Anda di halaman 1dari 16

LANDASAN ILMIAH ILMU PENDIDIKAN

RESUME
“FILSAFAT PENDIDIKAN, DASAR FILSAFAT DAN ILMU
PENDIDIKAN”

OLEH:
Rilla Elvandar (18177028)

DOSEN PEMBIMBING:
Prof. Dr. Azwar Ananda. MA

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2019
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN

A. Pengertian Filsafat
Kata Filsafat berasal dari bahasa yunani. Kata ini berasal dari kata philosophia yang
berarti cinta ilmu pengetahuan. Terdiri dari philos yang berarti cinta, senang dan suka serta
kata Sophia berarti pengetahuan,hikmah dan kebijaksanaan (Ali, 1986:7). Hasan Shadily
(1984 : 9), mengatakan bahwa filsafat menurut asal katanya adalah cinta akan kebenaran.
Dengan demikian dapat ditarik pengertian bahwa filsafat adalah cinta pada ilmu pengetahuan
atau kebenaran, suka pada hikmah dan kebijaksanaan.
Filsafat dan filosof berasal dari kata Yunani, yaitu Philosophia dan philosophos.
Menurut bentuk kata, seorang philosophos adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Pendapat
lain mengatakan bahwa filsafat menurut asal katanya adalah "cinta akan kebenaran", yang
berasal dari bahasa Yunani philos (cinta) dan shopia (kebenaran). Ada juga yang berpendapat
bahwa, kata falsafah berasal dari bahasa Yunani Kuno, apabila diterjemahkan secara bebas
berarti "cinta akan hikmah". Dengan demikian falsafat itu sendiri bukanlah hikmah; tetapi
filsafat adalah cinta terhadap hikmah dan selalu berusaha untuk mendapatkan hikmah. Oleh
karena itu, seorang filosof atau orang yang mencintai hikmah akan berusaha
mendapatkannya, memusatkan perhatian kepadanya dan menciptakan sikap yang positif
terhadapnya. Di samping itu, dalam mencari hakekat sesuatu, akan berusaha menentukan
sebab akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pengertian filsafat itu
berbeda-beda sesuai dengan pandangan masing-masing. Berikut ini adalah beberapa pendapat
tentang pengertian filsafat dari beberapa ahli :
1) Menurut Muhammad Noor Syam, istilah filsafat mengandung pengertian sebagai
berikut :
a. Filsafat sebagai aktivitas pikir mumi (reflective-thinking), atau kegiatan akal manusia
dalam usaha untuk mengerti secara mendalam tentang segala sesuatu.
b. Filsafat sebagai hasil kegiatan berpikir mumi mengandung pengertian bahwa filsafat
merupakan wujud suatu "ilmu" sebagai hasil pemikiran dan penyelidikan berfilsafat
itu. Juga merupakan suatu bentuk perbendaharaan yang terorganisir dan memiliki
sistematika tertentu, atau merupakan suatu bentuk ajaran tentang segala sesuatu
sebagai satu ideologi.
Dari pengertian tersebut kita memperoleh penjelasan bahwa filsafat bukan
sekedar suatu aktivitas berpikir, suatu usaha dan suatu proses, melainkan mengandung
kedua-duanya, yaitu sebagai aktivitas berpikir dan sebagai perbendaharaan hasil
aktivitas berpikir tersebut. Bahkan sejalan dengan perkembangan peradaban manusia,
filsafat telah terwujud sebagai suatu ilmu yang sangat berpengaruh, juga merupakan
suatu falsafah negara yang akan selalu dijungjung tinggi. Setiap uraian tentang
pengertian filsafat akan selalu mencakup kedua makna tersebut, sebab keduanya
memiliki hubungan yang erat antara aktivitas dengan produknya.
2) Menurut W H. Kilpatrick, filsafat adalah pembahasan secara kritis tentang nilai-nilai
kehidupan yang berlawanan, sedapat mungkin berusaha untuk mendapatkan cara
bagaimana mengelola kehidupan sekalipun bertentangan.
Pandangan ini, filsafat berusaha mengarahkan suatu pengertian yang cukup dan
paham kehidupan yang meliputi suatu kehidupan yang ideal. Maka berfilsafat berarti
memikirkan atau merenungkan nilai-nilai yang terbaik dan ideal.
3) Menurut Charles Gore, filsafat ialah hasil usaha akal budi atau berpikir manusia
secara mendalam. Hal itu mengingat bahwa tidak ada batasan tertentu tentang
mendalamnya suatu usaha berpikir, karena sifatnya kualitatif dan dihayati sehingga
dapat dibedakan mana yang filsafat dan mana yang bukan. Disamping itu, ilmu
pengetahuanpun sangat besar peranannya terhadap pemahaman filsafat itu.
4) Menurut Brubacher, filsafat berasal dari perkataan Yunani Kuno, yaitu filos dan sofia
yang berarti cinta kebijaksanaan atau belajar ilmu pengetahuan. Atau diartikan pula
sebagai cinta belajar. Dalam proses pertumbuhan ilmu-ilmu pengetahuan (Sciences)
hanya ada di dalam filsafat. Maka filsafat pun dikatakan sebagai induk atau ratu ilmu
pengetahuan.

