinsip-prinsip moral. Padahal tujuan
pendidikan itu sesungguhnya adalah memanusiakan manusia.13

Kemudian jika dihubungkan dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri, yaitu:
“Islamic education is an education which trains the sensibility of pupils in such a manner
that in their attitude to life, their actions, decisions and approach to all kinds of knowledge,
they are governed by the spiritual and deeply felt ethical values of Islam. They are trained,
and mentally disciplined, so that they want to acquire knowledge not merely to satisfy an
intellectual curiosity or just for material worldly benefit, but to develop as rational, righteous
beings and bring about the spiritual, moral and physical welfare of their families, their
people, their country and mankind”.14
Terjemahan bebasnya adalah: Pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih
kepekaan murid sedemikian rupa dalam menyikapi kehidupan, tindakan mereka, keputusan
dan pendekatan untuk semua jenis pengetahuan, mereka dibangun secara spiritual dan sangat
merasakan nilai-nilai etika Islam. Mereka dilatih, secara mental disiplin, sehingga mereka
ingin memperoleh pengetahuan bukan hanya untuk memuaskan keingintahuan intelektual
atau hanya untuk keuntungan materi duniawi, melainkan untuk berkembang secara rasional,
makhluk sebenarnya dan bermental spiritual, moral dan sumber kesejahteraan bagi keluarga
mereka, masyarakat disekitar mereka, negara mereka dan umat manusia.

Berdasarkan kutipan tujuan pendidikan Islam di atas, maka dapat dinyatakan betapa
pentingnya solusi guna menyelesaikan beberapa problem tersebut. Karena problem-problem
tersebut jika dibiarkan bisa bertransformasi menjadi bom waktu yang siap meledak kapan
saja.

3. Prospek Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum

Beranjak dari beberapa problem yang telah dipaparkan di atas maka kenyataan
tersebut telah mendorong pihak-pihak yang peduli akan pendidikan untuk melakukan
terobosan baru yang dapat mencerahkan prospek pendidikan agama di perguruan tinggi
umum. Beberapa terobosan tersebut antara lain:

[Type text] Page 12


1. Paradigma Baru Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama
Pada Perguruan Tinggi Umum terdapat perbedaan pengembangan pendidikan
Agama Islam. Perbedaan model ini muncul karena adanya perbedaan pemikiran
dalam memahami aspek-aspek kehidupan. Apakah agama merupakan bagian dari
aspek kehidupan, sehingga hidup beragama berarti menjalankan salah satu aspek dari
berbagai aspek kehidupan, ataukah agama merupakan sumber nilai-nilai dan
operasional kehidupan, sehingga agama akan mewarnai segala aspek kehidupan itu
sendiri?15 Maka dalam konteks ini muncullah model dikotomis, model mekanisme
dan model organism/sistemik.

Model dikotomis memandang segala sesuatu hanya dilihat dari dua sisi yang
berlawanan, seperti laki-laki dan perempuan, ada dan tidak ada, bulat dan tidak bulat,
pendidikan agama dan pendidikan non agama, demikian seterusnya. Pandangan
dikotomis tersebut pada gilirannya dikembangkan dalam memandang aspek
kehidupan dunia dan akhirat, kehidupan jasmani dan rohani, sehingga pendidikan
agama Islam hanya diletakkan pada aspek kehidupan akhirat saja atau kehidupan
rohani saja. Sedangkan model mekanisme memandang kehidupan terdiri atas berbagai
aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat
nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya,
bagaikan sebuah mesin yang terdiri dari beberapa komponen atau elemen-elemen,
yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri, dan antara satu dengan
lainnya bisa saling berkonsultasi atau tidak.

Model organism/sistemik dalam konteks pendidikan Islam bertolak dari


pandangan bahwa aktifitas kependidikan merupakan suatu sistem yang terdiri atas
komponen-komponen yang hidup bersama dan bekerja sama secara terpadu menuju
tujuan tertentu, yaitu terwujudnya hidup yang religius atau dijiwai oleh ajaran dan
nilai-nilai agama. Pandangan semacam itu menggaris bawahi pentingnya kerangka
pemikiran yang dibangun dari fundamental doctrines dan fundamental value yang
tertuang dan terkandung dalam al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber pokok. Ajaran
dan nilai-nilai Ilahi didudukkan sebagai sumber konsultasi yang bijak, sementara
aspek-aspek kehidupan lainnya didudukkan sebagai nilai-nilai insan yang mempunyai
hubungan vertikal-linier dengan nilai keagamaan.

[Type text] Page 13


Dari ketiga model tersebut maka model organism/sistemik yang paling ideal
jika disandingkan dengan Visi dan Misi PAI di perguruan tinggi umum. Hal ini sudah
tergambar dalam Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI No. 43/DIKTI/Kep/2006. Jika
hal ini dapat terealisasi, maka pendidikan agama Islam di perguruan tinggi umum
akan cerah prospeknya di masa yang akan datang.

2. Integrasi Inklusivitas Islam dalam Pendidikan Agama Islam.


Dadan Muttaqien dalam Prospek Pendidikan Agama Islam di Tengah
Perubahan Zaman menawarkan paradigma yang hampir senada dengan yang telah
diuraikan di bagian ‘a’. Paradigma tersebut dalam bentuk Integrasi Inklusivitas Islam
dalam Pendidikan Agama Islam. Pemaparannya dalam hal ini yaitu: Jika masih ingin
eksis dan survive, semangat inklusivitas ajaran Islam harus benar-benar integral
dalam materi ajar dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam.

Namun yang perlu menjadi catatan jangan sampai terjebak oleh inklusivitas
menurut retorika Barat dalam hal-hal teori tentang pluralisme, HAM dan lain-lainnya,
karena semua itu harus dikembalikan kepada sumbernya yang asli yaitu al-Qur’an dan
as-Sunnah meskipun tetap dengan semangat yang mengkritisi setiap interpretasi
terhadap kedua sumber tersebut. Sikap Islam terhadap pluralitas misalnya, merupakan
sikap pertengahan di antara dua kutub ekstrim pandangan manusia terhadap pluralitas
yang menolak pluralitas mentah-mentah dan yang menerima pluralitas mentah-
mentah.

Pandangan manusia yang menolak pluralitas mentah-mentah adalah


pandangan yang menganggap pluralitas sebagai sebuah bencana yang membawa pada
perpecahan sehingga pluralitas harus dihilangkan dan keseragaman mutlak harus
dimunculkan.16 Hal tersebut dapat dilihat pada “totaliterisme Barat” yang diwakili
oleh Uni Soviet saat itu. Pandangan manusia yang menerima pluralitas mentah-
mentah adalah pandangan yang menganggap pluralitas sebagai sebuah bentuk
kebebasan individu yang tidak ada keseragaman sedikit pun. Hal ini terlihat pada
model “liberalisme Barat” di banyak negara. Sikap Islam yang moderat, yang
menerima pluralitas sekaligus menerima keseragaman, dapat dilihat dari penerimaan

[Type text] Page 14


Islam terhadap beragam mazhab fikih, tetapi tetap dalam kerangka kesatuan atau
keseragaman syariat Islam.

Pernyataan di atas juga relevan dalam upaya memprotek mahasiswa yang


cenderung ‘darah muda’ yang gampang berapi-api dan labil. Terutama dalam
menerima paham-paham dengan atas nama agama, seperti paham-paham Negara
Islam Indonesia (NII) yang marak akhir-akhir ini. Disamping itu konsep integrasi
inklusivitas ini sangat tepat jika diterapkan pada Perguruan Tinggi Umum yang masih
menyajikan Pendidikan Agama Islam hanya 2 SKS. Karena ada juga beberapa
perguruan tinggi umum yang menyajikan mata kuliah Pendidikan Agama lebih dari 2
SKS.

