Disusun Oleh :
Kelompok 1
Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena dengan rahmat,
karunia serta taufik dan hidayah-Nya, saya dapat menyusun makalah ini yang didalamnya
terdapat beberapa judul untuk menjadi pembelajaran untuk kita semua. Saya juga berterima
kasih kepada Ibu Wati Ningsih selaku pengajar mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang
telah memberikan tugas ini.
Harapan saya, makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kepada pembaca dan yang terpenting yaitu kepada saya sendiri. saya juga
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata yang sempurna.
Oleh karena itu, saya mengharapkan adanya kritikan dan saran serta usulan demi perbaikan
makalah ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya.
Sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan mohon kritikan dan sarannya yang membangun.
Halaman
KATA PENGANTAR ………………….................……………………………….……… i
DAFTAR ISI ………..…………………………..................……………….……………… ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………........................…………………………. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................………....… 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................……….…... 1
C. Tujuan .....................................................................................................…….……... 2
D. Manfaat ....................................................................................................……….…... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................... 3
A. Pendidikan Agama Islam dalam perguruan tinggi ...................................………......... 3
B. Islam Dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi ……….……………………..….. 5
C. Islam Membangun persatuan dalam keagamaan ……………….……………...…...12
D. Kontribusi Islam dalam mengembangkan peradaban dunia ……………………….. 15
E. Peran Dan Fungsi masjid kampus dalam pembangunan budaya islam…………...... 16
F. Pandangan islam tentang zakat dan pajak ……………………………...………….. 18
G. Agama Islam menjamin kebahagiaan …. ……………………………...………….. 18
DAFTAR PUSTAKA
A. Latar Belakang
Agama "ditantang" untuk bisa hidup secara eksistensial. Agama pun
diharapkan memiliki signifikansi moral dan kemanusiaan bagi keberlangsungan hidup
umat manusia. Secara realistik, tugas semacam itu masih dibenturkan dengan adanya
kehadiran modernitas yang terus- menerus berubah dan menari-nari di atas pusaran dunia
sehingga menimbulkan gesekan bagi agama.
Dalam penampakan dunia yang sangat kompleks ini, peran agama tidak bisa
dipandang sebelah mata. Kehidupan yang sangat dinamis ini merupakan realitas yang
tidak bisa dihindarkan dan perlu direspon dalam konstruksi pemahaman agama yang
dinamis pula. Tarik-menarik antara tradisi (agama) dan modernitas menjadi wacana yang
masih hangat untuk selalu diperdebatkan. Ada kesan bahwa agama itu bertolak belakang
dengan modernitas.
Agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, terdapat berbagai
petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan.
Islam yang diakui pemeluknya sebagai agama terakhir dan penutup
dirangkaikan petunjuk Tuhan untuk membimbing kehidupan manusia, mengklaim dirinya
sebagai agama yang paling sempurna. Peradaban Islam dipahami sebagai akumulasi
terpadu antara normanitas Islam dan historitas manusia di muka bumi yang selalu
berubah-ubah. Maka setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan
reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan dengan tingkat pemikiran manusia zaman
ini. Nasib agama Islam di zaman modren ini sangat ditentukan sejauh mana kemampuan
umat Islam merespon secara tepat tuntutan dan perubahan sejarah yang terjadi di era
modern ini.
Secara teologis, Islam merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat ilahiah
(transenden). Pada posisi ini Islam adalah pandangan dunia (weltanschaung) yang
memberikan kacamata pada manusia dalam memahami realitas. Secara sosiologis, Islam
merupakan fenomena peradaban, realitas sosial kemanusiaan.
D. Manfaat
Agar penulis beserta pembaca dapat mengetahui apa manfaat pendidikan agama
islam dalam perguruan tinggi , bagaimana islam dalam menghadapi tantangan
modernisasi , Mengetahui bagaimana Islam Membangun persatuan dalam
keagamaan , Mengetahui apa Kontribusi Islam dalam mengembangkan peradaban
dunia , Mengetahui apa Peran Dan Fungsi masjid kampus dalam pembangunan
budaya islam , Mengetahui bagaimana Pandangan islam tentang zakat dan pajak
Mengetahui bagaimana Agama Islam menjamin kebahagiaan
sehingga dapat menumbuhkan generasi yang bermutu dan sesuai syariat islam.