B. Pengertian Pendidikan
Kneller ( via siswoyo, 1995 :5) mengatakan pendidikan dapat dipandang dalam arti
luas dan dalam arti proses. Dalam arti luas pendidikan menunjuk pda suatu tindakan atau
pengalaman yang mempunyai pengaruh, berhubungan dengan pertumbuhan atau
perkembangan pikiran (mind), watak atau kemampuan fisik individu. Pendidikan dalam
pengertian ini berlansung terus seumur hidup.
Dalam arti teknis, pendidikan adalah proses yang terjadi di dalam masyarakat melalui
lembaga-lembaga pendidikan ( sekolah,perguruan tinggi, atau lembaga-lembaga lain), yang
dengan sengaja mentransformasikan warisan budayanya, yaitu pengetahuan, nilai-nilai dan
keterampilanketerampilan dari generasi ke generasi. Dalam arti hasil, pendidikan adalah apa
yang diperoleh melalui belajar, baik berupa pengetahuan, nilai-nilai maupun keterampilan-
keterampilan.sebagai suatu proses, pendidikan melibatkan perbuatan belajar itu sendiri,
dalam hal ini pendidikan sama artinya dengan perbuatan mendidik seseorang atau mendidik
diri sendiri.

C. Pengertian Filsafat Pendidikan


Menurut Al-Syaibany (1979 : 36), filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang
teratur yang menjadikan filsafat menjadi sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan
memadukan proses pendidikan. Artinya Filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan
maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya.
Filsafat pendidikan juga bisa didefenisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang
pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dan
menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari
filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.
Menurut John Dewey, fisafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar
yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan
(emosional), menuju tabiat manusia. Sementara menurut Thopmson, filsafat artinya melihat
suatu masalah secara total dengan tanpa ada batas atau implikasinya; ia tidak hanya melihat
tujuan, metode atau alat-alatnya, tapi juga memiliki dengan seksama hal-hal yang dimaksud.
Keseluruhan masalah yang dipikirkan oleh filosof tersebut merupakan suatu upaya untuk
menemukan hakekat masalah, sedangkana suatu hakekat itu dapat dibakukan melalui proses
kompromi (Arifin, 1993: 2).
Menurut Imam Barnadib (1993: 3), filsafat pendidikan merupakan ilmu yang pada
hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan pertanyaan dalam bidang pendidikan baginya
filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu analisis filosofis terhadap bidang pendidikan.
Sedangkan menurut seorang ahli filsafat Amerika, Brubachen (Arifin, 1993: 3), filsafat
pendidikan adalah seperti menaruh sebuah kereta didepan seekor kuda, dan filsafat dipandang
sebagai bunga, bukan sebagai akar tunggal pendidikan. Filsafat pendidikan itu berdiri secara
bebas dengan memperoleh keuntungan karena punya kaitan dengan filsafat umum. Kendati
kaitan ini tidak penting, tapi yang terjadi ialah, suatu keterpaduan antara pandangan filosofis
dengan filsafat pendidikan, karena filsafat sering diartikan sebagai teori pendidikan dalam
segala tahap.
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik
baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan
dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan
universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis,
harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah
filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum. Dalam arti
bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan kasakter filsafat. Masalah-masalah
pendidikan akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat umum, seperti :

1. Hakikat kehidupan yang baik, karena pendidikan akan berusaha untuk mencapainya
2. Hakikat manusia, karena manusia merupakan makhluk yang menerima pendidikan
3. Hakikat masyarakat, karena pendidikan pada dasamya merupakan suatu proses sosial
4. Hakikat realitas akhir, karena semua pengetahuan akan berusaha untuk tercapainya.