B. Islam dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi

Modernisasi selalu terkait dengan liberalisme dan Hak Asasi Manusia. Dua hal ini
adalah anak kandung modernisasi yang tidak bisa ditolak kelahirannya. Makanya ketika
seseorang membicarakan tentang modernisasi, maka pastilah akan membicarakan tentang
liberalisme. Dan di sisi lain juga membicarakan tentang HAM yang secara konseptual
dikaitkan dengan barat yang modern.
Dengan demikian bicara modernisasi juga mesti dikaitkan dengan barat.
Liberalisme sebagai bagian dari proyek modernisasi tentunya merupakan tantangan yang
sangat serius kepada agama. Sebab agama dianggap sebagai perwujudan dari
tradisionalisme yang momot dengan keterbelakangan, ketertinggalan dan kemiskinan
yang sangat kentara. Oleh karena itu ketika masyarakat ingin meninggalkan dunia

[Type text] Page 15


tradisionalnya, maka yang pertama diambil adalah liberalisme atau kebebasan untuk
melakukan sesuatu dalam konteks pragmatisme.
Liberalisme kemudian tidak hanya menjadi gaya hidup yang menghinggapi
kebanyakan orang yang ingin dianggap modern akan tetapi juga menjadi pedoman unggul
di dalam semua perilakunya. Ajaran agama yang momot dengan ajaran yang membatasi
kebebasan lalu ditinggalkan dan dianggap sebagai penghalang kemajuan. Agama
dianggap sebagai penyebab ketidakmajuan sebuah masyarakat. Agama dianggap sebagai
candu masyarakat, agama dianggap sebagai kabar angin dari langit dan sebagainya.
Liberalisme juga memasuki kawasan pemikiran agama. Ada banyak pemikiran
tentang penafsiran agama. Ada banyak anak muda yang berusaha untuk menafsirkan
agama dengan konteks sosial yang sedang terjadi. Begitu kentalnya pemahaman tantang
konteks sosial ini, maka teks yang selama ini dianggap penting bahkan seperti
ditinggalkan. Jika ada teks yang dianggapnya sudah tidak relevan dengan zaman, maka
teks itu harus ditinggalkan. Begitulah mereka menafsirkan ajaran agama dalam
framework yang mereka kembangkan.
Menghadapi tantangan liberalisme dan modernisasi ini, maka ada tiga sikap yang
menghinggapi umat Islam, yaitu: menerima tanpa ada kritisisme sedikitpun. Apa yang
ada di barat itulah yang dilakukannya. Apa yang datang dari barat adalah sebuah
kebaikan. Barat adalah identik dengan kemajuan dan kehebatan. Jadi agar menjadi
modern maka harus mengikuti seluruh tradisi yang datang dari barat. Kehidupan yang
serba permisif juga menjadi trennya.Lalu menolak apa saja yang datang dari barat. Semua
yang dari barat harus ditolak dan disingkirkan.
Tidak ada kebaikan sedikitpun yang datang dari barat. Sikap ini mendasari
terjadinya berbagai sikap keras atau fundamental di dalam agama. Sikap mengutuk barat
dengan seluruh budayanya adalah sikap yang melazimi terhadap sikap dan tindakan kaum
fundamentalis. Barat harus diperangi dengan segala kekuatan. Tidak ada alasan untuk
tidak memerangi barat yang dianggap sebagai perusak moral dan terjadinya dekandensi
moral di kalangan umat Islam. Pornografi dan pornoaksi, narkoba dan tindakan
permisiveness yang melanda masyarakat dewasa ini harus ditimpakan kepada pengaruh
barat yang tidak bisa dilawan. Maka tidak ada kata lain yang patut digunakan kecuali
“lawan”. Meskipun tidak imbang perlawanan tersebut, akan tetapi kaum fundamentalis
lalu mengembangkan perlawanan melalui teror dan sebagainya.
Kemudian, sikap yang diambil oleh sebagian masyarakat lainnya adalah menerima
dengan sikap kritis. Ada anggapan bahwa ada budaya barat yang positif dan ada budaya

[Type text] Page 16


barat yang negatif. Makanya, di dalam tindakan yang diambil adalah dengan mengambil
budaya barat yang positif dan membuang budaya barat yang negatif. Handphone adalah
produk budaya barat yang lebih banyak positifnya. Dengan HP maka jarak tidak lagi
menghalangi orang untuk berkomunikasi satu dengan lainnya. Bisa orang berbicara
tentang hal-hal yang santai sampai urusan bisnis internasional dihandle dengan teknologi
HP tersebut.
Namun demikian, tidak selamanya HP itu positif. Kalau yang disimpan di dalam
HP adalah perkara kemungkaran, maka yang terjadi adalah kejelekan. Akan tetapi kalau
yang disimpan di dalam HP tersebut adalah ayat AL Quran, dan AL Quran itu dibaca
pastilah HP memiliki sifat menguntungkan atau bermanfaat.
Oleh karena itu masyarakat harus memilih mana yang dianggap manfaat dan mana
yang dianggap mudarat. Jadi tetap saja ada yang manfaat dan ada yang mudarat dari
budaya barat yang kita lihat sekarang.Oleh karena itu, maka umat Islam harus cerdas
mengambil sikap di tengah modernisasi yang tidak bisa dilawan. Masyarakat Islam harus
menjadi modern tetapi harus tetap berada di dalam koridor ajaran Islam yang selalu
mengagungkan terhadap penetapan norma-norma yang selalu berguna bagi umat manusia.

1.Membangun Argumen tentang Kompatibel Islam dan Tantangan Modernisasi


Modern mengandung arti maju dan berkemajuan dalam segala aspek kehidupan:
ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Modern adalah perubahan sikap
dan pandangan dari tradisional ke rasional, dari primordial ke logis dan nalar.
Modernisasi merupakan proses terjadinya pemoderenan untuk kemajuandalam segala
bidang kehidupan melalui akselerasi pendidikan dan aktualisasi teknologi. Modernisasi
telah mengubah wajah dunia dari kusam menjadi bersinar, dari yang lamban menjadi
serba cepat, dari yang tradisional menjadi rasional, dari yang primordial menjadi nalar.
Terdapat beberapa karakteristik dalam ajaran islam, yaitu:

1. Rasional
Ajaran Islam adalah ajaran yang sesuai dengan akal dan nalar manusia. Dalam
ajaran Islam nalar mendapat tempat yang tinggi sehingga salah satu cara untuk
mengetahui sahih atau tidaknya sebuah hadis dari sisi matan dan sanad adalah

[Type text] Page 17


sesuai dengan akal. Hadis yang sahih pasti rasional. Sebaliknya, hadis yang tidak
rasional itu menjadi indikator bahwa hadis itu tidak sahih. Betapa banyak ayat-ayat
Al-Quran yang menyuruh kepada kita untuk menggunakan akal dalam sikap
beragama. Demikian pula, hadis nabi menyuruh umat Islam menggunakan akal.

2. Sesuai dengan Fitrah Manusia


Tidak ada satu pun ajaran Islam yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Orang
beragama (ber-Islam) berarti ia hidup sesuai dengan fitrah. Sebaliknya, orang yang
tidak beragama berarti menjalani hidup tidak sesuai dengan fitrah. Orang yang
menjalani hidup tidak sesuai dengan fitrah, maka ia hidup dalam ketakutan,
kegalauan, ketidakpastian, dan kebimbangan. Akhirnya, dalam menjalani hidup
tidak ada kenikmatan dan kenyamanan. Sekadar contoh agar Anda paham.
Makrifatullah dan Tauhidullah adalah fitrah manusia karena sesudah bermakrifat
dan bertauhid kepada Allah, orang akan mengabdi hanya kepada Allah, meminta
tolong hanya kepada Allah, dan memohon perlindungan hanya kepada Allah. Jika
orang masih beribadah kepada selain Allah, minta tolong dan perlindungan kepada
selain Allah, maka akan terjadi kegalauan dalam batinnya, kecemasan, keraguan dan
kemunafikan, dan sakit secara rohani. Orang yang hidup dalam kondisi tidak sehat
rohaninya, maka ia tidak akan mendapatkan ketenangan dan kenikmatan.