Ada pula keragu-raguan apakah orang Indonesia dapat dididik dalam ilmu
pengetahuan yang setaraf dengan orang Barat, sekalipun orang Indonesia telah menunjukkan
prestasi yang luar biasa dalam mencapai gelar akademik. Secara historis sosial politik, pada
saat itu Indonesia adalah negara jajahan Belanda. Salah satu ciri Belanda dalam menjajah
ialah melakukan pembodohan terhadap negara jajahannya. Jadi tidaklah mengherankan jika
situasi seperti ini yang muncul pada saat itu.2 Cara Belanda menjajah sangat berbeda dengan
cara Inggris. Kalau Inggris justru mencerdaskan negara jajahannya. Apabila negara
jajahannya mulai ‘cerdas’ mereka memberi kemerdekaan. Seiring itu pula waktu terus
berjalan dan dukungan terhadap perguruan tinggi di Indonesia bertambah kuat.
Pada tahun 1919 dimulai pembangunan gedung perguruan tinggi teknik di Bandung
yang secara resmi dibuka pada tahun 1920. Dengan ini lengkaplah sistem pendidikan di
Indonesia yang memungkinkan seorang anak bangsa menempuh pendidikan dari sekolah
Ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil dari peristiwa ini antara lain jangan
pernah menyerah sebelum mencoba. Karena Allah SWT sendiri telah mengingatkan kita
bahwa Dia tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali oleh kaum itu sendiri.
Kemudian dalam perjalan sejarah pendidikan di Indonesia, pada tanggal 2 April 1950
tepatnya di Yogyakarta muncullah UU No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan
Pengajaran di Sekolah untuk seluruh Indonesia. Jika kita tinjau dari segi politik pada saat itu
bentuk negara Indonesia adalah Republik Indonesia Serikat (RIS) dan ibukota negara berada
di Yogyakarta. Kedudukan pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum dalam UU
No. 4 tahun 1950 belum dibicarakan secara spesifik. Baik itu dalam tujuan umum pendidikan
maupun dalam tujuan pendidikan tinggi. Berikut kutipan bunyi pasal 3, pasal 7 ayat 4 dan
pasal 20 yang menunjukkan hal tersebut:
1. Pasal 3
Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan
masyarakat dan tanah air.
2. Pasal 7
Ayat 4, Pendidikan dan pengajaran tinggi bermaksud memberi kesempatan kepada
pelajar untuk menjadi orang yang dapat memberi pimpinan di dalam masyarakat dan
yang dapat memelihara kemajuan ilmu dan kemajuan hidup kemasyarakatan.
3. Pasal 20.
Ayat 1, Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid
menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
Ayat 2, Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur
dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.3
Dari rumusan pasal-pasal di atas, dapat dinyatakan bahwa tidak tercermin adanya
perhatian terhadap usaha pembinaan mental spiritual dan keagamaan secara terus menerus
melalui proses pendidikan. Dengan kata lain kedudukan pendidikan agama Islam dalam
Undang-Undang ini masih sangat lemah. Kondisi ini bisa dipahami jika kita meninjau
perjalanan hadirnya Undang-Undang ini, bahwa Undang-Undang No. 4 tahun 1950 tidak
Selanjutnya Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi baru dimulai sejak tahun 1960
dengan adanya ketetapan MPRS No. II/ MPRS/1960 yang berarti pendidikan agama sebelum
itu secara formalnya baru diberikan di Sekolah Rakyat sampai dengan Sekolah Lanjutan
Tingkat atas saja. Adapun dasar operasionalnya, pelaksanaan pendidikan Agama di
Perguruan Tinggi tersebut ditetapkan dalam UU No. 22 Tahun 1961 tentang Perguruan
Tinggi. Dalam Bab III Pasal 9 ayat 2 sub b, terdapat ketentuan sebagai berikut: ”Pada
Perguruan Tinggi Negeri diberikan Pendidikan Agama sebagai mata pelajaran dengan
pengertian bahwa mahasiswa berhak tidak ikut serta apabila menyatakan keberatan”.4
Jika merujuk pada sejarah, dapat dipahami bahwa sebelum tahun 1965 salah satu
organisasi politik yang berpengaruh di parlemen adalah Partai Komunis Indonesia. Maka
tidak heran jika dalam mengambil kebijakan tentang pendidikan di parlemen, mereka tentu
berusaha memasukkan misi-misinya. Agar segala sesuatunya tetap terlihat ‘bijak’, unsur
pendidikan agama tetap dimasukkan dalam mata kuliah, namun diberi kebebasan jika tidak
berkenan untuk mengikutinya.5
Kemudian setelah meletusnya G. 30 S. PKI. pada tahun 1965, diadakan sidang umum
MPRS pada tahun 1966, maka mulai saat itu status pendidikan agama di sekolah-sekolah
berubah dan bertambah kuat. Dengan adanya ketetapan MPRS XXVII/MPRS/1966 Bab I
pasal 1 berbunyi: “Menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah
mulai dari SD sampai dengan Universitas-Universitas Negeri.”6
Berikutnya pada tanggal 27 Maret 1989 hadirlah UU No. 2 tahun 1989. Kedudukan
Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi dalam Undang-Undang ini secara umum
tertuang dalam tujuan Pendidikan Nasional tercantum dalam Bab II pasal 4 yang berbunyi:
a. Pendidikan Pancasila
b. Pendidikan agama dan
c. Pendidikan kewarganegaraan.
Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi dalam proses belajarnya
menggunakan sistem kredit semester yang masing-masing perguruan tinggi menggunakan
jumlah dan besar SKS yang bervariasi. Rata-rata pendidikan agama Islam di perguruan tinggi
hanya mendapat 2 SKS dalam satu semester awal yang dimasukkan dalam komponen mata
kuliah MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum).8
Dinamika pendidikan agama Islam dalam arti secara luas di perguruan tinggi umum
tidak terlepas dari beberapa faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung adalah
adanya sarana ibadah (Masjid/Musallah), tenaga kependidikan Islam, lembaga-lembaga
kerohanian Islam, tersedianya sumber pendanaan, situasi dan lingkungan yang kondusif,
pernik-pernik simbol Islam, dukungan pimpinan, baik moril maupun materil. Sementara
faktor penghambatnya adalah manakala komponen-komponen tersebut tidak ada di kampus.
Para pemimpin awal Orde Baru bukan hanya berkepentingan untuk mengekang
pengaruh kultural Islam, melainkan juga berusaha untuk memperbesar otonomi varian
keagamaan “abangan” sebagai sebuah penyeimbang politik. Rezim Orde Baru juga menolak
Selain itu, depolitisasi dunia akademis juga berlangsung secara nyata sejak akhir
tahun 1970-an. Setelah terjadinya serangkaian demonstrasi mahasiswa selama tahun 1974-
1978, yang memprotes semakin dalamnya penetrasi para investor asing, para pemodal
keturuan Cina, para pejabat pemerintah, dan keluarga Soeharto dalam aktivitas bisnis,
akhirnya Kopkamtib menanggapinya dengan membubarkan semua Dewan Mahasiswa pada
Januari 1978. Setelah itu politik di kampus dianggap sebagai
“abnormal”. Untuk “menormalisasi” kehidupan kampus, tangan kanan Ali Murtopo di Center
for Srategic and International studies (CSIS), Daud Jusuf diangkat sebagai Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan yang baru (1978-1983). Di bawah kebijakannya yang represif,
forum akademis dan organisasi-organisasi mahasiswa didepolitisasi lewat sebuah kebijakan
yang dikenal sebagai “Normalisasi Kehidupan Kampus” (NKK). Konsekuensinya, forum
akademis, organisasi mahasiswa, dan kelompokkelompok keagamaan mahasiswa dari
generasi ini dikontrol sangat ketat oleh aparatur keamanan.11
Berdasarkan uraian-uraian di atas, ditemukan juga beberapa problem lain yang masih
menjadi batu sandungan. Bagaimana mewujudkan tujuan-tujuan tersebut seefektif mungkin.
Beberapa problem tersebut antara lain:
Namun pola ini lah yang belum muncul, bahkan terkadang kita jumpai ada
tenaga pendidik yang menganggap pembelajaran pendidikan agama islam itu itu-itu
saja dari SD sampai perguruan tinggi. Paradigma tenaga pendidik yang seperti ini
menunjukkan betapa Pendidikan Agama Islam cenderung dinilai dari segi simbolis-
kuantitatif, dan bukan substansial-kualitatif. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga
pendidiknya pun belum mampu menumbuhkan kesinambungan pendidikan itu.
Dari kutipan di atas dapat dinyatakan bahwa masih banyak perguruan tinggi
umum yang menjadikan Pendidikan Agama Islam sebagai mata kuliah yang berdiri
sendiri. Tidak terintegrasi dengan mata kuliah yang lain.
6. Lingkungan kampus
Lingkungan perguruan tinggi berada harus juga dijadikan perhatian pendidik
yang bersangkutan dalam arti lingkungan sosio-kulturil; yang menjadi persoalan
dalam hubungan ini ialah: apakah dosen dan mahasiswa harus menyesuaikan diri?
Juga masih dalam masalah lingkungan yaitu yang langsung berpengaruh pada
mahasiswa dalam kampus, atau bahkan dalam kelas perlu diciptakan religious
environment seperti adanya Musholla dalam kampus, peringatan-peringatan hari besar
Islam, tatasusila dalam pergaulan, berpakaian, bertingkah laku sopan, dan sebagainya.