Selanjutnya Al Syaibany (1979) berpandangan bahwa filsafat pendidikan, seperti


halnya filsafat umum, berusaha mencari yang hak dan hakikat serta masalah yang berkaitan
dengan proses pendidikan. Filsafat pendidikan berusaha untuk mendalami konsep-konsep
pendidikan dan memahami sebab-sebab yang hakiki dari masalah pendidikan. Filsafat
pendidikan berusaha juga membahas tentang segala mungkin mengarahkan proses
pendidikan.
Pada bagian lain Al Syaibany (1979) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tugas
yang diharapkan dilakukan oleh seorang filsof pendidikan, diantaranya :
1. Merancangkan dengan bijak dan arif untuk menjadikan proses dan usaha-usaha
pendidikan pada suatu bangsa
2. Menyiapkan generasi muda dan warga negara umumnya agar beriman kepada Tuhan
dengan segala aspeknya
3. Menunjukkan peranannya dalam mengubah masyarakat dan mengubah cara-cara hidup
mereka ke arah yang lebih baik
4. Mendidik akhlak, perasaan seri dan keindahan pada masyarakat, dan menumbuhkan
pada diri mereka sikap menghormati kebenaran, dan cara-cara mencapai kebenaran
tersebut. Filosof menyeluruh tentang wujud dan segala aspek yang berkaitan dengan
ketuhan, kemanusiaan, pengetahuan kealaman dan pengetahuan sosial. Filsof
pendidikan harus pula mampu memahami nilai-nilai kemanusiaan yang terpancar pada
nilai-nilai kebaikan, keindahan dan kebenaran.
Menurut Kneller (1971), filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam
lapagnan pendidikan. Seperti halnya filsafat, filsafat pendidikan daapt dikatakan spekulatif,
preskriptif dan analitik.
Filsafat pendidikan dikatakan spekulatif karena berusaha membangun teori-teori
hakikat manusia, hakikat masyarakat, hakikat dunia, yang sangat bermanfaat dalam
menafsirkan data-data sebagai hasil hasil penelitian sains yang berbeda.
Filsafat pendidikan dikatakan preskriptif apabila filsafat pendidikan menentukan
tujuan-tujuan yang harus diikuti dan dicapainya, dan menentukan cara-cara yang tepat dan
benar untuk digunakan dalam mencapai tujuan tersebut. Karena secara tersurat menentukan
tujuan pendidikan yang akan dicapai.
Filsafat pendidikan dikatakan analitik, apabila filsafat pendidikan menjelaskan
pertanyaan-pertanyaan spekulatif dan preskriptif. Misalnya menguji rasinalitas yang
berkaitan dengan ide-ide atau gagasan-gagasan pendidikan dan menguji bagaimana
konsistensinya dengan gagasan lain. Misalnya kita memperkenalkan konsep “Cara Belajar
Siswa Aktif”. Filsafat pendidikan analitik menguji logis konsep-konsep pendidikan, seperti
apa yang dimaksud dengan : “Pendidikan Dasar 9 Tahun”, “Pendidikan Akademik”,
“Pendidikan Seumur Hidup” dan sebagainya

D. Landasan Filsafat Pendidikan

Filsafat memberikan asumsi-asumsi dasar bagi setiap cabang ilmu pengetahuan.


Demian pila halnya dengan pendidikan. Ketika filsafat membahas tentang ilmu alam, maka
diperoleh filsafat ilmu alam. Ketika filsafat mempertanyakan konsep dasar dari hukum, maka
terciptalah filsafat umum, dan ketika filsafat mengkaji masalah-masalah dasar pendidikan,
maka terciptalah cabang filsafat yang bernama filsafat pendidikan (kneller, 1971:4) jadi,
setiap bidang ilmu mempunyai landasan-landasan filsafat masing-masing.

Unsur-unsur esensial dalam landasan filsafat pendidikan ada tiga yang utama, yaitu
landasan ontologis, landasan epistemologis, dan landaan aksiologis.