3. Tidak Mengandung Kesulitan


Ajaran Islam itu mudah dan masih dalam batas-batas kekuatan kemanusiaan.
Tidak ada aspek ajaran Islam yang dalam pelaksanaannya di luar kemampuan
manusia. Allah sendiri menyatakan, “Allah menghendaki kemudahan dan tidak
menghendaki kesulitan dalam beragama.” (QS Al-Baqarah/2: 185).

4. Tidak mengandung banyak Taklif


Ajaran Islam tidak mengandung banyak taklif (beban). Kerangka dasar ajaran
Islam hanya tiga pilar, yaitu: akidah, syariat dan hakikat (atau biasa disebut akhlak).
Landasan ketiga pilar tadi adalah iman, Islam, dan ihsan. Secara keilmuan, ketiga
pilar tadi dapat dipisahkan yaitu dari akidah lahir ilmu akaid, ilmu tauhid atau ilmu
kalam. Dari syariat lahir ilmu syariat atau ilmu fikih (hukum Islam). Adapun dari
hakikat lahir ilmu tasawuf atau disebut juga ilmu hakikat atau ilmu akhlak. Ketiga
pilar tadi dalam aktualisasinya tidak bisa dipisahkan, tetapi harus terintegrasi.

[Type text] Page 18


5. Bertahap
Ajaran Islam diturunkan Allah kepada Rasulullah secara bertahap. Demikian
juga, proses pembumiannya di tengah masyarakat pada saat itu juga bertahap.

2.Esensi dan Urgensi Kontekstualisasi Pemahaman Islam dalam Menghadapi


Tantangan Modernisasi

Perlu untuk disadari bahwa modernisasi akibat kemajuan Iptek telah mengubah pola
pikir, pola pergaulan, dan pola kehidupan secara masif. Industrialisasi dalam
memproduksi barang dan jasa di satu sisi meningkatkan kualitas dan kuantitas barang dan
jasa yang diperlukan masyarakat, tetapi di sisi lain membawa dampak terhadap wujudnya
stratifikasi sosial yang tidak seimbang, yakni kapitalis (pemodal) dan pekerja atau buruh.
Dalam proses modernisasi ini, sering kali kaum buruh menjadi lemah ketika berhadapan
dengan kaum pemodal. Ketidakharmonisan antara dua pihak ini sering kali menjadi
pemicu terjadinya adagium di masyarakat yang kaya semakin kaya dan yang miskin
semakin miskin.

industrialisasi membuka lapangan kerja yang sangat signifikan bagi masyarakat


yang memiliki kualifikasi pedidikan yang memadai, tetapi industrialisasi juga
menyingkirkan sebagian masyarakat yang minus pendidikan atau memiliki pendidikan
yang tidak memadai. Terlepas dari dampak negatif yang ditimbulkannya, industrialisasi
telah menambah tumbuhnya kelas masyarakat menengah ke atas secara ekonomi.
Petumbuhan kelas menengah ini berdampak pula terhadap perbaikan ekonomi secara
global dan tumbuh suburnya sektor riil di tengah masyarakat. Kemajuan dalam bidang
teknologi-komunikasi, misalnya, telah mengubah pola hidup masyarakat dalam segala
aspeknya termasuk pola keberagamaannya. Perilaku keagamaan masyarakat, yang semula
menganggap bahwa silaturahmi penting dan harus bertatap muka, bersua bertemu, dan
berhadapan secara fisik, berubah menjadi silaturahmi cukup hanya melalui mendengar
suara lewat telepon, sms, facebook, atau twitter. Gelombang informasi ini sangat deras
dan pengaruhnya begitu terasa dalam segala aspek kehidupan manusia. Gelombang
informasi telah menandai lahirnya generasi baru dalam masyarakat. Kemajuan E.
Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Kontekstualisasi Pemahaman Islam dalam
Menghadapi Tantangan Modernisasi.

[Type text] Page 19


seseorang diukur dari seberapa cepat ia menerima informasi yang belum diketahui
orang lain. Semakin cepat ia menerima informasi itu semakin besar peluang yang akan ia
dapatkan untuk kemajuan dirinya. Jelas sebaliknya, orang yang tertinggal dalam
mendapatkan informasi, maka tertinggal pula kesempatan yang dapat ia raih untuk
kemajuan dirinya. Secara riil Islam harus menjadi solusi dalam menghadapi dampak
kemajuan industrialisasi dan derasnya gelombang komunikasi dan informasi. Islam
memang agama yang secara potensial memiliki kemampuan menghadapi semua itu. Islam
yang kafah memiliki doktrin yang jelas dalam teologis dan dalam waktu yang bersamaan
Islam memiliki fleksibilitas hukum dalam mengembangkan dan memahami persoalan-
persoalan masa kini. Peristiwa hukum, misalnya, harus dilihat secara kontekstual dan
tidak secara tekstual.
Islam dipahami secara rasional tidak sekedar dogma. Islam sebagai agama rasional
adalah agama masa depan, yaitu agama yang membawa perubahan untuk kemajuan
seiring dengan kemajuan kehidupan modern. Sebaliknya, Islam yang dipahami secara
tekstual dan dogmatis akan sulit eksis dan sulit beradaptasi dengan lingkungan kemajuan
yang semakin cepat perubahannya. Islam kontekstual akan menjadi solusi dan pemandu
dalam memecahkan berbagai problem kehidupan umat manusia. Islam yang dipahami
secara tekstual akan menjadi penghambat kemajuan, padahal Islam merupakan ajaran
yang berkarakter rasional, fleksibel, adaptable, dan berwawasan ke masa depan.
Menurut Kuntowijoyo, ada lima program reinterpretasi untuk memerankan kembali
misi rasional dan empiris Islam yang bisa dilaksanakan saat ini dalam rangka menghadapi
modernisasi.
1. Program pertama adalah perlunya dikembangkan penafsiran sosial struktural lebih
daripada penafsiran individual ketika memahami ketentuan-ketentuan tertentu di
dalam Al-Quran.
2. Program kedua adalah mengubah cara berpikir subjektif ke cara berpikir objektif.
Tujuan dilakukannya reorientasi berpikir secara objektif ini adalah untuk
menyuguhkan Islam pada cita-cita objektif. Kuntowijoyo memberikan contoh
ketentuan zakat. Secara subjektif, tujuan zakat memang diarahkan untuk
pembersihan jiwa kita. Akan tetapi, sisi objektif tujuan zakat adalah tercapainya
kesejahteraan sosial.
3. Program ketiga adalah mengubah Islam yang normatif menjadi teoretis. Selama ini,
kita cenderung lebih menafsirkan ayat-ayat Al-Quran pada level normatif dan
kurang memperhatikan adanya kemungkinan untuk mengembangkan norma-norma

[Type text] Page 20


itu menjadi kerangka teori ilmu. Secara normatif, kita mungkin hanya dapat
mengembangkan tafsiran moral ketika memahami konsep tentang fuqarā` dan
masākīn. Kaum fakir dan miskin paling-paling hanya akan kita lihat sebagai orang-
orang yang perlu dikasihani sehingga kita wajib memberikan sedekah, infaq, atau
zakat kepada mereka. Dengan pendekatan teoretis, kita mungkin akan dapat lebih
memahami konsep tentang kaum fakir dan miskin pada koteksyang lebih riil dan
lebih faktual sesuai dengan kondisi-kondisi sosial, ekonomi, dan kultural. Dengan
cara itu, kita dapat mengembangkan konsep yang lebih tepat tentang fuqarā` dan
masākīn itu pada kelas sosial dan sebagainya. Dengan demikian, kalau kita berhasil
memformulasikan Islam secara teoretis, banyak disiplin ilmu yang secara orisinal
dapat dikembangkan menurut konsep-konsep Al-Quran.
4. Program keempat adalah mengubah pemahaman yang ahistoris menjadi historis.
Selama ini pemahaman kita mengenai kisah-kisah yang ditulis dalam Al-Quran
cenderung sangat bersifat ahistoris, padahal maksud Al-Quran menceritakan kisah-
kisah itu adalah justru agar kita berpikir historis.
5. Program kelima adalah merumuskan formulasi-formulasi wahyu yang bersifat
umum menjadi formulasi-formulasi yang spesifik dan empiris.