Beberapa problem yang dipaparkan di atas hanyalah segelintir dari berbagai problem
kompleks yang hadir di sekitar kita. Kekhawatiran akan fenomena problem tersebut yang
nantinya berujung pada kegagalan pendidikan agama di perguruan tinggi. Ini dikhawatirkan
akan menimbulkan problem yang serius bagi jalannya pembangunan di masa depan karena
Kemudian jika dihubungkan dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri, yaitu:
“Islamic education is an education which trains the sensibility of pupils in such a manner
that in their attitude to life, their actions, decisions and approach to all kinds of knowledge,
they are governed by the spiritual and deeply felt ethical values of Islam. They are trained,
and mentally disciplined, so that they want to acquire knowledge not merely to satisfy an
intellectual curiosity or just for material worldly benefit, but to develop as rational, righteous
beings and bring about the spiritual, moral and physical welfare of their families, their
people, their country and mankind”.14
Terjemahan bebasnya adalah: Pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih
kepekaan murid sedemikian rupa dalam menyikapi kehidupan, tindakan mereka, keputusan
dan pendekatan untuk semua jenis pengetahuan, mereka dibangun secara spiritual dan sangat
merasakan nilai-nilai etika Islam. Mereka dilatih, secara mental disiplin, sehingga mereka
ingin memperoleh pengetahuan bukan hanya untuk memuaskan keingintahuan intelektual
atau hanya untuk keuntungan materi duniawi, melainkan untuk berkembang secara rasional,
makhluk sebenarnya dan bermental spiritual, moral dan sumber kesejahteraan bagi keluarga
mereka, masyarakat disekitar mereka, negara mereka dan umat manusia.
Berdasarkan kutipan tujuan pendidikan Islam di atas, maka dapat dinyatakan betapa
pentingnya solusi guna menyelesaikan beberapa problem tersebut. Karena problem-problem
tersebut jika dibiarkan bisa bertransformasi menjadi bom waktu yang siap meledak kapan
saja.
Beranjak dari beberapa problem yang telah dipaparkan di atas maka kenyataan
tersebut telah mendorong pihak-pihak yang peduli akan pendidikan untuk melakukan
terobosan baru yang dapat mencerahkan prospek pendidikan agama di perguruan tinggi
umum. Beberapa terobosan tersebut antara lain:
Model dikotomis memandang segala sesuatu hanya dilihat dari dua sisi yang
berlawanan, seperti laki-laki dan perempuan, ada dan tidak ada, bulat dan tidak bulat,
pendidikan agama dan pendidikan non agama, demikian seterusnya. Pandangan
dikotomis tersebut pada gilirannya dikembangkan dalam memandang aspek
kehidupan dunia dan akhirat, kehidupan jasmani dan rohani, sehingga pendidikan
agama Islam hanya diletakkan pada aspek kehidupan akhirat saja atau kehidupan
rohani saja. Sedangkan model mekanisme memandang kehidupan terdiri atas berbagai
aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat
nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya,
bagaikan sebuah mesin yang terdiri dari beberapa komponen atau elemen-elemen,
yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri, dan antara satu dengan
lainnya bisa saling berkonsultasi atau tidak.
Namun yang perlu menjadi catatan jangan sampai terjebak oleh inklusivitas
menurut retorika Barat dalam hal-hal teori tentang pluralisme, HAM dan lain-lainnya,
karena semua itu harus dikembalikan kepada sumbernya yang asli yaitu al-Qur’an dan
as-Sunnah meskipun tetap dengan semangat yang mengkritisi setiap interpretasi
terhadap kedua sumber tersebut. Sikap Islam terhadap pluralitas misalnya, merupakan
sikap pertengahan di antara dua kutub ekstrim pandangan manusia terhadap pluralitas
yang menolak pluralitas mentah-mentah dan yang menerima pluralitas mentah-
mentah.
Modernisasi selalu terkait dengan liberalisme dan Hak Asasi Manusia. Dua hal ini
adalah anak kandung modernisasi yang tidak bisa ditolak kelahirannya. Makanya ketika
seseorang membicarakan tentang modernisasi, maka pastilah akan membicarakan tentang
liberalisme. Dan di sisi lain juga membicarakan tentang HAM yang secara konseptual
dikaitkan dengan barat yang modern.
Dengan demikian bicara modernisasi juga mesti dikaitkan dengan barat.