1. Landasan Ontologis Pendidikan

Landasan ontologis atau sering juga disebut landasan metafisik merupakan landasan
filsafat yang menunjuk pada keberadaan atau suntansi sesuatu.misalnya, pendidikan secara
ilmiah ditunjukkan untuk mensistematisasikan konsep-konsep dan praktik pendidikan yang
telah dikaji secara metodologis menjadi suatu bentuk pengetahuan tersendiri yang disebut
ilmu pendidikan. Pengetahuan ilmiah mengenai pendidikan pada hakikatnya dilandasi oleh
suatu pemikiran filsafati mengenai manusia sebagai subjek dan objek pendidikan, pandangan
alam semesta: tempat manusia hisup bersama, dan pandangan tentang tuhan sebagai pencipta
manusia dan alam semesta tersebut.
Kneller (1971:6) mengatakan bahwa metafisika merupakan cabang filsafat yang
bersifat spekulatif membahas hakikat kenyataan terdalam. Metafisika mencari jawaban atas
persoalan mendasar.
Dengan kemunculan ilmu-ilmu empiris, banyak orang meyakini bahwa metafisika
telah ketinggalan jaman. Temuan ilmu-ilmu empiris tampak lebih dipercaya, sebab
temuannya dapat diukur, sedangkan pemikiran metafisik tampaknya tidak dapat diverifikasi
dan tidak bersifat aplikatif. Metafisika dan ilmu empiris seolah merupakan dua bidang
kegiatan yang berbeda.
Sebenarnya, ilmu-ilmu empiris mendasarkan diri pada asumsi-asumsi metafisik, tetapi
banyak orang yang tidak menyadarinya. Sebagaimana dinyatakan oleh ahli fisikaMax Planck
bahwa gambaran dunia secra ilmiah yang diperoleh dari pengalaman tetaplah selalu hanya
suatu pikiran saja: suatu model yang lebih kurang. Oleh karena ada subjek material di
belakang setiap sensasi inderawi, maka demikian pula ada kenyataan metafisik dibelakang
segala sesuatu, yang menjadi nyata dalam pengalaman hidup manusia.
Gutek mengatakan persekolahan mewakili upaya dari pembuat kurikulum, guru-guru
dan pengarang buku-buku dalam menggambarkan aspek-aspek kenyataan pada subjek didik.
Contohnya, pelajaran sejarah, geografi, kimia, dan lain-lain menggambarkan fase tertentu
dari kenyataan kepada subjek didik.
2. Landasan Epitemologis Pendidikan
Epitemologis adalah cabang filsafat yang disebut juga teori mengetahui dan
pengetahuan. Epitemologis sangat penting bagi para pendidik. Akinpelu (1988:11)
mengatakan bahwa area kajian epistemologi ada relevansinya dengan pendidikan, khususnya
untuk kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Pencarian akan pengetahuan dan kebenaran
adalah tugas utama baik dalam bidang filsafat / etpistemologi maupun pendidikan.
Sebagaimana dinyatakan oleh Dewey, hanya saja antara epistemologi dan pendidikan
terdapat perbedaan dalam hal prosesnya. Pendidikan sebagai proses memusatkan
perhatiannya pada penanaman pengetahuan oleh guru dan perolehannya oleh peserta didik,
sedangkan epistemologi manggali lebih dalam sampai pada akarnya pengetahuan.
Epistemologis membahas konsep dasar dan sangat umum dari peoses mengetahui,
sehingga erat kaitannya dengan metode pengajaran dan pembelajaran. Sebagi contoh, seorang
yang berpaham idealisme berperang pada keyakinan bahwa proses mengatahui atau proses
kognitif sesungguhnya adalah proses memanggil kembali ide-ide yang telah ada dan bersifat
laten dalam pikiran manusia. Metode pembelajaran yang tepat adalah doalog socrates.
Dengan metode ini, guru berusaha menstimulasi atau membawa ide-ide laten kedalam
kesadaran subjek didik dengan mennyakan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada
munculnya ide-ide tersebut dalam dialog.
Pengetahuan empiris adalah jenis pengetahuan yang sesuai dengan bukti-bukti
inderawi. Dengan penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan pengecapan manusia
membentuk pengetahuan mengenai dunia di sekitar kita. Dengan demikian, pengetahuan
empiris terdiri dari ide-ide yang dibentuk dalam kesesuaiannya dengan fakta yang diamati
atau diindera. Pradigma ilmu pengetahuan empiris adalah ilmu alam modern. Hipotesis
ilmiah diuji melalui observasi atau melalui pengalaman untuk mencari apakah hipotesis yang
dikemukakan terbukti sangat memuaskan bagi sederet fenomena tertentu.
Pengetahuan Otoriatif yaitu pengetahuan yang diakui kebenarannya berdasarkan
jaminan otoritas orang yang menguasai bidangnya. Seseorag menerima pengetahuan begitu
saja tanpa merasa perlu untuk mengujinya karena pengetahuan tersebut telah tersedia didalam
endiklopedia dan buku-buku yang ditulis oleh ahlinya.dunia terlalu luas bila seseorang harus
menguji kebenaran semua peristiwa secara pribadi. Jadi, pengetahuan otoritatif adalah
pengetahuan yang sudah terbentuk dan diterima secara luas berdasarkan otoritas seseornag di
dalam bidang masing-masing.
Jadi, dapat diketahui bahwa dalam kegiatan pendidikan sangat erat dengan
epistemologi karena pendidikan selalu berkaitan dengan pemberian pengetahuan oleh
pendidik, dan penenrimaannya, serta pengembangannya oleh peserta didik. Dalam setiap
pengetahuan yang disampaikan oleh guru dengan berbagai disiplin ilmu masing-masing
terdapat epistemologisnya sendiri-sendiri.
3. Landasan Aksiologis Pendidikan
Aksiologis merupakan cabang filsafat6 yang membahas teori-teori nilai dan berusaha
menggambarkan apa yang dinamakan dengan kebaikan dan perilaku yang baik. Bagian dari
aksiologi adalah etika dan estetika. Etika menunjuk pada kajian filsafati tentang nilai-nilai
moral dan perilaku manusia. Estetika berkaitan dengan kajian nilai-nilai keindahan dan seni.
Metafisika membahas tentang hakikat kenyataan terdalam, sedangkan aksiologi menunjuk
pada preskripsi perilaku moral dan keindahan. Para pendidik selalu memperhatikan masalah-
masalah yang berkaitan dengan pembentukan nilai-nilai dalam diri para subjek didik dan
mendorong kearah perilaku yang bernilai.
Secara tidak lansung landasan aksiologis pendidikan tercermin didalam perumusan
tujuan pendidikan. Tatkala orang merancang pendidikan, maka ia harus memulainya dengan
merumuskan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan pendidikan berdasarkan oleh nilai-nilai
yang diyakini yang berusaha untuk diwujudkan tindakan nyata.
Thomas Armstronhg ( 2006:39) mengatakan bahwa tujuan pendeidikan adalah untuk
mendukung, mendorong, dan memfasilitasi perkembangan subjek didik sebagai manusia
yang utuh ( a whole human being). hal itu dapat diartikan bahwa menurut Armstrong
pendidikan harus dilandasi oleh nilai-nilai kehidupan yang bersifat holistik sehingga
pendidikan yang ingin diwujudkan adalah pendidikan yang bersifat holistik pula.
Tujuan umum pendidikan adalah untuk mencapai kedewasaan: dalam arti susila.
Dalam konteks indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional mengamanatkan tujuan pendidikan yang meliputi banyak aspek, baik individual
maupun sosial, jasmaniah dan rohaniah. Tujuan pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai filosofis
yang bersifat holistik, yaitu nilai-nilai pancasila. Di dalam pasal 3 UU Sisdiknas disebutkan
bahwa tujuan pendiddikan adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Jadi, ada nilai-nilai kehidupan yang berdimensi horizontal dan vertikal yang terkandung di
dalam tujuan pendidikan tersebut. Landasan Aksiologis Ilmu Pendidikan adalah konsep
nilai yang diyakini yang dijadikan landasan atau dasar dalam teori dan praktik pendidikan.