C. Islam Membangun persatuan dalam keagamaan

[Type text] Page 21


D. Kontribusi Islam dalam mengembangkan peradaban dunia

Ajaran Isalam yang telah tersebar ke berbagai penjuru dunia selama berabad-
abad tentunya meninggalkan tinta emas dan torehan positif berupa khasanah keilmuan
bagi peradaban dunia, meskipun tidak ada lagi kekuasaan Islam secara mutlak. Hal itu
disebabkan oleh ekspansi Islam ke daerah-daerah tidak bertujuan untuk mengambil
harta kekayaan dan rampasan, tetapi untuk membangun dan mengelola kebudayaan
yang ada di daerah tersebut.

Peradaban Islam bisa maju di masa itu, salah satunya berkat kerja keras para
ilmuwan dan cendekiawan. Mereka adalah pelopor lahirnya peradaban dunia yang
baru, yang awalnya mempelajari dan mempertahankan peradaban Yunani Kuno.
Tidak hanya itu, tetapi para ilmuwan muslim juga mengembangkan pola pikir dan
kecerdasan otaknya untuk menciptakan sesuatu yang baru dalam ilmu pengetahuan.

[Type text] Page 22


Peran dan sumbangsih umat Islam dalam kemajuan peradaban dunia diakui oleh
seorang orientalis Barat yang bernama Gustave Lebon. Dia mengatakan "orang-orang
Arablah yang menyebabkan kita mempunyai peradaban karena mereka adalah iman
kita selama enam abad.

Dikalangan Barat, Islam memegang peran penting sebagai donator kemajuan


peradaban mereka, meskipun sekarang justru baratlah yang menjadi ikon kemajuan
peradaban dunia. Kontribusi Islam tersebut antara lain sebagai berikut.

Karya-karya ilmuwan muslim dalam bidang filsafat dan sains yang


dialihbahasakan ke bahasa Barat termasuk Spanyol sehingga penduduk Barat dapat
menambah wawasan pendidikan mereka. Masa ini berlangsung dari abad ke-12 dan
ke-13.Metode dan teori sains melalui penelitian dan eksperimen yang dilakukan
ilmuwan muslim.Kontribusi dalam bidang matematika, seperti sistem notasi dan
desimal.Buku-buku terjemahan yang diadopsi oleh Bangsa Barat, misalnya karya
Ibnu Sina tentang kedokteran yang digunakan sebagai materi pokok pendidikan Barat
sampai abad ke-17 M.
Berkat kegigihan dan kecerdasannya, para ilmuwan muslim secara tidak
langsung telah memotivasi Barat untuk mengembangkan kebudayaan mereka. Seperti
renaisans dan budaya Romawi Kuno.
Universitas-universitas di Eropa yang sekarang ini banyak didirikan merupakan
pengembangan dari lembaga-lembaga pendidikan Islam yang didirikan sebelumnya.
Ketika barat masih berkutat dengan kegelapan, umat Islam telah berhasil melestarikan
pemikiran dan kebudayaan Romawi-Persia (Greco Helenistic).
Para sarjana dan ilmuwan Barat menuntut ilmu dari lembaga-lembaga pendidikan
Islam yang kemudian dibawa ke negaranya.
Kontribusi umat Islam dalam bidang kesehatan, sanitasi, dan makanan kepada dunai
Barat pada masa itu.

Ketika perdaban Islam dibawa ke Barat oleh orang-orang non-Arab, ilmu-ilmu


tersebut masih dalam satu bingkai dan belum dipisah-pisah. Oleh karena itu, ilmu
kalam, filsafat, tasawuf, ilmu alam, matematika, dan ilmu kedokteran masih belum
diklasifikasikan dan masih bercampur. Para ilmuwan muslim kemudian
menggabungkan ilmu-ilmu filsafat dengan ilmu agama, ini berarti ada perpaduan

[Type text] Page 23


antara akal dan keimanan. Tidak seperti bangsa Barat yang masih mendikotomikan
ilmu-ilmu akal dengan ilmu agama sehingga tidak ada inovasi-inovasi baru.

Setelah mengadopsi pemikiran-pemikiran para ilmuwan muslim, bangsa Barat


mampu memajukan peradaban mereka dan sampai sekarang merajai peradaban dunia.
Kebanyakan bangsa Barat mengadopsi gaya pendidikan di Timur Tengah terutama
dari lembaga-lembaga pendidikannya sehingga mereka mendirikan universitas dan
akademi seperi di dunia Islam.

Bangsa Barat mempunyai kelebihan dalam hal ketekunan dan kekonsistenan


mengembangkan keilmuan, dan itulah yang tidak dimiliki oleh umat Islam saat ini.
Dengan demikian, barat sekarang menjadi kiblat ilmu pengetahuan dan peradaban
yang sebenarnya dimotori oleh keilmuan muslim zaman dahulu. Bagi umat Islam
yang ingin mendalami ilmu-ilmu yang ada sekarang, mereka harus pergi ke kawasan
Barat karena di Barat terdapat karya-karya ilmuan muslim yang terawat dan tersedia
di beberapa perpustakaan.

Kontribusi Islam dalam Perkembangan Peradaban Dunia

Banyak sekali kontribusi yang diberikan Islam pada perkembangan peradaban


dunia yang sekarang kita nikmati ini. Penasaran? Berikut adalah kontribusi yang
diberikan Islam.
Sepanjang abad ke-12 dan sebagian abad ke-13, karya-karya kaum muslim dalam
berbagai bidang telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin, khususnya dari Spanyol.
• Kaum muslimin telah memberi sumbangan ekperimental mengenai metode
dan teori sains ke dunia Barat.
• Sistem notasi dan desimal Arab dalam waktu yang sama telah dikenalkan ke
dunia barat.
• Karya-karya dalam bentuk terjemahan, khususnya karya Ibnu Sina
(Avicenna)dalam bidang kedokteran, digunakan sebagai teks di lembaga pendidikan
tinggisampai pertengahan abad ke-17 M.
• Para ilmuwan muslim dengan berbagai karyanya telah merangsang
kebangkitan Eropa, memperkaya kebudayaan Romawi kuno, serta literatur klasik
yang melahirkan renaisance.

[Type text] Page 24


• Lembaga-lembaga pendidikan islam yang telah didirikan jauh sebelum Eropa
bangkit dalam bentuk ratusan madrasah adalah pendahulu universitas yang ada di
Eropa.
• Para ilmuwan muslim berhasil melestarikan pemikiran dan tradisi ilmiah
Romawi-Persi (Greco Helenistic) sewaktu Eropa dalam kegelapan.
• Sarjana-sarjana Eropa belajar di berbagai lembaga pendidikan tinggi islam dan
mentransfer ilmu pengetahuan ke dunia Barat.
• Para ilmuwan muslim telah menyumbangkan pengetahuan tentang rumah
sakit, sanitasi, dan makanan kepada Eropa.
• Pada ilmu pengetahuan alam, islam berjasa menyatukan akal dengan alam,
menetapkan kemandirian akal, menetapkan keberadaan hukum alam yang pasti atas
kehendak Tuhan. Serta islam telah mampu mendamaikan akal dengan iman dan
filsafat dengan agama sedangkan bangsa Barat masih membuat stereotip yang
memisahkan antara akal dan iman serta filsafat dengan agama.