Liberalisme sebagai bagian dari proyek modernisasi tentunya merupakan tantangan yang
sangat serius kepada agama. Sebab agama dianggap sebagai perwujudan dari
tradisionalisme yang momot dengan keterbelakangan, ketertinggalan dan kemiskinan
yang sangat kentara. Oleh karena itu ketika masyarakat ingin meninggalkan dunia
1. Rasional
Ajaran Islam adalah ajaran yang sesuai dengan akal dan nalar manusia. Dalam
ajaran Islam nalar mendapat tempat yang tinggi sehingga salah satu cara untuk
mengetahui sahih atau tidaknya sebuah hadis dari sisi matan dan sanad adalah
Perlu untuk disadari bahwa modernisasi akibat kemajuan Iptek telah mengubah pola
pikir, pola pergaulan, dan pola kehidupan secara masif. Industrialisasi dalam
memproduksi barang dan jasa di satu sisi meningkatkan kualitas dan kuantitas barang dan
jasa yang diperlukan masyarakat, tetapi di sisi lain membawa dampak terhadap wujudnya
stratifikasi sosial yang tidak seimbang, yakni kapitalis (pemodal) dan pekerja atau buruh.
Dalam proses modernisasi ini, sering kali kaum buruh menjadi lemah ketika berhadapan
dengan kaum pemodal. Ketidakharmonisan antara dua pihak ini sering kali menjadi
pemicu terjadinya adagium di masyarakat yang kaya semakin kaya dan yang miskin
semakin miskin.
Ajaran Isalam yang telah tersebar ke berbagai penjuru dunia selama berabad-
abad tentunya meninggalkan tinta emas dan torehan positif berupa khasanah keilmuan
bagi peradaban dunia, meskipun tidak ada lagi kekuasaan Islam secara mutlak. Hal itu
disebabkan oleh ekspansi Islam ke daerah-daerah tidak bertujuan untuk mengambil
harta kekayaan dan rampasan, tetapi untuk membangun dan mengelola kebudayaan
yang ada di daerah tersebut.
Peradaban Islam bisa maju di masa itu, salah satunya berkat kerja keras para
ilmuwan dan cendekiawan. Mereka adalah pelopor lahirnya peradaban dunia yang
baru, yang awalnya mempelajari dan mempertahankan peradaban Yunani Kuno.
Tidak hanya itu, tetapi para ilmuwan muslim juga mengembangkan pola pikir dan
kecerdasan otaknya untuk menciptakan sesuatu yang baru dalam ilmu pengetahuan.
Peran Masjid Kampus Bagi Mahasiswa Pada zaman sekarang, masjid kampus
memang hanya sebuah bagian kecil dari sebuah kampus. Meskipun begitu, peran
masjid kampus dalam membentuk mahasiswa berintegritas sangat besar. Masjid
kampus tidak saja menjadi tempat shalat, saat ini masjid menjelma menjadi pusat
kegiatan mahasiswa yang memiliki segudang lembaga dan kegiatan.
Zakat menurut bahasa adalah suci dan subur. Zakat menurut istilah syara’ ialah kadar
harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat.
Zakat adalah kewajiban atas harta yang bersifat mengikat dan bukan anjuran. Kewajiban
tersebut terkena kepada setiap muslim (baligh atau belum, berakal atau gila) ketika
mereka memiliki sejumlah harta yang sudah memenuhi batas nisabnya.
Sedangkan mengenai pajak, terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang
"pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah:
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-
peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung
dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas
Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi
sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak
rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan
untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
1.zakat merupakan manifestasi ketaatan ummat terhadap perintah Allah SWT dan
Rasulullah SAW sedangkan pajak merupakan ketaatan seorang warganegara kepada ulil
amrinya (pemimpinnya).
2.zakat telah ditentukan kadarnya di dalam Al Qur’an dan Hadits, sedangkan pajak
dibentuk oleh hukum negara.
3. zakat hanya dikeluarkan oleh kaum muslimin sedangkan pajak dikeluarkan oleh setiap
warganegara tanpa memandang apa agama dan keyakinannya.
4. zakat berlaku bagi setiap muslim yang telah mencapai nishab tanpa memandang di
negara mana ia tinggal, sedangkan pajak hanya berlaku dalam batas garis teritorial suatu
5. zakat adalah suatu ibadah yang wajib di dahului oleh niat sedangkan pajak tidak
memakai niat. Dan sesungguhnya masih banyak lagi hal-hal yang membedakan antara
zakat dan pajak.
Zakat adalah rukun Islam ketiga yang diwajibkan di Madinah pada bulan Syawal tahun
kedua Hijriyah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan dan zakat Fitrah. Ayat-ayat zakat,
shodaqah dan infaq yang turun di Makkah baru berupa anjuran dan penyampaiannya
menggunakan metodologi pujian bagi yang melaksanakannya dan cacian atau teguran bagi
yang meninggalkannya.
Surat At-Taubah ayat 103: Artinya: "Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan do'akanlah mereka karena
sesungguhnya do'amu dapat memberikan ketenangan bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui".
Surat Al An'aam ayat 141: Artinya: "Makanlah buahnya jika telah berbuah dan tunaikan
haknya (kewajibannya) dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)".