E. Objek Kajian Filsafat Pendidikan


Kajian dalam bidang filsafat pendidikan mencakup berbagai aspek yang juga menjadi
karakteristik kajian filsafat pada umumnyayang meliputi semua realitas yang wujud maupun
yang mumkin al-wujud. Hanya saja, dalam konteks filsafat pendidikan lebih menekankan
pada upaya perenungan yang utuh dan terpadu dapat ditemukan kebenaran-kebenaran dan
kebijakan-kebijakan yang berguna bagi kemajuan dunia kependidikan itu sendiri. Realitas
kependidikan terkait dengan upaya-upaya sistematis dan terprogram untuk menjadikan
subjek-subjek didiknya menjadi manusia idaman sebagaimana yang diinginkan. Spirit
pendidikan di sini berada pada aktivitas pembelajaran. Kondisi ini meniscayakan filsafat
pendidikan pun tentu juga akan mengonsentrasikan dirinya untuk menganalisis berbagai
kemungkinan langkah yang dapat ditempuh oleh semua subjek yang terkait agar segala yang
diupayakannya benar-benar efektif dan efisien untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang
diinginkan.
Berdasarkan itu semua, maka realitas-ralitas kependidikan yang menjadi objek kajian
filsafat pendidikan antara lain menyangkut hal-hal yang berkenaan dengan :
a. Hakikat manusia ideal sebagai acuan pokok bagi pengembangan dan penyempurnaan
b. Pendidikan dan nilai-nilai yang dianut sebagai suatu landasan berpikir dan berbuat
dalam tatanan hidup suatu masyarakat
c. Hakikat tujuan kependidikan sebagai arah bangunpengembangan pola dunia
kependidikan
d. Hakikat pendidik dan anak didik sebagai subjek-subjek yang terlihat langsung dalam
pelaksanaan proses edukasi.
e. Hakikat pengetahuan dan nilai sebagai aspek penting yang dikembangkan dalam
aktivitas pendidikan