E. Peran Dan Fungsi masjid kampus dalam pembangunan budaya


islam

Peran Masjid Kampus Bagi Mahasiswa Pada zaman sekarang, masjid kampus
memang hanya sebuah bagian kecil dari sebuah kampus. Meskipun begitu, peran
masjid kampus dalam membentuk mahasiswa berintegritas sangat besar. Masjid
kampus tidak saja menjadi tempat shalat, saat ini masjid menjelma menjadi pusat
kegiatan mahasiswa yang memiliki segudang lembaga dan kegiatan.

A. Sebagai media pengembangan karakter keislaman mahasiswa

Masjid kampus memiliki peranan penting dalam membangun dan membentuk


karakter mahasiswa untuk peradaban Indonesia yang unggul, dengan adanya mesjid
kampus diharapkan mahasiswa dapat memanfaatkannya sebagai sarana untuk
pengembangan kompetensi diri, memupuk dan memperkuat karakter diri melakukan
kajian-kajian keagamaan islam, peribadatan maupun sebagai pusat syiar islam kepada

[Type text] Page 25


masyarakat luas. Diantara kegiatan-kegiatan yang bisa mengembangkan karakter
keislaman mahasiswa adalah sebagai berikut :
1. Pembinaan salat wajib lima waktu
2. Pembinaan salat jumat
3. Program tutorial atau mentoring keislaman
4. Unit kegiatan dakwah mahasiswa

B. Sebagai pencegah radikalisme


Sesuai dengan ajaran islam, masjid adalah sebaik-baiknya tempat dimuka
bumi. Di masjid kita memohon do’a dengan bersujud kepada sang pencipta, sholat,
dzikir, dan beribadah lainnya dilakukan di masjid. Namun semakin gencarnya arus
radikal dan terorisme yang muncul mengalih fungsikan masjid dari sebelumnya.
Tidak hanya masjid kota-kota besar, masjid kampus juga tidak luput dari serangan
kelompok-kelompok radikal. Hingga detik ini jerat radikalisme dan terorisme seolah
tidak berhenti. Dan pengaruh paham dan ideologi radikal semakin merisaukan warga
kampus di seluruh indonesia, hal tersebut sangat mengkhawatirkan karena sekarang
tidak sedikit mahasiswa yang masuk dalam kelompok-kelompok radikal. Yang akan
lebih mengkhawatirkan lagi ideologi radikal tersebut akan mengakibatkan disintegrasi
bangsa dalam beberapa dekade mendatang jika tidak ada tindakan seius oleh pihak
kampus. Beberapa ciri-ciri masjid radikal ialah masjid yang menyebarkan paham
kebencian dan disetiap dakwah yang di isi megenai kafir demokrasi, akhir zaman,
hijrah, daulah islamiyah, keutamaan jihad, mati syahid, aqidah dan pembahsan
tentang takfiri atau mengkafirkan orang. Dalam konteks kenegaraan, kelompok
ekstremis tersebut dengan berani terang-terangan menolak hormat kepada bendera
merah-putih, dan tidak mau mengakui dasar negara serta lagu kebangsaan. Dengan
kenyataan seperti itu, maka untuk menangkal paham keagamaan radikal dan
fundamentalis seperti itu perlu usaha bersama mempertahankan masjid-masjid dari
penguasaan kelompok-kelompok radikal tersebut dengan melaksanankan program-
program kreatif dan gerakan guna menjaga masjid-masjid kita dari faham-faham
radikalisme dengan cara lebih sering menghadirkan penceramah yang menyejukan
hati umat, mampu menennagkan situasi kondisi agar tetap kondusif, seminar, dan lain
sebagainya untuk melawan dan menolak radikalisme tumbuh di lingkungan
masyarakat maupun akademik

[Type text] Page 26


F. Pandangan islam tentang zakat dan pajak

A. Pengertian Zakat dan Pajak

Zakat menurut bahasa adalah suci dan subur. Zakat menurut istilah syara’ ialah kadar
harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat.
Zakat adalah kewajiban atas harta yang bersifat mengikat dan bukan anjuran. Kewajiban
tersebut terkena kepada setiap muslim (baligh atau belum, berakal atau gila) ketika
mereka memiliki sejumlah harta yang sudah memenuhi batas nisabnya.
Sedangkan mengenai pajak, terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang
"pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah:
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-
peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung
dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas
Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi
sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak
rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan
untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

[Type text] Page 27


Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R,
pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan
akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar
pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.#

Adapun perbedaan antara pajak dan zakat ini diantaranya:

1.zakat merupakan manifestasi ketaatan ummat terhadap perintah Allah SWT dan
Rasulullah SAW sedangkan pajak merupakan ketaatan seorang warganegara kepada ulil
amrinya (pemimpinnya).

2.zakat telah ditentukan kadarnya di dalam Al Qur’an dan Hadits, sedangkan pajak
dibentuk oleh hukum negara.

3. zakat hanya dikeluarkan oleh kaum muslimin sedangkan pajak dikeluarkan oleh setiap
warganegara tanpa memandang apa agama dan keyakinannya.

4. zakat berlaku bagi setiap muslim yang telah mencapai nishab tanpa memandang di
negara mana ia tinggal, sedangkan pajak hanya berlaku dalam batas garis teritorial suatu
5. zakat adalah suatu ibadah yang wajib di dahului oleh niat sedangkan pajak tidak
memakai niat. Dan sesungguhnya masih banyak lagi hal-hal yang membedakan antara
zakat dan pajak.

B. Kewajiban Membayar Zakat dan Pajak

1. Landasan Kewajiban Membayar Zakat

Zakat adalah rukun Islam ketiga yang diwajibkan di Madinah pada bulan Syawal tahun
kedua Hijriyah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan dan zakat Fitrah. Ayat-ayat zakat,
shodaqah dan infaq yang turun di Makkah baru berupa anjuran dan penyampaiannya
menggunakan metodologi pujian bagi yang melaksanakannya dan cacian atau teguran bagi
yang meninggalkannya.

Landasan kewajiban mewmbayar zakat diantaranya:


AL QUR'AN
􀂃 Surat Al-Baqaraah ayat 43: Artinya: "Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan
ruku'lah bersama dengan orang-orang yang ruku'".

􀂃 Surat At-Taubah ayat 103: Artinya: "Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan do'akanlah mereka karena
sesungguhnya do'amu dapat memberikan ketenangan bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui".

􀂃 Surat Al An'aam ayat 141: Artinya: "Makanlah buahnya jika telah berbuah dan tunaikan
haknya (kewajibannya) dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)".

[Type text] Page 28


AS-SUNNAH
􀂃 Rasulullah SAW bersabda yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah
bin Umar: Artinya: "Islam dibangun atas lima rukun: Syahadat tiada Tuhan kecuali Allah
dan Muhammad saw utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, menunaikan haji
dan puasa Ramadhan".

􀂃 Hadist diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari Ali ra: Artinya: "Sesungguhnya Allah
mewajibkan (zakat) atas orang-orang kaya dari umat Islam pada harta mereka dengan batas
sesuai kecukupan fuqoro diantara mereka. Orang-orang fakir tidak akan kekurangan pada
saat mereka lapar atau tidak berbaju kecuali
karena ulah orang-orang kaya diantar mereka. Ingatlah bahwa Allah akan menghisab
mereka dengan keras dan mengadzab mereka dengan pedih".