Hadist diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari Ali ra: Artinya: "Sesungguhnya Allah
mewajibkan (zakat) atas orang-orang kaya dari umat Islam pada harta mereka dengan batas
sesuai kecukupan fuqoro diantara mereka. Orang-orang fakir tidak akan kekurangan pada
saat mereka lapar atau tidak berbaju kecuali
karena ulah orang-orang kaya diantar mereka. Ingatlah bahwa Allah akan menghisab
mereka dengan keras dan mengadzab mereka dengan pedih".
Di dalam Hukum Islam, Dasar membayar pajak itu hukumnya adalah wajib,
berdasarkan kepada ayat Al-Qur’an Surat At-Taubah : 29.
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari
kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya
dan tidak beragama dengan agama yang benar (Agama Allah), yaitu orang-orang yang diberi
Al-kitab kepada mereka, sampai mereka membayar "Jizyah" dengan patuh, sedang mereka
dalam keadaan tunduk."
Pembebanan kewajiban membayar pajak hanyalah terhadap kaum laki-laki dan kaum Hawa
yang normal, sedangkan orang yang tidak mampu, dibebaskan dari kewajiban tersebut.
Pembebanannya pun disesuaikan dengan status sosial dan kondisi keuangannya.
Dalam pengaturan pajak tersebut haruslah sesuai dengan Undang-undang, yaitu pasal 23
UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur
dengan undang-undang”.
Islam adalah agama yang anti kedzaliman. Pengutipan pajak tidak dapat dilakukan
sembarangan dan sekehendak hati penguasa. Pajak yang diakui dalam sejarah fiqh Islam dan
sistem yang dibenarkan harus memenuhi beberapa syarat yaitu :
1. Benar–benar harta itu dibutuhkan dan tak ada sumber lain.
Pajak itu boleh dipungut apabila negara memang benar – benar membutuhkan dana,
sedangkan sumber lain tidak diperoleh. Demikianlah pendapat Syeikh Muhammad Yusuf
Qardhawy.
Para ulama dan para ahli fatwa hukum Islam menekankan agar memperhatikan syarat
ini sejauh mungkin. Sebagian ulama mensyaratkan bolehnya memungut pajak apabila Baitul
Mal benar – benar kosong. Para ulama benar – benar sangat hati – hati dalam mewajibkan
pajak kepada rakyat, karena khawatir akan membebani rakyat dengan beban yang di luar
kemampuannya dan keserakahan pengelola pajak dan penguasa dalam mencari kekayaan
dengan cara melakukan korupsi hasil pajak.
3. Pajak hendaknya dipergunakan untuk membiayai kepentingan umat, bukan untuk maksiat
dan hawa nafsu.
Berbicara tentang arti kebahagiaan sejati atau kebahagiaan hakiki, islam mempunyai
pandangan mengenai pengertian atau arti dari kebahagiaan sejati berdasarkan dalil dari
firman Allah swt. dalam Kitabullah Al-Qur’an dan juga dalil Hadits Nabi Muhammad saw.
Kebahagiaan sejati seseorang tidak bisa diukur dengan banyaknya harta atau kekayaan, status
atau pangkat sosial dalam kemasyarakatan dan atau semua kemewahan yang dimiliki oleh
seseorang. Kebahagiaan yang sesungguhnya atau sejati terletak pada ketenangan hati
seseorang. Sudah banyak orang yang kaya raya dengan harta kekayaan mereka, namun
kekayaan yang mereka miliki tidak bisa menjadikan hati mereka menjadi tenang, akan tetapi
sebaliknya justru harta kekayaan yang mereka kumpulkan membuat mereka lalai, lupa dan
sibuk untuk senantiasa mengejar kekurangan. Hal ini karena beberapa harta benda dan
kekayaan yang mereka miliki masih saja mereka anggap kurang.
Hal ini sudah dijelaskan oleh Allah swt. dalam firman-Nya yang berbunyi:
ٱلتَّكَاث ُ ُُر أَ ۡل َه ٰى ُك ُُم. ى
ُٰ َّۡٱل َمقَابِ َُر ُز ۡرت ُُُم َحت
Sumber kebahagiaan sejati adalah ketenangan hati atau ketenagan jiwa yang
merupakan anugerah dari Allah swt. yang sangat berharga. Setiap orang pasti
mengingikannya, namun hanya sedikit sekali orang yang mendapatkannya. Hal ini karena
banyak manusia yang melupakan penciptanya, melupakan Dzat pemberi kebahagiaan, dan
melupakan tentang Dzat sang pencipta ketenangan didalam jiwa atau hati yang sebenarnya.
Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya,
Artinya: “Dialah yang telah menurunkan ketenangan kedalam hati orang-orang mukmin
supaya keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka (yang telah ada). Dan
kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan Allah Maha Mengeahui lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Al-Fath: 4) yang dimaksud dengan tentara langit dan bumi adalah penolong
yang dijadikan Allah bagi orang-orang mukmin seperti malaikat-malaikat, binatang-binatang,
angin, dan lain sebagainya. Dari penjelasan firman Allah swt. tersebut, dapat disimpulkan
bahwa seseorang yang menginginkan kebahagiaan, ingin mempunayi hati dan jiwa yang
tenang, tetapi lupa kepada sang penciptanya, maka semua keinginannya tersebut hanyalah
sia-sia belaka.
Oleh sebab itu, untuk mencari dan kemudian mendapatkan kebahagiaan sejati adalah
dengan cara :
a. Selalu mengingat Allah swt. sebagaimana dalam penjelasan firman Allah swt tersebut
bahwa Allah-lah Dzat yang memberi, menciptakan dan menentukan kebahagiaan pada
hamba-Nya.
b. Berusahalah selalu untuk memperoleh ketenangan dalam jiwa dan hati dengan
bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa.
Allah swt. adalah pemberi ketenangan kepada siapapun yang di kehendaki-Nya, sebagaiman
firman Allah swt. yang lain,
Itulah janji-janji Allah kepada hamba-hamba-Nya yang terpilih, maka mereka akan
mendapatkan anugerah dan kebahagiaan sejati. Bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, janji-janji tersebut bukanlah diperuntukkan bagi orang-orang yang durhaka
kepada Allah swt. Perlu diingatkan kembali bahwasanya kemewahan, kedudukan, jabatan,
dan segala kemegahan yang ada di dunia ini hanyalah semu belaka dan tidak akan ada yang
abadi dan pasti akan musnah dan rusak. Hidup di dunia ini hanyalah tempat lintasan belaka
yang merupakan sarana dalam mencari bekal untuk menempuh perjalanan menuju akhirat.
Dan sebaik-baik bekal itu adalah bekal taqwa.
H. Menelusuri Konsep dan Karakteristik Agama sebagai Jalan Menuju Tuhan dan
Kebahagiaan
Kebahagiaan dalam islam adalah kebahagiaan autentik artinya lahir dan tumbuh dari
nilai-nilai hakiki islam dan mewujud dalam diri seseorang hamba yang mampu menunjukan
sikap tobat (melakukan introspeksi dan koreksi diri) untuk selalu berpegang pada nilai-nilai
dan kebenaran ilahiah, mensyukuri karunia Allah berupa nikmat iman, islam, dan kehidupan.
Berikut pendapat dari beberapa ahli mengenai makna kebahagiaan:
a. Pendapat Al-Alusi
Menurut Al-Hulusi bahagia adalah perasaan senang dan gembira karena bisa mencapai
keinginan atau cita-cita yang dituju dan diimpikan. Pendapat lain menyatakan bahwa
kebahagia adalah tetap dalam kebaikan atau masuk kedalam kesenangan dan kesuksesan.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah berpendapat bahwa kebahagiaan itu adalah perasaan senang
dan tenteram karena hati sehat dan berfungsi dengan baik. Sebab, hati yang sehat dan
c. Imam Al-Ghazali
Orang yang ingin menggapai kesempurnaan hidup, tetapi tidak memiliki harta bagaikan
orang yang mau pergi berperang tanpa membawa senjata, atau seperti orang mau menangkap
ikan tanpa pancing atau jaring. Itulah sebabnya, Nabi Muhammad saw. bersabda, “Harta yang
terbaik adalah harta yang ada pada seorang laki-laki yang baik pula (shaleh)”. (HR. Ibnu
Hibban). “Sebaik-baik pertolongan adalah pertolongan yang dapat membantu kita semakin
bertaqwa kepada Allah.” (HR. Ad-Daruqutni).
Diantara kebahagiaan duniawi adalah memiliki keluarga, anak-anak yang shaleh, dan istri
yang shalehah pula. Istri yang shalehah bagaikan kebun yang dapat mengikat pemiliknya,
yaitu suami untuk tidak terjerumus pada hal-hal yang diharamkan Allah azza wajalla. Nabi
Muhammad menyatakan, “sebaik-baik pertolongan untuk keutuhan beragama adalah istri
yang shalehah” menyangkut keutamaan anak. Nabi Muhammad saw. bersabda, “jika anak
Adam meninggal dunia, maka putuslah segala amalnya kecuali tiga perkara; sedekah jariah,
ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Thabarani).
Jika kita membuka kembali pendapat Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah bahwa untuk menggapai
kebahagiaan itu mengharuskan adanya kondisi hati yang sehat (qalbun sailim), maka yang
perlu kita lakukan adalah mengetahui karakteristik hati yang sehat dan cara mengobati hati
yang sakit agar hati dapat kembali sehat.