F. Peranan Filsafat Pendidikan


Peranan filsafat pendidikan menurut para ahli

1. Brauner dan Burn berpendapat bahwa pendidikan dan filsafat tidak dapat dipisahkan,
karena tujuan pendidikan sama dengan tujuan filsafat. Kebijaksanaan dan jalan yang
ditempuh oleh filsafat sama dengan yang ditempuh oleh pendidikan.
2. Kupatrick mengemukakan bahwa berfilsafat dan mendidik adalah memikirkan dan
mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik
adalah usaha untuk merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita tersebut di dalam kehidupan
dan kepribadian manusia.
3. Prof. Brameld berpendapat bahwa untuk mengatasi persoalan-persoalan pendidikan
secara efisien kita harus membawa filsafat. Filsafat selain digunakan untuk mengatasi
persoalan pendidikan dengan efisien jelas dan sistematis, juga berfungsi sebagai alat
analisa, untuk sinthesis dan penialain.

G. Fungsi Filsafat Pendidikan


Fungsi filsafat pendidikan adalah menyelidiki perbandingan pengaruh-pengaruh (1)
dari filsafat-filsafat yang kompetitif dalam proses kehidupan dan (2) dari kemungkinan
proses-proses pendidikan dan pembinaan watak guna menemukan pengelolaan pendidikan
yang dikehendaki untuk membina watak yang paling konstruktif bagi kaum muda dan tua. Di
samping itu, fungsi filsafat pendidikan juga untuk membantu tujuan-tujuan pedagogis yang
meliputi empat aspek yang saling berhubungan, yaitu fungsi analisis, evaluasi, spekulatif, dan
integratif. Hal senada juga seperti yang diungkapkan Brameld bahwa fungsi filsafat
pendidikan sebagai alat analisis, kritik, sintesis, dan penilaian.
Brubacher secara terperinci menyatakan bahwa fungsi filsafat pendidikan sebagai
berikut.
1) Fungsi Spekulatif
Fungsi pendidikan berusaha mengerti seluruh persoalan pendidikan dan mencoba
merumuskannya dalam satu gambaran pokok sebagai pelengkap data-data ilmiah.
Filsafat pendidikan juga berusaha mengerti seluruh persoalan pendidikan dan
hubungannya dengan faktor-faktor lain yang memengaruhi pendidikan.
2) Fungsi Normatif
Fungsi filsafat pendidikan ialah sebagai penentu arah, pedoman untuk merealisasikan
pendidikan. Asas ini tersimpul dalam tujuan pendidikan, yakni membina masyarakat
ideal dan membentuk norma-norma yang dicita-citakan. Filsafat pendidikan
memberikan norma-norma dan pertimbangan bagi kenyataan-kenyataan normatif dan
kenyataan-kenyataan ilmiah untuk membentuk kebudayaan.
3) Fungsi Kritik
Fungsi filsafat pendidikan untuk memberi dasar pengertian kritis rasional dalam
mempertimbangkan dan menafsirkan data-data ilmiah. Misalnya, data pengukuran
analisis evaluasi, baik kepribadian maupun achievement (prestasi). Fungsi kritik berarti
pula analisis dan komparatif atas sesuatu untuk mendapat kesimpulan. Dalam hal ini,
filsafat pendidikan dapat menetapkan klasifikasi prestasi secara tepat dengan data-data
objektif (angka-angka, statistik). Di samping itu, filsafat pendidikan mampu
menetapkan asumsi atau hipotesis yang lebih baik reasonable.
Filsafat harus kompeten mengatasi kelemahan-kelemahan yang ditemukan oleh bidang
ilmiah dan melengkapinya dengan data dan argumentasi yang tak didapatkan dari data
ilmiah.
4) Fungsi Teori bagi Praktik
Semua ide, konsepsi, analisis, dan kesimpulan-kesimpulan filsafat pendidikan berfungsi
sebagai teori. Teori ini adalah dasar bagi pelaksanaan/praktik pendidikan. Filsafat
memberikan prinsip-prinsip umum bagi suatu praktik.
5) Fungsi Integratif
Filsafat pendidikan memiliki fungsi integratif yang didasarkan atas pemahaman bahwa
filsafat pendidikan sebagai asas kerohanian atau rohnya pendidikan. Dengan arti lain,
filsafat pendidikan sebagai pemadu fungsional semua nilai dan asas normatif dalam
ilmu kependidikan.