2. Landasan Kewajiban Membayar Pajak

Di dalam Hukum Islam, Dasar membayar pajak itu hukumnya adalah wajib,
berdasarkan kepada ayat Al-Qur’an Surat At-Taubah : 29.
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari
kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya
dan tidak beragama dengan agama yang benar (Agama Allah), yaitu orang-orang yang diberi
Al-kitab kepada mereka, sampai mereka membayar "Jizyah" dengan patuh, sedang mereka
dalam keadaan tunduk."

Pembebanan kewajiban membayar pajak hanyalah terhadap kaum laki-laki dan kaum Hawa
yang normal, sedangkan orang yang tidak mampu, dibebaskan dari kewajiban tersebut.
Pembebanannya pun disesuaikan dengan status sosial dan kondisi keuangannya.
Dalam pengaturan pajak tersebut haruslah sesuai dengan Undang-undang, yaitu pasal 23
UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur
dengan undang-undang”.

C. Pendapat para ulama tentang kewajiban membayar Zakat dan Pajak

Islam adalah agama yang anti kedzaliman. Pengutipan pajak tidak dapat dilakukan
sembarangan dan sekehendak hati penguasa. Pajak yang diakui dalam sejarah fiqh Islam dan
sistem yang dibenarkan harus memenuhi beberapa syarat yaitu :
1. Benar–benar harta itu dibutuhkan dan tak ada sumber lain.
Pajak itu boleh dipungut apabila negara memang benar – benar membutuhkan dana,
sedangkan sumber lain tidak diperoleh. Demikianlah pendapat Syeikh Muhammad Yusuf
Qardhawy.
Para ulama dan para ahli fatwa hukum Islam menekankan agar memperhatikan syarat
ini sejauh mungkin. Sebagian ulama mensyaratkan bolehnya memungut pajak apabila Baitul
Mal benar – benar kosong. Para ulama benar – benar sangat hati – hati dalam mewajibkan
pajak kepada rakyat, karena khawatir akan membebani rakyat dengan beban yang di luar
kemampuannya dan keserakahan pengelola pajak dan penguasa dalam mencari kekayaan
dengan cara melakukan korupsi hasil pajak.

2. Pemungutan Pajak yang Adil.


Apabila pajak itu benar-benar dibutuhkan dan tidak ada sumber lain yang memadai, maka
pengutipan pajak, bukan saja boleh, tapi wajib dengan syara. Tetapi harus dicatat,

[Type text] Page 29


pembebanan itu harus adil dan tidak memberatkan. Jangan sampai menimbulkan keluhan dari
masyrakat. Keadilan dalam pemungutan pajak didasarkan kepada pertimbangan ekonomi,
sosial dan kebutuhan yang diperlukan rakyat dan pembangunan.

3. Pajak hendaknya dipergunakan untuk membiayai kepentingan umat, bukan untuk maksiat
dan hawa nafsu.

4. Persetujuan para ahli/cendikiawan yang berakhlak.


Kepala negara, wakilnya, gubernur atau pemerintah daerah tidak boleh bertindak sendiri
untuk mewajibkan pajak, menentukan besarnya, kecuali setelah dimusyawarahkan dan
mendapat persetujuan dari para ahli dan cendikiawan dalam masyarakat.#
Sedangkan mengenai pembayaran zakat, para ulama telah sepakat akan kewajiban zakat dan
bagi yang mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam.

G. Agama Islam menjamin kebahagiaan

1.Makna Kebahagiaan Menurut Pandangan Islam

Berbicara tentang arti kebahagiaan sejati atau kebahagiaan hakiki, islam mempunyai
pandangan mengenai pengertian atau arti dari kebahagiaan sejati berdasarkan dalil dari
firman Allah swt. dalam Kitabullah Al-Qur’an dan juga dalil Hadits Nabi Muhammad saw.
Kebahagiaan sejati seseorang tidak bisa diukur dengan banyaknya harta atau kekayaan, status
atau pangkat sosial dalam kemasyarakatan dan atau semua kemewahan yang dimiliki oleh
seseorang. Kebahagiaan yang sesungguhnya atau sejati terletak pada ketenangan hati
seseorang. Sudah banyak orang yang kaya raya dengan harta kekayaan mereka, namun
kekayaan yang mereka miliki tidak bisa menjadikan hati mereka menjadi tenang, akan tetapi
sebaliknya justru harta kekayaan yang mereka kumpulkan membuat mereka lalai, lupa dan
sibuk untuk senantiasa mengejar kekurangan. Hal ini karena beberapa harta benda dan
kekayaan yang mereka miliki masih saja mereka anggap kurang.
Hal ini sudah dijelaskan oleh Allah swt. dalam firman-Nya yang berbunyi:
‫ ٱلتَّكَاث ُ ُُر أَ ۡل َه ٰى ُك ُُم‬. ‫ى‬
ُٰ َّ‫ۡٱل َمقَابِ َُر ُز ۡرت ُُُم َحت‬

[Type text] Page 30


Artinya: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk kedalam kubur”
(QS. At-Takatsur: 1-2)

Sumber kebahagiaan sejati adalah ketenangan hati atau ketenagan jiwa yang
merupakan anugerah dari Allah swt. yang sangat berharga. Setiap orang pasti
mengingikannya, namun hanya sedikit sekali orang yang mendapatkannya. Hal ini karena
banyak manusia yang melupakan penciptanya, melupakan Dzat pemberi kebahagiaan, dan
melupakan tentang Dzat sang pencipta ketenangan didalam jiwa atau hati yang sebenarnya.
Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya,

ُ‫ل ٱلَّذِيُ ه َُو‬


َُ َ‫س ِكينَ ُةَ أَنز‬ ُِ ‫لِل ِإي ٰ َم ِن ِه ُۡم َّم َُع ِإي ٰ َم ٗنا ِل َي ۡز َدادُواُ ۡٱل ُم ۡؤ ِم ِنينَُ قُلُو‬
َّ ‫ب ِفي ٱل‬ ُِ ‫س ٰ َم ٰ َو‬
َُِّ ِ ‫ت ُجنُو ُُد َو‬ ُ ِ ‫ٱلِلُ َوكَانَُ َو ۡٱۡل َ ۡر‬
َّ ‫ض ٱل‬ َُّ ‫ع ِلي ًما‬
َ
‫َح ِكيم‬

Artinya: “Dialah yang telah menurunkan ketenangan kedalam hati orang-orang mukmin
supaya keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka (yang telah ada). Dan
kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan Allah Maha Mengeahui lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Al-Fath: 4) yang dimaksud dengan tentara langit dan bumi adalah penolong
yang dijadikan Allah bagi orang-orang mukmin seperti malaikat-malaikat, binatang-binatang,
angin, dan lain sebagainya. Dari penjelasan firman Allah swt. tersebut, dapat disimpulkan
bahwa seseorang yang menginginkan kebahagiaan, ingin mempunayi hati dan jiwa yang
tenang, tetapi lupa kepada sang penciptanya, maka semua keinginannya tersebut hanyalah
sia-sia belaka.