Beberapa sebab yang dapat merusak hati manusia sehingga fungsi hati terganggu dan
menjadi tidak normal atau sakit:
1. Banyak bergaul dengan orang-orang yang tidak baik.
2. At-Taman (berangan-angan)
3. Menggantungkan diri kepada selain Allah
4. Asy-Syab’u (terlalu kenyang)
5. Terlalu banyak tidur
6. Berlebihan melihat hal-hal yang tidak berguna
7. Berlebihan dalam berbicara
Usman bin Hasan Al-Khaubawi mengutarakan bahwa indikator manusia yang bahagia itu
adalah sumber rezekinya ada di negaranya; mempunyai keluarga yang shaleh, yakni istri dan
anak-anak yang membanggakan dan membahagiakan, serta berada dibawah penguasa adil
yang tidak zhalim.
Indikator berikutnya adalah rezekinya dapat membantu seseorang untuk mendekatkan diri
kepada Allah; meskipun kaya, ia tidak berorientasi kepada dunia tetapi berorientasi terhadap
kehidupan masa depan dan akhirat; semangat dalam beribadah; tidak banyak berbicara dalam
hal-hal yang tidak berguna; menjaga kewajiban shalat; bersikap warak yakni hati-hati dalam
memanfaatkan sumber kehidupan agar tidak terjerumus kepada yang syubhat apalagi yang
haram; bergaul dengan orang-orang shaleh; bersikap tawadu dan tidak sombong; bersikap
Kunci beragama berada pada fitrah manusia. Fitrah itu sesuatu yang melekat dalam
diri manusia dan telah menjadi karakter (tabiat) manusia. Kata “fitrah” secara kebahasaan
memang asal maknanya adalah “suci”. Yang dimaksud dengan suci adalah suci dari dosa dan
suci secara genetis. Meminjam term Prof. Udin Winataputra, fitrah adalah lahir dengan
membawa iman. Berbeda dengan konsep teologi islam, teologi tertentu berpendapat
sebaliknya yaitu bahwa setiap manusia lahir telah membawa dosa yakni dosa warisan. Di
dunia, menurut teologi ini, manusia dibebani tugas yaitu harus membebaskan diri dari dosa
itu. Adapun dalam teologi islam, seperti telah dijelaskan bahwa setiap manusia lahir dalam
kesucian yakni suci dari dosa dan telah beragama yakni agama islam. Tugas manusia adalah
berupaya agar kesucian dan keimanan terus terjaga dalam hatinya hingga kembali kepada
Allah.
Setiap orang harus bersikap hati hati bahwa tauhtdullah yang merupakan satu-satunya
jalan menuju kebahagiaan menurut Said Hawa dapat rusak dengan hal-hal sebagai berikut.
Nilai-nilai hidup yang dibangun diatas jiwa tauhid merupakan nilai positif, nilai
kebenaran dan nilai ilahi yang abadi yang mengandung kebenaran mutlak dan universal. Nilai
mutlak dan universal yang terdapat didalamnya dapat menjadikan misi agama ini sebagai
rahmatan lil ‘alamin agama yang membawa kedamaian, keselamatan, kesejahteraan, dan
kebahagiaan umat manusia lahir dan batin. Komitmen terhadap nilai-nilai universal Al-
Quraan menjadi syarat mutlak untuk memperoleh kebahagiaan. Roh kebahagiaan adalah jiwa
tauhid yang diatas jiwa tauhid itu nilai-nilai universal dibangun. Komitmen terhadap nilai-
nilai itu merupakan metodi dan strategi untuk mendapat kebahagiaan.
Nilai-nilai universal yang perlu ditanamkan agar menjadi roh kehidupan itu adalah:
Al-Amanah
Al-amanah artinya terpercaya. Mengapa seseorang terpercaya dan dipercayai?
Karena ia jujur. Kejujuran menyebabkan sesorang dipercaya (al-amin)
Al-Adalah
Al-Adalah secara etimologis artinya keadilan. Keadilan dalam perspektif etika islam
adalah adanya keseimbangan antara hak dan kewaiban. Sesuatu yang menjadi hak
kita , maka menjadi kewajiban bagi orang lain. Sebaliknya sesuatu yang menjadi hak
orang lain maka menjadi kewajiban kita.
Al-Huriyah
Kebebasan manusia dalam berkehendak dan mewujudkan kehendak dengan
perbuatan adalah hak asasi manusia. Manusia mempunyai kebebasan untuk berfikir
dan mengembangkan pemikirannya lewat ilmu, filsafat, atau pembharuan
pemahaman terhadap agama.