H. Pengertian Ilmu Pendidikan

Menurut Ngalim Purwanto ada dua istilah yang hampir sama bentuknya, yaitu
Paedagogie dan Paedagogiek. Paedagogie artinya pendidikan sedangkan Paedagogiek adalah
ilmu pendidikan. Paedagogiek atau ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Paedagogiek berasal
dari bahasa Yunani, yakni Paedagogia yang berarti ‘pergaulan dengan anak-anak’. Sedangkan
Paedagogos ialah ‘orang yang menjadi pelayan atau bujang pada zaman Yunani Kuno yang
pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah’. Selain itu juga, di
rumah anak-anak tersebut paedagogos selalu mengawasi dan menjaga mereka. Jadi,
pendidikan pada zaman Yunani Kuno diserahkan pada paedagogos. Paedagogos berasal dari
kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin). Perkataan paedagogos yang
mulanya berarti ‘rendah’ (pelayan, bujang), sekarang dipakai untuk pekerjaan mulia.
Paedagoog (pendidik atau ahli didik) ialah seseorang yang tugasnya membimbing anak dalam
pertumbuhanya agar dapat berdiri sendiri.

Ilmu pendidikan adalah ilmu yg mempelajari serta memproses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Ilmu pendidikan sebagai suatu ilmu harus dapat bersifat:

a. Empiris, karena objeknya dijumpai dalam dunia pengalaman.


b. Rokhaniah, karena situasi pendidikan berdasar atas tujuan manusia tidak membiarkan
peserta didik kepada keadaan alamnya.
c. Normatif, karena berdasar atas pemilihan antara yang baik dan yang buruk.
d. Histories, karena memberikan uraian teoritis tentang sitem-sistem pendidikan sepanjang
jaman dengan mengingat latar belakang kebudayaan dan filsafat yang berpengaruh
pada jaman tertentu.
e. Praktis, karena memberikan pemikiran tentang masalah dan ketentuan pendidikan yang
langsung ditujukan kepada perbuatan mendidik.
Kedudukan ilmu pendidikan itu berada di tengah-tengah ilmu yang lain dalam
penyelenggaraan pendidikan. Ilmu pendidikan ialah suatu llmu pengetahuan yang membahas
masalah yamg berhubungan dengan pendidikan, sedangkan, definisi yang terpenting dari
suatu pendidikan itu sendiri yaitu: Meningkatkan pengetahuan, pengertian, kesadaran, dan
toleransi. Meningkatkan questioning skills dan kemampuan menganalisakan sesuatu -
termasuk pendidikannya. Meningkatkan kedewasaan individu.
Untuk perkembangan Negara, diperlukan pendidikan yang menghargai kreativitas dan
supaya negara dapat membuat sesuatu yang baru dan lebih baik, dan tidak hanya meng-copy
dari negara lain.
Pendidikan adalah fenomena yang fundamental atau asasi dalam hidup manusia
dimana ada kehidupan disitu pasti ada pendidikan. Pendidikan sebagai gejala sekaligus upaya
memanusiakan manusia itu sendiri. Dalam perkembangan adanya tuntutan adanya pendidikan
lebih baik, teratur untuk mengembangkan potensi manusia, sehingga muncul pemikiran
teoritis tentang pendidikan. Pendidikan adalah upaya sadar untuk mengembangkan potensi-
potensi yang dimiliki manusia, melahirkan teori-teori pendidikan.
I. Hakekat Pendidikan
Hakikat pendidikan adalah suatu proses menumbuh kembangkan eksistensi peserta
didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal,
nasional dan global.

Redja Mudyaharjo, dalam bukunya Pengantar Pendidikan ”Sebuah Studi Awal


Tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia” menyatakan
tentang asumsi pokok pendidikan yaitu :

1. Pendidikan adalah actual,artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi actual dari


individu yang belajar dan lingkungan belajarnya.
2. Pendidikan adalah formatif, artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yang baik
atau norma-norma yang baik; dan
3. Pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan, artinya berupa serangkaian kegiatan
yang bermula dari kondisi-kondisi actual dari individu yang belajar, tertuju pada
pencapaian individu yang diharapkan.