Oleh sebab itu, untuk mencari dan kemudian mendapatkan kebahagiaan sejati adalah
dengan cara :
a. Selalu mengingat Allah swt. sebagaimana dalam penjelasan firman Allah swt tersebut
bahwa Allah-lah Dzat yang memberi, menciptakan dan menentukan kebahagiaan pada
hamba-Nya.
b. Berusahalah selalu untuk memperoleh ketenangan dalam jiwa dan hati dengan
bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa.
Allah swt. adalah pemberi ketenangan kepada siapapun yang di kehendaki-Nya, sebagaiman
firman Allah swt. yang lain,

:ُ‫ل َكفَ ُرواُ ٱلَّذِينَُ َويَقُو ُل‬


َُ ‫ل لَ ۡو‬ ِ ُ ‫ل َّربِ ِهۦ ِمن َءايَةُ َعلَ ۡي ُِه أ‬
َُ ‫نز‬ ُۡ ُ‫ن ق‬
َُّ ِ‫ٱلِل إ‬ ُۡ ‫أَنَاب َم‬
ِ ‫ن إِلَ ۡي ُِه َويَهۡ دِيُ يَشَا ُُء َمن ي‬
ََُّ ُ‫ُضل‬

Artinya: “Orang-orang kafir berkata; “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad)


tanda (mukjizat) dari Tuhannya?” Katakanlah, “Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang
Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya” (QS. Ar-Ra’d :27)
Dan juga Allah berfirman:

‫ٱلِل ي ُِط ُعِ َو َمن‬


ََُّ ‫ل‬
َُ ‫سو‬ َّ ‫ٱلِلُ أ َ ۡنعَ َُم ٱلَّذِينَُ َم َُع فَأُو ٰلَئِكَُ َو‬
ُ ‫ٱلر‬ َُّ ‫ٱلصدِي ِقينَُ ٱلنَّبِ ِّۧيِنَُ ِمنَُ َعلَ ۡي ِهم‬
ِ ‫ص ِل ِحينَُ َوٱلش َه َدا ُِء َو‬ َّ ٰ ‫سنَُ َوٱل‬ ُ ‫َو َح‬
َ ٰ ُ ٗ
َُ‫ َرفِيقا أولئِك‬. َُ‫ل ذَ ِلك‬ ٰ ۡ
ۡ َ‫ٱلِل ِمنَُ ٱلف‬
ُُ ‫ض‬ ُٰ َ‫ٱلِل َو َكف‬
ُِ َّ ‫ى‬ َُِّ ِ‫َع ِل ٗيما ب‬

[Type text] Page 31


Artiya: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama
dengan orang-orang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-
orang yang mati syahid, dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-
baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.” (QS.
An-Nisa : 69-70)

Itulah janji-janji Allah kepada hamba-hamba-Nya yang terpilih, maka mereka akan
mendapatkan anugerah dan kebahagiaan sejati. Bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, janji-janji tersebut bukanlah diperuntukkan bagi orang-orang yang durhaka
kepada Allah swt. Perlu diingatkan kembali bahwasanya kemewahan, kedudukan, jabatan,
dan segala kemegahan yang ada di dunia ini hanyalah semu belaka dan tidak akan ada yang
abadi dan pasti akan musnah dan rusak. Hidup di dunia ini hanyalah tempat lintasan belaka
yang merupakan sarana dalam mencari bekal untuk menempuh perjalanan menuju akhirat.
Dan sebaik-baik bekal itu adalah bekal taqwa.

H. Menelusuri Konsep dan Karakteristik Agama sebagai Jalan Menuju Tuhan dan
Kebahagiaan

Kebahagiaan dalam islam adalah kebahagiaan autentik artinya lahir dan tumbuh dari
nilai-nilai hakiki islam dan mewujud dalam diri seseorang hamba yang mampu menunjukan
sikap tobat (melakukan introspeksi dan koreksi diri) untuk selalu berpegang pada nilai-nilai
dan kebenaran ilahiah, mensyukuri karunia Allah berupa nikmat iman, islam, dan kehidupan.
Berikut pendapat dari beberapa ahli mengenai makna kebahagiaan:

a. Pendapat Al-Alusi

Menurut Al-Hulusi bahagia adalah perasaan senang dan gembira karena bisa mencapai
keinginan atau cita-cita yang dituju dan diimpikan. Pendapat lain menyatakan bahwa
kebahagia adalah tetap dalam kebaikan atau masuk kedalam kesenangan dan kesuksesan.

b. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah berpendapat bahwa kebahagiaan itu adalah perasaan senang
dan tenteram karena hati sehat dan berfungsi dengan baik. Sebab, hati yang sehat dan

[Type text] Page 32


berfungsi dengan baik bisa berhubungan dengan Tuhan sebagai pemilik kebahagiaan.
Yaitu pemilik kebahagiaan, kekayaan, kesuksesan, kemuliaan, ilmu dan hikmah.

c. Imam Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa bahagia terbagi dua yaitu:


 Kebahagiaan hakiki.
Bahagia hakiki adalah kebahagiaan ukhrawi, kebahagaiaan ukhrawi akan diperoleh
dengan modal iman, ilmu dan amal. Kebahagiaan ukhrawi adalah kebahagiaan
rohani dan abadi.
 Kebahagiaan majasi.
Kebahagiaan majasi adalah kebahagiaan duniawi. Kebahagiaan duniawi bisa didapat
oleh orang yang beriman dan bisa didapat oleh orang yang tidak beriman. Ibnu
Athaillah mengatakan “Allah memberikan harta kepada orang yang dicintai Allah
dan kepada orang yang tidak dicintai Allah, tetapi Allah tidak akan memberikan
iman kecuali kepada orang yang dicintainya”. Kebahagiaan duniawi adalah
kebahagiaan yang fana tidak abadi. Kebahagiaan duniawi ada yang melekat pada
dirinya dan ada yang melekat pada manfaatnya. Diantara kebahagiaan duniawi
adalah memiliki harta, kedudukan terhormat, dan keluarga yang mulia.

Orang yang ingin menggapai kesempurnaan hidup, tetapi tidak memiliki harta bagaikan
orang yang mau pergi berperang tanpa membawa senjata, atau seperti orang mau menangkap
ikan tanpa pancing atau jaring. Itulah sebabnya, Nabi Muhammad saw. bersabda, “Harta yang
terbaik adalah harta yang ada pada seorang laki-laki yang baik pula (shaleh)”. (HR. Ibnu
Hibban). “Sebaik-baik pertolongan adalah pertolongan yang dapat membantu kita semakin
bertaqwa kepada Allah.” (HR. Ad-Daruqutni).

Diantara kebahagiaan duniawi adalah memiliki keluarga, anak-anak yang shaleh, dan istri
yang shalehah pula. Istri yang shalehah bagaikan kebun yang dapat mengikat pemiliknya,
yaitu suami untuk tidak terjerumus pada hal-hal yang diharamkan Allah azza wajalla. Nabi
Muhammad menyatakan, “sebaik-baik pertolongan untuk keutuhan beragama adalah istri
yang shalehah” menyangkut keutamaan anak. Nabi Muhammad saw. bersabda, “jika anak
Adam meninggal dunia, maka putuslah segala amalnya kecuali tiga perkara; sedekah jariah,
ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Thabarani).
Jika kita membuka kembali pendapat Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah bahwa untuk menggapai
kebahagiaan itu mengharuskan adanya kondisi hati yang sehat (qalbun sailim), maka yang
perlu kita lakukan adalah mengetahui karakteristik hati yang sehat dan cara mengobati hati
yang sakit agar hati dapat kembali sehat.

Karakteristik hati yang sehat adalah sebagai berikut:

[Type text] Page 33


a. Hati menerima makanan yang berfungsi sebagai nutrisi dan obat. Adapun makanan yang
paling bermanfaat untuk hati adalah makanan “iman”, sedangkan obat yang paling
bermanfaat untuk hati adalah Al-Qur’an.
b. Selau berorientasi ke masa depan dan akhirat. Untuk sukses pada masa depan, kita harus
berjuang pada waktu sekarang. Orang yang mau berjuang pada waktu sekarang adalah
pemilik masa depan, sedangkan yang tidak mau berjuang pada waktu sekarang menjadi
pemilik masa lalu.
c. Selalu mendorong pemiliknya untuk kembali kepada Allah. Tidak ada kehidupan,
kebahagiaan, dan kenikmatan kecuali dengan ridha-Nya dan dekat dengan-Nya. Berzikir
kepada Allah adalah makanan pokoknya, rindu kepada Allah adalah kehidupana dan
kenikmatannya.
d. Tidak pernah lupa dari mengingat Allah (berdzikir kepada Allah), tidak berhenti
berkhidmat kepada Allah, dan tidak merasa senang dengan selain Allah swt.
e. Jika sesaat saja lupa kepada Allah segera segera ia sadar dan kembali mendekat dan
berdzikir kepada-Nya.
f. Jika sudah masuk dalam shalat, maka hilanglah semua kebingungan dan kesibukan
duniawinya dan segera ia keluar dari dunia sehingga ia mendapatkan ketenangan,
kenikmatan, dan kebahagiaan dan berlinanglah air matanya serta bersukalah hatinya.
g. Perhatian terhadap waktu agar tidak hilang sia-sia melebihi perhatian kepada manusia
lain dan hartanya.
h. Hati yang sehat selalu berorientasi kepada kualitas amal bukan kepada amal semata.

Beberapa sebab yang dapat merusak hati manusia sehingga fungsi hati terganggu dan
menjadi tidak normal atau sakit:
1. Banyak bergaul dengan orang-orang yang tidak baik.
2. At-Taman (berangan-angan)
3. Menggantungkan diri kepada selain Allah
4. Asy-Syab’u (terlalu kenyang)
5. Terlalu banyak tidur
6. Berlebihan melihat hal-hal yang tidak berguna
7. Berlebihan dalam berbicara

Usman bin Hasan Al-Khaubawi mengutarakan bahwa indikator manusia yang bahagia itu
adalah sumber rezekinya ada di negaranya; mempunyai keluarga yang shaleh, yakni istri dan
anak-anak yang membanggakan dan membahagiakan, serta berada dibawah penguasa adil
yang tidak zhalim.

Indikator berikutnya adalah rezekinya dapat membantu seseorang untuk mendekatkan diri
kepada Allah; meskipun kaya, ia tidak berorientasi kepada dunia tetapi berorientasi terhadap
kehidupan masa depan dan akhirat; semangat dalam beribadah; tidak banyak berbicara dalam
hal-hal yang tidak berguna; menjaga kewajiban shalat; bersikap warak yakni hati-hati dalam
memanfaatkan sumber kehidupan agar tidak terjerumus kepada yang syubhat apalagi yang
haram; bergaul dengan orang-orang shaleh; bersikap tawadu dan tidak sombong; bersikap

[Type text] Page 34


dermawan dan tidak sebaliknya yaitu pelit; bermanfaat untuk umat manusia yang lain; dan
tidak pernah lupa terhadap kematian.

I. Mengapa Manusia Harus Beragama dan Bagaimana Agama Dapat


Membahagiakan Umat Manusia

Kunci beragama berada pada fitrah manusia. Fitrah itu sesuatu yang melekat dalam
diri manusia dan telah menjadi karakter (tabiat) manusia. Kata “fitrah” secara kebahasaan
memang asal maknanya adalah “suci”. Yang dimaksud dengan suci adalah suci dari dosa dan
suci secara genetis. Meminjam term Prof. Udin Winataputra, fitrah adalah lahir dengan
membawa iman. Berbeda dengan konsep teologi islam, teologi tertentu berpendapat
sebaliknya yaitu bahwa setiap manusia lahir telah membawa dosa yakni dosa warisan. Di
dunia, menurut teologi ini, manusia dibebani tugas yaitu harus membebaskan diri dari dosa
itu. Adapun dalam teologi islam, seperti telah dijelaskan bahwa setiap manusia lahir dalam
kesucian yakni suci dari dosa dan telah beragama yakni agama islam. Tugas manusia adalah
berupaya agar kesucian dan keimanan terus terjaga dalam hatinya hingga kembali kepada
Allah.

J. Membangun Argumen tentang Tauhidullah sebagai Satu-satunya Model Beragama


yang Benar.

Tauhidullah membebaskan manusia dari takhayul, khurafat, mitos, dan bidah.


Tauhidullah menempatkan manusia pada tempat yg bermartabat, tidak menghambakan diri
kepada mahluk yang lebih rendah derajatnya daripada manusia. Manusia adalah mahluk yang
paling mulia dan paling sempurnah disbanding dengan mahluk-mahluk Allah yang lain.
Itulah sebabbnya Allah memberikan amanah dan khilafah pada manusia. Manusia adalah roh
alam, Allah menciptakan alam karena Allah menciptkan manusia sempurnah (insan kamil).
Sekiranya tidak ada insan kamil, maka Allah todak perlu mincaptakan ala mini demikian
menurut hadits qudsi yang menyatakan, “Dan manusia yang bertauhidullah dengan benarlah
yang berpotensi untuk mendekati posisi insane kamil.” Rasulullah bersabda, “La ilaha illallah
adalah bentengku barang siapa yang masuk kedalam bentengku, maka ia aman dari azab.”
(Al-hadits).

Setiap orang harus bersikap hati hati bahwa tauhtdullah yang merupakan satu-satunya
jalan menuju kebahagiaan menurut Said Hawa dapat rusak dengan hal-hal sebagai berikut.

1) Sifat Al-Kibr (sombong)


2) Sifat Azh-Zhulm (kezaliman) dan sifat Al-Kizb (kebohongan)
3) Sikap Al-Ifsad (melakukan perusakan
4) Sikap Al-Ghafiah (lupa)

[Type text] Page 35


5) Al-Ijram (berbuat dosa)
6) Sikap ragu menerima kebenaran.

K. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Komitmen terhadap Nilai-nilai Tauhid untuk


Mencapai Kebahagiaan

Nilai-nilai hidup yang dibangun diatas jiwa tauhid merupakan nilai positif, nilai
kebenaran dan nilai ilahi yang abadi yang mengandung kebenaran mutlak dan universal. Nilai
mutlak dan universal yang terdapat didalamnya dapat menjadikan misi agama ini sebagai
rahmatan lil ‘alamin agama yang membawa kedamaian, keselamatan, kesejahteraan, dan
kebahagiaan umat manusia lahir dan batin. Komitmen terhadap nilai-nilai universal Al-
Quraan menjadi syarat mutlak untuk memperoleh kebahagiaan. Roh kebahagiaan adalah jiwa
tauhid yang diatas jiwa tauhid itu nilai-nilai universal dibangun. Komitmen terhadap nilai-
nilai itu merupakan metodi dan strategi untuk mendapat kebahagiaan.

Nilai-nilai universal yang perlu ditanamkan agar menjadi roh kehidupan itu adalah:
 Al-Amanah
Al-amanah artinya terpercaya. Mengapa seseorang terpercaya dan dipercayai?
Karena ia jujur. Kejujuran menyebabkan sesorang dipercaya (al-amin)
 Al-Adalah
Al-Adalah secara etimologis artinya keadilan. Keadilan dalam perspektif etika islam
adalah adanya keseimbangan antara hak dan kewaiban. Sesuatu yang menjadi hak
kita , maka menjadi kewajiban bagi orang lain. Sebaliknya sesuatu yang menjadi hak
orang lain maka menjadi kewajiban kita.
 Al-Huriyah
Kebebasan manusia dalam berkehendak dan mewujudkan kehendak dengan
perbuatan adalah hak asasi manusia. Manusia mempunyai kebebasan untuk berfikir
dan mengembangkan pemikirannya lewat ilmu, filsafat, atau pembharuan
pemahaman terhadap agama.

[Type text] Page 36

Anda mungkin juga menyukai