Pembahasan tentang hakikat pendidikan diartikan sebagai kupasan secara konseptual


terhadap kenyataan-kenyataan kehidupan manusia baik disadari maupun tidak
disadari,manusia telah melaksanakan pendidikan mulai dari keberadaan manusia pada zaman
primitif sampai zaman modern (masa kini), bahkan selama masih ada kehidupan manusia
didunia pendidikan akan tetap berlangsung (Syaifullah,1981).
Melalui penerapan pendekatan humanistik maka pendidikan ini benar-benar akan
merupakan upaya bantuan bagi anak untuk menggali dan mengembangkan potensi diri serta
dunia kehidupan dari segala liku dan seginya. Menurut Ki Hadjar Dewantara terdapat lima
asas dalam pendidikan yaitu :

1. Asas kemerdekaan; Memberikan kemerdekaan kepada anak didik, tetapi bukan


kebebasan yang leluasa, terbuka (semau gue), melainkan kebebasan yang dituntun oleh
kodrat alam, baik dalam kehidupan individu maupun sebagai anggota masyarakat.
2. Asas kodrat Alam; Pada dasarnya manusia itu sebagai makhluk yang menjadi satu
dengan kodrat alam, tidak dapat lepas dari aturan main (Sunatullah), tiap orang diberi
keleluasaan, dibiarkan, dibimbing untuk berkembang secara wajar menurut kodratnya.
3. Asas kebudayaan; Berakar dari kebudayaan bangsa, namun mengikuti kebudyaan luar
yang telah maju sesuai dengan jaman. Kemajuan dunia terus diikuti, namun
kebudayaan sendiri tetap menjadi acauan utama (jati diri).
4. Asas kebangsaan; Membina kesatuan kebangsaan, perasaan satu dalam suka dan duka,
perjuangan bangsa, dengan tetap menghargai bangsa lain, menciptakan keserasian
dengan bangsa lain.
5. Asas kemanusiaan; Mendidik anak menjadi manusia yang manusiawi sesuai dengan
kodratnya sebagai makhluk Tuhan.

J. Tujuan Pendidikan
Secara umum, tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan dan mengembangkan
potensi di dalam diri para peserta didik. Dengan pertumbuhan kecerdasan dan potensi diri
maka setiap anak bisa memiliki ilmu pengetahuan, kreativitas, sehat jasmani dan rohani,
kepribadian yang baik, mandiri, dan menjadi anggota masyarakat yang bertanggungjawab.
Tujuan pendidikan juga disebutkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia,
diantaranya:
1. UU No. 2 Tahun 1985
Tujuan pendidikan menurut UU No. 2 Tahun 1985 adalah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya, yaitu bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memiliki pengetahuan, sehat jasmani dan rohani,
memiliki budi pekerti luhur, mandiri, kepribadian yang mantap, dan
bertanggungjawab terhadap bangsa.
2. UU. No. 20 Tahun 2003
Menurut UU. No.20 Tahun 2003 pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan
pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
3. MPRS No. 2 Tahun 1960
Menurut MPRS No. 2 Tahun 1960, tujuan pendidikan adalah membentuk manusia
yang berjiwa Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki
oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 945.

BAB III
KESIMPULAN

Filsafat pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seseorang mengenai pendidikan
yang merupakan kumpulan dari prinsip yang membimbing tindakan profesional seseorang.
Lebih jauh lagi filsafat pendidikan berkaitan dengan “Penetapan hakekat dari tujuan, alat
pendidikan, dan menerjemahkan prinsip-prinsip ini dalam kebijakan-kebijakan untuk
mengimplementasikan.
Maka dengan memahami ilmu filsafat pendidikan. Pelaksanaan pendidikan akan lebih
efektif dan efisien lebih mengarah kepada sasaran yang akan di capai sehingga mempercepat
tercapainya tujuan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

M. Noor Syam. (1986). Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila.
Surabaya : Usaha Nasional.

Purwanto, M. Ngalim. (2002). Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, PT Remaja Rosda
Karya, Bandung,

Radja Mudya Hardjo. (2004). Filsafat Ilmu Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung

Uyoh Sadulloh. (2008). Pengantar Filsafat Pendidikan. Alfabeta CV. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai